It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Iya nih, rumah lo meuni gede pisan kitu, kaya villa aja Okta, enak ya lo anak juragan sayur!” Abi menambahkan pujian tanda ia setuju akan perkataan Nisa.
“Sialan lo Bi, masa juragan sayur, yang lebih elit dikit dong!” umpat Okta sambil menonjok lengan Abi.
“Aaaa-njiiir, sakit Oktaaaa!” rengek Abi sambil mengelus lengannya yang terkena bogem dari Okta.
“Hahahaha” mereka bertiga tertawa renyah sebebas – bebasnya. Mereka sedang ingin melupakan banyak hal terutama insiden ujian akhir semester di kampus mereka yang cukup membawa trauma. Tiga sekawan itu terlihat seperti kumpulan burung yang telah lama dikurung dalam sangkar dan akhirnya bisa terbang bebas.
“Nis, gue pengen cerita sesuatu nih, tapi si Okta jangan sampe tau” bisik Abi kepada Nisa.
“Cerita apaan deh Bi? Ntaran aja dah, masa iya mau cerita di sini? Lagi asik ini, seneng – seneng aja dulu deh” tawar Nisa kepada Abi yang disambut dengan anggukan setengah hati dari Abisena. Abi berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh semak – semak yang basah. Ia menyentuhkan jemarinya sehingga embun – embun dengan lembut bisa membasuhnya. Ingatan – ingatan pahit itu masih jelas terekam seakan – akan ingin meminta balas dendam.
Dia biarkan ku jatuh cinta
lalu dia pergi seenaknya
dihantui ragu tapi tak peduli
gegabah jadi alasannya
pandangan yang takkan kulupa
lama sudah aku tak punya
lalu dia pergi menunggu di paksa
dirayu untuk bicara
Reff:
sudah jauh kini
aku berjalan tinggalkan dirimu
tak ku lihat lagi apa yang membutakan ragamu
sementara kau sibuk dengan permainanmu
dengan hati yang lain, nama yang lain
ku sibuk merakit bumerang tuk menyerangmu
berbalik menyerangmu
Dia bilang telah salah langkah
kekaguman keliru arah
puisi dan lagu yang sering ku tulis
hanya itu yang dia mau
tapi hati...
Reff:
sudah jauh kini
aku berjalan tinggalkan dirimu
tak ku lihat lagi apa yang membutakan ragamu
sementara kau sibuk dengan permainanmu
dengan hati yang lain, nama yang lain
sibuk merakit bumerang tuk menyerangmu
berbalik menyerangmu
tak ada maaf untuk dia
nanti aku kan membalasnya
dia harus tahu
cinta ini benar
bukan hanya mau biasa
dia harus tahu
cinta ini benar
bukan hanya mau biasa
Tulus - Bumerang
“Yuk balik, pada laper kan, pasti nyokap juga udah nyiapin sarapan deh” ajak Okta untuk kembali ke rumahnya.
-------------------------------------------
“Okta, itu Abi sama Nisa disuruh makan gih, keburu dingin sarapannya” perintah ibu Okta dari dalam dapur.
“Iya ma” jawab Okta setengah berteriak.
Rumah Okta bertipe rumah jawa. Material bangunannya terbuat dari kayu jati dan batu bata. Rumah bergaya modern – etnis ini memiliki pekarangan yang sangat luas. Berbagai jenis bunga tumbuh di pekarangannya. Anggrek – anggrek cantik menjalar bergantungan di pohon depan rumahnya. Di teras depan terdapat banyak kursi yang biasanya disediakan untuk para tamu atau beberapa tetangga yang sekedar ingin ngerumpi.
“Eh Nis, Bi, disuruh makan tuh sama nyokap” Okta duduk di kursi depan sambil membawa cemilan.
“Duh, gue mandi dulu ya Ta, keringetan gini” pinta Abi sambil mengibaskan kausnya tanda kegerahan.
“Lo sih kemana aja, kaya gue dong udah mandi” ledek Nisa dengan gaya sok – sok kecentilan.
“Iye iye yang cantik, sayangnya masih jomblo aja tuh” balas Abi ngga mau kalah.
“Sialan lo Bi!” umpat Nisa disusul oleh ketawa kta yang cekikian.
“Udah sana Bi mandi, itu handuknya gue taruh kamar lo, lo mandinya di sungai ya, itu kamar mandi lagi di kuras” perintah Okta sambil terus mengunyah kue – kue kering di toples yang ia bawa.
“WHAT? Di sungai? Seriusan lo?”. Abi terkejut mendengar ucapan Okta. Bukannya apa – apa, iya sama sekali tidak pernah memiliki pengalaman untuk mandi di sungai. Ia justru senang bisa mendapatkan kesempatan langka semacam ini.
“Seriusan gue, udah sana mandi, itu sungainya dari kebun belakang lo belok kiri, ati – ati ya agak licin” jelas Okta mewanti – wanti.
“Awas lo Bi diintipin orang!” goda Nisa sambil tersenyum jahat.
“Njiiir, apaan sih lo Nis! Bilang aja lo yang mau ngintip!” Abi menjawab sekenanya. Ia jadi sedikit was – was.
“Ihhhh, ogah gue sama lo!” balas Nisa tetap dengan nada centilnya.
“Hahaha, yaudah gue mandi dulu ya, makanannya jangan diabisin Nis, ntar lo tambah bengkak” Abi pergi menuju sungai berlalu meninggalkan kedua sahabatnya di depan teras. Nisa dan Okta melambai – lambaikan tangannya sedikit lebay.
“Buruan, ntar makanannya gue abisin!” teriak Nisa dari depan teras sambil tetap melambai – lambaikan tangannya. Abi berlalu sambil ditelan putihnya kabut. Pukul delapan pagi itu kabut masih enggan untuk beranjak. Ia masih ingin bermesraan dengan udara pagi yang bersih serta bunga – bunga yang basah terkena hujan semalam. Abi melangkah sambil bersiul – siul. Beberapa orang terus memandanginya dengan kagum. Memang jarang ada anak kota yang berpenampilan seperti Abi di sini. Tak salah jika Abi terus menjadi pusat perhatian. Abi tak ambil pusing dan segera mempercepat langkah kakinya menuju sungai.
“Ya Tuhan, sungainya jernih pisan!” ungkap Abi takjub. Abi segera melucuti pakaiannya hingga ia telanjang bulat. Ia meletakkan handuk serta bajunya di atas batu di pinggir sungai. Abi melangkah menuju mulut sungai. Batuan – batuan alam tercetak dengan jelas di bawah aliran sungai yang tenang itu. Jemari – jemari kakinya mulai tenggelam dalam sapuan air yang dingin namun tetap menyegarkan. Abi terbuai oleh keindahan sungai itu. Ia duduk di atas batu sambil bermain – main dengan riak – riak air. Ia membasuh badannya berkali – kali mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala. Perhatiannya hanya tertuju pada jernihnya air di sungai itu. Abi kemudian mencoba berenang dengan gaya punggung. Dibalikkanah tubuhnya mengarah ke langit pagi itu. Abi hanya menguasai gaya itu. Sejak SMP ia tak pernah mahir berenang. Dia pernah mendapat trauma dengan air ketika kecil, sehingga sulit untuk Abi mengakrabkan diri dengan air. Namun kali ini berbeda, Abi begitu menikmati ketika tubuhnya mengapung di atas air. Tubuh telanjangnya disapa oleh hangatnya sinar matahari yang membasuh lembut kulitnya. Meresap dan bersenyawa dengan bersama vitamin D dalam tubuhnya. Ia memejamkan matanya sambil menikmati suar burung – burung yang sedang bersimfoni di atas sana. Tiba – tiba ada gemerisik air terdengar memecah suasana. Mata Abi seketika langsung awas.
“Pagi mas” sapa beberapa pemuda memasuki sungai.
“Pa-pa-gi” jawab Abi gemetaran. Wajahnya merah padam melihat beberapa pemuda gagah bertelanjang bulat memasuki sungai. Kejantanan mereka mengayun – ayun seakan ingin bebas. Sepertinya Okta lupa memberitahu Abi bahwa sungai itu biasa digunakan oleh warga sekitar sebagai pemandian umum. Abi terdiam. Ia sangat ingin beranjak namun tak bisa. Ada yang sedang berontak di bawah sana. Abi jelas tak ingin para pemuda tersebut memergokinya sedang ereksi. Ia hanya bisa berpura – pura tak terjadi apa – apa. Abi mahir dalam berpura – pura.
“Mas bukan orang sini ya?” Tanya seorang pemuda sambil membasuh dadanya yang bidang.
“B-bu-kan, saya temannya Okta yang tinggal di dekat kebun sebelah sana” jawab Abi gugup sambil menunjuk ke arah kebun. Fokusnya teralihkan menuju dada bidang serta perut – perut yang tercetak indah di tubuh pemuda di depannya.
“Ini anak – anak kampung gimana ceritanya ya bisa ganteng gini? Pada six-pack lagi badannya, anjriiiit” umpat Abi di dalam hati.
“Oh, temennya Okta ya” kata pemuda telanjang di depan Abi.
“Kenalin mas, saya Haris, saya temen SMP nya Okta, OKta kok ngga bilang ya kalo sudah pulang?” ujar pemuda itu sambil menjabat tangan Abi.
“Abi, oh i-iya, mungkin Okta belum sempet kasih kabar, soalnya memang kita baru nyampe di sini kemarin malam mas” jawab Abi terbata – bata. Tubuhnya serasa tersetrum ketika menjabat tangan pemuda itu.
“Bilangin Okta ya mas,nanti sore saya mau ke rumahnya” kata Haris sambil tersenyum memandangi Abi.
“Oh, o-oke mas Haris” jawab Abi dengan terbata – bata sekali lagi.
“Ris, yuk udahan, katanya kita mau pergi ke kebun kopinya mang Aji” ajak teman – teman Haris yang sudah mulai keluar dari sungai. Mereka mengambil handuk dan mengeringkan tubuhnya yang basah. Diusap – usapkan handuk itu ke tubuhnya dengan lembut. Abi tercengang melihat adegan itu. Abi begitu polos, seumur – umur ia tak sampai hati untuk melihat film bokep. Untuk kali ini, ia sangat merasa beruntung karena ia tak perlu melihat film – film bokep yang dimainkan dengan setengah hati oleh para aktornya itu karena ia bisa melihat langsung para pria tampan yang sedang bertelanjang bulat ini mengeringkan tubuh mereka.
“Duluan ya mas Abi” teriak Haris dari tepian sungai.
“Iya mas hati – hati” jawab Abi sambil tersenyum malu.
“Beruntung banget gue pagi ini, makasih Okta!” teriak Abi dalam hatinya.
@Grem @kogou_shigeyuki25 @Mr_Makassar
ditunggu ya di sungai.., eh lanjutannya..
patinya mna kak?