It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
belum menemukan apa arti kehidupan, apa yang
harus Anda lakukan dalam hidup, simak kisah
seorang gadis berasal dari India, Neha Awasthy
berikut ini. Lihat wajahnya yang cantik, Anda pasti
akan berdecak kagum jika tahu bahwa Neha telah
menderita polio sejak usianya baru satu tahun,
berjalan dengan menggunakan alat bantu ternyata
tetap membuatnya yakin suatu saat dia akan
berjalan seperti layaknya orang normal. Menurut
teman-temannya, Neha adalah seorang gadis yang
sangat mencintai kehidupan, bahkan melebihi orang
yang memiliki kesempurnaan secara ragawi, seperti
dilansir dari quora.com.
Kekurangan yang ada pada dirinya serta
pandangan negatif kebanyakan orang terhadap
penyandang cacat tidak membuat Neha putus asa,
bahkan dia lulus tes AIEEE (teknik ujian masuk)
pada tahun 2010 dan kuliah di jurusan Produksi
dan Teknik Industri di Institut Teknologi Nasional,
Jamshedpur. Ini adalah tes paling bergengsi di
India dan Neha mampu melaluinya. Banyak yang
mencibir kesuksesan Neha, karena memandangnya
sebagai penyandang cacat yang seharusnya berada
di sekolah konvensional untuk penyandang cacat.
Namun Neha bertekad untuk tetap melanjutkan
perjuangannya, meskipun ini berarti akan
membuatnya jauh dari keluarga dan harus mandiri
selama 4 tahun ke depan.
Orang tua Neha yakin anaknya bisa dan Neha
membuktikan dia mampu melakukannya. Meskipun
memiliki kekurangan, Neha adalah wanita yang
begitu penuh kehidupan, salah satunya dia juga
menjadi penari. Neha memiliki impian untuk
membuka sekolah tari untuk anak-anak cacat suatu
hari nanti. Bersama timnya, Neha pernah mewakili
India untuk lomba pesawat kontrol SAE Aero Design
East yang diprakarsai oleh NASA pada tahun 2013
lalu. Meskipun tidak memenangkan penghargaan,
namun karya Neha dan timnya memukau semua
penonton dengan menyelesaikan seluruh putaran
dalam lomba yang diadakan di Fortwort, Texas,
USA.
Neha masih akan menghadapi tantangan yang tak
terbatas untuk membuktikan kekurangan fisiknya
tidak akan menghalanginya mencapai prestasi. Dan
Neha sadar akan hal itu, bahkan selalu siap dengan
cobaan yang datang padanya. Seperti menghadapi
orang-orang yang bertindak jahat padanya, Neha
akan berteriak untuk mengundang perhatian orang
lain, sehingga pelaku kejahatan akan merasakan
akibat dari perbuatannya.
Hidup itu apa sih? Tidak berhenti berjuang dan
selalu bersyukur pada tiap anugerah Tuhan, tanpa
menyesali apapun hal buruk yang terjadi. Karena
semuanya akan menjadi pelajaran untuk memulai
hidup yang lebih baik setiap hari.
nasib dan keberuntungan yang baik. Beberapa
diantaranya justru harus berjibaku dengan
kemiskinan dan keterbatasan mental serta fisik
agar bisa bertahan hidup. Seperti yang terjadi di
Mumbai berikut ini.
Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun tampak
tertidur di tanah halte bis setiap hari. Ia adalah
Lakhan Kale. Bocah ini terduduk di sebuah pagar
besi dengan kaki terikat. Ia tak sedang disiksa oleh
penjahat, justru yang mengikat kakinya adalah
neneknya sendiri, Sakhubai. Sekilas tak ada yang berbeda dengan Lakhan Kale. Tetapi sesungguhnya bocah ini tak mampu berbicara. Ia mengidap cerebral palsy dan epilepsi. Ia pun tak mampu berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Sepanjang hari ia duduk diam sembari menunggu sang nenek pulang bekerja.
Dilansir oleh metro.co.uk, sang nenek mengutarakan alasan mengapa ia melakukan hal ini pada cucunya. "Apalagi yang bisa kulakukan? Ia tidak dapat berbicara, lalu bagaimana ia bisa bilang pada orang lain jika ia tersesat?" Sang nenek sehari-hari berjualan mainan dan buket bunga yang dijualnya dengan berkeliling sepanjang kota. Karena khawatir sang cucu hilang, ia memutuskan mengikat kaki Lakhlan di pagar sementara yang bisa dilakukan oleh bocah itu hanyalah tidur di
jalanan.
Ayah Lakhan meninggal beberapa tahun silam dan
sang ibu kabur dari rumah semenjak kejadian
tersebut. Lakhlan pun diasuh sang nenek seorang
diri. Tentunya tak mudah bagi sang nenek
menghadapi situasi seperti ini. Foto-foto Lakhan dan Sakhubai muncul di surat kabar lokal India. Berbagai aktivis sosial sedang memperjuangkan hak dan fasilitas bagi kaum difabel seperti Lakhan agar memiliki kehidupan yang lebih layak. Tak semua orang dapat hidup dengan baik. Jika sehari-hari kita masih mengeluh betapa berat pekerjaan yang kita lakukan, betapa kecilnya rumah yang kita tinggali dan lain-lain, kisah tentang Lakhan dapat membuka mata hati kita.
memerangi kemiskinan, seorang pria berusia 50
tahunan bernama Dan Price malah memilih untuk
hidup sebagai orang miskin. Ya, ia memutuskan
untuk hidup dalam kemiskinan. Ia hidup miskin
bukan karena ia kehilangan pekerjaan, tetapi ya
karena itu keputusan yang sudah diambilnya dan
sepertinya ia akan menjalani sisa hidupnya sebagai
orang miskin.
Price membaca sebuah buku karya Harlan Hubbard
yang berjudul "Payne Hollow". Buku itu berisi
tentang penolakan modernitas dan juga rumah
primitif sang penulis di pinggir Ohio River. Seperti
yang dilansir oleh sliptalk.com , ketika
pernikahannya kandas dan semua keluarganya
pindah ke Oregon, Price memutuskan untuk hidup
dan tinggal sendiri di sebuah kabin kecil di tengah
hutan. Ia pun berpindah-pindah, hingga akhirnya
"menetap" di sebuah rumah bawah tanah yang
lebih tepat disebut sebagai "lubang Hobbit".
Tak ada barang-barang mewah yang ia miliki. Ia
hidup seadanya. Untuk menyiapkan sarapan, ia
hanya perlu menggunakan sepasang sendok garpu
dan sebuah pisau. Karena tak punya kulkas untuk
menyimpan susu, ia hanya bisa mencampurkan air
putih biasa ke dalam sereal sarapan paginya.
Ia juga memperlihatkan bahwa manusia juga masih
bisa bertahan hidup tanpa mesin cuci. Pakaian
kotornya ia cuci di sungai yang ada di dekat
tempat tinggalnya dan menjemurnya dengan tali
jemuran. Ia pun berkata, "Semua yang kumiliki
sekarang adalah semua yang dimiliki orang-orang
kaya." Di galeri foto di bawah ini, Anda bisa
melihat aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh
Price. Untuk bertahan hidup, ia akan melakukan semua
pekerjaan yang bisa ia lakukan. Ia juga selalu
memperhitungkan setiap pengeluaran yang ia buat.
Salah satu pekerjaan yang sangat disukainya
adalah sebagai "tukang kebun" pemakaman.
"Rasanya seperti dapat pencerahan. Penjaga makam, ada sesuatu yang luar biasa dari kata tersebut. Rasanya seperti menjadi seorang biksu. Aku suka menyiangi rumput dan merawat tempat. Karena aku benar-benar menginginkan pekerjaan ini, aku sudah mulai membersihkan (pemakaman) sebelum akhirnya aku mendapat pekerjaan ini."
Tampaknya arti kebahagiaan untuk Price ini sangat
sederhana. Ia tidak muluk-muluk untuk hidup
dengan ini dan itu. Semua dijalani apa adanya dan
ia melakukan segala sesuatunya dengan hati yang
senang.
hatinya. Sebuah foto yang menangkap momen
menyentuh antara sopir bis ini dengan seorang
gadis kecil, menyebar luas di media jejaring sosial.
Dalam foto tersebut, terlihat Andre sengaja menghentikan bis yang dikendarainya untuk membantu seorang gadis kecil yang sedang menangis di tengah jalan.
Gadis itu adalah Emilia Behrendtz, 10 tahun. Emilia
diganggu oleh sekelompok anak sehingga ia
menangis tersedu-sedu di tengah jalan dengan
sepeda kecilnya. Tertegun melihat seorang gadis
kecil menangis, mendadak Andre menghentikan
bisnya dan turun untuk menghampiri Emilia. Kontan
tindakan Andre ini membuat seluruh penumpang bis
terkejut dan mengabadikan momen menyentuh
tersebut. "Kami tak tahu apa yang sedang terjadi.
Tapi kemudian kami melihat ia berjalan ke arah
seorang gadis yang menangis di jalan. Ini benar-
benar menyentuh," ujar seorang penumpang. Tak lama kemudian, Andre kembali ke bis tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Apa yang dilakukan oleh Andre ini memang sederhana, tapi kebaikan hatinya patut diacungi jempol. Ia bahkan belum mengenal Emilia saat itu. Memang, hanya perlu hal-hal kecil untuk menjadi seorang yang besar bukan? Andre Grandin telah membuktikannya
yang masih belia patut diacungi jempol. Tak
tanggung-tanggung, keduanya mau ditempatkan di
daerah tertinggal di Garabak Data, Kecamatan Tigo
Lurah, Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat
yang lokasinya hanya bisa ditempuh dengan jalan
kaki sehari semalam.
Seperti dilangsir dari situs indopos.co.id, lokasi
yang terisolasi ini membuat daerah tempat tugas
Vinny dan Dewi ini belum mengenal listrik maupun
sinyal ponsel. Bisa dibayangkan bagaimana terpencilnya desa tempat tugas Vinny dan Dewi yang masing-masing masih berusia 21 dan 23 ini. Keduanya bisa menjadi bidan desa di daerah tersebut karena mereka adalah bidan yang mengikuti program Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dalam rangka mengirimkan tenaga medis ke daerah tertinggal.
Dalam laman kemenegpdt.go.id, Vinny dan Dewi
menuturkan bahwa sebenarnya desa tempat mereka
bertugas hanya berjarak 22 kilometer saja dari
Ibukota kecamatan. Namun karena medan yang
harus mereka lewati berupa jalan yang naik turun,
batu-batuan, dan lumpur, maka perjalanan dengan
jalan kaki bisa memakan waktu hingga semalam.
Alternatif lain yang mereka miliki adalah dengan naik ojek selama 3 jam dengan biaya 150 ribu. Vinny dan Dewi adalah dua bidan desa yang menetap di desa Garabak Data. Sebagai satu- satunya tenaga medis yang tinggal di desa tersebut, Vinny dan Dewi tak hanya menolong persalinan, namun juga menjadi petugas medis yang mengobati berbagai macam penyakit.
Mengapa sang kakak mau repot-repot menjalani
ini?
Branden mengidap cerebral palsy sejak lahir karena
adanya kelainan pada bagian syaraf. Karena kelainan ini, Braden membutuhkan bantuan untuk berjalan. Hal ini membuat Hunter menjadi peduli erhadap penyakit yang diderita sang adik. Ia pun berinisiatif untuk meningkatkan kepedulian masyarakat lainnya terhadap cerebral palsy, salah satunya adalah dengan membagikan pengalamannya dan adiknya di University of Michigan's Bahna Wrestling Center di Ann Arbor
yang letaknya 40 mil jauhnya dari sekolahnya.
Dengan berani, Hunter berjalan kaki menuju Ann Arbor dengan sang adik yang digendongnya. Misi yang dibawanya adalah untuk meningkatkan kepedulian dokter, insinyur, para pengusaha dan masyarakat luas terhadap mobilitas penderita Cerebral Palsy yang terbatas. Para penderita perlu dibantu untuk dapat menjalani aktivitasnya sehari-hari, misalnya ke sekolah dengan cara menyediakan sarana yang mudah diakses.
Dalam menjalani perjalanan yang menantang ini,
dua bersaudara ini telah berlatih selama bertahun-
tahun. Orang tua mereka pun turut mengiringi
perjalanan mereka menggunakan mobil. Ternyata,
ini bukan kali pertama Hunter menggalang dukungan terhadap kepedulian bagi cerebral palsy. Sebelumnya, ia sukses menjual gelang dan T-shirt hingga $350 atau sekitar Rp. 4 juta untuk penelitian tentang penyakit ini. Apa yang dilakukan oleh Hunter ini memberikan kita inspirasi tentang semangat berbuat baik untuk orang lain tanpa pamrih
anak mereka makin tidak suka bersosialisasi dan
lebih suka bermain tablet atau handphone. Hal
berbeda terjadi dalam hidup Ken, usianya baru 9
tahun, tetapi dia punya impian mulia untuk
membangun sebuah tempat penampungan hewan terlantar. Siapa sangka, impiannya dengan cepat
terkabul. Anak laki-laki yang baik hati ini tinggal di Filipina. Ken punya kepedulian besar pada hewan terlantar, yang tidak memiliki majikan dan memiliki kehidupan yang memprihatinkan. Ken sering membeli makanan hewan dari uang sakunya, lalu makanan itu diberikan pada anjing-anjing liar yang ada di sekitar rumahnya.
"Banyak hewan yang mengalami luka-luka terbuka,
aku merawat mereka dan luka mereka sembuh,
bulu-bulu mereka juga tumbuh lagi," tulis Ken di website-nya. Ken merawat mereka dengan penuh
kasih sayang, memandikannya, memberi makan,
sehingga hewan-hewan itu tidak takut lagi dengan
manusia.
Banyak orang merasa simpati dengan aksi
dermawan dari Ken, walau masih kecil, dia sudah
memahami makna menyayangi sesama makhluk
hidup. Foto-foto Ken pada akhirnya tersebar cepat di dunia maya. Banyak orang memberi bantuan dana agar Ken bisa mewujudkan impiannya, membangun sebuah tempat penampungan hewan, dilansir oleh Huffingtonpost.com. Berkat bantuan itu, Ken dan ayahnya membangun tempat penampungan sederhana di garasi rumah mereka. Tampak Ken dengan gembira ikut membantu pembangunan tempat penampungan itu dan menuliskan HAPPY ANIMAL CLUB warna-warni
sebagai namanya.
Sekarang, Ken bisa merawat hewan-hewan yang
terlantar dan punya tempat untuk menampung
mereka. Aksi ini sama sekali tidak mengambil
untung, karena semua bantuan yang diberikan pada Ken pada akhirnya digunakan untuk membiayai hewan-hewan yang dia rawat. Suatu saat nanti, Ken berharap punya tempat penampungan yang lebih besar, sehingga bisa menolong lebih banyak hewan terlantar. Semoga kebaikan hati Ken menular pada banyak anak hingga orang dewasa.
bagaimana pun caranya, bagaimanapun
keadaannya. Seperti yang dilakukan Chen Zhen
Xing untuk anaknya. Sejak ia divonis kanker pada bulan Januari 2013, ia merasa tak punya banyak waktu untuk bisa menyiapkan segala hal bagi keluarganya setelah ia meninggal nanti. Ia tahu bahwa dirinya tak akan hidup lebih lama, dan ia memiliki seorang putri yang masih berusia 8 tahun
Chen Zhen Xing mengungkapkan kekhawatiran ini
pada istrinya, Liu Jin Hua. Chen berkata bahwa ia
ingin putrinya itu bisa merasakan kasih sayang
seorang ayah meski ia sudah meninggal nanti.
Maka diam-diam, ia menyiapkan sesuatu untuk
putrinya itu. Sampai usia 21 tahun, putrinya itu akan menerima kado istimewa dari sang ayah. Tentu saja bukan dijatuhkan dari surga. Melainkan sudah dipersiapkan oleh Chen dalam kondisinya yang makin memburuk dari hari ke hari
Berat badan Chen menyusut 30 kg dan
kesehatannya makin memburuk. Namun ia tak mau
menyerah untuk menemukan benda-benda yang
kiranya akan membuat putrinya senang. Di antaranya adalah gelang untuk usia 18 tahun. Ia
juga menyiapkan pena bertatahkan nama putrinya saat putrinya itu lulus universitas nanti. Di antara kemoterapi yang menyakitkan akibat kanker pankreas yang ia alami, Chen berusaha menguatkan dirinya di depan anak perempuan
kesayangannya itu. Dan sang istri, menjadi saksi
betapa suaminya itu merasa setiap hari waktunya
berkurang untuk keluarganya. Chen akhirnya meninggal pada bulan November tahun lalu. Sementara anaknya yang masih kecil itu tak tahu bahwa ayahnya sudah menyiapkan berbagai kejutan yang akan membuatnya terharu biru. Sungguh mulia hati ayah yang satu ini. Semoga ia diterima di sisi Tuhan dan keinginannya untuk terus membuat putrinya bahagia bisa tercapai
pipa yang biasa saja melamar seorang gadis cantik
dari keluarga kaya? Mungkin kisahnya mirip seperti
drama-drama Korea, tapi kisah ini benar-benar
terjadi di dunia nyata. My romance doesn't need a thing, but you.. Begitu menurut sebuah lagu yang judulnya My Romance. Mungkin benar, karena cinta yang tulus tidak akan menghitung seberapa banyak uang Anda atau seberapa tampan pasangan Anda, cinta yang tulus adalah cinta yang tidak memandang status sosial Anda. Kisah cinta seorang tukang pipa dari kota Dongguan, China mendapat sorotan hangat. Sebuah berita di Guangzhou Daily, seperti dilansir oleh stomp.com.sg menceritakan tentang Lian, seorang pria biasa yang melamar seorang gadis keluarga
kaya bernama Liao. Penghasilan Lian sebagai tukang pipa tidaklah besar, dia hidup biasa saja. Di sisi lain, Liao adalah putri seorang keluarga yang sangat kaya. Bahkan Liao menempuh pendidikan di Inggris selama 10 tahun. Sebuah kisah cinta beda status sosial atau sering disebut cinta beda kelas. Namun apalah arti materi jika cinta sudah jatuh di hati mereka.
Ingin serius dengan hubungannya, Lian memutuskan untuk melamar Liao. Pria itu berjalan
sejauh 2 kilometer hanya memakai bikini menuju
rumah Liao. Cara melamar yang tidak biasa dan
aneh, namun Anda akan terharu dengan
kesungguhan hati pria ini. "Aku tidak kaya dan tidak tampan, tapi aku akan memberikan yang terbaik yang aku bisa," ujarnya. Walau tampak kaget, Liao menerima lamaran tersebut. Jika semua hal lancar, mereka akan menikah. Hingga berita ini ditulis, belum diketahui apakah orang tua Liao setuju dengan lamaran ini atau tidak. Namun dalam berbagai forum internet, banyak yang mendukung pasangan ini, agar tidak ada lagi kisah cinta yang berakhir karena beda 'kelas'.
kecewa. Siapa sangka, membeli sebuah sofa tua
bekas dan bau membuat mahasiswa dan mahasiswi ini mendapat banyak uang. Uang tersebut diselipkan dalam amplop di dalam sofa dan angkanya tidak kira-kira.. sekitar Rp 470 juta. Fantastis bukan? Tiga mahasiswa Reese Werkhoven, Cally Guasti dan Lara Russo membeli sebuah sofa tua dalam acara amal. Sofa itu sudah jelek dan bau, namun mereka memutuskan untuk membelinya, karena sangat murah, sekitar $ 20 (Rp 220.000) saja. Namun saat sudah dibawa ke rumah, mereka menemukan hal yang luar biasa, karena ada amplop terselip dalam sofa itu, dilansir oleh Dailymail.co.uk.
Saat amplop dibuka, betapa terkejut mereka, karena isinya adalah uang tunai yang sangat banyak. Mereka langsung berteriak histeris dan menghitung uang-uang itu. Total, sekitar $ 41.000 atau Rp 470 juta. "Kami terus menghitung uang itu dan makin banyak jumlahnya, kami makin senang. Reese bahkan berencana akan membeli mobil untuk ibunya, bahkan membeli perahu," ujar Lara. Mereka bahkan sempat berfoto dengan uang kertas yang sangat banyak itu. Namun kegembiraan itu langsung berubah menjadi dilema batin, saat mereka menemukan amplop berisi nama pemilik sofa tersebut.
Tiga mahasiswa tersebut akhirnya membatalkan
niat memiliki uang itu. Mereka sepakat mencari
siapa pemilik sofa dan mengembalikannya. Mereka
memberi tahu keluarga dan sepakat juga tidak
memberitahu orang lain mengenai uang-uang itu,
takut akan menimbulkan kejahatan. Setelah mencari dan terus mencari, akhirnya sang
pemilik ditemukan. Seorang wanita tua yang tidak
mau namanya disebutkan. Wanita itu bercerita
bahwa suaminya bekerja sangat keras dan
mengumpulkan banyak uang sebelum meninggal.
Sang suami ingin agar istrinya hidup bahagia dengan uang tersebut. Bingung mau disimpan di
mana, akhirnya wanita itu menyelipkan uang dalam
beberapa amplop dan dimasukkan dalam sofa
hingga 30 tahun. Tidak ada penghuni rumah yang tahu tentang uang itu. Hingga beberapa waktu yang lalu, sang wanita menjalankan operasi punggung dan dokter menyarankan agar anak-anak sang wanita mengganti perabotan lama (termasuk sofa) dengan perabotan baru yang lebih sehat. Akhirnya sofa itu dibuang dan diberikan pada badan amal untuk dijual
Akhirnya uang itu kembali pada pemiliknya.
Bagaimana dengan ketiga mahasiswa itu? Mereka
mengatakan tidak menyesal karena telah
melakukan hal yang benar. Walaupun sebenarnya
mereka bisa saja sepakat tidak mengatakan apapun tentang uang-uang itu. "Saya pikir adalah benar jika kita jujur dan berbuat baik, karena pada akhirnya akan berguna bagi diri kita sendiri," ujar Reese. Berkat kebaikan mereka, sang pemilik sofa
memberikan sekitar $ 3.000 (Rp 35 juta) kepada
mereka bertiga. Sebuah kisah yang luar biasa.
Semoga saja kejujuran mahasiswa-mahasiswi ini
berbalas kebaikan juga.
Darlene Sugg memiliki keinginan yang bisa segera
terwujud. Ia ingin melihat anaknya Megan Sugg
lulus dari SMA. Namun, kondisinya yang semakin
memburuk tampak membuat keinginan itu tidak bisa terwujud. Hingga akhirnya Megan mengambil inisiatif sendiri.
Seperti yang dilansir oleh nbcnews.com, Megan dengan bantuan pihak sekolah membuat sebuah
upacara kelulusan sebulan lebih awal dari upacara
kelulusan resmi di sekolah. Upacara kelulusan itu
dilakukan tepat di samping tempat tidur sang ibu di
rumah sakit. Selama acara berlangsung, semuanya
menitikkan air mata. Bahkan sang kepala sekolah Glen Burnie High School Vickie Plitt membacakan
sebuah pidato khusus yang ditulisnya untuk Megan.
"Dia berusaha untuk bertahan agar bisa melihat
momen yang paling berharga buatku ini," ungkap
Megan kepada NBC News. "Ibu tahu momen itu
sangat penting." Dua hari kemudian, setelah upacara kelulusan tersebut, sang ibu meninggal.
Steve Sugg, ayah Megan mengatakan bahwa
upacara kelulusan itu telah memberikan kedamaian untuk istrinya. "Istriku tampak berseri-seri melihat Megan lulus," kata Steve.
Meskipun sang ibu tak bisa bertahan dan hidup lebih lama, Megan masih merasa bersyukur karena bisa memenuhi sebuah harapan lain, yaitu memakai gaun prom dan berfoto bersama sang ibu sebelum berangkat ke pesta prom. Di malam itu juga saat Megan pergi ke pesta prom, ibu Megan berkata kepada suaminya bahwa ia ingin agar tangannya digenggam. Semalam penuh sang suami menggenggam tangan istrinya itu dengan penuh kasih sayang. Hingga pada hari Sabtu keesokan harinya pada pukul 15.25, ibu Megan meninggal dunia. "Aku masih menggenggam tangannya," kata suaminya. Megan mengungkapkan bahwa ia masih bersyukur
diberi kesempatan untuk melewati momen
terpenting dalam hidupnya dengan ibunya. "Aku
senang ibu masih bisa melihatku lulus, tapi aku
sedih saat tahu bahwa itu adalah momen terakhir
yang bisa kumiliki bersamanya." Setiap ibu pasti ingin memberikan sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Termasuk ibu Megan. Bahkan di detik-detik terakhir hidupnya, ia berjuang untuk tetap bertahan hanya agar bisa melihat upacara kelulusan anaknya. Selama kita hidup dan
juga selama ibu kita masih hidup, jangan sampai kita melewatkan momen-momen yang ada dengan
sia-sia.
satu cinta sejati dan tulus dari manusia. Segala
perjuangan dan pengorbanan akan dilakukan
seorang ibu untuk kebaikan dan keselamatan anak- anaknya. Seperti yang dilakukan ibu dari daerah Massachusetts ini. Dia nekat terjun dari lantai tiga demi menyelamatkan bayi tercintanya. Saat itu, apartemen yang dia tinggali tengah mengalami kebakaran yang cukup serius. Tidak ada sebersit pun penyesalan yang dirasakan
oleh Christina Simoes, meskipun dirinya harus
terbaring di rumah sakit dan terancam lumpuh. "Tidak ada cara lain yang membuat hidup saya lebih berharga daripada ini," ujar Christina, seperti dilansir nydailynews, " Semua rasa sakit, semua yang harus saya lalui terbayar karena melihatnya dapat berlari-lari dan bermain." Menurut dokter yang merawatnya, wanita yang berusia 23 tahun ini kemungkinan tidak akan dapat berjalan lagi karena kerusakan serius pada tulang belakangnya setelah nekat lompat dari sebuah jendela di lantai tiga apartemennya.
Ketika itu, Christina dan putranya, Camron yang
baru berusia 18 bulan terjebak dalam kamar tidur
saat asap dan api mulai menyebar di apartemennya. Christina meraih anaknya dan menanti kedatangan pemadam kebakaran untuk menyelamatkan mereka. Namun, situasinya cepat berubah menjadi buruk dan membuatnya putus asa. "Saya menciumnya, saya berkata padanya saya mencintainya, lalu kami melompat." kisahnya. Akibat dari tindakannya itu, tulang belakangnya
patah. Namun, dia hanya memikirkan keselamatan
anaknya. Christina menjalani operasi selama 6 jam
untuk memasang benda metal di tulangnya.
Meskipun demikian, dokter tidak yakin dia dapat
berjalan kembali setelah ini. Christina tampak besar hati dalam menghadapi semua ini karena dia merasa pengorbanan ini sangat pantas dia lakukan untuk anaknya yang sangat dia cintai.
Ibu sering tidak tidur. Saya tahu terkadang ibu
berdoa dan menangis untuk saya, agar saya segera sembuh. Namun ibu tidak memperlihatkannya, dia selalu tersenyum dan mengatakan bahwa saya adalah seorang pejuang yang pantang menyerah. Ibu bilang, saya harus berjuang untuk memberi contoh anak-anak lain yang juga sakit, agar mereka tetap punya semangat untuk sembuh. Setiap hari, ibu mengantar saya ke sekolah, kemudian dia akan bekerja. Lalu setelah bekerja, ibu menjemput saya. Sampai hari ini, ibu merawat saya seperti permata. Tidak ada air mata yang mengalir dari pipi kami, karena ibu merawat kami dengan sangat baik. Ibu saya bekerja, kuliah, memasak, merawat kami,
membantu tugas sekolah kami, membersihkan
rumah dan yang terbaik adalah.. ketika kami sakit,
ibu selalu ada di sisi kami, 24 jam selama 7 hari. Saudara-saudara saya, dan saya, ingin memberi
tahu ibu.. Ibu, kami beruntung memiliki Anda sebagai ibu kami. Jika kehidupan selanjutnya itu ada, kami berharap agar kami menjadi anak-anak ibu lagi. Kami sangat mencintai ibu.
Itulah sepenggal surat cinta dari Gerard untuk
ibunya. Sungguh beruntung anak laki-laki ini
memiliki ibu yang luar biasa. Semoga semangat dan cinta dari ibu Gerard menjadi motivasi kepada kita semua untuk selalu mencintai dan merawat anak- anak dengan baik.