It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
- Apa yang paling lebih menggelisahkan dari pada menunggu, tentang sesuatu yang kebenarannya pun kamu masih ragu. -
Aku memandangi langit-langit dengan tatapan kosong. Tanpa terasa malam sudah semakin larut, tetapi aku belum juga bisa tertidur. Baru beberapa jam saja berpisah, hatiku sudah begitu merindukan Chris. Ini lebih dari yang biasanya aku rasakan.
"Chris," aku seolah berbisik kepadanya, seakan-akan dia ada di dekatku. "kamu sudah sampai kah?" Aku menarik nafas panjang, melawan rasa gelisah di hatiku karena tidak bisa menghubunginya.
Dan ini semua karena handphone ku memang tertinggal di apartemen. Dan lebih parahnya lagi, aku tidak terlalu hapal dengan nomornya, sehingga aku pun bahkan tidak bisa sekedar meminjam handphone adikku untuk menelponnya.
"Jadi bagaimana caraku, untuk sekedar memastikan apakah kamu sudah sampai dengan selamat, Chris?" Aku kembali berbisik halus, sambil memejamkan mataku.
Aku membolak-balikan tubuhku mencoba berbagai posisi tidur, berharap aku bisa menemukan posisi yang nyaman, agar aku bisa segera tertidur. Tetapi sampai saat ini, usaha kerasku belum juga membuahkan hasil.
Kegelisan dan kesepian terus menerus menghujani hatiku yang kian terasa tidak nyaman. Ditambah lagi dengan suasana kamar yang semakin malam semakin hening, benar-benar membuat rasa kesepian semakin menjadi-jadi di hatiku. Dan akibatnya kerinduanku kepada Chris pun semakin bertambah.
"Tuhan, tolong aku. Apa yang harus kulakukan sekarang?" Aku menjerit dalam hati setengah putus asa melihat kondisiku saat ini.
Aku kemudian mencoba untuk duduk sejenak, menarik nafas panjang beberapa kali. "Aku harus memikirkan bagaimana caranya melewati malam ini. Aku pasti bisa! Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah bertahan. Aku tidak perlu melawan, aku hanya perlu bertahan." Aku menyemangati diriku sendiri.
"Ok. Untuk bisa melewati malam ini, untuk bisa bertahan, sebenarnya akan lebih mudah kalau kamu tertidur. Waktu akan berjalan begitu saja, dan kamu akan terbangun esok hari dalam kondisi yang lebih baik. Mudah bukan? Hanya dengan tidur." Aku mulai berbicara pada diriku sendiri.
"Masalahnya, sekarang aku tidak bisa tidur. Jika itu bisa kulakukan, pastilah aku sudah bisa tertidur dari tadi."
"Kenapa tidak bisa?"
"Tidak tahu pastinya. Hanya saja seperti ada rasa tidak nyaman, yang menghalangiku untuk bisa terlelap."
"Rasa tidak nyaman seperti apa?"
"Semacam kecemasan. Mungkin juga kesepian."
"Apa yang kamu cemaskan? Dan Kenapa kamu merasa kesepian?"
"Aku tidak tahu pasti." Aku menarik nafas panjang."Mungkin karena sekarang aku memang sedang sendiri. Dan tidak bisa berhenti memikirkan Chris. Aku ingin dia ada di sini saat ini. Itulah yang bisa membuatku tenang!"
"Tunggu dulu." Aku berpikir sejenak. "Itulah syarat yang kau buat sendiri kan? Syarat yang hampir mustahil kamu penuhi malam ini."
Aku terdiam. Mungkin benar, aku memposisikan diriku sendiri pada posisi yang sulit, dengan menetapkan syarat yang memang sulit untuk bisa kupenuhi.
"Pikirkanlah baik-baik. Apakah syaratmu itu benar? Lagi pula apa yang salah dengan sendiri? Bukankah kalau kamu tertidur, toh kamu tidak menyadari kamu sedang di mana? Kamu tidak memerlukan siapapun untuk bisa tidur."
"Hmm.. Aku tidak bisa bilang aku setuju. Rasanya sekarang berbeda, aku.. Aku terbiasa dengan kehadiran Chris." Aku menarik nafas panjang. Ya mungkin itulah pembedanya. Dulu aku terbiasa sendiri, sekarang aku terbiasa ada Chris.
"Ok. Berarti, ini semua hanya karena masalah kebiasaan. Ya, kan? Karena sebenarnya dulu juga kamu terbiasa sendiri, dan kamu tidak merasa kesepian seperti ini kan?"
"Iya sih.. Tapi susahnya sekarang aku sudah terbiasa dengan kehadiran Chris.."
"Seberapa terbiasa? Apakah kamu tidak ingat lagi caranya menjalani kesendirian tanpa perlu merasa kesepian? Ingatlah baik-baik."
"Hmm.." Kubiarkan anganku kembali ke masa lalu, ke masa di mana aku belum mengenal Chris. Tidak ada yang istimewa, tetapi aku bisa merasakan bahwa semuanya berjalan baik-baik saja. "Aku bisa mengingatnya sekarang." Aku seolah mendapat pencerahan.
"Kalau begitu marilah kita ke masa itu."
"Tetapi bagaimana dengan bayangan Chris? Bagaimana dengan keinginanku supaya Chris ada di sini?"
"Pertanyaannya adalah apa yang salah dengan bayangan Chris? Seperti yang dia katakan, nikmati saja. Bukankah menyenangkan membayangkan orang yang kita sukai."
"Nikmati? Bagaimana caranya?"
"Tidak usah dilawan. Ikuti saja, biarkan saja mengalir."
"Tidakkah itu akan menambah dalam rasa sepi ini?"
"Kenapa merasa sepi? Bukankah justru seperti kamu tidak lagi sendiri? Kan ada bayangan Chris yang menemanimu."
"Hm.. Iya juga sih. Tapi bagaimana dengan keinginanku supaya Chris ada di sini?"
"Kenapa dia harus di sini?"
"Ya.. Aku ingin saja dia ada di dekatku."
"Ok. Tapi apakah harus seperti itu? Apa kamu yakin ada bedanya, antara dia di sini dengan dia tidak di sini? Bukankah kamu juga selalu menjaga jarak darinya saat dia ada di dekatmu?" Aku terus menyerang semua keraguanku sendiri.
Aku tidak bisa menjawab. Benar sekali, aku toh selama ini tetap menjaga jarak darinya. Jadi kenapa aku harus memaksakan Chris untuk ada di sini sekarang? Bukankah itu sangat egois sekali?
Semua pertanyaan dan jawaban yang aku ungkapkan dalam hatiku, kurasakan mengurangi cukup banyak tekanan dalam hatiku. Mungkin setidaknya karena aku mengalihan perhatiannya.
Ide pun mengalir begitu saja. Kuletakkan sebuah guling secara membujur, dan kutidurkan badanku menempel membelakangi guling.
"Cobalah pikirkan bahwa Chris masih ada di sini, persis seperti ini kan kondisi tadi siang? Dia tertidur di belakangmu. Jadi tenanglah, dan tidurlah sekarang." Bisikku halus pada diriku sendiri, sambil memejamkan mata. Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri, bahwa Chris benar-benar tertidur di belakangku. Kuucapkan rasa syukur berkali-kali sambil kucoba juga untuk tersenyum.
Aku hadirkan kehangatan yang kurasakan tadi siang, saat Chris ada di sini. Itu benar-benar bukan hal yang mudah. Tetapi itu cukup membantu, karena meski butuh waktu yang lama, kabar baiknya malam ini aku akhirnya bisa juga tertidur.
***
Aku melangkah memasuki kamar apartemenku dengan terburu-buru. Waktu, meskipun terasa berjalan lebih lambat dari biasanya, tetapi terus saja berlalu. Saat ini akhirnya aku sudah kembali ke apartemenku.
Aku cukup antusias dan tidak bisa lagi bersabar untuk segera menelpon Chris, dan mendengar suaranya. Hatiku berdebar kencang saat aku mencari handphoneku. Handphone itu lagi-lagi kutemukan di bawah selimut.
"Ah, mati!" Aku mengeluh dalam hati. Aku lagi-lagi mesti bersabar menunggu untuk mengisi baterai handphone ku beberapa menit, sebelum bisa menghidupkannya dan menggunakannya untuk menelpon Chris.
Sepuluh menit saja rasanya begitu lama, meski akhirnya berlalu juga. Aku benar-benar dikuasai emosi yang menggebu, ingin segera bisa menghubungi Chris. Segera saja kupaksakan untuk menyalakan handphoneku yang baru sepuluh menit saja aku charge.
Beberapa saat setelah handphone kunyalakan, tampak masuk sebuah sms. Sesuai dugaanku sms itu dari Chris.
"Aku sudah sampai. Kamu sudah tidur?"
"Hanya itu?" Hatiku bertanya. Sms ini terkirim kemarin malam di waktu yang hampir sama dengan hari ini. Aku tidak membalas, dan lebih memilih menelponnya sekarang.
Namun aku benar-benar sangat kecewa karena aku langsung mendengar nada mailbox. Aku pun buru-buru menutup panggilan ku itu.
"Chris! Kenapa mailbox sih?" Aku mengeluh dalam hati. "Kemana kamu?"
Setelah berpikir sejenak, aku segera kubalas smsnya. "Aku juga sudah sampai, lagi apa?"
Aku menunggu status pengiriman dengan rasa cemas. Tapi setelah beberapa menit berlalu, tidak ada sama sekali status yang masuk. Kecemasanku pun semakin bertambah.
"Apakah dia sengaja mematikan handphonenya? Atau handphonenya memang mati dengan sendirinya? Ah, Chris! Please.." Aku lagi-lagi mengeluh.
Aku merasa benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Tidak ada ide, aku tidak tahu harus bagaimana saat ini. Satu hal yang pasti, hatiku semakin merasa cemas dengan apa yang sedang terjadi.
"Apakah Chris benar-benar sudah pergi dari hidupku." Rasa cemas kini mulai berubah menjadi sebuah ketakutan.
"Tuhan, kumohon.. jangan sekarang." Aku memejamkan mata dan berdoa dalam hati. "Aku benar-benar belum siap.." Aku seolah merintih dalam hati lalu terduduk bersandar ke tempat tidur.
"Tenang.. Tenang.. Tenang.. " Kuucapkan berkali-kali seperti mantra. Kuatur nafasku dalam-dalam.
"Sekarang sudah terlalu larut." Aku kembali berusaha menghibur hatiku yang terasa mulai kesakitan dengan apa yang terjadi. "Tidurlah. Kamu hanya perlu bertahan malam ini, itupun bisa kamu lalui dalam tidurmu. Besok saat kamu terbangun, Chris pasti datang menjemputmu."
Malam ini aku kembali mencoba untuk tidur dengan cara yang sama seperti kemarin malam. Tentu saja kali ini lebih sulit dari kemarin, tetapi aku terus mencoba dan tidak ingin menyerah begitu saja.
***
Entah jam berapa saat akhirnya aku bisa tertidur semalam, tetapi aku bersyukur setidaknya pagi ini aku bisa bangun tepat waktu. Rasa kantuk dan lelah masih sangat terasa di tubuhku, tetapi aku tetap memaksakan diri untuk segera bangun.
Lagi-lagi ada perasaan antusias dalam hatiku, mungkin lebih tepat jika kusebut sebagai sebuah harapan yang besar. "Chris pasti menjemputku pagi ini. Rasa rindu ini akan segera terobati. Aku hanya perlu bertahan beberapa saat lagi saja!" Aku mengepalkan tanganku, menyemangati diriku sendiri.
Setelah selesai berpakaian dengan rapih, aku kembali mulai gelisah karena ternyata belum ada tanda-tanda Chris akan datang. Aku kembali mencoba menelpon Chris namun masih tetap masuk mailbox. Setelah aku cek kembali, ternyata smsku semalam pun masih belum ada status pengirimannya.
"Chris?! Kamu di mana sih?" Aku kembali mengeluh.
Aku kemudian memandangi jam di atas mejaku. "Aku bisa terlambat kalau tidak berangkat sekarang." Aku mondar mandir di depan pintu kamar.
"Sudahlah," aku menarik nafas panjang dan mengambil keputusan meskipun terasa berat. "Aku berangkat sendiri saja. Nanti kan bisa ketemu di kantor? Daripada kamu telat."
Aku memantapkan hati memutuskan untuk segera berangkat menuju kantor. Ya, kali ini aku harus kembali berangkat sendiri. Segera kuraih tas, lalu bergegas pergi menuju kantor.
- Aku tetap saja merindukanmu, meskipun aku sudah berada di dekatmu. -
Setibanya di kantor, meja Chris adalah yang pertama kali aku datangi. Tetapi meja itu masih tampak kosong.
"Tuhan, di mana sebenarnya Chris? Apa dia baik-baik saja?" Kurasakan banyak rasa negatif bercampur menjadi satu dalam hatiku. Ada cemas, ada khawatir, ada takut, ada bingung. Dan aku kembali tidak tahu harus berbuat apa.
Sudah lama sekali aku tidak pernah mengalami kondisi semacam ini. Lama sekali rasanya, sejak apa yang menimpa kakek dan bapak dua tahun lalu.
Aku segera kembali ke meja kerjaku, dan duduk di sana dengan hati yang sama sekali tidak tenang. Otakku terus berputar memikirkan Chris, dan segela penjelasan yang mungkin untuk apa yang sedang terjadi saat ini.
Sulit sekali bagiku bisa berkonsentrasi pada pekerjaanku saat ini. Aku masih terus mencoba menelpon Chris, beberapa kali. Namun masih tetap sama, selalu masuk ke mailbox.
"Chris, kamu di mana sekarang? Kenapa sulit sekali menghubungimu?" Aku kembali menuliskan sebuah sms, di tengah kondisi yang hampir putus asa. Namun sama seperti yang terjadi semalam, tidak ada status penerimaan dari sms tersebut. Benar-benar membuatku semakin tidak tenang.
Hampir beberapa menit sekali aku mengecek handphoneku. Hanya satu harapanku, ada balasan sms dari Chris, atau setidaknya sekedar status terkirim dari sms yang kukirim kepadanya. Namun sampai dengan waktu makan siang tiba, aku masih tidak mendapatkan kabar apapun darinya.
Tidak ada lagi nafsu makan. Kuputuskan untuk berdiam diri di meja kerjaku. Kutarik kursiku ke arah jendela, lalu memandang lepas ke arah luar. Dunia ini terlihat begitu luas, membuatku merasa begitu kecil, tetapi kenapa aku kembali merasa dunia ini begitu sempit terasa di hatiku.
"Tuhan, tolong aku. Jika memang Kau tidak lagi akan mempertemukan aku dengan Chris, kuatkan aku. Jangan biarkan aku menjadi terguncang seperti seperti ini Tuhan!" Pikiran negatif kembali menguasai hatiku. Seolah-olah aku tidak akan bertemu lagi dengannya.
Hari hampir masuk sore, saat aku mendengar bunyi sms masuk dari handphoneku. Aku tidak bisa menahan diri untuk segera mengeceknya. Ternyata itu adalah status terkirim dari smsku semalam, dan yang tadi pagi yang akhirnya masuk secara bersamaan.
"Akhirnya! Terimakasih, Tuhan!" Hatiku berseru senang. Tanganku segera saja bergerak untuk menelpon Chris.
"Tunggu." Aku segera mengurungkan niatku. "Bukankah lebih baik aku menunggu balasan darinya terlebih dahulu?" Aku tiba-tiba merasa ragu. "Siapa tahu dia sedang tidak bisa menerima telepon?"
"Apakah jika aku menelpon sekarang, apakah Chris akan mengangkatnya? Jika dia mengangkatnya, itu pasti akan sangat membantuku. Tapi jika tidak aku pasti tambah terpuruk! Dan aku benar-benar tidak mau jika itu terjadi."
Aku terus dalam kebimbangan, saat aku kembali dikagetkan oleh suara sms masuk. Aku segera mengeceknya. "Dari Chris!" Aku merasa bahagia.
"Di hatimu " Hanya itu yang dia tuliskan untukku.
Aku tersenyum senang karena membacanya. "Ah! Dia masih bisa menggodaku di saat seperti ini?!"
Aku tidak berniat membalas smsnya. Aku lebih memilih untuk segera menelponnya. Tapi Chris mereject panggilanku itu.
"Hah?! Kenapa dia reject sih?" Aku segera mengulang untuk menelponnya sekali lagi. Lagi-lagi dia mereject teleponku!
"Kenapa kamu reject? " aku segera menuliskan sms kepadanya.
"Rahasia." Hanya itu balasan dari Chris.
Aku merasa sedikit geram kali ini. Tapi sesaat kemudian, aku segera tersadar bahwa sebenarnya semua yang aku takutkan tidaklah terbukti sama sekali. Chris masih terus menjawab smsku dan bahkan dia masih terus menggodaku sampai sekarang.
"Ok. Biarkan saja dia! Kalau dia memang tidak mau ditelepon, ya sudah. Nanti dia malah besar kepala lagi! Huh." Jelas sekali kalau sekarang hatiku dikuasai rasa kesal kepada Chris.
Semua rasa cemas, khawatir, dan takut dalam hatiku telah hilang entah kemana. Dan itu hanya karena satu hal saja. Hanya karena Chris mereject teleponku, semua rasa itu berubah menjadi rasa kesal.
Aku segera meletakkan handphoneku, dan meneruskan pekerjaanku. "Chris baik-baik saja. Tidak ada yang perlu aku khawatirkan sama sekali. Sekarang sudah saatnya aku kembali bekerja!"
Aku segera membuka pekerjaanku. Tapi nyatanya aku tetap sulit berkonsentrasi. Untunglah sesaat kemudian, aku kembali menerima sms dari Chris.
"Duh, jangan ngambek gitu dong? Nanti kutelpon balik, ya. Sabar ya. Pasti udah kanget berat ya sama aku?" Chris kembali menggodaku dengan smsnya.
"Ya ampun, rasanya anak ini pengen benar-benar aku.." Meskipun geram aku tidak meneruskan kata-kataku. "Biar saja! Lebih baik tidak usah dibalas. Dia makin menjadi-jadi nanti." Aku mendengus, menaruh handphoneku dan kembali melanjutkan pekerjaanku.
Namun demikian, sesekali aku tetap melihat ke arah handphoneku. Dalam diriku, ada bagian hati yang berharap agar dia segera menelponku. Tetapi faktanya, sampai dengan waktu pulang kantor tiba, tidak ada lagi sms apalagi telepon dari Chris.
"Palsu!" Aku menggerutu. "Katanya mau telepon! Ah, ini benar-benar tidak masuk akal! Kenapa aku tetap saja merindukannya, meskipun sekarang dia mempermainkanku dengan sengaja membuatku menunggu lama." Aku terus diselimuti rasa kesal dan itu membuatku terus berpikir negatif tentangnya.
Aku bersikeras untuk tidak menelpon Chris duluan. Apa yang Chris lakukan, setelah apa yang aku alami dua malam ini, benar-benar masih tidak dapat aku terima.
"Tidak akan!" Aku membantah diriku sendiri, bagian hatiku yang ingin segera menelponnya. "Sampai kapanpun aku tidak akan menelponnya!"
***
Harus kuakui, aku tetap menunggu Chris menelponku. Aku terus memandangi handphoneku, berharap alat itu akan segera berdering.
Dan saat handphoneku akhirnya berdering nyaring karena ada panggilan masuk, aku seolah ingin melonjak karena kegirangan. Chris akhirnya menelpon!
Tapi rasa kesalku mengingat apa yang terjadi hari ini, membuatku sengaja tidak langsung mengangkatnya. Aku memandangi handphoneku, dan membiarkannya terus berdering sedikit lama, tidak segera mengangkatnya. Aku seolah ingin membalas apa yang dia lakukan.
Tapi sejujurnya aku tidak berani untuk merejectnya, aku sudah berusaha menguatkan diriku untuk sekian lama, hanya karena aku menginginkan sekedar mendengat suara dari anak ini.
Jadi meskipun aku merasa kesal, aku tetap memilih mengangkatnya.
"Halo!"
"Hai! Kamu kangen banget ya sama aku?" Chris menyahut dengan pedenya.
"Siapa bilang?" Aku mencoba ketus, agar dia tidak tahu, betapa senangnya aku bisa mendengar suaranya saat ini.
"Hatimu dong. Hatimu bilang padaku bahwa kamu sudah merindukanku sejak kita berpisah dua malam lalu." Chris seolah sedang membongkar semua kebohonganku.
"Kenapa dia bisa tahu?" Aku bertanya-tanya dalam hati. "Pinter banget!" Aku tetap berusaha ketus.
"Ya sudah. Kalau ngga mau ngaku, aku tutup saja ya teleponnya." Chris setengah mengancam.
Nyaliku hampir saja ciut dengan ancamannya. Tapi aku harus segera mengalihkan topik pembicaraan, sehingga aku tetap bisa berbicara dengannya.
"Kamu dari mana sih? Kenapa tidak masuk kantor hari ini?"
"Kan tadi udah aku bilang. Aku ke hatimu."
"Chris!" Aku setengah berteriak.
"Ya?"
"Aku benar-benar mengkhawatirkanmu." Aku berkata begitu pelan dan bergetar. Rasanya aku ingin menumpahkan semua bebanku, mengingat semua yang harus kulakukan untuk melewati masa-masa di mana aku tidak bisa menghubunginya.
"Maaf.." Chris terdengar lembut. "Aku.." Dia terdiam sebentar. "Aku ada urusan penting yang harus aku selesaikan hari ini. Aku sampai tidak ingat, untuk menyalakan handphoneku."
"Urusan apa?"
"Nanti saja ya. Nanti kamu juga tahu. Sekarang tolong biarkan aku mendengarkan pengakuanmu."
"Hah?"
"Iya, pengakuan."
"Pengakuan apa?!"
"Kamu merindukanku, kan?"
Aku hanya bisa diam, dan menarik nafas panjang.
"Berarti iya?"
"Rahasia!" Aku tersenyum untuk bisa sekedar berucap persis seperti yang dia katakan tadi siang.
"Besok aku jemput seperti biasa ya?"
Aku terdiam. Tapi aku sekarang bisa tersenyum, karena besok dia akan kembali bersamaku.
"Hei!" Chris setengah berteriak di sana. "Kamu pasti lagi senyum-senyum sendiri."
"Kamu sok tahu banget." Hanya itu bantahan yang bisa aku sampaikan. Karena semua yang dia katakan selebihnya adalah benar. Benar aku sangat merindukannya, dan benar aku tersenyum senang karena bisa mendengar suaranya.
@Zazu_faghag
@CurhatDetected
@ethandio
@4ndh0
@9gags
@Fuumareicchi
@tarry
@Ray_Ryo
@Muabhi
@Autumn2309
@yeniariani
@banana24
@Gaebara
@TigerGirlz
@Hiruma
@d_cetya
@ularuskasurius
@3ll0
@Wook15
@Monic
@erickhidayat
@ebing3
@AndreaDeka
Its a hard way for both of them.
sudahi air mata ini..
apakah Chris akan mengangkatnya?
itu.. lebih enak mgkn klo apakah yg diawal dihapus kali yah..
eniwei.. terlepas dr itu.. alur ceritanya keren as usual.. ngalir banget.. aku msh blm bs bikin narasi kyk gitu.. great job buat TS nya..
aku sudah berusaha menguatkan diriku untuk sekian
lama, hanya karena aku menginginkan sekedar
mendengat suara dari anak ini
mendengar ....
mention ya bro