It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
::[Koji's POV]::
Aku pulang bersama Dio. Tang'O menghadiahkan lukisannya tadi untukku. Lukisan yang benar-benar sangat indah. Aku akan memajang ini di kamarku, kataku senang dalam hati. Aku mencari kunci kamarku di saku namun tidak menemukannya. Kucoba membuka pintunya ternyata tadi aku lupa menguncinya, pintunya terbuka. Namun betapa terkejutnya aku melihat kamarku telah rapi. Padahal tadi aku meninggalkannya dalam keadaan berantakan. Aku panik dan mencari-cari keberadaan catatanku. Ternyata ada di dalam laci. Ahh, padahal aku tidak biasa menyimpannya di sini. Aku berlari keluar mencari bi Sumi. Dia sedang memasak di dapur.
"Bi!" aku sedikit berteriak.
"Iya, den?" dia berbalik ke arahku.
"Apa kau tadi yg merapikan kamarku?"
"Ahh, tidak den. Sejak tadi pagi bibi belum ke kamar den Koji lagi."
Aku mulai khawatir, "Oh, yaudah. Makasih bi." aku tersenyum, namun sedikit dipaksakan. Bibi heran melihatku. Aku berjalan kembali ke kamarku dgn lesu.
Aku duduk di kasur. Dio bertanya siapa yg melakukannya. Aku hanya menggelengkan kepalaku. Dio bilang yg paling mungkin melakukannya adalah kakakku. Siapapun yg merapikan kamar ini semoga saja orang itu tidak melakukan hal lain selain merapikan kamarku, harapku dalam hati. Dio menatapku khawatir.
Tiba-tiba ada yg mengetuk pintu kamarku. Aku menyuruhnya masuk. Aku terkejut melihat kakakku tapi mencoba untuk bersikap wajar. Kakak duduk di sebelahku.
"Apa tadi kau yg merapikan kamar ini?" aku memberanikan diri bertanya.
"Ahh, iya! Kau ini benar-benar penghuni kamar yg buruk. Kamarmu terlihat seperti kapal pecah." dia tertawa kecil dan tersenyum padaku. Apa dia tidak membaca catatanku ya? Ahh, semoga saja.
"Selain itu? Tidak ada hal lain yang kau lakukan, kan?" aku tetap mencoba bersikap wajar. Kakakku terdiam sejenak membuatku semakin tegang.
"S-sebenaranya... apa kau masih menganggapku kakakmu?" kata-katanya benar-benar membuatku kaget. Apa maksudnya?
"Ahh, tentu saja. Kenapa?" aku mulai terlihat gugup.
"Kau, kenapa kau tidak menceritakan padaku sejak awal kalau kau 'berbeda'? Setidaknya kau bisa membagi keluh kesahmu padaku. Aku ini kakakmu." katanya serius.
"M-maksud kakak?" aku sedikit terpukul.
"Perasaanmu...belok, kan?". Aku kaget mendengarnya, tapi aku mengerti apa maksudnya. Dia pasti sudah membaca catatanku.
Dia kemudian melanjutkan, "Aku tau seperti apa tersiksanya memiliki perasaan seperti itu. Dulu, di Jepang aku juga punya beberapa teman yg sama sepertimu. Aku sangat mengerti perasaan mereka. Dan mereka selalu menceritakan keluh kesahnya padaku karna aku satu-satunya teman str8 mereka yang mau berpikiran terbuka. Aku tau itu semua bukan kemauan mereka." jelasnya panjang lebar. Aku hanya menundukkan kepala.
"Mulai sekarang, berbagi bebanlah denganku. Aku tidak menyalahkanmu atas apa yg kau sukai dan apa yg tidak kau sukai." kakak memegang pundakku, kemudian merangkulku dgn lemut. Aku benar-benar terharu. Aku tidak pernah berhenti bersyukur memiliki kakak seperti kak Nori, aku benar-benar adik paling beruntung sedunia. Dio menyaksikan itu dan ikut terharu. Aku kemudian menatap kakakku dgn mata berkaca-kaca.
"Kak?"
Dia tersenyum padaku, "Tidak apa-apa, perasaan manusia memang tidak terbatas. Tapi kau harus tau batas-batas yg tidak boleh kau langgar. Jika tidak kau sendiri yg akan terluka."
Aku mengangguk mengerti. Dia melanjutkan, "Kau, menyukainya, kan?"
"Ahh??"
"Orang itu, kau menyukainya, kan? Ahh, hati manusia memang tidak ada yang tau. Tapi sebaiknya kau jangan menyimpan perasaan lebih selain menganggapnya sebagai kakak angkatmu."
Aku mengerti orang yang dia maksud, "Aku selalu menjaga perasaanku. Terlebih pada orang itu, aku berusaha untuk hanya menganggapnya sebagai kakak keduaku saja."
"Aku senang mendengarnya. Aku tidak mau melihatmu terluka." kakak tersenyum padaku. Akupun memeluknya erat.
Sejak saat itu, aku selalu curhat pada kak Nori, dia adalah pendengar dan pemberi penasehat yang baik. Dia bahkan tidak merasa jijik atau risih padaku sama sekali. Dia sangat mengerti perasaanku. Sekarang teman curhatku bertambah satu, Dio dan kakakku. Namun juga sejak saat itu, bilamana aku pergi keluar bersama kak Henry kakakku selalu ikut. Katanya untuk memastikan aku bisa mengontrol perasaanku. Dan aku bisa membuktikannya, dia senang dan merasa lega.
****
::[Writer's POV]::
Dalam libur panjang akhir tahun ini Henry mengajak Koji dan Norio untuk pergi ke pulau xxxx. Dia bilang temannya yg seorang photografer akan mengadakan pemotretan edisi spesial photoshot di pulau tersebut untuk sebuah majalah. Dan Henry merasa mereka bertiga sangat cocok menjadi modelnya, temannya pun setuju setelah melihat karakter wajah serta postur dari Koji dan Norio yg memiliki potensi sebagai model dgn karakter yg baru.
Setelah mendapat izin dari orang tua mereka merekapun terbang ke pulau tersebut. Dio ikut bersama mereka karena Koji bilang dia tidak mau tidur sendirian di kamar hotel nanti. Rencananya mereka akan sekalian berlibur di sana selama 7 hari.
6 jam perjalanan udara merekapun sampai di pulau tersebut. Benar-benar pulau yg sangat indah dgn laut biru bening dan hamparan pasir putih kekuningan. Mereka langsung check in di sebuah hotel. Bukannya beristirahat seperti yg lain, Norio malah menggoda wanita-wanita bule di pantai. Benar-benar naughty boy.
Mereka sangat menikmati liburannya. Pemotretan pun bisa berjalan dengan lancar dengan hasil foto yang sangat baik, sepertinya mereka akan menjadi bintang baru di dunia model. Norio banyak menghabiskan waktu di pantai dengan dikelilingi para gadis. Henry lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur sambil berjemur. Sementara Koji selalu berkeliling bersama Dio melihat daerah sekitar sana. Mereka terkadang melakukan permainan air dan snorkeling.
Hal yang aneh mulai dirasakan oleh Norio ketika sering kali dia melihat sekelebat bayangan di sekitar Koji. Terkadang diapun melihat bayangan itu masuk ke kamar Koji. Wah, kenapa dia bisa melihat Dio, ya? Padahal dulu-dulu engga. Diapun menanyakan hal ini pada adiknya.
"Koji-ya, apa kau baik-baik saja di kamarmu?"
"Tentu saja. Emang kenapa?"
"Apa kau tidak merasakan hal-hal yg aneh?"
"Hal-hal yg aneh apa?"
"Ahh, tidak. Lupakan! Mungkin hanya halusinasiku."
Koji merasa heran dengan sikap kakaknya yg aneh.
Norio pun memutuskan untuk tidak mengambil pusing atas apa yang dia lihat dan tetap menikmati liburannya.
Hingga sampai mereka pulang ke rumah Norio masih tetap saja melihat sekelebat bayangan di sekitar adiknya.
"Ahh, apa hantu itu mengikuti kami sampai kesini, ya?" pikirnya dalam hati. Norio memang berpikir kalau hantu itu berasal dari pulau itu. Padahal emang si Dio asli penghuni rumah ini, bahkan sebelum keluarganya pindah kesini.
Tapi dia tidak bisa melihat Dio dengan jelas. Berbeda dengan Koji yang bahkan bisa menyentuhnya.
Norio semakin penasaran atas apa yg dia lihat, beberapa kali bahkan dia mendapati benda-benda berpindah tempat atau berubah posisi dengan sendirinya, padahal disana tidak ada siapa-siapa. Dio yg melakukan itu, tapi dia tidak menyadari kalau ada orang yg menyadari perbuatannya.
Norio menemui Koji di kamarnya.
"Apa yg sedang kau lakukan?" tanyanya.
"Hanya bersantai. Ada apa?" jawab Koji.
"Apa kau tidak merasa ada yg aneh? Bulu kudukku selalu merinding setiap masuk kamar ini." tuturnya.
"Tidak. Bukankah dulu kau sendiri yang bilang kalo tidak ada hantu di dunia ini, apalagi sekarang tahun 2013." jawab Koji lagi santai.
"Tapi sejak kita berlibur di pulau itu, aku merasa ada aura yang aneh, aku bahkan sering melihat sekelebat bayangan semu yang terlihat buram, dan benda-benda yang berubah posisi dengan sendirinya. Dan kejadian itu terus terjadi sampai saat ini. Kurasa hantu itu mengikuti kita sampai ke sini."
Koji mulai menyadari kalau yang dimaksud kakaknya mungkin saja Dio. Dia sangat heran kenapa kakaknya baru menyadari keberadaan Dio sekarang. Dia yakin pasti ada hal yang tidak beres.
"Mungkin aku yang dia maksud." kata Dio spontan. Norio menengok ke arah Dio, tapi tak melihat apapun. Dia bisa mendengar suara Dio namun tidak bisa melihatnya, dia mulai takut. Koji dan Dio sontak kaget melihat reaksi Norio tadi, bagaimana bisa dia mendengar suara Dio.
Koji mencoba bersikap tenang.
"A-apa tadi k-kau mendengarnya?" tanya Norio sedikit ketakutan. Koji berbohong dengan mengatakan kalau dia tidak mendengar apapun. Mungkin kakaknya kecapean setelah seminggu ini berlibur, katanya. Dia bilang pada kakaknya untuk melupakan saja hal ini karena Koji merasa bahwa tidak ada hal yang aneh selain sikap kakaknya.
"Tapi aku yakin ada yang tidak beres. Ahh..benar, besok aku akan menyewa orang yang bisa mengusir hantu dan roh-roh jahat." katanya kekeh.
"Jangan mengada-ada, kak. Hentikan semua kegilaan ini. Tak ada roh jahat atau apapun yang kau pikirkan itu. Aku disini baik-baik saja. Tak ada yang menggangguku." Koji sangat mengkhawatirkan Dio. Dio pun merasa cemas, dia tidak bisa berkata apa-apa karena takut Norio mendengarnya lagi. Sepertinya Norio serius dengan perkataannya. Koji tidak bisa mencegahnya lagi, besok dia benar-benar akan memanggil paranormal untuk mengusir hantu dari rumahnya.
"Apa kau bisa melawan paranormal itu?" tanya Koji khawatir.
"Aku akan kalah."
"Apa yang akan kau lakukan nanti? Aku tak ingin kehilanganmu."
"Dengar! Besok, adalah hari ketika aku meninggal dunia. Itu sudah 7 tahun yang lalu. Aku akan mengunjungi makamku dan mungkin akan berada disana untuk sementara waktu sampai semuanya aman."
"Aku sedikit merasa lega. Benarkah? Besok? Aku juga akan mengunjungi makammu jika semuanya sudah beres. Tapi...apa kau tidak merasa ada yang aneh? Kenapa tiba-tiba kakakku bisa menyadari keberadaanmu bahkan bisa mendengarmu?"
"Aku rasa....." Dio ragu untuk melanjutkan.
"Kau rasa kenapa?" Koji sangat penasaran.
"Aku rasa karena mutiara."
"Ahh, aku mengerti. Aku benar-benar minta maaf." Koji menggenggam tangan Dio erat. Dia merasa sangat bersalah.
"Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja." Dio tersenyum.
****
Malam itu, halilintar terdengar sangat keras saling bersautan, mungkin akan turun hujan deras.
Koji bermimpi buruk di kamarnya dan mengigau, keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya. Sementara itu, Henry masih terjaga di kamarnya dan melihat keluar jendela, dia tidak bisa tidur, padahal jam telah menunjukan pukul 00. Dia merasa akan terjadi hal yang buruk.
Di mimpinya, Koji mendengar suara orang berbicara padanya, suara itu adalah suaranya.
"Hari itu, dia datang dari tempat yang berbeda. Hari itu, kau melihat bunga krisan yang layu." Koji kemudian mengingat kejadian ketika bunga krisan yang telah dipetik oleh Dio, layu dan mengering satu menit kemudian.
"Hari itu dia menangis. Kembalilah! Karena dia juga selalu ada di saat kau menangis. Saat itu, seorang anak sedang memainkan piano kecilnya." dia ingat hari ketika dia meninggalkan Dio di padang bunga.
"Orang itu, juga sangat menyayangimu. Pada hari itu, cegahlah dia untuk tidak pergi. Karena mungkin, hari itu adalah hari terakhirnya. Orang itu, bahkan tidak akan sempat mengucapkan selamat tinggal."
Koji terbangun dan sangat shock atas apa yang dia dengar dalam mimpinya tadi. Nafasnya tidak beraturan. Badannya basah penuh dengan keringat dingin. Dia tidak mengerti apa maksud dari kata-kata itu.
Henry sedang berjalan, kemudian melihat ke arah lain.
Masih dalam keadaan shock. Jam telah menunjukkan pukul 7 pagi, tiba-tiba telfon di rumah Koji berdering.
(CONT)
Catatan penulis:
Hal buruk apakah yg akan terjadi pada hari itu?
Apakah akan terjadi hal buruk pada anggota keluarga Koji? Pada Dio? Ataukah Henry?
Adakah kaitannya dengan kejadian 7 tahun yang lalu?
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan
Telfon di rumah Koji berdering sepagi ini. Bi Sumi mengangkat telfonnya. Betapa terkejutnya dia mendengar kabar dari ujung telfon tersebut. Dia begitu shock dan menjatuhkan gagang telfonnya. Dia segera memberitahukan kabar tersebut pada ayah dan ibu serta kakak Koji yang saat itu sedang sarapan.
"Ada apa, bi?" tanya ayah Koji heran melihat raut muka bi Sumi. Ibu dan kakaknya Koji pun penasaran atas apa yang terjadi.
"Itu anu, t-tadi, bibi mendapat telfon dari pak Heru. Dia bilang... dia bilang.. nak Henry mengalami kecelakaan di jalan xxxx dan... sekarang dilarikan ke ruang gawat darurat di rumah sakit xxxx." kata-kata bi Sumi membuat semuanya terkejut.
"Astaga! Bagaimana bisa? Nak Henry adalah anak yang baik dan sopan. Yah, kita harus menjenguknya ke rumah sakit sekarang juga! Rio, beritahu adikmu tentang hal ini!" ucap ibunya Koji pada suami dan anak sulungnya.
"Baik, bu!" Norio merasa sangat khawatir, dia berharap Henry baik-baik saja. Belum sempat dia naik ke atas untuk memberitahukan Koji, anak itu sudah turun ke bawah.
"Ada apa ini?" tanya Koji heran.
"Henry mengalami kecelakaan di jalan xxxx. Sekarang dia dirawat di rumah sakit xxxx." ucap kakaknya sedih.
Koji benar-benar sangat shock.
"Bagaimana keadaannya? Seberapa parah?" tanya Koji khawatir.
"Kami tidak tau. Yang jelas kita harus segera menjenguknya sekarang." jawab Norio. Semuanya panik, sampai-sampai Norio pun lupa masalah penampakan Dio. Koji merasa sangat terpukul, dia kemudian mengingat mimpinya semalam.
[Flashback]
Koji mencari-cari keberadaan Dio dan Henry. Namun sepanjang perjalanan dia hanya melihat bunga-bunga yang layu dan kering. Tak ada satupun kupu-kupu yang mau hinggap di bunga-bunga tersebut. Tiba-tiba dari langit menetes setetes darah dan jatuh mengenai pundaknya, darah itu masih segar. Dia pikir itu adalah darah burung. Tapi di tanah dia melihat lagi tetesan-tetesan darah itu dan mengikutinya hingga sampailah dia ke sebuah bangunan tua. Tetesan darah itu berhenti tepat di depan pintu bangunan tersebut. Dia kemudian membuka pintunya. Bangunan itu kosong, hanya ada kursi tua yang rusak. Di dekat pojok ruangan bangunan tersebut terdapat jendela yang memungkinkan cahaya masuk ke dalam ruangan itu, sehingga Koji dapat melihat apa yang ada disana. Dia shock ketika melihat seorang pemuda tergeletak seperti orang mati. Dia lalu menghampirinya dan mencoba membangunkan pemuda tersebut. Koji tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
[FLASHBACK END]
"Orang itu, juga sangat menyayangimu. Pada hari itu, cegahlah dia untuk tidak pergi. Karena mungkin, hari itu adalah hari terakhirnya. Orang itu, bahkan tidak akan sempat mengucapkan selamat tinggal." kata-kata dalam mimpinya itu terus terngiang di telinganya. Mungkinkah yang dimaksud 'orang itu' adalah kak Henry? Dia bertanya-tanya dalam hati. Tanpa dia sadari air matanya menetes dan mengalir di pipinya. Dia segera menyeka air mata itu.
"Kalian pergilah duluan ke rumah sakit! Aku akan segera menyusul." tanpa ba bi bu lagi Koji langsung naik ke atas untuk berganti baju.
****
::[Koji's POV]::
Aku tiba di lokasi kejadian kecelekaan itu. Ya! Aku tidak langsung pergi ke rumah sakit. Entah pikiran mengganjal apa yang ada dalam benakku sehingga aku memutuskan untuk melihat kesini dulu. Ternyata itu bukan kecelakaan tunggal. Ada sebuah truk yang bagian depannya penyok. Disana sudah tidak begitu ramai. Hanya ada garis polisi, beberapa orang yang melihat, serta beberapa polisi yang masih menyelidiki kasus tersebut. Aku melihat goresan panjang di aspal dan juga serpihan kaca serta plastik. Ada juga darah yang setengah mengering. Aku bertanya pada salah satu polisi disana.
"Kapan kejadian ini terjadi, pak? Bagaimana kronologisnya?" tanyaku penasaran.
"Pukul 06:20 pagi. Disini memang sering terjadi kabut tebal. Menurut saksi mata yg melihat, motor korban menabrak pembatas jalan dan terpental setelah berusaha menghindari tabrakan dengan truk dari arah yang berlawanan. Korban terlempar dari motornya sejauh 6 meter. Tapi...."
"Tapi kenapa pak?"
"Saya merasa ada yang aneh."
"Hal yang aneh apa, pak?" tanyaku makin penasaran.
"7 tahun yang lalu disini, pada tanggal serta jam yang sama, juga terjadi kecelakaan. Seorang pengendara motor tergelincir di tikungan tersebut dan juga menabrak pembatas jalan. Sayangnya... dia meninggal di tempat kejadian tanpa sempat mendapat pertolongan."
Aku sangat terpukul mendengar penjelasannya. Dan seperti ciri-ciri yang disebutkan bapak ini. Orang yang mengalami kecelakaan 7 tahun yang lalu disini kurasa adalah Dio. Aku benar-benar sangat shock.
"T-tapi pak, apa aku boleh menanyakan satu hal lagi?" tanyaku pada polisi itu.
**
::[Writer's POV]::
Di rumah sakit, dokter mengatakan kalau Henry harus dioperasi. Disana ada orang tua Henry, orang tua Koji dan juga Norio. Ibu Henry mengatakan bagaimanapun mereka harus menyelamatkan anaknya. Suaminya berusaha menenangkan istrinya. Dokter bilang mereka akan berusaha, dan menyuruh keluarga pasien untuk menunggu di luar.
Koji datang dan menanyakan keadaan Henry. Kakaknya memberi tau kalau Henry akan dioperasi, mereka harus menunggu. Dia juga menanyakan kenapa Koji baru datang. Koji bilang kalau dia tadi harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu. Sekarang dia sangat mengkhawatirkan keadaan Henry, dia mengepalkan kedua tangannya dan berdo'a.
***
Dokter keluar, ayah Henry langsung mendekat. Dokter mengatakan kalau Henry koma, luka dalamnya cukup parah, kemungkinan kecil dia akan sadar atau jika tidak kemungkinan besar dia akan mati. Dokter juga mengatakan kalau hanya keajaibanlah yang bisa merubah semuanya, mereka hanya bisa menunggu.
Ibu Henry pingsan dan segera diinfus. Ayah Henry semakin shock. Orang tua Koji berusaha menenangkan. Koji memeluk erat kakaknya. Norio menenangkan dengan menepuk-nepuk punggung Koji.
"Tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja." katanya meyakinkan.
Mereka masuk ke ruangan Henry dirawat. Dia benar-benar terbaring tak berdaya. Ibunya harus diinfus dan berbaring di tempat tidur di sampingnya. Koji menatap Henry sedih.
****
Koji pergi ke suatu tempat. Itu adalah area pemakaman. Dia melihat-lihat nama pada batu nisan di pemakaman tersebut. Hingga akhirnya menemukan makam yang dia cari. Dia duduk di samping makam itu. Ya, itu adalah makam Dio. Dio menghampiri anak itu.
"Apa yang kau lakukan disini? Bagaimana kau tau tempat ini?" tanya Dio heran.
"Sudah kubilang kalau aku akan mengunjungi makammu." Koji tersenyum namun terlihat raut kesedihan di wajahnya.
"Tapi, bagaimana bisa kau menemukan tempat ini?" tanya hantu itu penasaran.
"7 tahun yang lalu, pada tanggal hari ini, pukul 06:20 pagi di jalan xxxx telah terjadi kecelakaan." kata Koji dengan tatapan kosong. Dio kaget mendengarnya, bagaimana bisa Koji tau tempat dan waktu kejadiannya.
"Bagaimana kau...?"
"Orang itu, hari ini juga mengalami kejadian yang sama. Pada tempat dan waktu yang sama persis. Kejadian 7 tahun yang lalu benar-benar terulang lagi hari ini." Koji melanjutkan. Dio terbelalak mendengar kata-kata Koji. Dia benar-benar shock.
"S-siapa yang kau maksud? A-apa Henry mengalami kecelakaan?"
Koji mengangguk. Dio tidak percaya atas apa yang telah terjadi.
"A-apa.... dia mati sepertiku?" tanya Dio hati-hati.
"Aku tidak tau. Dia terbaring seperti orang mati. Dokter bilang kemungkinan untuk dia bisa hidup sangatlah kecil. Hanya keajaiban yang bisa merubah semuanya. Tapi aku tak percaya keajaiban. Yang kupunya hanyalah sedikit harapan." Koji tampak sangat sedih dan terpukul.
****
Sudah dua minggu ini Henry koma di rumah sakit. Tapi tidak ada perkembangan akan kondisinya. Orang tuanya selalu setia menunggu anaknya sadar. Terkadang Koji juga sampai rela menginap di rumah sakit karena khawatir pada kondisi kesehatan orang tua Henry yang hampir jarang beristirahat, Dio selalu menemaninya, kakaknya juga terkadang menemaninya menginap di rumah sakit.
Karena tidak tahan dengan kondisi yang terus-terusan seperti ini tanpa ada perkembangan sama sekali, Koji pun menemui dokter yang menangani Henry.
"Apa tidak ada cara untuk bisa menyelamatkannya, dok? Cara agar dia bisa cepat sadar?" tanya Koji penuh harap. Dokter hanya menggeleng sedih.
"Kami sudah berusaha. Kita hanya bisa mendo'akannya."
"Tapi, dok!"
"Aku mengerti, pasti sangat berat bagi keluarga pasien. Dengar, ada kasus dimana seseorang pernah koma selama 12 tahun. Dia sadar 12 tahun kemudian sejak dia koma, itu merupakan keajaiban, tapi beberapa hari setelah dia sadar dia meninggal dunia karena pembuluh darahnya pecah, sebenarnya itu hanya menunggu waktu, karena pada awalnya sangat mustahil untuk dia dapat bertahan hidup."
"Jadi?" Koji mulai menangis.
"Akan lebih baik jika dia bisa sadar lebih cepat. Semakin lama dia koma, walaupun nantinya dia sadar itu hanya menunggu waktu saja sampai pembuluh darahnya pecah. Dan sebaiknya kau sering-sering mengajaknya bicara, karena ikatan batin dengan orang-orang terdekatnya bisa memicunya cepat sadar. Dan yang terpenting adalah berdo'a dan terus berdo'a." Dokter itu menepuk pundak Koji memberinya semangat.
Koji kembali ke ruangan tempat Henry dirawat. Dia menatap Henry yang masih tidak sadarkan diri dengan sedih. Malam ini dia akan menginap, seperti biasanya dia ditemani oleh Dio.
"Kau dengar kan kata dokter tadi?" kata Koji sedih.
"Aku tau. Memang sangat berat." hantu itu kemudian memegang pipi Henry.
"Aku tidak bisa merasakan aura roh dari tubuhnya. Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padanya." Dio semakin khawatir. Koji kemudian menggenggam erat tangan Henry.
"Kak, kau tidak bisa melakukan ini pada kami. Adikmu, disana pasti dia sangat sedih melihat kau hanya tidur seharian. Aku benar-benar gila menghadapimu. Kami menyayangimu, kak. Lebih dari itu, aku sangat menyukaimu, aku mencintaimu." Koji tak bisa menahan air matanya. Dio merasa iba, dia menepuk-nepuk pundak Koji.
Tidak ada reaksi apapun dari Henry. Monitor EKG malah menunjukkan detak jantung Henry yang semakin melemah. Bahkan hampir tidak ada.
(CONT)
Catatan penulis:
Sebenarnya mau pergi kemanasih Henry sepagi itu?
Padahal malamnya dia udah punya firasat buruk, tapi masih tetep aja pergi >,<
Okee yang lalu biarlah berlalu, sekarang apakah yg akan terjadi pada Henry? Akankah dia mati? Atau masih ada keajaiban untuknya?
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan
Monitor EKG menunjukkan detak jantung Henry yang semakin melemah, bahkan hampir tidak ada. Dio menyadari hal tersebut dan merasa shock. Koji juga kemudian menatap ke arah monitor itu dan menjadi sangat panik. Dio mencoba menenangkan. Dia tampak berpikir.
"Dengar, kurasa ada satu cara agar kita bisa menyelamatkannya. Aku tidak tau cara ini akan berhasil atau tidak, tapi kurasa tidak ada salahnya mencoba." Dio memegang kedua pundak Koji.
"Bagaimana caranya? Beri tau aku?" dalam kekhawatirannya Koji tampak antusias.
"Aku, akan meminjamkan roh ku untuknya. Aku tidak tau kemana roh orang ini pergi tapi...aku bisa meminjamkan roh ku untuknya." Dio menunggu persetujuan Koji. Koji tampak berpikir.
"Kurasa itu bukan ide yang baik. Kau, kau sudah terlalu banyak mengorbankan dirimu, terlebih lagi untukku. Aku sangat sangat sangat berterimakasih. Tapi aku juga tidak ingin kau menderita karenanya. Aku juga menyayangimu." jawab Koji berkaca-kaca.
"Aku membantumu karena kemauanku sendiri. Dengar, dokter bilang semakin lama dia koma maka akan semakin berbahaya baginya. Aku tau kau sangat takut akan hal itu. Lagipula, anggap saja aku juga meminjam jasadnya agar aku bisa hidup. Jadi, kami berdua bisa sama-sama hidup. Kita tidak punya waktu lagi. Jadi cepat putuskan!" kata Dio mendesak, dia melihat ke arah monitor EKG, kemudian menatap mata Koji dalam mencoba meyakinkan. Walaupun berat hati akhirnya Koji pun setuju. Jauh di lubuk hatinya yang dalam dia sangat mengkhawatirkan Dio.
Sebelum Dio masuk ke jasad Henry, Koji memeluknya terlebih dahulu. Dia menangis.
"Kau, akan baik-baik saja kan?" tanya Koji khawatir. Dio mengangguk sambil tersenyum. Dia kemudian masuk ke jasad Henry. Dengan mudah dia bisa memasuki jasad pemuda itu karena memang jasadnya kosong, tak ada roh di dalamnya.
Koji menunggu dengan cemas dan menatap ke arah Henry. Tapi dia masih belum juga bangun. Koji semakin mengkhawatirkan Dio.
"Yo? Apa kau mendengarku? Yo?" Koji menangis dan mengguncang-guncangkan tubuh Henry. Tiba-tiba jari tangan Henry bergerak perlahan. Koji sangat terkejut, tapi merasa sangat senang. HenDi pun akhirnya membuka matanya, dia terlihat masih sangat lemah (HenDi = Henry yang jasadnya dikendalikan oleh roh Dio).
HenDi tersenyum. Koji merasa sangat lega. Hampir saja dia mau memanggil dokter namun kemudian menahan diri. Dia menunggu HenDi siap, kemudian memberitahu Dio mengenai hal-hal tentang Henry, keluarganya dan hal-hal di rumahnya, tapi dia tidak tau banyak tentang teman-teman Henry. Dio mengerti, dia bilang akan mencoba menjadi seperti Henry yang asli.
Koji lari keluar memanggil dokter, dia kemudian menelfon keluarga Henry dan keluarganya, memberitahu kalau Henry sudah sadar. Mereka semua tak henti-hentinya mengucap syukur, terlebih orang tua Henry yang sudah hampir putus asa.
Orang tua Henry sampai di rumah sakit. Ayah dan Ibu Koji lega dan memberi selamat pada mereka. Ibu Henry menangis dan mencium anaknya, dia kemudian memeluk HenDi. Dio merasa canggung namun kemudian menepuk-nepuk punggung ibunya Henry.
Ayah Henry senang dan berkata apa kubilang, ada orang yang bisa bangun normal setelah kecelakaan seperti itu, bagaimana bisa kau bilang tidak ada harapan? Katanya pada dokter. Dokter merasa hal ini memang tidak masuk akal. Ini mukjizat.
HenDi menjalani pemeriksaan kepala dengan MRI. Darahnya normal, jantungnya juga normal. Ini benar-benar mukjizat. Norio tanya apakah ada yang lain lagi. Dokter berkata cuma otot dan sendi yang kaku saja. Itu hal biasa. Semua lega. Tapi untuk sementara HenDi harus menggunakan kursi roda dan dia harus menjalani terapi agar bisa berjalan kembali dengan normal. Dokter berkata mereka tidak perlu khawatir. Dio merasa senang karena dia bisa hidup kembali. Ini sudah tujuh tahun, katanya senang dalam hati.
HenDi sedang menikmati bubur. Koji menyuapinya. HenDi sangat menikmati bubur itu, enak sekali. Dio senang karena memang sudah lama dia tidak makan.
"Makanlah pelan-pelan. Kau masih punya banyak waktu untuk makan nanti." ucap ibu Henry.
"Omelan ibuku juga terdengar menyenangkan. Apa aku boleh minta dipeluk?" Dio memang anak yang sejak kecil tidak merasakan kasih sayang orang tua, dia sangat senang walaupun masih sedikit canggung.
Ibu Henry langsung berdiri dan merentangkan tangan, "Oh, putraku. Ibu senang akhirnya kau kembali pada kami."
Koji juga minta agar HenDi memeluknya. Koji senang sekali dan HenDi mengucapkan terimakasih. Koji berterimakasih pada HenDi karena masih hidup.
****
Koji mendorong kursi roda HenDi, "Ayo kita latihan!". HenDi terlihat sangat senang. Koji membawa HenDi menjalani sesi fisioterapinya.
HenDi melihat Koji menunggunya latihan. Koji tersenyum, mengepalkan tangan memberi HenDi semangat. "Semangat!". Dio berpikir dia lupa bagaimana caranya manusia berjalan, jadi latihan ini cukup membantunya. Dio benar-benar sangat kikuk.
Setelah latihan, Koji mengajak HenDi ke taman rumah sakit. "Anginnya enak. Iya, kan?" Dia melihat bunga krisan kuning dan memetikkannya untuk HenDi. HenDi menciumi bau bunga itu. Dia sangat senang karena bunga itu tidak layu meski dipegangnya lama.
"Ahh, kau tunggu di sini sebentar." ucap Koji. HenDi mengangguk.
Koji kembali membawakannya cake, dia bilang ingin memakan cake ini dengan HenDi. Koji menyuapi HenDi. "Enak?".
HenDi mengangguk. Dio berkata dia sangat merindukan hal-hal yang dilakukan manusia. Koji berkata dia tidak usah khawatir karena mereka masih punya banyak waktu untuk melakukan semuanya. Dio senang dan sangat antusias.
****
Hari ini HenDi sudah bisa pulang ke rumah. Dia sudah bisa berjalan. Semua merasa lega. HenDi berterimakasih pada semuanya.
Koji terkadang merindukan Dio berada di kamarnya. Tapi dia berpikir tempat teraman baginya sekarang adalah di rumah Henry, di dalam jasadnya. Dia pikir bahwa kakaknya sudah mulai melupakan kejadian-kejadian aneh yang dirasakannya mengenai Dio.
Dio senang karena bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan manusia. Terlebih karena Koji selalu disampingnya. Dio benar-benar bisa merasakan sentuhannya.
Hari ini Koji mengajak HenDi naik sepeda jalan-jalan. Dio bilang dia lupa bagaimana caranya bersepeda. Koji berjanji akan mengajarinya. Dio sangat antusias. Dia berkali-kali terjatuh saat mencoba menyeimbangkan sepedanya. Koji memegangi sepedanya hingga dia bisa untuk menyeimbangkan sepeda itu, Koji memeganginya dari belakang. HenDi ketakutan dan terus menyuruh Koji memegangi kesepedanya. Dia terlihat seperti anak kecil yang baru belajar bersepeda, berteriak-teriak meminta Koji terus memegangi sepedanya agar tidak jatuh.
"Iya, terus terus, aku akan memeganginya terus, kau jangan khawatir." perlahan Koji melepaskan pegangannya. Dia berbohong dan bilang masih memegangi sepedanya. HenDi tidak menyadarinya. Dia terus menggoes sepedanya tanpa terjatuh. Dia berhasil. Dia melihat kebelakang dan Koji tidak memegangi sepedanya, dia sudah jauh dari tempat Koji berdiri sekarang. Koji melambai-lambaikan tangan padanya senang. HenDi kegirangan seperti anak kecil. Dia begitu bangga karena bisa naik sepeda.
Mereka kemudian melanjutkan bersepeda menuju padang bunga. HenDi sangat ingin memetik bunga di sana. Mereka menikmati udara segar sepanjang perjalanan.
Mereka sampai dan duduk di bawah pohon besar di padang bunga tersebut. HenDi memetik beberapa bunga. Dia kemudian duduk lagi di samping Koji.
"Sudah 7 tahun, aku tidak pernah merasa sebahagia ini menjadi manusia." ucap HenDi, dia tersenyum dan memejamkan mata, mencoba menikmati segarnya angin yang berhembus.
"Aku senang kalian berdua bisa sama-sama hidup." Koji menatap HenDi dalam. HenDi tidak menyadarinya. Dalam tatapan itu terlihat ada cinta di dalamnya.
HenDi membuka matanya dan sadar kalau dari tadi Koji terus memperhatikannya. Dia menjadi kikuk.
"Ahh, kenapa kau menatapku seperti itu?" HenDi benar-benar menjadi salah tingkah.
Koji mendekatkan wajahnya pada HenDi. HenDi semakin gelagapan.
"Apa yang akan kau.....upp" bibir Koji menyentuh bibirnya. Ini adalah ciuman pertama Koji dengan Henry. Meskipun Henry tidak menyadarinya. Ini juga sekaligus ciuman keempat Koji dengan Dio. Tapi Dio merasa ciuman ini berbeda dari ciuman-ciuman sebelumnya, ini adalah ciuman spesial karena Dio saat ini adalah manusia. HenDi bengong sementara Koji lebih aktif, sepertinya dia sudah belajar banyak dari ciuman-ciuman sebelumnya. Dia memegangi pipi HenDi. HenDi pun memejamkan matanya dan menikmati ciuman itu.
Koji melepaskan ciumannya. Dia tersenyum senang. Dia menatap HenDi.
"Aku menyukaimu. Aku benar-benar mencintaimu."
(CONT)
Catatan penulis:
Ahh, kupikir Dio mau mengorbankan mutiaranya lagi~
Dio katrok banget yaa kalo jadi manusia. Dia pasti sangat senang bisa kembali hidup. Terlebih bisa menyelamatkan Henry juga. Ini jadi seperti sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, atau sambil menyelam minum air xD
"Aku menyukaimu. Aku benar-benar mencintaimu." <--ini untuk Dio atau Henry?
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan
"Aku menyukaimu. Aku benar-benar mencintaimu."
HenDi bingung dengan kata-kata yang baru saja dia dengar. Apakah itu untuk Dio ataukah untuk Henry. Dia tidak berani bertanya.
"Kalian berdua." seakan tau kebingungan yang dirasakan HenDi Koji pun berkata demikian. Dia tersenyum. HenDi membalas senyumnya senang. Mereka kemudian menikmati cuaca dan pemandangan disana.
Sebelum pulang, HenDi (Dio) mengajak Koji untuk mengunjungi Tang'O. Dia bilang dia sangat merindukan anak itu. Koji bilang ini pertama kalinya kau mengunjungi anak itu lagi sejak kau menjadi manusia, dia bertanya apakah Dio akan keluar terlebih dahulu dari jasad ini. Dio bilang itu tidak perlu. Koji merasa lega.
Pintu gubuk itu tertutup. HenDi pun mengetuk pintunya bertanya apakah ada orang di dalam.
Seorang nenek membukakan pintu, itu adalah nenek Tang'O. HenDi dan Koji memberi salam dan mengatakan mereka adalah teman Tang'O dan ingin menemuinya.
Dari dalam Tang'O melihat HenDi dan Koji di pintu, dia langsung menyapa mereka dengan senang, "Kakak!" Tang'O melambai-lambaikan tangannya, dia tersenyum pada HenDi. Dia kemudian menghampiri HenDi dan memeluknya. "Aku sedang menunggumu, kak."
Koji dan HenDi heran kenapa anak ini bisa mengenali Dio.
Kakek menyuruh mereka masuk karena tidak baik membiarkan tamu di luar. Tang'O menunjukkan apa yang dia gambar selama ini dengan pensil dan buku gambarnya pada Koji dan HenDi. Mereka benar-benar dibuat takjud dengan apa yang telah digambar oleh anak ini. Dia juga menggambar dirinya bersama kakek dan neneknya. Dalam gambar itu mereka tampak bahagia. Koji benar-benar memuji bakat yang dimiliki anak ini. HenDi bertanya kenapa Tang'O bisa mengenalinya. "Kau adalah kakak yang kehujanan waktu itu." jawabnya polos.
Ah benar, kau adalah malaikat. Pikir HenDi dalam hati.
HenDi dan Koji mengenalkan diri mereka sebagai orang yang pernah dibantu oleh Tang'O pada kakek dan neneknya. Dia juga menceritakan tentang bakat yang dimiliki oleh Tang'O yang sangat luar biasa. Dia juga pintar membuat lagu dengan piano kecilnya, kata Koji memuji. Nenek mengatakan kalau Tang'O adalah anak yang diturunkan dari langit untuk mereka.
Setelah mengobrol cukup lama, Koji dan HenDi berpamitan pulang. Tadi Tang'O sempat menggambar Koji bersama Dio, dan juga menggambar Koji bersama Henry. Koji sangat senang dengan kedua gambar yang diberikan oleh Tang'O. Gambar itu terlihat seperti pasangan kekasih. Seakan Tang'O tau apa yang mereka rasakan. Kakek dan nenek heran melihat gambar Dio dan bertanya dia siapa. Tang'O menjelaskan kalau dia adalah kakak yang selalu bersama kakak ini (Koji).
Koji dan Henry menggoes sepeda mereka pulang. Sepanjang perjalanan Koji terus saja senyam-senyum sendiri. Dia benar-benar senang dengan gambar yang tadi diberikan Tang'O.
****
Sudah dua bulan ini Dio menjalani hidup sebagai manusia. Dia sangat senang dan menikmatinya. Banyak kenangan yang dia lewati dengan Koji. Tapi akhir-akhir ini dia sangat mengkhawatirkan Henry. Tidak ada tanda-tanda roh nya akan kembali. Dia khawatir apakah Henry benar-benar telah mati atau tidak. Karena Dio tidak bisa terlalu lama tinggal di jasad pemuda itu, begitu aturannya. Dia takut kalau roh Henry benar-benar tidak kembali, maka Henry akan benar-benar mati. Dia masih bingung bagaimana menceritakannya pada Koji.
****
Malam itu HenDi terlihat gelisah, dia tidak bisa tidur. Entah kenapa dia terus terbayang-bayang sosok wanita yang dulu pernah dicintainya, Mina.
****
Hari itu HenDi dan Koji meminta izin pada kakek dan nenek untuk mengajak Tang'O jalan-jalan di kota. Mereka juga akan pergi ke pameran seni dan lukisan. Tang'O minta dibelikan susu stroberi. Dia tampak senang menikmati susu itu.
"Apa kau sangat menyukai susu stroberi?" tanya Koji. Tang'O mengangguk.
"Dulu ibuku selalu membelikannya untukku." jawab anak itu polos.
"Ibumu?" tanya Koji lagi.
"Apa kau masih sering bertemu ibumu?" HenDi menimpali. Anak itu menggelengkan kepala.
"Memangnya ibumu dimana?"
"Aku tidak tau. Nenek menyuruhku untuk menunggu ibu di tempat itu, di tempat aku bertemu dengan kakeknenekku yang sekarang. Katanya jika aku menunggu ibuku maka ibuku akan datang menjemputku. Jadi aku menunggu ibuku bersama kakek dan nenek di gubuk."
"Nenek? Apa kau punya nenek selain nenek yang tinggal di gubuk?" tanya HenDi penasaran. Tang'O mengangguk membenarkan.
"Emm, nenekku yang satu lagi."
Koji dan HenDi ingin bertanya lagi tapi pameran itu ternyata sudah dibuka. Mereka pun segera masuk. Disana dipajang lukisan-lukisan dari banyak seniman terkenal. Mereka begitu takjub begitu pula dengan Tang'O. Tang'O tertarik melihat piano yang dipamerkan disana. Ada juga berbagai alat musik klasik dari taun 70an. Sepulangnya dari sana mereka membeli kembang gula. Tang'O tampak sangat senang.
Ketika mereka berjalan pulang Tang'O melihat sebuah poster yang terlepas dari dinding. Dia memungut poster itu karena di sana ada gambar pianonya. Tapi Koji lebih tertarik pada selebaran yang ada di tempat poster itu menempel tadi. Selebaran itu tampak sudah tua. Sebelum poster itu jatuh, selebaran itu terhalang oleh poster tadi. Koji tertarik karena melihat foto dalam selebaran itu tampak seperti Tang'O, tapi lebih muda beberapa tahun. Tanggal yang tertera disana juga tanggal sekitar 3 tahun yang lalu. Itu adalah selebaran mengenai orang hilang. Koji terbelalak melihatnya.
"Yo, coba lihat ini! Bukankah ini Tang'O?"
Tang'O menghentikan langkahnya dan berbalik melihat mereka berdua.
"Astaga. Kau benar. Bagaimana bisa?" HenDi tak kalah kagetnya. Mereka kemudian mengingat cerita Tang'O tadi. Tang'O menghampiri mereka.
"Kau, nenekmu itu, orang seperti apa? Nenek yang menyuruhmu menunggu ibumu." tanya HenDi pada anak itu.
"Aku tidak terlalu dekat dengan dia. Tapi ibuku tidak menyukainya. Ibuku juga sebenarnya tidak mencintai ayah." jawab Tang'O polos. Mereka yakin pasti ada yang tidak beres. HenDi kemudian melepas selebaran itu dari dinding dan mencatat nomor telfon yang tertera di sana. Mereka kemudian membawa Tang'O pulang.
Setibanya di gubuk HenDi bertanya pada kakek dan nenek apakah Tang'O bukan cucu kandung mereka. Mereka membenarkan. Mereka bilang 3 tahun yang lalu mereka menemukan Tang'O sedang berdiri sendirian di dekat pembuangan sampah, saat itu dia membawa piano kecilnya dan sebotol susu stroberi. Mereka juga bilang saat ditanya Tang'O bilang sedang menunggu ibu menjemputnya karena neneknya bilang jika dia menunggu ibunya disana maka ibunya akan menjemputnya. Kakek dan nenek berpikir kalau neneknya Tang'O sengaja membuang anak ini.
"Karena itu kami membawanya ke gubuk ini dan merawatnya seperti cucu kami sendiri." kata kakek sedih.
Koji kemudian menunjukkan selebaran mengenai orang hilang yang tadi mereka temukan, "3 tahun yang lalu, ibu Tang'O mencarinya. Dan nama asli anak ini adalah Arka."
Kakek dan nenek tampak kaget namun langsung mengenali foto pada selebaran itu sebagai Tang'O kecil.
"Jadi namamu Arka." nenek memeluk Tang'O (untuk selanjutnya dipanggil Arka aja yaa) dengan penuh kasih sayang. Dia menangis.
Kakek kemudian bertanya, "Apa kau ingin bertemu ibumu, nak?"
Arka mengangguk. Kakek kemudian menyuruh HenDi dan Koji menghubungi nomor yang tertera di sana, siapa tau masih aktif. Mereka bilang akan menghubunginya nanti. Mereka menyuruh kakek dan nenek untuk menikmati dulu saat-saat bersama Arka sekarang. Kakek dan nenek mengerti. Koji dan HenDi kemudian pamit pulang. Mereka akan datang lagi kesini jika sudah berhasil menghubungi orang tua Arka.
****
HenDi mencoba menghubungi nomor itu, namun tidak aktif. Esoknya, dia mencoba menghubungi lagi nomor itu, namun tetap tidak aktif. Dia terus mencoba menghubungi nomor tersebut hingga akhirnya nomor itupun aktif dan tersambung. Seorang wanita mengangkat telfon. HenDi senang, kemudian menanyakan apa 3 tahun yang lalu dia kehilangan anaknya. HenDi menjelaskan ciri-ciri anak itu. Wanita itu shock dan membenarkan. HenDi bilang dia tau keberadaan anaknya sekarang. Wanita tadi menanyakan dimana anaknya berada sekarang dan bilang akan membayar berapapun, tapi HenDi bilang dia cuma ingin membantu, dia tidak butuh uang. HenDi menyarankan agar besok mereka bertemu, tapi wanita itu ingin menemuinya hari ini juga. Wanita itu menyarankan untuk bertemu sekitar 1-2 jam lagi di restorannya, restoran xxxx di daerah xxxx. HenDi setuju. Dia merasa lega.
HenDi dan Koji menjemput Arka di gubuk. Nenek dan kakek senang karena Arka bisa bertemu orang tuanya lagi. Arka berpamitan pada nenek dan kakek. Mereka menangis karena harus berpisah. Arka memeluk erat kakek dan nenek. Dia berjanji tidak akan melupakan mereka dan akan selalu mengunjungi mereka nanti. Kakek dan nenek menyuruh Arka untuk menjaga diri dengan baik dan terus mengembangkan bakatnya.
HenDi dan Koji membawa Arka ke restoran tempat mereka janjian dengan ibunya. Sesampainya disana pegawai ibu Arka membawa mereka ke ruangan bosnya. Disana ibunya Arka sudah menunggu.
Betapa terkejutnya HenDi (Dio) melihat wajah wanita itu seperti tidak asing baginya. Tapi jelas penampilannya sangat berbeda dengan orang yang pernah dia kenal. Wanita itu terlihat dengan make up tebal yang mencolok, dengan lipstick merah merona, dia memakai banyak perhiasan, membuatnya terlihat sangat glamour. Usianya sekitar 25 tahunan. Koji bingung melihat ekspresi wajah HenDi. Wanita itu langsung mengenali Arka dan menangis, kemudian memeluk erat anaknya. Arka pun mengenali ibunya dan menangis. Koji dan HenDi ikut terharu.
Setelah suasana tenang wanita itu kemudian menyuruh HenDi dan Koji duduk. Dia sangat berterimakasih dan berjanji akan memberikan apapun yang mereka mau. HenDi bilang mereka menolongnya tanpa pamrih, karena Arka juga pernah membantu mereka. Dia kemudian menceritakan kejadian yang dialami Arka 3 tahun yang lalu. Wanita itu sudah menduganya, ibu mertuanya (nenek Arka) memang tidak pernah menyukainya. Tapi dia bersyukur sekarang Arka sudah kembali.
HenDi masih menyimpan rasa penasaran yang besar dalam benaknya, "Tapi....bolehkah aku tau siapa namamu?"
Wanita itu tersenyum, "Tentu saja. Namaku Mina."
(CONT)
Catatan penulis:
Yang aku tahu, mereka dipertemukan dan dipisahkan oleh takdir.
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan