It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mksh buat yg msh brsabar menunggu dan masih setia baca cerita ku yang ecek2
Update dikit dlu deh
Seret paksa:
@Tsunami @ryanadsyah @lulu_75 @3ll0 @arifinselalusial @d_cetya @4ndh0 @Adamx @kaka_el @Tsu_no_YanYan @dafaZartin @Cyclone @Rika1006 @Adi_Suseno10 @boygiga @JengDianFebrian @cute_inuyasha @Ndraa @Otho_WNata92 @ciel_P @Rifal_RMR @nakashima @Rikadza
Sudah seminggu lamanya sejak kepulanganku dari Jogja dan selama itu pula aku tidak berbicara dengan William, baik di sekolah maupun dari chat. Tidak ada satupun dari kami yang memulai pembicaraan. Gengsi ku yang terlalu tinggi, membuatku enggan untuk menyapanya terlebih dahulu.
Seminggu tidak bertegur sapa dengannya, membuatku seperti merasakan ada sesuatu yang hilang. Setiap kali aku memandangnya dari kejauhan di sekolah, aku merasakan sesuatu yang menyakitkan hatiku. Entahlah, akhir-akhir ini aku melihat ada perubahan pada dirinya.
Suatu kali, aku pernah bertanya pada Novi mengenai perubahan William. Tapi dia bilang, mungkin itu hanya perasaanku saja. Aku mencoba untuk menerima alasan Novi dan berkata bahwa semua hanya perasaanku semata. Namun tetap saja selalu ada perasaan yang mengganjal di hatiku. Mungkin memang benar kata orang jika logika dan perasaan tidak akan pernah bisa sejalan. Sebagaimanapun aku mencoba membohongi diri, sakit itu masih terasa bahkan hingga setiap malam aku tidak dapat tidur dengan tenang. Apa yang sebenarnya terjadi?
****
Sudah 10 hari berlalu dan masih tidak ada satupun pesan yang masuk dari William. Di sekolahpun, aku jarang sekali melihatnya dan tidak seperti biasanya juga ia tidak ada di taman belakang sekolah.
"Wil... Lu kenapa sih?" tanyaku pada diriku sendiri yang kini tengah duduk di taman belakang sekolah. Kulihat langit telah kelabu karena memang hari sudah sore. Saat sedang merenung, kurasakan ada sebuah tepukkan di pundakku.
"Hei.." panggil seseorang. Aku yang kaget, sontak menoleh dan melihat orang yang telah menepukku.
"Billy?" tanyaku heran.
"Boleh duduk?" izinya padaku untuk menempati tempat disebelahku.
"Kalau gw bilang ga boleh gimana?" tantangku.
"Gw akan tetap berdiri dan ngeliatin lo" jawabnya dengan senyum badboy. Huuh... sepertinya percuma nyari ribut sama ni anak. Lagi ga mood juga ngeladeninnya.
"Yauda duduk aja situ. Gw mau pergi dulu ya" ucapku kemudian berdiri dan hendak pergi.
"Tunggu" ucapnya dengan tangan yang kini menahan tanganku. Dibalikannya badanku hingga sekarang aku menatap dirinya.
"Gw yang pergi" ucapnya dengan senyuman lembut. "Jangan pulang kesorean ya. Nanti di culik wewek gombel loh" lanjutnya sambil menunjuk-nunjuk mukaku.
"Iya elu wewe gombelnya paling" balasku jutek.
"Ih! Pengen banget gw yang jadi wewe gombelnya?" tanyanya dengan penekanan pada kata 'pengen banget'. "Maunya lu itu mah hahaha...." tawanya membahana.
"Apa lu bilang?" tanyaku.
"Udah ga usah malu-malu gitu ah beb, kamu kan tau aku pasti mau nyulik kamu dengan senang hati" ucapnya sambil merangkul pinggangku. What the?!
"Arghhh!!" teriaknya kesakitan setelah dengan tenaga penuh ku injak kakinya itu. Ini tuh lagi di sekolah, masih banyak anak-anak lain. Gimana kalo mereka mikir macem-macem?
"Lu nyari ribut ya sama gw?" kataku dengan tatapan membunuh.
"Siapa yang nyari ribut? Orang gw lagi nyari kunci" jawabnya sambil duduk memegangi kakinya yang barusan ku injak.
"Kunci apa coba? Ga nyambung lu sama pertanyaan gw"
"Loh tadi kan lu nanya emang gw nyari ribut? Gw bilang ngak. Gw tuh nyari kunci. Kunci buat ngebuka hati lu" lanjutnya dengan mata yang sekarang fokus melihatku. Aku terdiam membalas tatapan matanya. Kututup mata sejenak dan menghela nafas sebelum membuka mataku kembali untuk melihatnya.
"Bil, kenapa sih lu harus suka sama gw? Padahal dengan semua kelebihan yang lu punya, lu bisa dapetin cewek mana aja yang lu mau. Muka ganteng, tajir, pinter, jago olahraga, bisa main musik, mudah bergaul, seakan ga ada satupun kekurangan yang bisa gw temui dari lu.Dan karena itu lah gw gak yakin lu beneran suka sama gw atau cuma bercanda. Tapi kalau emang ini cuma bercanda, its really not funny at all you know?" ucapku panjang padanya. Kulihat kini matanya tidak berani melihatku. Aku tahu ia sendiripun sebenarnya ragu. Tapi untuk apa dia membuang segalanya dan menyakiti perasaan orang lain hanya untuk cinta yang tidak pasti. Aku hanya tidak mau ia hidup dalam dunia sepertiku. Cinta di dunia yang kupilih ini tidaklah mudah.
"Gue...." ucapnya dengan kepala menunduk.
"Cinta itu ga se'simple saat lu mengucapkannya Bil. Butuh pengorbanan untuk meraihnya. Jangan pernah bilang cinta, kalau lu sendiri belum yakin sama hati lu. Gimana bisa lu ngebuktiin cinta lu sendiri kalau yakin aja belum? Gw anggep semua hal yang lu omongin dulu itu ga pernah terjadi, dan sebaiknya lu balik sama Vina sana. Gw bisa ngerasaiin kalo dia bener-bener sayang sama lu" ucapku panjang lebar menasihatinnya. "Pikirin baik-baik apa yang gw bilang Bil" ucapku sambil menepuk pundaknya dan kemudian pergi berlalu meninggalkannya sendiri.
Maafin aku Bil. Mungkin awalnya akan sakit, tapi itu lebih baik daripada nantinya aku harus membohongi baik perasaannmu dan juga perasaanku. Hanya nama William yang saat ini terpaku di hatiku, bukan dirimu.
****
Seperti biasanya pada hari Minggu seperti ini, tidak banyak hal yang bisa kukerjakan. Paling cuma nonton, makan, main game, nonton, makan, main.... Ah sudah lah. Kalian juga pasti mengerti apa saja yang kulakukan.
Tidak ada kegiatan seperti ini, malah membuatku jadi memikirkan hal yang tidak-tidak. Selalu saja William yang terbayang. Hingga saat ini pun, dia tidak menyapaku sama sekali. Salahku juga mungkin yang tidak membalas chat terakhirnya dua minggu lalu—saat dimana aku benar-benar kesal.
Berulang kali aku hendak menyapanya, tapi selalu saja kuhapus semua isi pesan tersebut sebelum sempat terkirim. I can't. Egoku tidak mau mengalah begitupun hatiku yang tetap mengeras.
"Kalau gw emang berarti buat lu Wil, lu harusnya sadar" ucapku sendiri.
"Dreet...dreeet...."
Tiba-tiba, hp ku bergetar dan ada satu pesan masuk disana. From Willy... Hah? Willy?! Aaaaa!! Akhirnya. Tanpa kusadari, aku langsung berjingkrak kegirangan dan melompat-lompat di atas kasur. Perasaan senang itu terasa nyata meluap-luap walaupun membaca pesannya saja belom. Bodo amat lah namanya juga lagi seneng.
"Ven, besok dateng jam setengah 7 ya. Lu kan panitia games 17 Agustus'an. Jadi musti bantu prepare" begitulah pesan yang disampaikannya padaku. Kuhela nafas sejenak merasa sedikit kecewa. Ternyata cuma mau ngingetin soal itu toh. Bales ga ya? Bales, ngak, bales, ngak, bales.. agh!
"Oke Wil" balasku setelah melalui pergumulan batin.
"Sip deh" jawabnya. Ya, demikianlah chat kami berakhir.
"Lu udah berubah Wil. Gw bisa ngerasaiin itu. Biarpun orang ga tau, tapi gw bisa melihatnya. Sebagaimanapun lu mencoba bersikap biasa, I know you are not the same" ucapku sendiri berbaring di kasur dan menutup kedua mataku dengan lengan.
****
Hubunganku dengan William entah mengapa semakin merenggang. Tidak ada lagi percakapan hangat diantara kami. Walaupun aku mencoba berinteraksi dengannya, aku tetap dapat merasakan ada perbedaan pada dirinya. Mulai dari cara dia memandangku, caranya membalas pesan-pesanku, hingga tingkah laku serta sifatnya yang..... benar-benar berbeda.
Pada satu titik, aku sudah tidak tahan membendung perasaan yang kian hari kian menyakitkan melihat perubahan pada dirinya. Aku perlu berbicara dengannya.
****
Sekolah telah usai sejak satu jam yang lalu. Hanya tinggal beberapa murid yang masih tinggal untuk menunggu jemputan atau sekedar berbincang dengan temannya yang lain.
Lagi-lagi aku duduk di tempat ini, taman favoritku di sekolah. Tidak ada orang lain disini, kebanyakan dari mereka sedang berada di sekitar gerbang sekolah. Aku menunggu William, sesuai dengan pesanku kemarin padanya untuk menemuiku. Angin berhembus kencang dan kulihat awan menggumpal menutupi langit yang mulai menghitam.
Kualihkan pandanganku ke depan, menyadari kedatangan William yang kini tengah berjalan ke tempatku. Ia memasang wajah tersenyum seperti biasanya. Tapi aku sama sekali tidak merasakan senyumnya sama seperti dulu.
"Ven. Kelamaan nunggu ga?" tanyanya.
"Ngak Wil" balasku.
"Oohh untung deh. Tadi gw ada urusan dulu soalnya jadi telat"
"Oohh... duduk sini" ajakku sambil menepuk-nepuk ruang kosong disebelahku.
"By the way, kemarin lu katanya mau ngomong sesuatu?" tanyanya setelah duduk terlebih dahulu. Kini ia memandangku dengan lekat sebagai lawan bicaranya. Tapi cara ia memandangku berbeda dari William yang kukenal.
"Wil, lu anggep gw apa?" tanyaku.
Disaat kulontarkan pertanyaan itu, kulihat dirinya sedikit terkejut. Mungkin ia tidak menyangka akan pertanyaan yang kuajukan ini. Selama beberapa saat, hanya keheningan yang terjadi. Hingga akhirnya ia membuka mulutnya dan memberikan jawaban.
"Lu temen gw lah. Masa gitu aja perlu ditanya? Hahaha..." jawabnya kemudian tertawa.
Aku tersenyum dalam hati mendengar jawabannya. Ya, aku tahu dia hanya menganggapku demikian. Bukan itu yang ingin kutanyakan padanya. Aku hanya ingin memancing respon dari pertanyaanku saja. And I've got the result.
"Kok lu nanya gitu?" lanjutnya dengan tatapan bingung.
"Lu ngerasa gak, akhir-akhir ini lu berubah?" tanyaku kemudian to the point.
"Berubah?" tanyanya sambil berpikir. "Berubah gimana?"
"Lu bukan lagi William yang gw kenal. Gw sendiri juga ga bisa mendiskripsikan perubahan lu itu. Tapi disini Wil" tunjukku pada dada diriku. "Hati gw yang merasakannya. Ada sesuatu yang hilang dari lu. Ada sesuatu yang gw rindukan dari sosok lu yang dulu"
Kulihat ia sedang berpikir sejenak. Aku tau ia sedang menyembunyikan sesuatu dariku, tapi apa? Mimik mukanya tiba-tiba berubah menjadi.... entahlah. Aku belum pernah melihat ekspresinya yang satu ini. Ekspresinya sangat berbeda dari yang biasa ia tunjukkan padaku.
"Mungkin perasaan lu aja. Kalo emang lu ga mengenal gw itu udah wajar. Gw aja kadang ga mengenali diri gw sendiri. Jadi lu ga perlu sok mengenal pribadi gw" ucapnya santai namun terasa menusuk jauh kedalam hatiku.
"Jadi, maskud lu gw ga perlu ngertiin lu lagi gitu?" tanyaku menahan emosi.
"Iya ga perlu kalau seandainya lu merasa capek ato gimana. Gw ga memaksa itu kok" ucapnya cuek seolah tak perduli dengan ekspresi datar.
Hatiku terasa sakit, teramat sakit ketika mendegar perkataannya. Perasaanku seolah hancur berkeping-keping. Bukan karena penolakan cintaku, tapi karena hancurnya persahabatan kita. Oh, atau mungkin hanya aku yang menganggapnya begitu.
"Oke. Sorry gw udah terlalu mencampuri urusan lu. Kalau memang itu keputusan lu, mulai besok..." ucapku menggantung sambil berdiri dan memandangnya sedih "lu gak akan lagi ngeliat Steven yang selama ini lu kenal" lanjutku kemudian pergi meninggalkannya dengan perasaan sedih, marah, kecewa, semuanya bercampur menjadi satu. Sekarang aku yakin, William yang dulu telah mati.
Kupercepat langkah kakiku hingga nyaris berlari. Aku harus pulang. Air mata ini tak lagi dapat terbendung. Kupacu motorku dengan kencang meninggalkan sekolah. Petir mulai menyambar dan angin bertiup kencang. Rintik hujan berjatuhan hingga sesaat kemudian berubah deras.
Perihnya air yang menghujam tubuhku, tidaklah seberapa, dibanding luka yang menghujam hatiku. Pernahkah kalian merasa kecewa, disaat orang yang kita sayang tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang tidak lagi kita kenal? Aku sudah cukup menderita untuk mencintai seorang sahabat yang tak mungkin kumiliki. Aku tak mengharapkan balasan cintanya. No! Aku cukup sadar diri untuk tidak menghancurkan persahabatan kami. Aku hanya ingin... agar dia selalu menjadi William yang selama ini kukenal.
Air mata yang sejak tadi ku bendung, membuat penglihatanku menjadi kabur. Kucoba menghapus air di pelupuk mataku dengan sebelah tangan, sebelum kulihat ada mobil tepat di depanku.
"Aaghhh!!" ku belokkan setirku secepat mungkin dan....
"BRAK!!!" hanya dentuman keras yang dapat kudengar dan derasnya air hujan yang berjatuhan. Karena sesudahnya, semua menjadi gelap.
1 lagi cerita yang bikin galau diakhirnya
#disitu kadang saya merasa sedih T___T
quote gw pd eps ini :
"Friendship means UNDERSTANDING, not AGREEMENT. It means FORGIVENESS, not FORGETTING. It means the MEMORIES LAST, even if CONTACT is LOST."
Keren quotenya Ko @Tsunami, mau jg dong ko sekali2 dikasih quote gitu
@4ndh0 monggo silahkan.. ini konsumsi publik kok
@Adamx mngharapkan Billy ya
@Rifal_RMR diusahakan ya
@Otho_WNata92 ak jg kurang tau, mngkin kedepannya bkal ke reveal (?)
@Tsunami maafkan ketelatanku ko Tsu TvT.. Always like ur quotes
@4ndh0 amnesia gitu? Hmm...
asal d tamatin aja ya, gw msh OL salah satunya cm ikutin story elu kok
@4ndh0 anemia mah kekurngan drah dng hahaha