It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ntar malam uda up-date kok. . .
Waktu memang begitu lihai menjebak, disaat kau kira seminggu begitu lama, bagi orang lain lamanya justru seperti sepercik api,
itu juga yang terjadi padaku,
sepekan sudah ketibaanku di sini, dirumah kak Nissa yang mempunyai suami bernama Ihsan.
Menatap dari jendela kelas adalah waktu yang berkualitas,
menghabiskan sisa beban dikepalamu,dengan memikirkan seluruh permasalahan dimuka bumi,
hal ini lah yang selalu aku lakukan,
mengangkat kepala keatas,
melihat tumpukan awan yang bersusun,berarak di hamparan langit luas yang berwarna tak terlalu biru,
atau aku bisa menyantap habis waktu hanya menatap lapangan upacara dengan tiang putih menjulang, yang diikat dua warna disebuah kain merah dan putih,
tak lupa diantara guru-guru yang mengajar, berbaik hari meberikan satu pemandangan yang indah, diletakkannya beberapa orang murid dengan reputasi buruk,
untuk memberi hormat ke tiang tersebut,
keindahan lapangan pun menjadi lengkap,
dan aku suka hal itu.
Wanita itu sebenarnya indah jika tak menjadi pengganggu,kurasa begitu.
Baik lah,pasti banyak wanita yang akan menatap sinis dengan cibiran bibir,tanda tak suka jika aku berkata demikian,
tapi itu lah kenyataannya,
indahnya paras dan tubuh mereka kadang tak selaras dengan perangai yang mereka miliki.
tak terkecuali kak Nissa,
terkadang aku sedikit terganggu dengan perlakuannya terhadap bang Ihsan,
pria yang baik itu harus mampu menjadi jin di dalam lampu,
ia digosok, muncul, diberi perintah-hal yang tak masuk akal-, dan menghilang dari pandangan, tak jarang perintah itu berulang ulang.
memasak nasi, mencuci piring, menyapu, tak lagi di jadikannya hal tabu,
martabatnya sebagai kepala keluarga juga harus mau tunduk meski tidak rela,
dengan dasar cinta, bang Ihsan selalu meng-halal-kan pekerjaan tersebut hanya untuk menghindari pertengkaran.
Tadinya kukira rumah tangga kak Nissa adalah pernikahan yang terindah sepanjang abad,
seorang istri yang cantik,
seorang suami yang tampan,dan sebuah rumah yang lumayan bagus,
ku rasa semua sudah lengkap,tanpa tau ke-bobrok-kan yang ada didalamnya,
terdapat seorang suami yang lelah jiwanya,
terdapat suami yang susah hatinya.
"hey" sapaan itu membuatku harus mau melepaskan kegiatan mengembara dalam alam --lamun-,
"sebagai pelajar yang baik, bersikaplah sedikit profesional,jika waktu untuk belajar,pergunakan." asik kuliah di-jam pertama,
Pelajaran pagi ini diawali oleh guru kimia yang memiliki nama Anisa Hanum,
sedikit mirip bukan, dengan nama kakakku,
tapi sosoknya,
jauh.
jika kak Nissa memiliki tubuh yang membuat para pria rela memutar balik arah,
buk Anisa harus rela tersenyum kecut dengan kehadirannya yang seperti buronan kasus pembunuhan,seram.
"tau kan apa hukuman untuk murid yang mengabaikan saya disaat jam pelajaran?" wajahnya terlihat dua kali lebih kejam dari sebelumnya.
"maaf bu. . ." rasanya ingin ku teruskan kalimat pembelaan dariku, entah alasannya apa, yang terpenting bisa melunakkan hatinya, atau sedikit merubah raut mukanya agar terlihat lebih enak dipandang,
tapi tidak,mulutku tak mau melanjutkannya, kuputuskan berhenti di kata -maaf- saja.
"kamu," tunjuknya,
terus berjalan menghampiriku,"sudah dua kali mengacuhkan saya, saya minta kamu keluar dari mata pelajatan saya hari ini" kata-katanya berlanjut, dan aku tak berniat untuk terus mendengarkan,
aku setuju.
Sebelum keluar, untuk kedua kali nya aku tetap meminta maaf untuk kesalahanku.
hatiku merasa tak nyaman,
bukan karna buk Anisa yang mengusirku dari pelajaran yang di cintainya,
benar,aku sangat senang jika -kimia- itu bisa di coret dari daftar mata pelajaran,
juga bukan karena di smester awal aku harus dua kali mendapat masalah dengan guru yang -galak-nya tak bisa di toleransi,
lebih ke-keadaan dirumah,
pikiranku masih disedot pada adegan tadi pagi sebelum berangkat kesekolah,
pertengkaran antara bang Ihsan dan kak Nissa membuat ku jadi remaja yang murung,
disatu sisi bang Ihsan yang menurutku melakukan kesalahan yang sepele,tapi di besar-besarkan kak Nissa,
disisi lain,aku tak mungkin menjadi kubu musuh untuk kak Nissa dengan membela apa yang disalah dan dituduhkan kak Nissa kepadanya,
bisa ku ingat dengan jelas,
wajah tak bersalah bercampur kecewa sebelum keluar dari pagar sekolahku,karna bang Ihsan lah tiap pagi mengantarkan ku kesekolah.
siapa yang bisa melupakannya,disaat kakakmu dan abang iparmu harus saling melempar cacian dan juga melempar panci,serta sepatu bertumit tinggi,
yang menjadi penghias bendolan di wajah sang suami,
ku kira medan akan selamanya menjadi tempat ku menuliskan cerita bahagia,
ternyata tuhan maha adil,dimana ada keindahan,tak lupa dia selipkan juga duka.
aku di dudukkan-Nya dikursi penonton untuk menyaksikan itu semua,
ternyata aku tak di izinkan hanya menonton.
harus juga terlibat.
ya,aku terlibat.
kak Nissa sempat menamparku saat aku membela bang Ihsan dan mencoba menengahi pertikaian mereka,
kak Nissa jadi kak Nissa yang berbeda,
tak lagi menatap sang suami dengan hangat,
tak lagi berbicara dengan sopan,dan tingkahnya,sungguh menjadi wanita kota yang mengerikan,
bukan hanya kali ini,bukan saat perkelahian ini saja sikapnya seperti ini,
tapi semenjak awal kehadiranku di rumah ini,
kak Nissa sudah bertingkah.
seperti,ketika kami makan siang dirumah setibanya aku dari riau minggu lalu,
kami harus rela menunggu satu setengah jam untuk makan siang bersama,
aku yang sebagai tamu dengan senang hati menunggu acara mengisi perut,meski aku belum makan seharian karna perjalanan dari riau ke medan sangat lah jauh,
dan bang Ihsan juga dengan sabar menunggu kak Nissa selesai berbicara lewat telepon dengan perut keroncongan,kebetulan aku mendengarnya,
mungkin dia sama laparnya seperti ku,
tahu kah kalian yang tak kalah membuatku tercengang?
dengan santai kak Nissa meninggalkan kami yang menunggunya untuk makan siang,
katanya dia ada tamu dari jakarta,bos tekstile yang menyediakan baju-baju yang ada di butiknya,
sekalian mengadakan makan siang bersama,
seenaknya kan?
mengabaikan adik yang jauh-jauh datang dari jauh,
dan suami yang keroncongan.
oke lah,aku bisa memakluminya,jika itu memang bagian dari pekerjaannya,
setidaknya,sebelumnya kan bisa menyuruh kami makan duluan tanpa harus menunggunya selesai bertelepon dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan maaf,atau berbasa-basi merasa tak enak hati karna tak bisa makan siang bersama,malah pergi begitu saja.
abah dan kak Nissa sama.
kesamaan yang begitu jelas,
tak punya empati,
itu lah yang menyebabkan mereka menjadi seteru bahkan sampai abah menutup mata,mereka juga tak urung damai.
buah jatuh tak jauh dari pohonnya,kini aku setuju dengan per-umpama-an itu.
"jangan melamun,bisa kerasukan nanti" seorang kakak kelas duduk disampingku,
matanya menerawang ke depan, seperti diisi sebuah pandangan yang membuatnya hanyut,
"kadang masalah bisa datang tanpa kita duga" kali ini wajahnya menoleh,
sebuah lengkungan bibir yang sedikit menarik keatas di berikannya untukku.
sangat menawan,karna dia memang tampan.
jika ingin dimention atau unmention,tolong di beri tahu ya,
soalnya aku tak tahu,mood pembaca kan bisa naik turun,
salam : dias
@blackshappire
@mustaja84465148
@adinu
@Tsu_no_YanYan
@reenoreno
@elul
@san1204
@alfa_centaury
@3ll0
@d_cetya
@rezadrians
@autoredoks
@Gabriel_Valiant
@kimo_chie
hadirr om firkha! belum baca crita ini tapi,hehe
@firkhafie
maaf,aku memang lupa ngasi tanda baca yang berkonotasi di situ, thanks ya typo-nya.
saran2 nya juga