It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku dan Rakha berhenti sebentar di salah satu minimarket di Wonosari dalam perjalanan kami menuju pantai Indrayanti. Katanya masih setengah jam lagi atau bahkan lebih untuk tiba ke salah satu pantai di selatan pulau Jawa itu. Semalam aku sempat melihat-lihat gambar pantai tersebut di internet dan aku benar-benar penasaran dengan semacam bukit yang menjorok ke laut yang menjadi ciri khas pantai Indrayanti.
“Sebentar ya,” katanya sambil memberi isyarat supaya aku menunggu di motor saja.
Aku mengangguk lalu mengalihkan pandangan ke sekeliling. Hampir sama sepanjang jalan ini. Jalan dengan tepian tanpa trotoar. Rumah penduduk yang jarang-jarang dan tidak sedikit pemandangan sawah. Sepertinya tentram sekali hidup di desa.
Kulirik jam tanganku, sudah jam dua lewat. Aku dan Rakha berencana untuk melihat sunset di pantai Indrayanti. Sebelumnya kami menyempatkan diri ke Borobudur dan tidak ada hal yang istimewa selain foto-foto yang sebenarnya aku sudah punya banyak karena pernah kesana.
“Nih minum,” kata Rakha yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku sambil menyodorkan sebotol air mineral. “Baterai-nya kosong disini. Gimana nih?” imbuhnya. Tujuan kami berhenti sebenarnya mencari baterai ukuran AA untuk kamera digital milik Rakha. Sementara kamera digitalku tertinggal di rumah Rakha dalam kondisi sedang di-cas.
“Yah. Kamu sih gak bawa baterai cadangan,” gerutuku lalu membuka botol minuman dan menegaknya.
“Yee kamu tuh, punya kamera malah gak dibawa,” balas Rakha seolah tidak terima dengan tudinganku. “Udah nanti pakai hape aja.” Rakha menaiki motornya dan kami siap untuk melanjutkan perjalanan.
“Lagian orang Jogja tapi minta foto banyak-banyak di Borobudur,” selorohku saat motor sudah melaju dalam kecepatan yang stabil.
“Borobudur itu di Magelang, Bel. Jadi aku juga turis itungannya. Haha.”
“Mau banget dibilang turis?”
“Maunya dibilang ganteng aja deh,” goda Rakha dan kemudian kami berdua tertawa bersama.
Keadaanku sedikit lebih baik dibandingkan saat pulang dari Prambanan kemarin. Aku berusaha untuk tidak menyebutkan namanya supaya aku tidak mengingatnya selama jalan-jalan yang terasa seperti bulan madu dengan Rakha sekarang ini.
Aku berhasil dengan sedikit melewati batas yang kutetapkan sendiri untuk hubunganku dengan Rakha. Sungguh, aku menjalani hubungan ini bukan sekedar untuk semacam seks atau yang lainnya. Aku bahagia menjalani setiap detik dengannya. Dan itu sudah cukup. Entah kenapa aku sedikit merasa bersalah pada Rakha karena semalam aku melakukannya dengan sedikit keterpaksaan, dari diriku sendiri.
Tadi malam, Rakha sudah lebih dulu tertidur dengan lagi-lagi tanpa baju. Dia bilang memang dia biasa tidur seperti itu, makanya kemarin malam dia meminta izinku dulu takut membuatku tidak nyaman dengan kebiasaannya. Aku tidak mau berdebat panjang karena pikiranku sedang melayang pada hal lainnya.
Sulit bagiku untuk memejamkan mata, seolah ada yang menahannya sehingga aku menghabiskan hampir setengah jam setelah mengucapkan selamat tidur pada Rakha hanya dengan menatapi langit-langit kamar yang samar. Sesekali kubekap wajahku dengan kedua tanganku, siapa tahu bisa menghilangkan perasaan yang menjebol bendungan hatiku.
Aku menengok ke kiri melihat Rakha. Dia sudah tidur dengan terlentang sempurna dan selimut menutupi sebagian perutnya. Aku merasa menjadi orang paling munafik karena memikirkan orang lain sementara Rakha tidak mengetahui apa pun dan menganggap aku baik-baik saja. Kutatap wajah Rakha yang tenang yang sudah pulas itu.
Kugeser badanku sedikit mendekati Rakha. Mungkin ini satu-satunya cara agar aku bisa melupakan sejenak tentang dia. Kuharap dengan begini aku bisa sadar bahwa aku harus menerima fakta hanya Rakha yang ada di hatiku. Ah klise.
Aku memiringkan badan menghadap Rakha dan terus memandangi wajahnya yang syahdu itu. Kucium pipinya sebentar. Entah kenapa rasanya ingin menangis saat melihat Rakha yang begitu tenang dan benar-benar tidak tahu apa-apa tentang rahasiaku. Kuangkat tangan kananku dan kuletakkan di atas perut Rakha. Perlahan kugerakkan naik turun. Membelainya membuat hatiku berdesir hebat seolah ada badai yang sedang berkecamuk. Tanganku naik ke dadanya dan terus membelainya dengan lembut. Sedetik aku berharap Rakha tidak akan terbangun karena apa yang aku lakukan.
Hatiku benar-benar sedang berperang antara pikiran tentang dia dan kenyataan akan Rakha di hadapanku. Apa ini bisa dibilang aku sedang memanfaatkan Rakha? I use him, but I never have evidence about he used me. Mataku berkaca-kaca karena salah satu sudut hati ini berteriak meronta. Menyudutkanku dengan bayangan-bayangan yang telah terjadi selama ini seperti sedang mengatakan bahwa akulah yang jahat. Aku si munafik yang tidak bisa menerima kenyataan.
Tanganku berhenti membelai tubuh Rakha dan bergerak melingkarinya sekarang. Kupeluk Rakha dengan lembut dan kuletakkan kepalaku di dadanya yang bidang. Nyaman. Meskipun Rakha masih tertidur pulas, dia tetap memberi kehangatan yang membuat hatiku lebih tenang.
Tiba-tiba terasa sesuatu membelai kepalaku. “Bel,” lirik Rakha pelan. Tangannya bergerak di atas rambutku dengan lembut. “Kenapa?”
Aku memeluk Rakha lebih erat, kedua tanganku melingkari pinggang Rakha. “Mimpi buruk,” kebohongan lainnya yang kukatakan pada Rakha. Sampai kapan, Bel? Lirih hatiku.
“Gak bisa tidur?”
“Mungkin disini bisa. Lebih nyaman disini,” kataku sembari membekap dada Rakha. Aroma tubuhnya yang khas seperti menjadi obat mujarab untuk pikiranku yang kalut.
“Modus nih,” ledeknya lalu tertawa. Lalu, kalimat Rakha selanjutnya membuatku benar-benar merasa bersalah padanya, “sampai sekarang masih sama kok, Bel. Kamu bisa cerita apa saja sama aku kalau kamu sedang ada masalah. Jangan dipendam sendiri ya sayang.”
Aku diam. Sedetik kemudian, entah dapat pikiran dari mana aku duduk dan menatap Rakha. Dia tersenyum begitu tenang dan menatapku hangat. Aku langsung membuka kaosku, dia agak terkejut melihat apa yang kulakukan. Kemudian aku kembali ke posisiku sebelumnya, memeluknya dan kepalaku bersandar di dada Rakha.
Tangan Rakha berpindah dari kepalaku ke punggung dan membelainya lembut. Apa yang terjadi selanjutnya cukup sulit untuk kuungkapkan dalam kata-kata. Rakha memegang tanganku dan membuatku tidur terlentang sementara dia berada di atasku. Kedua tanganku ditahan olehnya di samping kepalaku dengan kedua tangannya. Dia menurunkan kepalanya dan mencium bibirku dengan lembut.
“Kamu mau melakukan ini, Bel?” tanya dia setelah melepas ciumannya. Aku mengangguk pelan. Mungkin memang aku harus melakukannya supaya pikiran tentang dia benar-benar sirna, meskipun aku ragu untuk selamanya. Tapi setidaknya dengan begini, aku hanya bisa fokus pada Rakha seorang malam ini.
Rakha tersenyum simpul, kembali menampakkan lesung pipitnya yang membuatnya terlihat sangat manis. Dia mencium bibirku lagi, bergerak-gerak lebih liar dari biasanya. Aku hanya pasrah karena kini kakiku ditahan juga oleh Rakha dengan kakinya. Aku menikmati setiap gerakan dan sentuhan Rakha pada tubuhku. Bibir Rakha bergerak turun menciumi leherku dengan lembut dan penuh kenikmatan. Aku mendesah pelan ketika Rakha mulai menciumi dadaku. Ini bukan kali pertama aku melakukannya, tapi dengan orang yang kusayang tentu rasanya akan berbeda. Rakha mulai menciumi perutku, tangannya sudah melepas tanganku dan kini bergerak-gerak pelan di belakang punggungku.
Kemudian tanpa permisi Rakha melepaskan celanaku dan mulai menciumi benda berharga yang kumiliki. Apa yang sedang terjadi benar-benar diluar kendali akal sehatku tapi aku menikmati setiap detiknya. Rakha melakukannya dengan sangat baik. Bila kami sepasang pengantin baru, inilah malam pertama kami berdua.
Tiba-tiba Rakha naik dan menatapku lagi. “Bel,” bisiknya. Aku memandangnya bingung.
“Ya?”
“Gantian,” katanya sambil nyengir.
Anjrit! Ni anak emang paling jago kalau bikin anti-klimaks! Sungguh aku ingin tertawa begitu melihat wajah Rakha yang tampak innocent saat mengucapkannya. Tapi kutahan karena aku tidak ingin merusak suasana romantis yang sedang kami berdua bangun. Kami bertukar posisi dan aku melakukan seperti apa yang Rakha lakukan kepadaku. Kami berdua benar-benar menikmati setiap sensasi yang satu sama lain berikan. Membagi apa yang bisa dibagi, memberi apa yang bisa diberi. Karena aku dan Rakha sekarang adalah sepasang kekasih yang mestinya saling berbagi apa pun. Termasuk rahasia.
Aku merasa bersalah telah menutupinya dari Rakha dan aku berniat untuk menceritakan semua yang terjadi di Singapura pada Rakha. Mungkin dengan begitu aku bisa melepaskannya dan membuatku lupa tentang dia selamanya. Hidup ini bukan tentang menghindar, tapi tentang menghadapi apa pun yeng menghalangi.
“Bel,” panggil Rakha setengah berteriak karena hembusan angin terasa cukup memekakkan telinga meskipun pakai helm.
“Apa?”
“Nanti malem lagi yuk,” katanya lalu terkekeh sendiri.
“Yah, aku lagi dapet nih!” ledekku sambil tersenyum jahil.
Lalu dengan cepat Rakha mencubit punggung tangan kananku yang sedang melingkari perutnya untuk berpegangan. Aku hanya tertawa kemudian membalas mencubit perut Rakha yang merupakan sasaran empukku.
“Sayang, jangan ah! Nanti jatoh lho!” pekik Rakha.
**
@T_bex
@alexislexis
@ryanjombang
@Zhar12
@ridhosaputra
@earthymooned
@jacksmile
@jokosuseno
@boy_filippo
@bayumukti
@jokerz
@callme_DIAZ
@Pepen95
@waisamru
@kimo_chie
@haha5
@earthymooned
@san1204
@Cruiser79
@jony94
@peteradamtenor
@zeva_21
@sonyarenz
@vELo
@Yohan_Pratama
@dafaZartin
@rizky_27
@boybrownis
Buat yang penasaran ini cerita happy ending apa ga, hmm tunggu aja yak.
isinya cuma buka sekedar cerita aja.. ada pelajarannya..
dan karakter para tokohnya kuat..
kangen sama kelvin.. kemana yaa dia..
Ada di chapter 1.
Lumayan masuk kriteria sih. Hayoo ada yg rekomen Rakha kayak siapa? Kalo bisa ada lesung pipitnya juga )