It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kyk nya bakal seru...
hehehe
EMPAT
“Lian.. Angin malam disini ternyata nyaman sekali. Apakah rumah kita mempunyai atmosfir yang berbeda?” ujarnya sambil tertawa.
Aku menyunggingkan sudut bibirku.
“Tahu nggak..?”
“Apa?”
“Tentang Viny.. kamu tahu banyak yang tidak suka dengan dia di kelas kan. Dan kebetulan dia sekelas denganmu. Jadi tolong jaga dia, ya?” ujarnya sambil menepuk pundakku.
“Hmm?” gumamku masih tidak mengerti.
“Dia.. dia ingin berteman denganmu,” jawabnya.
“Kenapa harus Nino yang mengatakannya?” sindirku.
“Karena.. bagaimanapun aku ini pacarnya,” ujarnya sambil tersenyum padaku.
Aku menundukan kepalaku. Menggigit bibir bawahku. Rasa sesak itu kembali lagi. Kenapa aku harus marah dengan penjelasannya? Bukannya itu memang yang sebenarnya. Hanya karena ada bagain dari diriku saja yang masih belum bisa menerima.. kenapa bukan aku?
***
Hari senin yang menyebalkan kembali. Rasanya dari hari minggu ke senin cepat sekali berlalu. Sedangkan dari hari senin ke minggu terasa lama sekali.
Hari ini selain upacara, KBM sudah mulai aktif lagi di kelas. Ipa benar-benar membosankan. Bisa kulihat dari raut wajah teman-temanku saat bel istirahat berbunyi, sungguh sangat berbeda ketika harus berada di dalam kelas untuk menelan rumus-rumus hingga hampir membuat ingin memuntahkannya.
“Makan bakso, Yan? Tumben sekali. Biasanya hanya pesan jus saja,” ujar Yoshi saat kami berada di kantin.
“Aku belum sarapan tadi pagi. Telat bangun dan harus mengantri kamar mandi,” jelasku sambil menyeruput segelas teh manisku.
“Aku boleh ikut makan disini kan?” ujar Viny yang tiba-tiba langsung duduk di kursi yang berada depanku.
Yoshi menyikut lenganku, lalu kujawab kodenya dengan senyuman, isyarat aku akan menceritakan padanya nanti.
“Eh, lihat tuh si lampir!” ujar seseorang gadis pada temannya, yang berada tak jauh dari tempatku duduk.
“Dia benar-benar menyebalkan!” balas temannya.
“Semua tentangnya membutku kesal!”
Viny menundukkan kepalanya. Matanya mulai memerah.
“Sepertinya dia mendengar kita?” ujar mereka sambil menatapku.
“Bukan masalah. Siapa yang peduli?”
Aku pikir ini kesempatan yang bagus.. buat Viny mendengarkan pendapat mereka. Tapi...
“Ayo pergi!” ujarku pada Viny. Setelah membayar makanan yang telah kupesan tadi, aku beranjak dari kantin diikuti Viny.
“Terimakasih, Lian,” gumam Viny sambil tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya lalu berjalan menaiki tangga, menuju tempat favoritku di sekolah ini.
Kuhirup udara segar yang berada disini lalu mengeluarkannya beberapa detik kemudian. Udara disini benar-benar menyejukkan, lagipula dibagian paling atas gedung sekolah ini, kita bisa melihat lingkungan sekolah dari atas.
“Lian!” teriak seseorang dari belakangku. Aku menolehnya.
“Kenapa kita harus bertemu,” gumamku pelan.
“Apa yang kamu lakukan disini sendirian?” Nino menghampiriku.
“Kapanku aku kesini, disini membuatku merasa rileks,” jawabku.
“Sama. Ini tempat favoritku,” ujarnya.
Aku menundukkan kepalaku. Aku juga.. tapi ini bukanlah takdir. Tapi adalah kebetulan.
“Kenapa? Ada yang salah? Kamu terlihat murung.”
Aku tersenyum lalu menggelengkan kepalaku.
“Nino!” teriak Viny dari belakang.
Aku menghela nafas. Dia lagi?
“Aku tahu kamu pasti disini!” ujar Viny sambil menghampiri Nino.
Nino menggaruk kepalanya.
“Lian juga. Waktu yang sempurna,” ujarnya.
Aku tersenyum masam mendengarnya.
“Tahu nggak?” ujar Viny sambil menggengam tangan Nino. “Lian baru saja menolongku.”
Benar-benar wanita menyebalkan, ucapku dalam hati.
“Apakah terjadi sesuatu?” tanya Nino khawatir.
“Tidak. Hanya mendapat perkataan yang tidak menyenangkan saja,” jawab Viny sambil terseyum.
“Beneran?” tanya Nino tak yakin.
“Iya, tapi setelah itu Lian menolongku,” jawabnya sambil melirikku.
Aku tersenyum padanya. Kau memang banyak omong, batinku.
“Jarang ada seorang teman yang membelaku,” ujarnya lagi.
Tidak. Kita bukan teman, batinku.
“Lian.. Terimakasih,” ucap Nino.
Aku menggigit bibir bawahku. Memaksanya untuk tetap tersenyum. Aku tidak ingin mendengarnya dari Nino. Kurasakan mataku mulai perih.
“Kalau begitu, aku pergi deluan ya..,” ujarku lalu melangkahkan kakiku dengan cepat untuk pergi dari atas gedung dan menuruni tangga.
Brak! Aku terjatuh di lantai karena menabrak seseorang di depanku.
“Kenapa lantainya licin sekali,” ujarku sambil menyeka air mataku yang tak terasa sudah mengalir meskipun aku berusaha untuk tidak menangis. “Andra?”
“Kamu baik-baik saja?” tanya Andra.
Aku tak menjawabnya. Kuangkat kepalaku, melihat keatas. Agar air mataku berhenti.
Tiba-tiba sosok didepanku menarik tubuhku dan menyeretku kebelakang tangga dengan begitu tak ada oang yang bisa melihatku menangis.
“Jangan melihat kebelakang!” ujar Andra sedikir keras.
Aku bisa mendengar suara dibelakangku, itu suara Nino dan Viny yang sedang bercanda.
“Kurasa aku mulai menyukainya, meski dia bukanlah takdirku. Aku suka Nino. Tapi tempat itu bukanlah tempatku”, gumamku pelan. Sangat pelan. Mataku mulai nanar kembali.
“Jangan sedih,” gumam Andra sambil memelukku, yang membuat diriku sangat tercengang saat itu juga.
***
makasih udah baca
apa begitu?
suka :-*