It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sebuah SMS masuk ke handphone ku ditengah mata pelajaran Geografi sedang berlangsung. Aku langsung membukanya dan sejurus kemudian raut mukaku tampak senang.
~gak kemana-mana, emang kenapa kak?~
Jawabku yang tak lama kemudian dibalas oleh Tristan.
~mau nonton gw latihan gak? Di sport center ya jam 3, gw ada latihan basket disana~
Aku menyanggupi tawaran Tristan. Hmm kapan lagi bisa liat Tristan keringetan dan pasti keliatan seksi banget, Hehe. Aku sudah tak sabar melihat aksi Tristan di lapangan.
Siangnya aku bertemu Tristan di cafetaria, tapi dia sedang bersama teman-temannya, jadi kurasa aku tidak ingin mengganggunya. Aku berjalan menjauh mencari tempat duduk kosong hingga aku menemukan tempat yang pas tepat di dekat kolam ikan dan bisa dengan jelas melihat Tristan dari arah sini, aku langsung duduk dan menyantap makananku.
"Boleh ganggu?" tanya sebuah suara mengagetkanku. Aku mengangguk tanda setuju dan orang itu menarik kursi di depanku.
"Kamu Nathan ya? Perkenalkan saya Daniel, ketua ekskul fotografi di sekolah ini, kamu suka hal-hal yang berhubungan dengan fotografi gak?" tanyanya.
"Hmm lumayan sih kak, tapi aku masih amatir kalo soal fotografi gitu!" jawabku jujur.
"Oh gapapa, tapi kamu punya kamera kan? Bisa sekalian belajar nanti, yang penting kamu punya passion kearah sana!" jelasnya.
Aku tidak terlalu memperhatikan penjelasan kak Daniel soal ekskul fotografinya, fokusku hanya kepada Tristan yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya disana sehingga beberapa pertanyaan kak Daniel hanya aku jawab dengan kata-kata, "ooh.. hmm.. iya.. terus.."
"Jadi gimana keputusannya?" tanyanya memecah fokusku.
"Keputusan apa kak?" tanyaku polos.
"Kamu mau join ke eksul fotografi gak?"
"Ooh boleh kak, jadwalnya kapan aja?" tanyaku lagi.
"Kan tadi udah dijelasin, tiap rabu dan sabtu sore di sekolah, jam 3, kamu bisa kan?"
"Ooh bisa kak, makasih kak penjelasannya!"
Daniel kemudian bangkit dan berlalu sementara aku masih asyik memandang Tristan dari kejauhan.
Hmm.. agaknya memang aku sedang jatuh hati pada Tristan. Wajahnya yang tampan, dengan hidung mancung dan deretan gigi putihnya yang terlihat jelas ketika dia sedang tersenyum benar-benar telah menghipnotisku.
Aku menyelesaikan makan siangku sebelum masuk kelas kembali. Saat keluar dari cafetaria aku berpapasan sebentar dengan Tristan dan dia mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Hmm.. aku langsung tersenyum malu saat itu.
Aku sudah tak sabar menunggu kelas selesai karena aku mau langsung melihat aksi Tristan di lapangan basket. Setelah bel sekolah berbunyi aku langsung berjalan menuju sport center sekolah yang letaknya persis di sebelah sekolah. Aku lantas mengedarkan pandangan dan melihat Tristan sedang istirahat di bench. Kulirik arlojiku. Jam setengah empat.
"Halo kak, maaf terlambat ya kesininya!"
"Ooh gapapa tan, santai aja, kamu udah selesai kelas?"
"Udah kak, tadi abis selesai kelas aku langsung kesini!"
Aku berinisiatif mengambil handuk dari tas Tristan dan menyeka keringatnya yang mengalir deras di kening dan lengannya. Tristan hanya tersenyum. Oh tuhan mimpi apa aku bisa sedekat ini dengan kak Tristan. Bahkan aku bisa memegang lengan kekarnya walau hanya sebentar.
"Latihannya sampai jam berapa kak?"
"Oh hari ini cuma dua jam, selesai jam lima, emang kenapa? Mau ngajak jalan ya?" tanyanya seraya tersenyum genit.
"Hehe bisa aja kakak, iya sih, aku mau cari komik baru nih, katanya sih hari ini terbit, mau enggak?"
"Apa sih yang enggak buat kamu!" jawabnya sambil menyentil pelan hidungku.
Aku hanya bisa tersenyum malu. Perlakuan Tristan terhadapku benar-benar membuatku tambah suka kepadanya. Tak lama Tristan kembali latihan dan aku dengan setia menungguinya. Tak terasa waktu dua jam latihan telah berlalu dan saatnya Tristan pendinginan. Aku melihat Tristan dari jarak sedekat ini bagai sebuah mimpi. Tristan terlihat gagah dan macho. Dengan jersey basketnya dia terlihat cool, dihiasi butir-butir keringat di dahinya membuat dia terlihat semakin seksi.
"Udah latihannya kak?" tanyaku seraya menyerahkan sebotol air mineral kepadanya.
"Udah nih, capek banget, huh!"
"Kita jadi cari komik kan kak?" tanyaku lagi.
"Jadi dong, kan tadi aku udah janji, tapi aku bersih-bersih dulu ya, kamu tunggu disini dulu!"
Aku mengangguk. Dan Tristan kemudian melangkah menuju ruang shower diikuti beberapa temannya. Tak berapa lama Tristan muncul dengan penampilan yang keren, dengan raglan ketat yang membungkus tubuh atletisnya membuatku sedikit menahan nafas. Aku sangat bersyukur sekali, sejak kejadian bola basket itu aku bisa sedekat ini dengan Tristan. Sejurus kemudian kita sudah berada di toko buku tempat aku mencari komik. Kita berpisah sebentar, Tristan menuju tempat alat-alat olahraga sementara aku ke tempat komik dan majalah. Tak lama aku sudah menemukan komik yang kucari dan kita lanjut untuk makan malam. Mobil Tristan melaju menuju salah satu restoran Steak terkenal di Surabaya.
"Kamu suka makan apa aja sih tan?" tanya Tristan kepadaku.
"Hmm.. aku suka bebek sih kak, dipanggang, digoreng, dibakar, atau diapain aja, asal bebek aku suka, kalo kakak sendiri?" tanyaku balik.
"Klo aku sih, suka pasta, segala jenis pasta aku suka, tapi gak tau sekarang lagi pengen makan steak, hehe!"
"Kapan-kapan masak pasta bareng yuk kak, aku suka loh masak pasta di rumah!"
"Ooh kamu bisa masak? Keren ya, aku sebenernya emang lagi cari pacar yang bisa masak loh!" secara tak sengaja (atau sengaja) Tristan memegang tanganku. Aku yang gugup langsung menarik tanganku dan bersikap salah tingkah.
Apa aku tidak salah dengar? Apa kak Tristan juga sepertiku, menyukai lelaki, dan semua tindakan kak Tristan selama ini memang menjurus kearah sana. Dia sangat perhatian kepadaku. Bahkan kuanggap terlalu berlebihan. Apa benar kak Tristan suka padaku. Semua asumsi berkecamuk dalam pikiranku.
"Kamu sabtu sore ada acara gak? Kita nonton yuk, kebetulan ada film yang mau aku tonton!"
Tanpa berpikir panjang aku langsung mengiyakan ajakan Tristan.
"Boleh kak, mau nonton film apa?"
"Hmm.. film horor, Insidious, kamu suka horor gak?"
Ya tuhan. Aku sangat benci film horor, pernah suatu waktu aku diajak ayah nonton film horor ketika kami masih di Singapore dan aku selama tiga hari berturut-turut selalu mimpi buruk. Tapi aku tidak bisa menolak ajakan Tristan. Ini merupakan salah satu kesempatan buatku untuk bisa terus lebih dekat dengannya.
"Hmm.. gak terlalu suka sih kak, tapi gapapa deh!" jawabku tak yakin.
"Oke kalo gitu aku jemput ya di rumah kamu jam lima!"
Aku tersenyum tanda setuju dan sesaat aku baru teringat bahwa sabtu ada ekskul fotografi di sekolah. Aduuh kenapa aku bisa lupa. Bodohnya lagi aku belum meminta kontak nomor kak Daniel, in case jika aku mau tanya sesuatu tentang ekskul fotografinya atau ijin jika tidak bisa masuk.
"Kak, punya nomornya kak Daniel gak, anak XII IPA 1?" tanyaku pada Tristan. Kurasa Tristan punya nomor kak Daniel karena kak Tristan dan kak Daniel juga adalah sesama pengurus OSIS.
"Buat apa kamu minta nomor Daniel? Ada perlu?" tanya Tristan dingin.
"Hmm.. aku kebetulan ikut ekskul fotografi kak, dan aku butuh kontak kak Daniel in case aku mau tanya-tanya soal fotografi!"
Tristan mengeluarkan handphone dari saku bajunya dan memberikannya padaku.
"Kamu jangan terlalu deket deh sama dia, Daniel itu licik, dia selalu jadi rival aku sejak dulu!"
"Maksudnya rival gimana kak?"
"Dari kelas satu dia selalu jadi yang pertama, waktu pemilihan ketua kelas, dia kalahin aku, waktu perebutan ranking satu di kelas, dia juga juara, bahkan saat pemilihan ketua OSIS dia yang menang!" jawabnya gusar.
"Oooh.."
"Makanya kamu jangan deket-deket sama dia, nanti kamu ketularan sial loh!"
"Siap kak!"
Aku tak peduli ada masalah apa antara kak Daniel dan kak Tristan. Tapi yang terpenting adalah aku bisa semakin dekat dengan Tristan. Pangeran yang dikirimkan tuhan buatku. Dan aku juga sangat benci Daniel, orang yang selalu menghalangi pangeranku untuk jadi yang nomor satu. Musuh kak Tristan berarti musuh juga buatku.
@amira_fujoshi
@arbata
@jokerz
@angelofgay
@telur_ungu iyaa itu flashback
Wuihh konfliknya udah mulai yaa *0*
)
@Kim_Kei : thx u
@Farnuta : bisa jadi bisa jadi hehe, benerankah?
Suara handphoneku yang berdering memecah lamunanku dan aku langsung mengangkatnya.
Aku:Hallo
Daniel:Nathan, kamu jadi ke sekolah, ekskul fotografi kita udah mau mulai
Aku:maaf kak, aku kurang enak badan nih, sepertinya enggak bisa ikut deh, gapapa kan kak
Daniel:ooh gitu, yaudah kamu istirahat aja tan, kamu bisa dateng rabu atau sabtu depan ya
Aku:makasih ya kak
Daniel:iya samasama, lekas sembuh ya tan
Aku mematikan handphoneku. Sedikit kebohongan tentunya tak apa. Toh kesempatan yang sangat langka bisa pergi bareng Tristan, dibanding aku harus ketemu kak Daniel dan menghabiskan waktuku disana secara membosankan. Kulirik jam dinding sudah menunjukan angka setengah lima, aku harus bersiap karena sebentar lagi sang pangeran akan menjemput permaisurinya, hehe.
Tak lama yang kutunggu tiba, Tristan datang dengan gagahnya menjemputku. Dia terlihat sangat tampan hari ini. Kemeja chambray yang membalut ketat tubuh atletisnya ditambah jeans yang membuat kakinya tampak lebih jenjang dan tinggi. Aku hampir pingsan melihat penampilannya. Sungguh ciptaan tuhan yang sangat sempurna. Ditambah topi yang semakin mempermanis penampilannya. Aku terpaku sebentar didepan pagar sebelum diantar masuk ke mobilnya.
Tristan sangat wangi, aku bisa merasakan aroma Patchouli, Amber, dan Leather yang kuat darinya. Hmm.. wangi yang sangat kusuka. Jika aku kehilangan kendali saat ini, mungkin sudah kuserang Tristan dengan bibirku. Aku benar-benar dibuat gila olehnya.
"Udah siap?" tanyanya.
"Siap kak!"
Mobilpun melaju memecah kemacetan kota Surabaya yang kian hari kian parah. Aku cukup salah tingkah duduk bersama Tristan. Dan dia sepertinya merasakan kegugupanku.
"Kamu kenapa tan? Kok gelisah gitu?"
"Gapapa kak, cuma kedinginan aja sedikit, bisa dikecilin dikit AC mobilnya!"
Aku memang gugup. Duduk bersama cowok paling terkenal di sekolah membuatku tak percaya. Tak lama mobil Tristan sudah masuk ke parkiran mal dan kita berdua berjalan bersama. Dari ekor mataku kutangkap banyak orang melirik kagum kepada Tristan. Tak heran, penampilannya yang dandy pasti sangat menarik perhatian sekali. Tak terkecuali aku yang kadang suka curi pandang kepadanya. Setelah membeli tiket ternyata aku baru tau jika posisi duduk kita ada di pojok. Hmm..
Aku melihat ke penjuru bioskop ini. Rata-rata diisi pasangan muda-mudi yang sedang berkencan. Aku sendiri sebenarnya berharap jika kebersamaanku dan Tristan saat ini juga bisa disebut dengan kencan. Setelah menunggu beberapa saat film yang kita tunggu pun dimulai, aku bersiap masuk dan menyiapkan mentalku karena film yang kutonton adalah film horor. Sepanjang film aku hanya berani menonton jika scene siang hari, jika scene sudah memasuki suasana gelap aku langsung menutup wajahku dengan telapak tangan.
Setengah jam film berjalan namun rasa takutku masih begitu tinggi. Tanpa kusadari, Tristan memegang tanganku dan mengelusnya. Dia kemudian mendekatkan wajahnya padaku. Aku hanya bisa menutup mata karena tak menyangka bahwa Tristan akan bertindak seagresif ini. Namun, ternyata tidak, Tristan hanya membisikkan kata-kata yang menenangkanku. Kurasa dia tau bahwa aku begitu ketakutan. Dan tangannya masih erat menggenggam tanganku. Dia bahkan meletakkan tanganku kearah dadanya. Aku tak tau maksudnya, tapi apapun itu, hal tersebut cukup membuatku senang. Setelah perjuangan panjangku menahan rasa takut akhirnya film yang berdurasi kurang lebih dua jam itu selesai. Aku keluar teater dengan tangan yang masih gemetaran sementara Tristan hanya tersenyum melihat tingkahku yang seperti anak kecil.
Kita kemudian menghabiskan waktu hari itu dengan melakukan banyak hal. Sampai tak terasa waktu sudah menjelang tengah malam. Saatnya pulang.
"Aduh aku bisa diomelin nih kalo pulang malem gini!"
"Masa sih? Kamu kan cowo tan, masa orangtua kamu marah anak cowonya pulang malem, itu kan udah biasa!"
"Tapi ayahku pasti marah kalo liat aku pulang malem. Aku masih dianggap anak kecil sama dia, gimana ya?" ujarku bingung.
"Hmm gini aja, urusan sama ayah kamu biar aku yang urus, kamu nginep di tempat aku aja, mau gak?"
"Nanti biar aku yang jelasin ke ayah kamu kalo kamu lagi kerja kelompok atau apalah, daripada kamu nanti kena marah!"
"Iyadeh, aku nurut aja, tapi.. gapapa aku nginep di tempat kakak?"
"Ya gapapa, kamu tidur sama aku, di kamar aku, tenang aja!"
Aku akhirnya mengiyakan ajakan Tristan untuk menginap di rumahnya. Aku sendiri sangat takut jika harus pulang ke rumah selarut ini. Dan pastinya alasan yang diutarakan kak Tristan cukup masuk akal. Aku hanya tak menyangka bahwa aku bahkan bisa tidur berdua bersama Tristan. Hmm..