It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Keep up the good work
Ninggalin jejak ah biar ikutan dimention.
Jadi ngerenung sendiri lho abis nulis ini. Haha
Thanks juga semuanya udah mampir untuk baca.
Sok atuh dipraktekin kk.
Aku berusaha membuka mata saat kudengar suara berisik yang menganggu tidurku. Saat mataku terbuka, terlihatlah si sumber suara. Ada yang menyalakan televisi dengan suara yang keras, padahal masih pagi.
Mataku berputar mencari dalangnya. Di sofa lainnya, Kelvin sedang duduk memegang remote TV dan tertawa penuh jahil. Rese.
“Berisik ah, Vin,” gerutuku lalu menarik selimut sampai menutupi kepala.
“Eh ada orang? Maaf saya tak tahu. Saya tak pernah lihat orang di Singapur ini tidur di sofa soalnya,” katanya pura-pura bodoh, aku tahu dia sedang meledekku.
Aku memasang tampang kesal padanya lalu beranjak dengan selimut ke kamar Kelvin. Dia pasti sedang tertawa senang sekarang karena berhasil mengerjaiku pagi-pagi. Ah tidak, dia mengerjaiku dari semalam. Hanya saja dia tidak menyadarinya.
Di kamar mandi, tadi malam, berulang kali aku bertanya pada bayanganku di cermin apakah aku sudah jatuh cinta pada Kelvin? Benar-benar jatuh cinta? Saat aku bertanya kenapa, puluhan jawaban langsung berputar di kepalaku seperti kembang api yang meledak begitu saja. Kelvin tampan, punya pemikiran yang cerdas, lucu, perhatian, tahu apa yang terbaik untuk dilakukan, dewasa, dan ... ah masih banyak lainnya yang membuatku menepuk-nepuk pipiku untuk sadar. Berusaha sadar apakah cinta ini bisa terjadi?
Saat aku keluar dari kamar mandi, Kelvin sudah tidur di ranjang. Dia sama letihnya denganku karena seharian di taman bermain, mungkin lebih, karena dia jauh lebih ekspresif daripada aku. Dan sekali lagi aku terpana begitu melihat wajahnya yang terlihat begitu polos saat sudah terlelap itu. Dia sangat tenang dan menenangkan. Sedetik kemudian aku berusaha bersikap wajar, takut kalau tiba-tiba dia bangun.
Aku merebahkan diriku di sisi Kelvin. Menoleh ke kiri dan melihatnya sekali lagi. Mungkinkah aku ada perasaan padanya? Kalau iya, apakah akan nantinya rasa ini akan menjadi hubungan yang berhasil? Tunggu! Aku hanya sementara saja disini. Hubungan jarak jauh tidak pernah berhasil padaku, setidaknya pada mantan-mantan cewekku. Aku terlalu cepat bosan sehingga sering memutuskan untuk mencari yang baru, yang lebih dekat, yang nyata. Pikiranku mendadak kacau balau hanya karena memandang sosok yang sedang tidur tenang disisiku ini. It’s magic!
Mendadak aku teringat pada orang lain yang jaraknya ratusan kilometer dari tempatku berada sekarang. Dia masih ada di hatiku. Tentu saja. Ceramah dari Kelvin memang aku terima dan ingin sekali aku terapkan dalam hidupku, tapi tidak serta merta menghapuskan dia dari hatiku. Dia spesial. Bagaimana bisa aku melupakan semua rasa yang kumiliki padanya begitu saja? Siapa yang akan dirugikan?
Kuraih ponselku, kuhubungi dia lewat chat BBM. Terjadi begitu saja seolah aku ingin memastikan bahwa aku masih mempunyai rasa padanya. Masih ada relung hatiku yang merindukannya dan menginginkan dia selalu ada untukku.
‘capek nih abis dari USS. ’ aku tersenyum sebentar setelah menekan tombol kirim.
‘masih aja pamer nih bocah. Kagak peduli gue bel!’
‘haha. Terus gimana nasib sovenir yang udah gue beliin ini?’
‘buat gue? Nasibnya tergantung gue setelah ntar lu kasihin ke gue, bel. Haha.’
‘katanya kagak peduli.’
‘beda perkara Ibel.. ’
‘sama aja atuh pak.’
‘gini aja deh. Lu kasih tu sovenir ke gue, ntar lu gue bolehin masuk ke kamar kosan lu.’
Aku mengernyitkan dahi sebelum mengetik pesan balasan. Ada-ada saja anak ini.
‘siapa yang mendaulat lu berhak atas kamar gue?’
‘eh bel. Kamar lu tuh kotor gak ketulungan, baunya sampe kamar gue. Jadi gue bersihin, dan sebagai imbalan lu harus kasih tuh sovenir. Titik!’
‘gak ah.’
‘Beeelll.. -__-‘
‘mau banget pak?’
‘kunyuk!’
Aku tertawa membaca pesannya. Paling senang kalau berhasil mengerjai dia begini. Mukanya pasti lucu banget kalau dilihat langsung.
‘lagian siapa yang suruh bersihin coba?’
‘sebagai temen yang baik, gue rasa itu udah jadi kewajiban gue bel. ’
‘temen doang?’ aku memancing, tapi biasanya yang kudapat malah sepatu boot atau kadang kaleng susu bekas. Entah apa yang kudapat malam ini.
‘sodara deh sodara.’
‘kan gue udah pernah bilang kalau gue ogah jadi sodara lu.’
‘trus maunya?’
‘pikir lah, katanya laki.’
‘lah emang lu bukan laki?’
Jleb. Hampir aja nyebur ke kolam pancing karena salah ngeledek.
‘emang lu laki?’ balasku. Mantap. Balasan yang bagus.
‘lah tadi lu bilang gue laki. Scroll ke atas gih.’
‘oh iya. Hahaha. Udah mau jam 11 disini, jadi otak gue udah mulai konslet.’
‘baru mau jam 10 kali.’
‘pikir dulu lah sebelum bales, katanya laki. ’
‘apaan? Oh iya, disana satu jam lebih cepet ya? Haha.’
‘Iya pak. Jadi saya mau tidur dulu, nanti keburu tengah malem.’
‘ah kayak anak mami lu, jadi segini udah tidur.’
Saat dia balas itu aku merasa bahagia. Kata-katanya menyiratkan bahwa dia masih ingin berhubungan denganku malam ini. Tidak ingin semua ini berakhir secepat ini. Aku juga tidak ingin sebenarnya, tapi aku sudah menguap lebar berkali-kali sedari tadi. Aku benar-benar lelah.
‘emang gue anak mami. Dah ah, gue mau tidur dulu.’
‘sovenirnya?’
‘kalau kamar gue bersih pas gue dateng, ntar gue kasih ke lu.’
‘siap bos. Ntar H-1 gue bersihin kamar lu. Tenang aja.’
‘wuihh spesial banget gue sampe lu dedikasikan satu hari buat bersihin kamar gue. ’
‘H-1 itu maksudnya hour-1. Jadi sejam sebelum lu pulang aja. Kamar keupil gitu mah disapu lima menit juga bersih. Hahaha.’
‘kampret!’
‘:p’
Ah sudahlah. Tidak perlu dibalas lagi. Yang ada nanti malah aku tidak tidur semalaman. Kuletakkan ponselku di meja kecil di samping ranjang lalu kutarik selimut menutupi badanku. Aku memandang langit-langit kamar ini. Hatiku berseri-seri. Aku benar tentang rasa yang kupunya pada Rakha. Aku masih mencintainya. Tidak ada perbedaan dengan sebelumnya, hanya saja sekarang aku berani menentukan sikap tanpa harus takut dia akan pergi dari hidupku. Menyenangkan bisa hidup seperti ini. Aku sangat berterima kasih pada Kelvin yang mengajarkanku semuanya.
Aku menoleh ke kiri lagi. “Aaa!” aku berteriak pelan karena kaget melihat posisi Kelvin sudah menghadap padaku. Entah bagaimana caranya wajah yang tanpa ekspresi itu seolah menghipnotisku. Aku terpana dibuatnya. Mendadak pikiran tentang Rakha lenyap sesaat. Tidak pernah terpikirkan untuk membandingkan siapa yang lebih tampan. Mereka berdua tampan dengan cara mereka masing-masing. Tidak ada kualifikasi standar yang membuat keduanya dapat dibandingkan.
Tanpa sadar aku mengangkat tangan kananku, jemariku mendekati wajahnya sementara mataku masih terus memandangi wajahnya yang syahdu. Kalau benar aku sudah jatuh cinta kepadanya, apakah aku salah bila aku menentang hal itu? Karena bila aku berpikir sedikit lebih jauh, rasa ini hanya akan ada di hatiku sementara saja, selama aku berada di negeri ini. Dan itu tinggal beberapa hari lagi.
Tidak! Aku tidak bisa jatuh cinta pada Kelvin. Kutarik lagi tanganku meski jemariku hanya beberapa senti lagi sebelum menyentuh wajahnya yang tenang itu. Aku tidak bisa jatuh cinta padanya dan aku tidak mau. Aku tidak ingin begitu aku masuk perkuliahan lagi, apa yang terjadi padaku setiap liburan datang, malah terjadi saat liburan berakhir. Karena aku berpisah dengannya.
Tiba-tiba tangan kiri Kelvin terangkat dan melingkari tubuhku seperti sebuah bantal guling. Aku langsung kikuk. Aku sadar betul Kelvin tidak sengaja melakukannya karena dia sedang tidak sadar, tapi aku langsung terasa canggung. Canggung sekaligus nyaman.
Meskipun dia tidak sadar, lengannya yang melingkar di tubuhku membuat aku merasa dapat bernafas lebih lega, aku nyaman. Sangat nyaman. Aku masih memandangi Kelvin, dia ternseyum kecil. Entah apa yang sedang dimimpikan olehnya, tapi aku yakin dia sedang bermimpi indah.
Sesaat kemudian, aku sadar jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku mengangkat tangan kananku lagi, hanya lengan bawah karena tangannya mendarat di lengan atas kananku. Jemariku perlahan menyentuh lengan Kelvin. Begitu lembut. Dua pikiran berputar kembali di otakku, antara menyingkirkan lengan Kelvin dari tubuhku, atau terus memegang lembut tangan itu karena aku merasa nyaman sekaligus bahagia karenanya.
Kupilih untuk menyingkirkan lengan Kelvin, lalu tubuhnya berputar sehingga kini dia tidur terlentang sempurna. Aku memang merasa nyaman dan bahagia saat ini, bukan sekedar karena dia memelukku selagi tidur, lebih dari itu. Tapi aku tidak berani membayangkan bila aku membiarkan rasa ini ada di hatiku dan tumbuh seiring sisa hari yang kami miliki bersama.
Apa yang terjadi setelah aku kembali ke Jakarta nanti? Keadaannya tidak akan sama. Kami ada di pulau yang berbeda, di negara yang berbeda, dan ada ratusan pulau yang membentang di lautan yang membatasi kami. Hubungan yang berjarak memang bisa diperjuangkan, tapi aku belum siap untuk menjadi salah satu di antara pejuang-pejuang itu. Dan kupikir aku tidak akan pernah jadi bagian dari para pejuang itu.
Kulirik Kelvin sekali lagi lalu kupejamkan mataku. Gelap. Tidak terlihat apa-apa. Sekarang tinggal mengatur irama nafas dan aku akan segera tertidur karena kelelahan berat.
Masih gelap, aku masih sadar mengatur nafasku. Sudah berapa lama? Aku mendelik ke jam digital yang menyala di meja belajar Kelvin. Ah aku lupa jam berapa aku mulai tadi.
Sekarang pukul 10.59. oke. Aku mulai lagi dari awal. Aku pejamkan mata, dan sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak melirik orang di sebelahku. Aku atur lagi nafasku, berusaha serileks mungkin supaya aku dapat tidur segera.
Gelap lagi. Aku membayangkan situasi di kampus, ada Rakha, Inu, dan yang lainnya. Kami sedang bercanda membicarakan dosen killer yang baru saja kami masuki kelasnya. Kami tertawa. Lalu mendadak wajah Rakha berubah menjadi wajah yang sangat kukenal. Inu juga, dan semuanya juga. Wajah mereka menjadi wajah Kelvin yang sedang tertawa.
Mataku langsung membelalak. Kulirik jam digital tadi, 11.01. Baru dua menit? Bagaimana bisa waktu menjadi kejam seperti ini? Terasa begitu lambat saat aku ingin semuanya cepat berlalu.
Aku menutup mataku kembali. Tidak ada bayangan apa-apa. Hanya gelap. Tapi otakku berpikir kenapa aku bisa membayangkan Kelvin? Aku sudah tidak melihat wajahnya lagi, aku tidak mendengar suaranya karena Kelvin tidak mendengkur. Lalu aku menghirup nafas panjang. Ini dia! Ini si penyebab masalah ‘bayangan Kelvin’. Bau parfumnya sangat ketara dan aku sudah kenal betul ini bau parfumnya.
Kucoba menghilangkan bau itu dengan menutup tubuhku dengan selimut sampai kepala. Tidak berhasil. Aku masih bisa mencium aroma parfumnya. Kusibakkan selimutku dengan cepat. Aku sangat ingin tidur sekarang, dan rasanya aku tidak akan bisa tidur sampai pagi kalau Kelvin masih ada di sampingku.
Jengah, aku pun turun dari ranjang dengan membawa selimut dan bantal. Kuputuskan untuk tidur di sofa. Karena kelelahan aku bisa tidur dalam sekejap saja, dan juga tidak ada wangi parfum Kelvin yang menganggu pikiranku. Sampai suara televisi menyebalkan membangunkanku yang masih kurang tidur ini.
Aku merebahkan tubuhku lagi di ranjang Kelvin. Mataku masih berat sekali. Dan aku pun tertidur kembali. Entah berapa lama sampai sebuah suara keras kembali membangunkanku.
“Ibel!! Awak tak nak pergi di malam tahun baru ni?” rasanya sumber suara itu dekat sekali dengan telingaku. Kelvin berteriak di depan wajahku.
Aku membelalak. “Udah malam?” kaget rasanya bila memang hari sudah gelap. Aku benar-benar hibernasi hari ini kalau itu benar terjadi.
“Masih siang lah,” jawabnya sambil nyengir.
Aku mencibir. “Ya sudah, bangunkan aku kalau sudah malam. Masih ngantuk nih,” aku bersungut padanya.
“Tak bisa lah. Kita dah ada jadwal nih,” Kelvin memaksa.
Aduh. Jadwal lagi? Aku hanya ingin tidur saja hari ini, dan mungkin begadang lagi nanti malam untuk pesta tahun baru. Hanya itu.
Kubiarkan Kelvin dengan ocehannya, aku menarik selimut sampai menutupi kepala, berusaha untuk tidur kembali.
“Bel,” panggilnya. Aku cuek pura-pura sudah terlelap. Padahal tidak mungkin bisa tidur kalau dia masih ada di sebelahku. “Bel!” aku masih diam. Sunyi. “Awak sudah tidur kah?”
Menurut lu? Kalau orang udah sudah terkapar dan tidak menyahut seperti ini dibilang apa? Aku menggerutu di dalam hati.
Mendadak aku bingung sendiri kenapa aku menjadi begitu sensitif dan cepat kesal dengan Kelvin. Ah tidak, Kelvin memang lebih menganggu pagi ini. Lebih daripada biasanya.
“Beel,” dia tetap berusaha membangunkanku, padahal aku belum terlelap sama sekali.
Tiba-tiba sesuatu menyentuh bagian perutku. Bergerak perlahan seperti cacing yang menggeliat-geliat tidak beraturan. Aduh. Geli! Kelvin menggelitiku.
“Saya tahu awak belum tidur. Bangun lah!” katanya dengan nada jahil, jemarinya terus menggerayangi perutku. Aku kegelian.
Rese! Aku tidak dibiarkan untuk tidur lagi oleh budak satu ini. Aku pun akhirnya mengalah. Kubuka selimutku dan menatap Kelvin dengan nanar. Dia balas menatapku dengan cengiran bodohnya.
“Iya aku bangun nih,” kataku kesal.
“Hehe bagus bagus bagus,” balasnya mengikuti gaya bicara Ipin di serial Upin Ipin.
Aku menatapnya seolah aku tidak peduli dengan candaannya. Tapi wajahnya yang tampak polos itu seperti meluluhkan hatiku. Bagaimana bisa aku marah padanya sementara dia begitu lucu. Meskipun dia membuatku kesal, tapi rasa kesal itu menjadi sebuah perasaan unik di dalam dadaku yang membuatku merasa ada orang yang peduli padaku, orang yang akan selalu ada saat aku membutuhkannya. Dia langsung membuktikannya tanpa membuat pernyataan. Berbanding terbalik dengan Rakha yang hanya mengatakannya, dan aku tidak ingat sedikitpun kapan dia berkorban untuk selalu ada saat aku butuh. Atau aku yang lupa?
Aku turun dari ranjang dan berjalan menuju ke kamar mandi. Pikiranku masih berputar pada dualisme hatiku yang membuat segalanya menjadi rumit. Tanpa sadar baru saja aku membandingkan Kelvin dengan Rakha. Sesuatu yang kuhindari karena aku tahu aku tidak akan bisa memilih.
Kupandangi wajahku di cermin di dalam kamar mandi. Aku tahu rasa ini telah bertransformasi menjadi sesuatu yang menyegarkan dalam semalam saja. Dan barusan, rasa yang sebelumnya hanya sebersit saja seolah menjadi goresan lembut sehingga dia semakin tampak. Semakin aku mencoba untuk menentangnya, goresan di hati ini malah semakin besar dan menjadi.
Aku sadar aku tidak bisa menghindar. Aku sadar aku telah menjerumuskan diriku pada jurang cinta yang dalam. Dan aku sadar kalau, aku jatuh cinta pada Kelvin.
**
Sorry baru bisa update 1 chapter karena ada kesibukan lain minggu ini.
*yg ga mau dimention lagi, bilang ya.
Mentionnya ditunggu!