It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Doi bilang doi mau mampir kesini ntar sore” tambah Abi lagi sebelum akhirnya ia menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
“Oh Haris, iya tadi dia udah sms gue sih, katanya ntar malem mau nginep, soalnya rumahnya kena banjir katanya” jelas Okta santai.
“Ganteng ngga Ta anaknya? Mau dong dikenalin ” Tanya Nisa dengan cepat dan disusul dengan ocehan – ocehannya yang terdengar kecentilan di telinga Abi. Kalau saja bisa diperintah, Abi pasti sudah menyuruh kedua telinganya untuk tidak mendengarkan ocehan sahabatnya itu.
“Eh, kalo doi nginep, berarti tidurnya bareng Abi dong?” Tanya Nisa sedikit setengah hati.
“Ya masa sama lo?” jawab Abi setengah nyolot. Emosinya sedikit terpancing.
“Hahaha, yang penting lo jangan macem – macem aja sih Bi!” goda Nisa semakin menjadi – jadi.
Untuk kali ini, lelucon Nisa sedang tidak bersahabat dengan hatinya. Seketika nafsu makannya beranjak meninggalkan Abi. Abi meletakkan sendoknya dengan pelan lalu menenggak air putih di depannya.
“Sahabat macam apa sih Lo Nis? Lo pikir gue ngga punya harga diri apa? Emang gue seperek itu apa?” teriak Abi di dalam hati. Tanganya mengepal dengan kuat. Ia hampir lupa bahwa tujuan liburannya kesini adalah untuk menceritakan semua kejadian buruknya bersama Ryan kepada Nisa. Namun sepertinya antusiasmenya untuk bercerita sudah hilang beberapa saat lalu.
“Gue ke kamar dulu ya Ta” Abi pergi meninggalkan sarapan paginya yang masih tersisa setengah. Meninggalkan kekesalannya terhadap sahabatnya itu
Sore itu Pati diguyur hujan lagi. Sudah hampir genap dua minggu selalu seperti ini. Hujan datang tak tentu, kadang mampir di pagi hari dan berhenti di malam hari, namun tak jarang juga sebaliknya. Padahal baru 2 hari kemarin hujan mulai reda dan sungai – sungai mulai surut. Kini hujan sudah mulai mampir lagi. Ia menyebabkan permukaan air di daerah ini kian bertambah tinggi. Tingginya air membuat banjir semakin tak terbendung. Bahkan sebagian daerah di kota Semarang nampak setengah tenggelam. Untung saja daerah tempat tinggal Okta tidak memperoleh dampak yang cukup serius. Sungai – sungai disini juga masih mengalir dengan arusnya yang terbilang normal dan tenang. Abi menyendiri di ruang tamu sambil memandangi keluar jendela. Titik – titik hujan jatuh perlahan seakan tahu bahwa Abi sedang sedih. Sedangkan Okta dan Nisa sedang asyik membicarakan lelaki yang sempat membuat hati Abi dag dig dug sedari tadi.
“Assalamualaikum” ucap seseorang di depan teras.
“Waalaikumsalam, ketiganya serempak menjawab salam secara bersamaan.
“Okta!” panggil pemuda di depan teras itu dengan sedikit berteriak. Ia kemudian meletakkan payungnya dan melangkah masuk.
“Haris! Okta berteriak balik sambil mendekat ke arah Haris.
“Lo ngga kenapa – kenapa kan Ris? Orang tua lo gimana?” Okta amat mengkhawatirkan keadaan sahabat SMA- nya itu. Banjir kali ini tak seperti biasanya karena hujan tak kunjung berhenti dan telah mengguyur wilayah ini selama seminggu.
“Alhamdulillah Ta, orang tua pada ke Jogja, ke rumah nenek, aku males ikutan, jadinya ke sini aja deh, mumpung tadi pagi lagi terang kan, tadi aku sempet pulang ke rumah deh bersih – bersih terus ke kebun kopinya mang Aji” jelas Haris panjang – lebar.
“Eh kenalin” belum sempat Okta menyelesaikan kata – katanya, Nisa langsung menjabat tangan Haris dengan mantab.
“Nisa” ucap Nisa sambil tersenyum genit memandangi Haris.
"Haris” balas Haris sambil berusaha melepaskan genggaman Nisa.
“Eh, Abi mana?” tanya Haris tiba – tiba.
“Duduk dulu deh mas Haris, pasti capek kan jalan kesini” pinta Nisa berusaha mengalihkan perhatian Haris. Haris duduk sambil diapit oleh Okta dan Nisa. Abi hanya bisa menguping pembicaraan mereka di ruang tamu, Abi sedang malas berurusan dengan Nisa yang dari tadi pagi selalu mencibirnya terlepas itu serius atau tidak, yang jelas Abi merasa telah sakit hati. Ia menahan dirinya untuk tidak berbaur ke luar dan menyapa Haris.
“Gimana kuliah lo Ris? Jogja enak ngga?” Okta berusaha mencairkan suasana.
“Ya gitu deh Ta, lancar kok, ini lagi pulang ke pati soalnya lagi butuh sample kopi, makanya tadi aku ke kebun kopinya mang ujang sama anak – anak” terang Haris sambil sedikit celingukan mencari sesuatu.
“Abi mana sih, dia temen kamu kan?” tanya Haris sedikit heran.
“ternyata mas Haris ini mahasiswa, kirain anak kampung biasa, pantes aja kalo ngomong teh meuni berkharisma kitu” Abi menyimpulkan semua ucapan Haris yang terdengar sayup – sayup di telinganya. Ia akhirnya tahu alasan mengapa pria – pria telanjang yang ia temui pagi tadi memiliki badan yang cukup sukses membuatnya ngilu.
“Bi sini ke teras, lo dicariin nih!” teriak Nisa. Abi berjalan sedikit malas menuju teras.
“Halo mas” sapa Abi sambil sedikit menyimpulkan sebuah senyuman di bibirnya.
“Apa kabar Bi? Untung ya tadi kita mandi waktu lagi cerah, sekarang hujan deres banget gini ” Haris mencoba memulai percakapan dengan Abi.
“Baik nih mas, buktinya masih hidup, iya nih musim udah mulai susah ditebak ya?” balas Abi sedikit bercanda. Ia merasa tak enak terus – terusan dipandangi oleh Nisa yang sedari tadi duduk di sebelah Haris. Tatapan matanya seolah ingin menelanjangi Abi bulat – bulat.
“Oh iya Ta, aku boleh nginep sini kan?” tanya Haris kepada Okta sambil mengusap belakang kepalanya.
“Iyee santai, kaya ngga pernah kesini aja sih lo” balas Okta dengan logat medoknya yang sekarang mulai berkurang. Semenjak berteman dengan Nisa dan Abi, Okta jadi terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan logat – logat anak kekinian Jakarta. Hal itu yang menyebabkan logat Jawanya sedikit menghilang.
“Udah yuk pada masuk, dingin gini di luar” ajak Okta sambil menarik Nisa dan Abi masuk ke dalam. Haris mengikuti langkah mereka menuju ruang tamu. Nisa dan Abi saling menatap seolah terompet perang telah dibunyikan. Mereka berempat terbuai oleh pikiran masing – masing. Keempat remaja itu duduk sambil bercerita banyak dan menghabiskan sore itu hingga yang tersisa hanyalah malam.
“Sorry ya Bi, kamu jadi harus berbagi ranjang sama aku” ucap Haris sambil naik ke atas ranjang.
“Eh, nggapapa kok mas, kasurnya kan gede gini, muatlah kalo cuma berdua” balas Abi sambil sedikit gelagapan. Mukanya merah padam karena malu. Mereka beruda terdiam dalam sunyinya malam. Langit – langit kamar seakan tenggelam dalam lubang hitam yang kelam. Selimut lembut mulai membelai tubuh Abi yang kedinginan. Ia memejamkan mata. Mencoba untuk tenang meskipun terasa sulit baginya. Pria yang membuat hatinya terpanah kini tidur di sampingnya.
“Bi, aku buka baju dulu ya, gerah nih” Haris membuka bajunya tanpa mempedulikan persetujuan Abi. Perutnya yang indah tertangkap sudah oelh mata Abi.
“ehh, terserah mas aja” Abi mencoba membalikkan badannya. Ia mencoba menahan nafsunya untuk tidak berpikiran yang macam – macam. Di saat Abi mulai memejamkan mata, ia merasakan nafas menderu di dekat telinganya. Sekujur tubuhnya menegang tidak karuan. Tak terasa, baju Abi telah terlucuti entah kemana.
“Mas Haris mau apa? aahh” Abi mengerang ketika Haris menjulurkan lidahnya di balik telinga Abi sambil mengelus dadanya. Sesekali Haris melancarkan serangan ke arah puting Abi yang sedari tadi mulai mengeras. Kejantanannyapun ikut diremas dengan lembut. Abi merasakan ada sesuatu yang menekan belahan pantatnya. Abi mendesah pelan agar seluruh isi rumah tak mampu mendengar suara kenikmatannya.
“Abi, boleh Mas masukin ngga?” tanya Haris dengan lembut. Haris membelai rambut Abi sambil mengecupnya. Abi hanya mengangguk pelan. Ketika Haris akan memulai aksinya, Abi merasakan ada yang tertahan di pangkal perutnya. Ia merasakan urgensi yang teramat tak terbendung.
“Tunggu Maaaaas!” teriak Abi hingga Harispun terbangun.
“Kamu mimpi Bi?” tanya Haris sambil memegang pundak Abi.
@Grem @kogou_shigeyuki25 @Mr_Makassar @kogou_shigeyuki25 @arieat @3dhyart_cusman
sukses! n selalu semangat yeah...???