It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
bukan itu Imt keknya yg dimaksud om firkha,
ada perbedaan sm post terakhir, postingan awal2 pake beberapa bahasa kias (agak nyastra maybe), mungkin masih mencari gaya nulis, postingan terakhir lebih nyantai gaya bahasanya.
cmiiw
sarannya, natural aja nulisnya.. pake gaya kamu sendiri daripada ntar belepotan malah ga pas.
setelah koma kasi spasi ya.
Btw sayang sekali itu prolognya, maksudnya mau dibuat flashback ya? padahal harusnya part itu bisa jadi klimaks yg mengejutkan pembaca nantinya.
Kalo mau pilih part buat flashback bisa yg lebih smooth tapi bikin orang penasaran. tapi udah terlanjur yaudah, lol
yg kumaksud di postinganku sebelumnya tu gaya bahasa dan pemilihan kata2mu yg ga konsisten, kadang formal, kadang nyablak
mungkin (skali lagi mungkin) krn salah satu gaya bahasa itu bukan gaya yg sering km pake tapi pengen km tampilkan ditulisanmu
jadi pas inget ato pas mood nya bagus, gaya bahasanya begitu
sementara pas lupa ato pas buru2 pengen ngepost, gaya bahasanya begini
coba deh baca ulang tulisanmu dari part 1 sampe yg terakhir secara berurutan, akan lebih mudah ngerasain perbedaannya
tapiiiii, di postinganku sebelumnya ak juga bilang mungkin itu hanya perasaanku aja makanya ak nyolek @yuzz yg kyknya lebih berpengalaman dalam mengkritisi tulisan
dan akhirnya, terserah km mau terima "kritikan"ku ini kyk gmn
klo bisa ambil positifnya utk menjadikan tulisanmu semakin bagus ke depannya ya sukur
klo ga mau trus malah marah2 ga jelas, ya terserah juga, toh tulisan2mu ini
yg pasti km tau lah ak ini temen kyk gmn
temen yg baik khan pasti pengen temennya semakin baik
(diihhh, males banget deh nganggep kita masih temenan *huh)
awal2 nyastra, trus nyablak, trus balik nyastra lagi
ttg prolog, udah baca JOKER nya Valiant Budi belum?
kirain prolognya (bab 1) itu satu rangkain kejadian berurutan
ga taunya kepecah jadi 2 kejadian yg sama skali ga berdekatan waktu terjadinya
tapi untuk awal2 nulis aja apa adanya gapapa, ntar pas dibaca ulang sendiri tau kok
*kecup mesra balik om @firkhafie
udahh yg punya kepribadian ganda itu kan, udah lama bgt, lupa bab 1 nya kek apa wkwk
mas @yuzz, aku dah nyiapin twist buat klimaksnya semoga gak ngecewain liatin hasil akhirnya. . .
ya selain tampan dia juga ramah,
itu menurutku, jika tidak, mana mungkin dia mau menghampiriku di sini,dikursi beton di bawah pohon.
"kenapa kau tak masuk?" sepertinya hari ini senyumnya sedang cuci gudang, di obral.
"buk Anisa" jawabku singkat, rasanya malas menyebut namanya, atau sekedar mem-bahas apapun tentangnya dan kimia.
"ohhh" paras putih itu sepertinya mengerti alasan kenapa aku disini, bagus lah, tak perlu ku jelaskan lagi bukan.
"kau yang dari riau itu kan?" keingin tahuannya mungkin cukup besar, sehingga mengabaikan estetika dalam perkenalan,
bahkan dia lupa bertanya namaku siapa.
"kenapa abang bisa tau?" tak perlu ku jawab pertanyaan atau pernyataannya kan, karna benar,asalku memang dari sana, mungkin sikapku sedikit frontal dengan langsung bertanya 'dari mana dia tau',
aku anak baru disini,
kegiatan ekskul juga hanya satu-dua yang ku ikuti, itu juga cabang yang tak terlalu populer,
siapa sih yang bisa mengenalku kecuali si culun rahmad dengan kaca mata besarnya dan selalu membawa lebih banyak cemilan di tas ketimbang buku pelajaran,
mungkin si rahmad juga tak akan mengenalku jika buk anisa tak 'memaksa' me-masangkan kami duduk dideretan meja kedua didekat jendela, meski si rahmad bertubuh besar itu sering bilang 'kau payah kali becakap,macam tak punya mulut,tak betah aku disini',tapi dia tetap duduk disampingku,entah karena memang masih ingin berteman denganku, atau takut pada perintahnya buk Anisa.
"kau satu-satunya murid yang berasal dari luar kota, kau juga tak ikut MOS kemaren kan?" kedua alisnya naik bersamaan,masih dengan senyum itu.
"oh ya di kalangan kelas 12 ipa satu,kau bisa dibilang terkenal,banyak kali yang becakap tentang kau" ada sedikit nada provokatif disana,
cenderung membuatku bangga dengan suara yang sedikit berat namun tetap terdengar riang.
sedikit aneh bukan?
jika aku di bilang terkenal?
aku tak aka heran jika rahmad si tambun mengenalku, atau se-isi ke las yang seruangan mengenalku,
tapi kalau anak-anak kelas lain?
kakak kelas?
bukan kah itu aneh, apa sebegitu populernya aku di 'al-fattah' ini.
"eh iya sampai lupa, kenalkan nama aku Rio, Rio Tampubolon lengkapnya" dengan tergesa di bersihkannya telapak tangan, seperti menepis debu atau apapun yang menempel disana,
seperti terlupa sesuatu yang penting tadi.
tangan itupun selanjutnya terulur, sedikit enggan aku menyambutnya.
"Dias Syahputra" tak pernah ku lihat orang se-tertarik dia saat berkenalan denganku, entah perasaanku saja, atau memang dia sengaja ingin mengakrabkan diri.
"se-populer itukah aku?" ku utarakan juga yang ada di benak ini, bahunya sedikit bergerak naik, dengan raut yang mengatakan 'mungkin' atau 'bisa jadi' ekspresi abu-abu bisa iya atau tidak.
Sebenarnya tanpa berkenalan juga aku sudah tau namanya, bisa ku lihat dari papan nama yang di kenakan nya.
mungkin perkenalan yang formal seperti ini akan mempersingkat hubungan perkenalan atau persahabat seseorang,
sebuah tradisi yang telah me-lumut, jika kau tak mengenal seseorang, maka kau diwajibkan untuk 'berkenalan' dengan menyebutkan nama, bersalaman dan sedikit mengayunkannya, seperti yang ingin ku lakukan kepada si tukang ojek yang bernama 'Ilham'.
Mungkin suasana disini yang sangat nyaman, atau kakak kelas ini -aku tahu dengan melihat simbol angkatan di lengan sebelah kirinya- yang sangat bersahabat, hingga ku putus kan sesi ramah tamah ini berlanjut.
"abang kelas berapa?" tuh kan senyum lagi, 'big sale' senyum sepertinya tak akan pernah 'sold out' hari ini,
telunjuk kanannya mengarah ke lantai dua sebuah ruangan didekat lab komputer, kelas dua belas ipa satu.
"bukannya tadi sudah aku bilang kan? kau tak mendengarkan?" kapan dia mengatakannya, sepertinya aku belum mengulang pertanyaan, ini baru pertanyaan pertama kan?
"kapan abang bilang? aku juga belum tanya kan?" kini deretan giginya menyapa, seperti sedang melihat iklan pasta gigi di televisi,putih, bersih.
"aku sudah bilang tadi dias syah putra,kau lagi terkenal di kelas ku" seusai dia menjelaskan,
wajah itu kembali me-riang, terdengar sedikit tawa yang menjadi penutup kata-katanya.
oh ya, belum pernah ada yang menyebutkan namaku selengkap dia.
sepertinya ada yang meremang di dada ini.
Tanpa sadar sosoknya begitu ingin ku amati,
teman baru ku ini begitu mudahnya membuka pembicaraan denganku,
padahal aku tergolong sulit dalam bersosialisasi, bahkan dengan keluargaku sendiri,
contohnya bang Ihsan, sewaktu awal aku tiba dirumah, kami bisa berdiam diri tak berbicara,
aku sempat menyalah 'setan kriuk' yang bersemayam diruang keluarga, tapi aku tersadar bahwa akulah yang membuat semua orang terlihat begitu sukar untuk berbaur denganku.
dan anehnya itu semua tak berlaku padanya.
Mataku terus mengamati,
akhirnya berhenti di pergelangan tangan.
sebuah gelang tali yang berlambang 'yin yang' terikat rapi disana, berbahan dasar benang yang dijalin rapi dan lambang dua warna itu sepertinya terbuat dari kayu atau batok kelapa mungkin.
"ini pemberian seseorang" sepertinya dia tahu aku sedang memperhatinya,
matanya menerawang.
"dia baik,dia juga sayang sama aku" wajahnya menoleh lagi,
kali ini sedikit suram, mungkin si pemilik gelang orang yang sangat penting dihidupnya, sehingga semua orang ingin ia beritahu walau orang-orang tak ingin tahu.
Seperti aku, aku tak bertanya tapi dia mencoba meng-eja kata yang di kutip dari kenangan orang tersebut untuk di perjelas meski jelas-jelas aku masih meraba hal apa yang ada dibalik gelang, dia, dan si pemilik gelang.
"pasti orang yang abang sayang kan?" dia meng-angguk, oh sayangnya raut itu semakin membuatnya terlihat berduka, sams seperti dukanya bang Ihsan pagi ini.
kenapa harus kulihat dua wajah pria yang baik seperti mereka dalam bingkai kelam itu.
"maaf bang aku tak bermaksud. . ." kata maaf ku terpotong begitu saja,
"tak apa" anehnya dia kembali bersemangat, duka itu seperti tak pernah ada, dia berdiri, bergegas membuka gelangnya dan memberikannya padaku.
"untuk kau saja, ku rasa pemiliknya juga akan senang kalau kau pakai" oh Rio, kau semakin aneh saja.
"tidak bang, aku tak bisa menerimanya, itukan pemberian orang, apalagi orang yang abang sayang" penolakanku disambut sedikit paksaan.
"entah kenapa perasaanku bilang harus kasi gelang ini sama kau, aku juga tak tau alasannya kenapa, tapi ku harap kau bisa menerima gelang ini" gelang yang di pegangnya telah berpindah tangan,
sejenak ku merasa terlalu istimewa untuk pemberiannya, bukan saja mendapat pemberian gelang yang bagus, tapi juga seperti ada sesuatu sejarah di gelang ini, dan bang Rio sepertinya ingin berbagi denganku tentang latat belakangnya, itu alasan yang utama yang menjadi alasan hati ini merasa senang.
"terima ya, anggap saja ini cindera mata untuk persahabatan kita" tutupnya sebelum berlalu dari hadapku.
di depan halaman sekolah dia di jeput seseorang,
berdiri di samping motor, seperti sosok yang tidak asing,
mereka berdua naik ke motor dan berboncengan, kali ini bang Rio lah yang menjadi supir, orang tersebut memeluk pinggang bang Rio erat.
Oh iya dia kan ilham si tukang ojek. . .
jika ingin dimention atau unmention,tolong di beri
tahu ya,
soalnya aku tak tahu,mood pembaca kan bisa naik
turun,
salam : dias
@blackshappire
@mustaja84465148
@adinu
@Tsu_no_YanYan
@reenoreno
@elul
@san1204
@alfa_centaury
@3ll0
@d_cetya
@rezadrians
@autoredoks
@Gabriel_Valiant
@kimo_chie
@bodough
@rezka15
mnurut ts, yg naik turun tu mood pembaca ya, bukan mood penulis
entah itu gaya bahasa yang sastra atau ngocol sekalipun ada penikmatnya masing2.. aku pribadi suka gaya bahasa sastra(aku gak bisa () biasanya lebih menyentuh..
lanjutkan