BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Cinta Kecil untuk Chris

18911131425

Comments

  • iya, bingung jawabnya kalo udah di tanya pacar :(
  • Hiruma wrote: »

    @d_cetya puk puk puk #peluk

    eh aku ko' gak tau yg ini ya, tapi makasih ya @hiruma udah mau meluk aku *lap ingus

    tapi,,tapi yg kali ini jauh lebih nyakitin :'( mungkin kelihatannya memang sweet tapi hati mereka pasti nangis :'( :'( :'(
  • Sweet..

    @Fuumareicchi makasiih ;)
  • d_cetya wrote: »
    Hiruma wrote: »

    @d_cetya puk puk puk #peluk

    eh aku ko' gak tau yg ini ya, tapi makasih ya @hiruma udah mau meluk aku *lap ingus

    tapi,,tapi yg kali ini jauh lebih nyakitin :'( mungkin kelihatannya memang sweet tapi hati mereka pasti nangis :'( :'( :'(

    #PelukLagi
  • peluk balik @hiruma :X
  • @d_cetya aku gtw mw komen gmn. aku blm pernah ngalamin hal itu. cuma bisa peluk.
  • Lanjutt
  • lebih baik gak usah ngalamin sekalian, nyesek tau gak :(
    ntar kalau km kyak gtu juga terus siapa yg meluk aku :( *mewek lagi
  • Titip mention yah... Ku suka banget bacaan ini.
  • edited May 2014
    @d_cetya bukan gtu mksd aku. aku gbsa komen karena aku gbsa merasakan hal itu. karena aku suka pria bukan untuk mencari pacar, tapi untuk mencari sosok seorang ayah.

    i always be here to hug you
  • =(26)=


    - Pada setiap pertemuan, ada sebuah perpisahan, sebagai sebuah ketetapan, dari pemilik kehidupan. -

    Kami terengah-engah karena apa yang baru saja kami lakukan. Dapat kulihat Chris tampak sedikit kelelahan meskipun masih memegang guling di tangannya.

    "Sudah! Cukup!" Aku mengangkat satu tanganku ke arahnya. "Aku capek." Aku segera menjatuhkan diriku terlentang dan berusaha mengatur nafas kemudian.

    Chris tertawa penuh kemenangan melihat kondisiku, kemudian aku dapat merasakan dia ikut jatuh terlentang di sebelahku. Kudengar suara nafasnya yang memburu dengan sangat jelas.

    "Fiuh.." Chris meniup nafasnya beberapa kali. "Ternyata kayak gitu bisa capek juga ya."

    Aku tidak menjawab, masih sibuk mengatur nafasku sendiri. Kamipun kembali terdiam beberapa saat.

    "Hei," aku cukup kaget, karena wajah Chris muncul begitu saja di dekat wajahku. "Aku senang bisa melihatmu tertawa seperti ini." Chris tampak menopang wajahnya yang berkeringat dengan satu tangannya.

    "Ha.. Ha.. Ha.." Aku mengeja tawaku.

    Chris hanya tersenyum dan terus memandangiku. Ada keringat bening yang mengalir di kening dan dahinya yang bersih. Demikian juga bagian atas bibirnya tampak basah oleh butiran-butiran keringat, itu membuatnya semakin terlihat menarik.

    Alam bawah sadarku menggerakkanku untuk membalikkan badan ke arahnya, dengan hati yang dipenuhi getaran-getaran yang terasa aneh, kuulurkan tanganku untuk mengusap dahinya dengan bagian belakang telapak tanganku. Setelah itu kusapukan halus ibu jariku di keningnya yang basah. Chris memejamkan mata membiarkan semua yang kulakukan padanya.

    Namun saat tanganku yang gemetaran bergerak ke arah bagian atas bibirnya, dia mengelak dan menjauhkan kepalanya. Segera di saat yang sama aku tersadar dengan apa yang baru saja aku lakukan. Aku menarik kembali tanganku secepatnya.

    "Maafkan aku, Chris." Aku dapat mendengarkan suaraku yang pelan dipenuhi rasa gugup dan malu.

    "Bagian yang ini bukan untuk tanganmu." Chris tersenyum memandangiku. "Boleh minta bagian lain yang mengusapnya?" Mata Chris yang tersenyum terlihat sangat nakal saat kutahu dia kembali sedang menggodaku.

    Aku mengerutkan keningku, sebelum akhirnya dapat memahami apa yang dimaksudkannya.

    "Oh," aku tersenyum seolah-olah sama sekali tidak mengerti keinginannya. "Mau pakai kaki?"

    Chris tertawa, kemudian mengusap sendiri bibirnya dan merebahkan kembali tubuhnya di sampingku, meletakkan kepalanya tepat menempel dengan kepalaku.

    Kami kembali terdiam untuk sesaat, dan dapat saling mendengar nafas kami masing-masing.

    "Saat ini aku benar-benar bisa mengerti, kenapa kamu selalu berhati-hati." Chris berkata lembut. "Dan aku tidak akan bisa berbuat lebih baik darimu, saat takdir memposisikanku dengan kondisi seperti kondisimu."

    "Sepertinya ini akan kembali menjadi pembicaraan yang serius," pikirku. Aku tidak ingin menjawab, hanya terdiam.

    "Tetapi menurutku, kamu terlalu keras dengan dirimu sendiri. Cobalah sedikit memberi kebebasan untuk dirimu sendiri."

    Aku hanya ingin mendengarkan saja kali ini. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutku saat ini.

    "Mungkin kamu perlu mengunjungi beberapa tempat di tanah jauh?"

    "Apa? Tanah jauh?" Sejujurnya aku baru saja mendengar istilahnya itu.

    "Maksudku, pergi ke tempat-tempat yang jauh." Chris menjelaskan.

    "Buat apa?" Aku bertanya. "Buang-buang uang saja!"

    "Ya supaya kamu tahu, kalau dunia ini luas. Dan batasan yang kamu buat, hanya berlaku untuk dirimu sendiri."

    "Aku tidak membuat batasan apapun." Aku membantah dan merasa tidak membuat batasan apapun.

    "Sudah, deh. Mulai lagi kita berdebat." Chris mengetukkan kepalanya ke kepalaku.

    "Aku tidak sedang berdebat, kok." Aku tetap menjawabnya.

    "Nah, kan.. Sudah, berhenti! Jangan menjawab!" Chris seolah ingin menghentikan ini.

    Aku pun terdiam beberapa saat.

    "Suatu saat, aku ingin mengajakmu ke Paris." Chris tiba-tiba kembali melontarkan ide gilanya.

    "Paris?" Aku setengah bengong, tidak meyakini apa yang baru kudengar.

    "Yap, Paris."

    "Paris van Java?" Aku tertawa kecil.

    "Paris beneran lah." Dia tampak serius. "Yang ada menara epelnya."

    "Epel?" Aku kembali tertawa. "Eiffel kaliii."

    "Apalah arti sebuah nama?" Dia membela dirinya.

    "Salah nama bisa salah alamat lah." Aku tetap mendebatnya.

    "Halah. Emangnya kamu tukang pos?" Dia tidak mau kalah sama sekali.

    "Ah, suka-suka deh." Aku akhirnya menyerah. "Lagian, kenapa mesti ke Paris?" Aku ingin tahu alasannya.

    "Paris itu kan kota cinta."

    "Kata siapa gitu?"

    "Kata orang-orang lah."

    "O.."

    "Masih banyak sih yang lain."

    "Ada yang deket?" Aku tersenyum mengikuti khayalannya. "Yang bisa jalan kaki dowang gitu?"

    "Ada." Dia memandangku dengan mata berbinar.

    "Di mana?"

    "Di hatimu." Dia tertawa senang bisa menjebakku.

    "Palsu!" Aku meniup wajahnya, dia memejamkan mata karenanya.

    Sesaat kemudian kami kembali tertawa dengan obrolan yang tidak berguna ini.

    "Chris, keretamu jam berapa?" Aku bertanya tiba-tiba teringat bahwa dia harus pulang sore ini.

    "Lupa," Chris menjawab seasalnya. "Sekitar jam tujuh lah.

    "Sekarang jam?"

    "Empat kurang sepuluh." Chris menunjukkan jam tangannya.

    "Pasang alarm jam enam ya." Aku seolah memerintahnyan, kemudian memejamkan mata.

    Tidak lama, sampai aku merasakan sebuah kecupan basah mendarat di pipi kananku. Secara spontan aku segera menghindari bibirnya yang basah.

    "Chris!" Aku setengah berteriak.

    "Apa?" Dia tertawa penuh kemenangan. "Tadi aku sudah minta selain tangan kan?"

    "Huh." Aku mendengus.

    Ga suka? Sini balikin," dia memberi isyarat ke pipi kirinya.

    "Halah." Aku segera membalikkan badanku membelakanginya. Dia terdengar masih tertawa beberapa saat kemudian, sebelum suasana kembali terasa hening. Aku hanya bisa diam, saat merasakan tubuhnya yang hangat menempel di bagian belakang tubuhku setelah itu.

    Aku kembali tenggelam dalam lamunanku sendiri. Bagaimanapun, ada bagian hatiku yang tetap merasa gundah. Gundah tentang apa yang orang tua kami inginkan. Ibu Chris jelas-jelas memintaku untuk menjauhi anaknya, sementara Ibu dan Bapak jelas-jelas memintaku untuk segera menikah, dan tentu saja mereka tidak sedang menyuruhku menikah dengan Chris! Aku hanya bisa menarik nafas panjang saat mengingat semua bagian ini.

    Tetapi di sisi lain, hatiku cukup bahagia dengan semua kejahilan Chris hari ini. Dan puncaknya adalah kecupan basah tadi yang benar-benar membuatku merasakan perasaan yang bercampur menjadi satu. Ada suka, ada malu, ada bahagia.

    Untuk beberapa saat, kepalaku terus saja memutar ulang adegan itu, dari berbagai sudut aku bisa membayangkannya. Kupejamkan mataku sambil tersenyum-senyum sendiri menikmati momen yang baru saja terjadi. Memori yang indah ini semakin terasa kuat, dengan menjalarnya rasa hangat dari tubuh Chris yang kurasakan dari bagian belakang tubuhku. Semakin kuat dan mampu mengalahkan kegundahan di hatiku. Atau setidaknya, memori ini ditambah kehadiran Chris di dekatku, mampu membantuku untuk tertidur dengan hati yang damai.

    ***

    Suara ketukan pintu dan suara adikku yang memanggil-manggil namaku, menarikku dari alam mimpi yang indah kembali ke dunia nyata. Aku membuka mataku perlahan, dan dapat mendengar dengan jelas suara ketukan pintu yang masih terus berlangsung.

    Sesaat kemudian, aku menyadari ada hangat yang melingkar di perutku dan menempel memberati kakiku. Ternyata Chris sedang memelukku dari belakang!

    Satu tangannya menyusup melingkari perut bagian bawahku, sementara satu kakinya menumpang di atas kedua kakiku. Hembusan nafasnya yang hangat terasa teratur menerpa bagian punggungku.

    Suara adikku kembali terdengar dari balik pintu. Aku memaksakan diri untuk segera bangkit, melepaskan pelukan Chris tanpa membuatnya terbangun sama sekali. Dia tampak begitunya lelap.

    "Yaa.. Sebentar." Aku segera menjawab dan beranjak menuju pintu. Kubukakan pintu kamarku yang ternyata tidak terkunci sama sekali.

    "Astaga, Chris! Untung adikku tidak langsung masuk begitu saja." Aku bersyukur dalam hati, seolah baru saja terselamatkan dari sesuatu yang buruk.

    "Kak, kamu ketiduran ya?" Adikku langsung bertanya saat melihat tampilanku. Dan sesaat ketika matanya menangkap sosok Chris yang sedang tergeletak tidur, dia langsung menutupkan tangannya ke mulut.

    Aku menoleh ke arah Chris sebentar, dan tersenyum kecut ke arah adikku. "Iya. Ketiduran sama anak itu." Aku menjawab dalam hati. Sementara kepalaku hanya mengangguk pelan.

    "Ibu memintaku mengingatkanmu. Katanya Oppa mau pulang sore ini, takutnya ketinggalan kereta." Adikku setengah berbisik, dan masih saja memanggil Chris dengan panggilan Oppa.

    Aku menarik nafas panjang, mengumpulkan semua kesadaran. "Ok, makasih ya, De. Aku akan minta dia siap-siap dulu."

    Adikku tersenyum lebar, melirik ke arah Chris sebentar sebelum dia berlalu saat aku kembali menutup pintu.

    Chris tampak tertidur dalam posisi menghadap ke arah kiri. Aku menariknya dari belakang, mengubah posisinya menjadi terlentang. Sebentar kupandangi wajahnya yang sedang terlelap. Tetap terlihat menarik bagiku.

    Mataku kemudian terfokus pada bibir dan bagian atasnya yang ditumbuhi bulu sangat halus. Bagian wajahnya yang paling menari. Aku tersenyum, mengingat kembali kecupan basahnya tadi.

    Kuulurkan tanganku mengambil tangan kirinya, dan melihat ke jam tangannya. Pukul enam sore lewat 30 menit.

    "Astaga!" Lagi-lagi aku merasa kaget. "Kenapa aku tidak mendengar suara alarm apapun? Jangan-jangan anak ini memang tidak pasang alarm?" Aku membatin.

    "Hei, Chris!" Aku mengguncang-guncang badannya. "Ayo bangun! Nanti kamu bisa ketinggalan kereta!" Aku setengah berteriak.

    Chris segera merespon, membuka mata dan bangkit duduk dari tidurnya. "Jam berapa memangnya sekarang?" Dia segera mengecek jam tangannya. Bisa kulihat ekspresi kagetnya setelah dia mengetahui jam berapa saat ini.

    "Makanya." Aku mulai mengomelinya, "tadi kan aku sudah minta kamu pasang alarm!"

    "Aku lupa.." Chris sambil buru-buru bangun dari tempat tidur dan menuju pintu.

    "Mau kemana kamu?" Aku bertanya.

    "Aku ke kamar mandi sebentar ya?" Dia langsung berlalu begitu saja sebelum aku menjawab. Aku hanya menarik nafas melihatnya menghilang dari balik pintu.

    ***

    "Aku tidak terlalu suka, untuk memikirkan kemungkinan apa yang akan terjadi di esok hari. Itu melelahkan, dan terkadang malah menakutkan."

    Kami terdiam. Tetapi suasana tetap terdengar ramai, karena saat ini kami berada sudah di stasiun. Untunglah ternyata jam keberangkatan kereta yang akan ditumpangi Chris adalah jam tujuh lewat lima puluh menit. Sehingga kami masih punya cukup sedikit waktu.

    "Aku juga tidak suka mengenang masa lalu, itu lebih sering membuat hati menjadi sedih dan menyesal." Chris meneruskan. "Jadi kupikir, yang selalu harus dilakukan adalah berbuat yang terbaik untuk saat ini, mensyukurinya, menikmatinya."

    Chris tampak menoleh ke arahku. "Bagaimana menurutmu?"

    Aku merapatkan kedua bibirku, mendengarkan apa Chris katakan. "Itu tidak akan mudah, Chris."

    Chris tidak menjawabku dan hanya menarik nafas. Kami terdiam, membiarkan suara pengumuman dari dalam stasiun bergema mengalahkan suara lainnya.

    "Bisakah?" Chris kembali berucap setelah suara pengumuman selesai. "Mulai hari ini, kita nikmati saja apa yang sedang terjadi, tanpa perlu memikirkan apa yang sudah terjadi, tanpa perlu mengkhawatirkan apa yang belum terjadi?" Chris mengucapkannya seolah begitu dekat di telingaku.

    Aku menatapnya sejenak. Kemudian tersenyum dan mengangguk setuju, demi menyenangkannya untuk semua yang telah dia lakukan padaku.

    "Janji ya?" Chris membalas senyumanku dan menempelkan telapak tangannya di dada sebelah kirinya.

    Aku tidak menjawab, hanya tersenyum untuk sengaja menggodanya, kemudian memalingkan wajahku darinya. "Dia pasti akan segera memaksaku untuk berjanji," aku menebak.

    "Hei!" Chris menarik tubuhku agar kembali menghadapnya. Aku spontan melepaskan tangannya dari tubuhku.

    "Chris!" Aku memberinya isyarat untuk tidak terlalu banyak menyentuhku di tempat umum seperti ini.

    Dia tampak tidak sabar. "Ayo! Berjanjilah!" Dia berkata pelan tapi dengan penekanan. "Cepat, waktuku tidak banyak!"

    "Iya.. Aku janji." Aku menyerah.

    "Mana? Janji kok cuma dibibir gitu!" Chris seolah tidak menganggap janjiku, tanpa gerakan yang seperti dia lakukan.

    Aku merapatkan kedua bibirku dan menelan ludahku. "Aku janji." Kugerakkan tanganku dan kutempelkan telapak tanganku di dada sebelah kiriku. "Puas sekarang?" Aku sengaja tersenyum dipaksakan kepadanya.

    "Nah, aku tenang sekarang. Ayo antar aku masuk sekarang!" Chris bangkit lalu berjalan menuju pintu masuk stasiun.

    Aku menggeleng-geleng sambil tetap mengikutinya dari belakang.

    Setelah proses pemeriksaan tiket, Chris malah terlihat berbalik ke arahku. Dia kemudian berusaha menarikku ke dalam pelukannya, tetapi aku segera mengelak menghindarinya.

    "Ayolah?" Chris merajuk setengah berbisik padaku. "Kamu sudah berjanji, kan?"

    "Hah?" Aku membelalakkan mataku padanya. "Jadi ini yang kamu maksud dengan menikmati apa yang sedang terjadi?" Aku setengah berbisik juga.

    Chris mengangguk dan tersenyum mesum. Aku tidak berkata apapun, hanya kedua tanganku bereaksi segera membalikkan badannya dan mendorongnya ke pintu masuk. "Hati-hati." Aku berkata pelan.

    Pandangan beberapa orang di sekitar kami dengan apa yang kami lakukan sejujurnya membuatku merasa jengah. Chris tampak cemberut di dalam sana setelah melewati pintu masuk, dia tidak bergerak dan masih memandangku.

    Aku memberinya isyarat untuk tersenyum, dengan meletakkan ibu jari dan telunjuk di pipiku. Agak lam, sebelum akhirnya dia tersenyum dan melambaikan tangannya, kemudian segera berlalu.

    Aku terus memandangi kepergiannya sampai dia menghilang di balik tembok dalam stasiun. Rasa sepi langsung menyergap hatiku sesaat kemudian. Rasa sepi yang secara perlahan datang disertai dengan kerinduan. Kuletakkan tanganku di dadaku yang tiba-tiba terasa begitu sesak. Kutarik nafas panjang dan kupejamkan mataku sejenak, mencari kekuatan untuk melawan ini semua.

    "Tuhan, aku titip Chris ya? Aku tidak bisa menjaganya sekarang, karena itu tolong jaga dia untukku, ya? Sayangi dia, Tuhan. Karena aku sangat menyayanginya." Aku sertakan doa untuk Chris, dalam hatiku yang terasa sangat gundah saat ini. Inikah perpisahan yang selama ini selalu aku takutkan?
  • duh @hiruma, come to papa, sini papa peluk!
  • i love chris
Sign In or Register to comment.