It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
<3<3
<3*AL*<3<3*AL*<3
<3*AL**AL**AL*<3<3*AL**AL**AL*<3
<3*AL**AL**AL**AL*<3*AL**AL**AL**AL*<3
<3*AL**AL**AL**AL**AL**AL**AL**AL**AL*<3
<3*AL**AL**AL**AL**AL**AL**AL*<3
<3*AL**AL**AL**AL**AL*<3
<3*AL**AL**AL*<3
<3*AL*<3
<3.
Part 14
-Ronald PoV-
Hari-hariku sejak berkenalan dengan Yoga menjadi berubah. Aku menjadi lebih bersemangat. Selalu ada Yoga tiap saat untuk chat bahkan saat dia sedang belajar di kelas dan aku selalu memarahinya dan tidak membalas chatnya sampai kelas selesai. Aku juga kadang menungunjunginya di kosannya untuk membantunya mengerjakan prakarya tugas kuliahnya dan membereskan kosannya yang berantakan. Kadang membawa makanan yang kubeli untuk dimakan bersama.
Hanya ada hal aku kejutkan tiap kali aku ke kosannya.
Kejadian ini ketika kali ketiga aku bermain ke kosannya. Saat itu hujan masih rintik rintik mengiri langkah aku dan Yoga menuju kosannya di daerah k*ber. Awalnya aku menunggu Yoga di halte bik*n salah satu fakultas untuk bersama sama naik bis tsb turun di halte stasiun kampusku. Sesampainya di kosan Yoga, dia memberikan handuk kepadaku untuk mengeringkan rambutku yang basah. Setelah dia berganti baju seperti biasa kami tidur di kasurnya yang tidak beranjang. Kami mengobrol seperti biasa membahas ttg kuliah dan lainnya. Sampai suatu kondisi dimana kami hanya diam berdua. Yoga membangunkanku dan aku duduk dihadapannya. Seperti flashback saat dirumahnya, muka dia mendekat ke mukaku. Bibirnya mulai menyentuh lembut kepermukaan bibirku yang masih menutup. Dia memegang kepalaku mengarahkan pada posisi yang nyaman. Ya. Kami berciuman. Lagi. Ada gejolak dalam diriku untuk menolaknya, namun yang menang adalah pikiranku yang menganggap untuk memberikan apa yang Yoga mau agar kami tetap berteman dekat dan dia tidak menjauh dariku. Aku mulai membuka bibirku dan menerima lumatan bibirnya di dalam mulutku. Lidahnya bermain di dalam mulutku. Aku hanya diam dan tidak membalasnya karena aku tak tahu caranya. Dia melepaskan ciumannya. Mata kami bertatapan dan dia melanjutkan ciumannya. Kemudian tangan Yoga mulai menyentuh alat kelaminku. Aku mendorongnya lagi.
Aku: "Ron, gamau Yoga pegang ini Ron."
Yoga: "Cobain, enak deh Ron"
Aku: "Ron gatau, Ron gamau"
Yoga: "Coba ya pegang, Yoga mau pegang aja, please" tampangnya memelas.
Aku: "Tapi..."
Yoga: "Yaudah kalau ngga mau, Yoga ga maksa Ron", katanya datar. Aku mulai yakin, dia bete atas sikapku.
Aku: "Yoga, Yoga boleh pegang, tapi Janji, Yoga kayak begini ke Ron aja ya. Jangan ke yang lain. Janji?" Kataku, lagi lagi pikiran yang sama memenangkan hatiku.
Yoga:"Iya Yoga janji Ron". Katanya dengan semangat merampas alat kelaminku sambil menarik keatas dan kebawah dengan genggaman tangannya. Aku hanya bisa menahan suara yang refleks keluar dari mulutku. Dia semakin cepat menariknya dan aku semakin berusaha menahan suara yang keluar. Dia melakukan itu lagi sambil bibir kita saling bertemu hingga puncaknya cairan putih keluar dari alat kelaminku. Dan aku lemas berbaring di samping Yoga yang tersenyum kepadaku. Dia melakuksn hal yang sama yang dilakukannya terhadapku tetapi di alat kelaminnta sendiri. Aku hanya melihatnya dia menahan suara yang keluar. Mata kami kembali bertemu, dia menggunakan tangan satunya membangunkanku dan menarik kepalaku untuk menciumnya hingga dia berhasil mengeluarkan cairan yang sama yang sudah aku keluarkan sebelumnya.
Ya. Itu masih menjadi sesuatu yang mengejutkan bagiku dalam beberapa kali aku main ke kosan Yoga, dia melakukan hal yang sama terhadapku. Aku pun mulai menikmatinya karena rasa aman atas janjinya dia terhadapku untuk tidak melakukan hal tersebut kepada orang lain.
Kami pun tak hanya bertemu di kosannya kadang aku dan dia jalan ke salah satu mall di sepanjang jalan marg*nda untuk makan atau bermain timezone bersama. Hingga akhirnya dia melakukan sesuatu hal yang membuatku menangis dibuatnya.
tapi aku rasa ronald terlalu lembek deh masak cuma karna ingin punya teman aja dia rela digituin, nggak harus segitunya jugalah,,
-Ronald PoV-
Hari hari setelahnya pun sama kami masih intense ngobrol via chat. Kadang juga menelpon menanyakan kabar/hanya iseng saja. Tidak jarang juga aku menginap di kosan Yoga untuk memuaskan keinginan Yoga. Yoga selalu bisa membuatku takluk dan nurut apa yang Yoga pinta dalam hal memenuhi hasratnya dia. Sampai pada akhirnya Yoga meminta untuk memasukan penisku ke dalam pantatku. Jelas ku menolak. Sebagai anak kesehatan, aku tahu mengenai anal seks dan efeknya. Sampai akhirnya:
Yoga: Yaudah kalau Ron belum siap, Yo masukin jari Yo aja ya. Ngga sakit kok.
Aku: tapi, Ron juga belum siap Yo huhu.
Yoga: Ga apa apa kok tenang aja ya Ron.
Aku: Maaf ya Yo, Ron beneran belum siap.
Yoga: Yaudah, Yo mau nyusu aja.
Yoga tak berpikir panjang dan menunggu jawabanku, Yoga langsung menyerbu payudaraku yang saat itu sudah tidak berbalut pakaian.
Aku yang seperkian detik sedang duduk, menjadi terbaring di kasur kosan Yoga. Dengan sigap Yoga langsung menggigit fan melumat payudaraku. Aku hanya bisa memegang rambut Yoga. Aku mendesah, Yoga tak menghiraukannya dan lanjut dengan payudara sisi lainnya. Tak puas dengan itu, aku ditindihnya oleh Yoga dan menggeseknya penisnya dengan penisku yang saat itu sengaja aku rapatkan kedua kakiku. Tapi Yoga beehasil membelah rapatan pahaku itu dan menggenjot sambil menciumku. Semakin lama Yoga berhasil membawa permainan ini dan membuatku hanya pasrah dan menikmatinya. Aku melihat Yoga tersenyum licik melihatku seperti ini. Diangkatnya kedua kakiku ke bahunya dia dan dia berusaha memasukkan penis ke dalam lubang anusku. Nyatanya usahanya gagal. Anusku tertutup rapat. Tanpa susah payah ia langsung memasukkan jarinya ke lubang anusku. Sensasi yang aku dapatkan tak bisa dijelaskan. Sakit seperti orang ingin buang air besar. Ketika sudah memaju mundurkan tangannya dan aku sudah tak kuat mendesah ia mencoba memasukkan penisnya. Dengan kekuatan yang tersisa aku menendang bahu Yoga hingga dia terjungkir. Dengan nada menangis aku berucap:
Aku: "Kan sudah Ron bilang, Ron itu belum siap Yo!"
Yoga hanya terdiam melihatku menangis. Kemudian aku dipeluknya, tanpa aku melakukan perlawanan ia membisikan sesuatu:
Yoga: Ron, maafin Yo ya, Yo terbawa sama suasana intim tadi. Yo nyesel maafin Yo ya Ron.
Aku hanya sesegukan melanjutkan tangisanku sambil membalas pelukannya sebagai tanda memaafkannya. Dikecupnya keningku dan tangan Yoga mengelap sisa air mata di pipiku.
Setelah berpakaian rapi, Yoga membuka obrolan, sambil dipeluknya, kita bercanda-manja layaknya sepasang kekasih sehabis bertengkar.
Ya, kita memang seperti berpacaran tetapi nyatanya kita hanya berteman dekat, berteman intim, bromance. Namun, bagiku Yoga adalah segalanya saat itu. Sesudahnya ketika ke kosan Yoga lagi dan lagi, Aku hanya dipeluk dan dicium saja, menurutku Yoga sudah sadar saat itu bahwa aku tak ingin hal lebih lainnya. Dan saat tak bermain ke kosan Yoga, aku selalu bertanya sedang apa, sudah makan atau belum, sedang dengan siapa. Bahkan saat Yoga menjadi orang di belakang layar saat adu teater di ajang U*fest, aku meneleponnya dan memberikan semangat meski akhirnya fakultas Yoga tidak menang di kategori teater. Alasan kenapa tidak selalu ke kosan Yoga adalah, aku kadang malas pulang malam atau Yoga memang tidak bisa dengan berbagai alasan.
Sampai akhirnya aku kembali bertemu di kosan Yoga. Aku sibuk memainkan iPad Yoga yang tak terhubung dengan internet (tidak ada wifi di kosan Yoga). Entah apa yang ada di benakku saat itu, aku membuka chat Line dan menemukan sesuatu yang membuatku kaget. Dari beberapa chat isinya oleh laki-laki. Sampai aku membuka chat antara Yoga dengan cowok bernama Jackie.
Jackie (upload foto selfie nudenya di kamar mandi)
Yoga: nafsuin lo Jack. Lagi dong.
Jackie: (upload foto nude lainnya).
Yoga: lu gak sunat Jack? Eh kapan ke kosan lagi? Kangen.
Tak kuat aku melanjutkan isi percakapan mereka. Aku yang kaget dan tak bisa berkata apa apa membuat Yoga yang sedari tadi sibuk dengan tugas kuliahnya, bertanya kepada ku:
Yoga: "Ada apa Ron?"
.