It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
*
Author Pov
Trakk..
Chrsss.. (?)
Malam itu Suara-suara khas orang memasak terdengar di dapur rumah Rio.
" Garamnya jangan banyak-banyak, Yo. Satu sendok teh aja udah cukup. "
" Iyaa.. "
" Aku bilang sendok teh, Rio. Bukan Sendok Sup! "
" Iyaaa.."
Chreesss..!
" Masukin ikannya pelan-pelan aja,Yo. Jangan di lempar gitu! Ntar minyak panasnya malah bisa kena tangan kamu kalo kamu lempar gitu. "
" Iyaaa.. "
Chreess..!
" Awhhh! "
" Tuhkan. Di bilangin ngeyel sih! Kena tangan kamu kan minyaknya. "
" Aduh! PANAS Dave!! "
Grusuk..
Trakk..
Trang..
Bruk..
Draak..
" Rio!! "
Suara mengerikan terus terdengar dari arah dapur.
Suasana mencekam bak di medan perang terlihat di dalam dapur.
Noda-noda minyak berceceran di tembok. Sayur mayur yang sudah tak terlihat bentuknya berceceran di lantai. Piring dan mangkuk berantakan di mana-mana. Pemandangan mengerikan yang terlihat di dapur itu bisa di pastikan akan membuat Chef-Chef kelas dunia memenggal kepala si pembuat masalah.
Dapur rumah Rio hancur!
Dave memijit keningnya jengkel.
Wajahnya yang biasanya tenang dan lembut bak malaikat, sekarang malah terlihat kusut, kesal, jengkel dan jengah.
Sementara Rio, Tersangka utama akan penghancuran dapur itu hanya tersenyum meringis sambil memegang tangannya yang mulai memerah.
" Hufft.. Sekarang aku ngerti kenapa Kak Arsya tadi ngetawain kamu, waktu kamu bilang mau belajar masak. " kata Dave sambil menatap sekeliling dapur prihatin.
Rio menekuk bibirnya mendengar komentar Dave.
" Ini kan pertama kalinya gue masak, Dave."
' iya. Pertama kali dan kamu hampir ngancurin separuh dapur kamu. "
gerutu Dave.
" Ck. Ya udah, lebih baik kamu obatin dulu tangan kamu itu. Biar aku yang masak. Kamu liatin aku aja dulu. " Kata Dave Final sambil mengambil ikan gosong hasil masakan Rio di wajan dengan wajah sedih.
' jadi mubazir gini kan makanannya. Ck.. Rio.. Rio.. '
Rio menurut. Dengan wajah tertekuk ia mengambil kotak obat lalu mulai mengobati tangannya.
Rio memperhatikan pergerakan gesit Dave yang tengah membersihkan counter dapur dari sayur mayur tak berbentuk dan cipratan minyak.
Dave juga membereskan piring dan mangkuk terlebih dahulu.
Sepertinya Dave mencoba membuat dapur Rio 'sedikit' layak untuk ia pakai memasak.
Akhirnya Rio hanya diam di kursi meja makan memperhatikan Dave yang memasak dengan terlaten.
Cklek..
Blam..
Rio menengok kearah pintu depan dan dilihatnya Arsya berjalan masuk dengan pakaian futsal masih melekat di tubuhnya.
Rio merengut.
' Siap-siap di ejek deh gue. '
Arsya berjalan kearah dapur bermaksud mengambil air dingin di kulkas.
Saat sampai ambang pintu dapur Arsya tercengang melihat keadaan dapur yang sungguh terlihat berantakan- walau Dave sempat sedikit membereskannya.
Pletak..
" Aduh! Apaan sih kak main jitak aja! " Teriak Rio kesakitan sambil mengelus kepalanya yang dihadiahi jitakan 'sayang' dari Arsya.
" Lo kan yang ngancurin nih dapur?!. Mamah bisa ngamuk kalo tau dapurnya ancur kaya gini! " cerocos Arsya jengkel.
Rio hanya memutarkan matanya malas mendengar perkataan Arsya.
Pletak..
" Woy! Dengerin kalo gue lagi ngomong. "
" Jangan sambil ngjitak juga kali kak! Sakit tau!!"
Dave menengokan kepalanya saat mendengar perdebatan kecil terdengar di belakangnya.
" Eh? Kak Arsya udah pulang? Udah futsalnya kak? " Arsya mengalihkan tatapan kearah Dave.
" ah.. Dave? Lo masih disini? "
Oh, lihat. saking kesalnya Arsya pada Rio, ia sampai tak sadar dari tadi Dave ada di dapur.
Tanpa memperdulikan gerutuan kesal Rio padanya, Arsya berjalan mendekat ke arah Dave - ah tetapnya ke kulkas yang ada di sebelah Dave yang mulai sibuk memasak lagi. Arsya sampai hampir lupa apa tujuan utamanya ke dapur gara-gara melihat hasil 'karya' adiknya yang dungu-tapi manis-itu.
" Maaf ya kak, dapurnya jadi berantakan gini. " kata Dave penuh penyesalan kearah Arsya yang tengah meminum air dingin di sebelahnya.
"Gak apa-apa kok. Gue tau, ini pasti hasil kerjaanya si dungu Rio." kata Arsya sambil tersenyum tipis kearah Dave, tanpa memperdulikan teriakan Rio yang memakinya di di meja makan.
Arsya menepuk pelan bahu Dave lalu berjalan keluar dapur.
Dave sempat melihat keributan kecil di depannya, sampai terdengar teriakan murka Rio.
TUK..
"Aduh!" Arsya sempat-sempatnya menyentil dahi adiknya -yang tengah berkerut kesal itu- dengan keras hingga membuat dahi Rio memerah seketika.
Rio memegang dahinya kesakitan sambil melotot murka kearah Arsya yang menyeringai geli kearahnya.
"SAKIT! KAKAK SIALANN!"
Tanpa memperdulikan teriakan Rio yang membahana, Arsya malah melenggang dengan santainya keluar dapur sambil terawa puas.
Dave tertawa pelan mendengar interaksi unik kakak beradik itu.
"Nggak usah ketawa deh Dave! Dahi gue sakit tau!" semprot Rio sambil mengelus dahinya, kearah Dave yang mulai menyajikan makanan buatannya di meja makan.
Dave hanya tersenyum manis mendengar gerutuan Rio.
"Kayanya hubungan kalian mulai membaik ya Yo?"
Rio bungkam.
'Iya.'
lalu Rio tersenyum manis
_
Derrrtt....
Derrr-
Klik
"Halo?" Dave mengangkat telponnya setelah dari tadi benda itu bergetar di saku celananya.
"...?"
"Dave lagi di rumah temen Kak. Emang Ada apa kak?"
"...!"
"Apa?!. Ya udah Dave kesana sekarang."
klik
Rio yang dari tadi memperhatikan Dave sambil membersihkan dapur, mengernyitkan dahinya melihat raut Kalut dan khawatir di wajah Dave.
"Ada apa Dave?" Dave melihat kearah Rio -masih dengan raut wajah kalut- sambil melepaskan apron putih yang ia pakai.
" Aku langsung pulang ya, Yo!"
" Loh? Terus ini makanannya gimana? "
" Kamu sama Kak Arsya aja yang makan. Ya udah bye.. "
" E-eh Dave!! "
Rio melongo di tempatnya berdiri sambil menatap Dave yang berlari dengan tergesa-gesa keluar rumah Rio.
" Loh? Dave mana? Udah pulang dia? "
Rio melihat kearah Arsya yang turun dari tangga dengan rambut basah dan wajah lebih segar.
Rio menghelanafas lalu menganggukan kepalanya. Tanpa mengatakan apapun Rio masuk lagi kedapur.
Arsya mengikuti Rio masuk ke arah dapur, lalu ikut duduk di meja makan dan menatap berbinar makanan di depannya.
" Wah.. kayanya enak-enak nih. " Arsya menyendokan nasi dan berbagai lauk pauk yang ada di depannya dengan semangat.
Rio mencibir melihat kelakuan Kakaknya yang sudah seperti orang tak makan ribuan tahun.
" Dave berbakat jadi Chef handal nih, masakannya enak-enak. Gak kaya orang di depan gue, masak air aja gak becus, bahkan dapur sampai hampir hancur kalo dia masak. " Sindir Arsya yang sudah sangat jelas ia arahkan kepada Rio.
Rio mendelik kearah Arsya.
" Ekhem. Sayangnya Dave gak berminat jadi Chef, dia pengennya jadi Dokter! " balas Rio sambil mencibir.
" Wah, hebat dong. Paket lengkap dia, bisa masak sekaligus bisa 'Ngurusin' orang sakit. " kata Arsya sambil menekankan ucapannya.
Rio semakin menatap Arsya kesal.
' Emang Dave mesin cuci pake di sebut paket lengkap segala. Sifat nyebelin Kak Arsya emang gak pernah hilang. Sekali tukang sindir tetep aja tukang sindir.' gerutu Rio di dalam hati, sambil memakan makanannya dengan dongkol.
Ting.. Tong..
Arsya melihat kearah Rio, yang juga tengah menatap Arsya.
" Bukain pintunya tuh."
perintah Arsya seenaknya.
" Buka aja sendiri. " balas Rio tak mau kalah.
" Lo kan lebih muda dari gue. Jadi udah sepatutnya lo matuhin perintah orang yang lebih tua. Apa lagi gue kakak lo. " kata Arsya so bijak.
Rio mendengus mendengar perkataan Arsya.
Ting.. Tong..
Ting.. Tong..
" Udah! Bukain sana! "
tak ingin memperpanjang perdebatannya dengan Arsya, akhirnya dengan malas-malasan Rio berjalan ke pintu depan.
Ting.Tong.Ting.Tong.Ting.Tong.Ting.Tong..
Kepala Rio berkedenyut kesal saat mendengar Bel rumahnya terus di bunyikan dengan brutal.
Ceklek..
" IYA! GUE DENGER! GUE GAK TULI! BEGO! "
hardik Rio ke arah tamunya yang hanya menyengir tanpa dosa di depan Rio.
" Kamu nyambut tamu emang selalu sambil teriak gitu ya, Yo.? "
wajah Rio semakin masam saat tau siapa yang bertamu ke rumahnya malam-malam begini.
Tanpa memperdulikan wajah masam Rio. Ara langsung nyelonong(?) masuk.
"Ck.. Ngapain lo malem-malem kesini?! " tanya Rio ketus, lalu mengikuti Ara yang berjalan kearah dapur menenteng kantong plastik yang Rio tak tau apa isinya.
" Mau jenguk Kak Arsya. Katanya dia sakit kan? "
jawab Ara enteng.
" Malam-malam gini? Lagian dia udah sembuh tau. Basi banget lo baru jenguk dia sekarang. "
Tanpa memperdulikan perkataan Rio. Ara malah langsung menuju kearah dapur dan menemukan Arsya masih sibuk melahap makan malamnya.
"Halo, Kak!" sapa Ara denga ceria.
Arsya menengokan kepalanya kearah Ara.
" Eh, lo Ra? Ngapain malem-malem kesini? " tanya Arsya dengan raut wajah heran menatap Ara yang duduk di sebelahnya, setelah sebelumnya Ara meletakan kantong plastik yang ia bawa di counter dapur.
"Katanya Kak Arsya sakit ya? Gimana sekarang? udah mendingan?"
" Gue udah sembuh dari seminggu lalu kali. Basi banget lo baru tanya sekarang.. " jawab Arsya dengan wajah datar.
" Benerkan apa gue bilang. Basi. " celetuk Rio yang entah sejak kapan sudah duduk di kursinya dan menyantap makan malamnya lagi.
Ara menekuk wajahnya mendengar perkataan Rio dan Arsya.
" Aku kan baru di kasih tau kemarin sama bunda. Kenapa juga kamu gak ngasih tau aku dari awal, Yo."
"Penting gitu gue kasih tau lo." jawab Rio cuek.
" Ya penting lah! Aku kan bisa bantu kamu ngerawat Kak Arsya! "
teriak Ara kesal.
" Udah. Udah. Dari pada lo merepet gak jelas mendingan ikut makan nih, makanannya masih banyak tuh." kata Arsya yang sepertinya mula terganggu dengan teriakan Ara.
Ara -masih dengan wajah tertekuk- melirik kearah berbagai makanan yang terlihat menggiurkan di depanya.
" Wah. keliatannya enak nih. Delivery dari mana kak?" tanya Ara dengan wajah kembali cerah.
" Delivery dari Jepang."
celetuk Rio.
" Hah?"
" Ck.. Ini bukan Delivery. tapi buat sendiri." jawab Arsya.
"Wah. siapa yang masak? Kakak? Atau.. Err.. Rio?" tanya ara menatap Rio ragu.
"Bukan, Yang masak Dave."
"Dave? Dave temennya Rio?"
"Iya lah. Siapa lagi."
Ara terdiam.
"E-emm. Gak usah deh. Aku udah makan tadi." jawab Ara pelan, sambil menundukan wajahnya yang berubah masam.
Ara lalu melihat kearah
Arsya.
"Eh, kak. Malam ini Ara boleh nginep disini ya?"
"Hah?"
" Nggak boleh! "
Respon berbeda langsung di perlihatkan Rio dan Arsya atas permintaan Ara.
Arsya terlihat bingung, sedangkan Rio langsung menolak mentah-mentah.
Ara menatap Rio sebal.
" Apaan sih Yo. Aku kan minta izinya sama Kak Arsya bukan sama kamu. Boleh ya kak.. " rengek gadis jangkung berwajah manis itu pada Arsya.
" Gue tetep gak ngizinin." ucap Rio menatap sengit Arsya yang menatapnya minta persetujuan.
" Ayo lah kak.. Boleh, ya, ya. Aku kesepian dirumah sendiri, mommy, daddy dan Bank (adik Ara) masih di Thailand. Masa sih kak Arsya tega gak ngizinin aku nginep disini malam iniii aja.. Apa perlu Ara minta izin bunda dulu?..
Rio~ Boleh ya. Malam ini aja. Besokan kamu bisa bareng aku ke sekolahnya." Rengek Ara dengan wajah memelas kearah kakak beradik itu.
Arsya menghela nafas.
" Ya udah. Lo boleh nginep disini. Tapi cuma malem ini aja. "
Rio menatap Arsya tak terima.
" Tapi ka-- "
" Yes sir! Makasih banget kak" kata Ara motong perkataan Rio, Ara dengan sumringah beranjak dari kursinya lalu..
Cup..
Mengecup pelan pipi Arsya yang membuat Arsya kaget.
" Berani lo ngelakuin itu juga ke gue. Gue langsung tendang lo dari rumah ini! " Teriak Rio panik dan sontak menjauh sejauh mungkin dari Ara, saat Ara mendekat ke arahnya dan bermaksud mengecup pipi Rio seperti yang ia lakukan pada Arsya.
Ara hanya mengakat bahunya acuh melihat reaksi Rio padanya.
" Oh iya. Itu ada chees cake buat kalian dimakan ya. " Kata Ara sambil menunjuk kantong plastik yang ia simpan di meja counter dapur.
" Ya udah, aku tidur duluan ya, Night!! " teriak Ara sumringah, lalu berjalan dengan riang ke lantai atas menuju kearah kamar Raya yang memang sering ia tempati jika menginap di rumah Rio.
" Dia itu Supupu terunik yang gue punya. Ckckck . " celetuk Arsya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran.
" Unik Apanya! Mengerikan Iya!! " balas Rio.
Arsya mengalihkan tatapannya kearah Rio.
Dan di lihatnya wajah Rio pucat, terlihat ketakutan sekali.
" Bwahahahaha!! " Sontak Arsya tertawa terbahak-bahak, bak nenek sihir yang berhasil membunuh Snow white. ( apa cenah?-_-)
Rio menatap Arsya penuh kesumat layaknya suzana yang siap membalas dendam.
Rio lalu melempar tulang paha ayam yang ada dipiringnya ke arah Arsya. Dan sukses masuk ke mulut Arsya yang masih tertawa terbahak-bahak, Arsya pun mati mengenaskan karena tulang ayam masuk ke tenggorokannya.
-THE END-
#Woy! Author di lempar tulang ayam segedi gaban.
Sorry Author lagi Error..
#Jitakkepalapakepalu.
***
Rio Pov
Aku lihat jam menujukan pukul 06:15.
'Biasanya Ricky selalu datang tepat jam 06:00 pas. Tapi kok nggak ya? Ah, mungkin dia kesiangan kali ya? '
Aku lalu berjalan ke arah dapur saat ku cium harum Omelet- eh? Omlette(?) (gimana sih cara nulisnya?) tercium dari sana.
Ku longokan kepalaku masuk kedalam dapur dan ku lihat seorang perempuan jangkung berseragam sama denganku tengah membulak balik omlette(?) di wajan.
Ara?
'Ah ia semalam kan dia nginep disini.'
Aku lalu masuk kedalam dapur lalu duduk di meja makan.
Ara menengokan kepalanya kearah ku lalu tersenyum manis.
" Pagi Rio~~. Pagi yang cerah ya. " katanya dengan semangat sambil menyimpan omlette dengan sosis dan roti di 3 piring.
" Biasa aja tuh. " jawabku malas.
Ara meletakan piring berisi omlette, sosis dan roti juga sebelas susu dengan porsi susu lebih banyak di depanku.
" Supaya kamu nambah tinggi. " katanya saat meletakkan segelas susu di depanku.
'Sialan! Dia nyindir gue ?!'
ku tatap Ara tajam, yang hanya di balas senyuman usil olehnya.
Ku makan sarapan buatan Ara dengan dongkol. Sesekali ku rutuki author sialan yang membuat tubuhku tak terlalu tinggi (gak mau ngaku pendek).
" Kak Arsya belum bangun, Yo? "
" Belum."
" Kok belum bangun? Emang dia gak kuliah pagi gitu?" tanyanya konyol.
" Kalo jam segini belum bangun, berarti dia gak kuliah pagi! " jawabku ketus.
Ara menatapku lama saat aku menyimpan piringku yang telah kosong di washtapel(?).
" Kamu ini.. di pagi yang penuh cinta ini kok malah ketus gitu sih." katanya aneh.
'pagi penuh cinta apanya!? Derita iya!'
" Bodo." jawabku lalu menyambar tas yang ku simpan di kursi.
" Eh?! Rio tungguin aku!"
teriak Ara saat aku melangkah ke pintu depan bersiap berangkat sekolah.
Cklek..
Druk..
"Eh?" ku tengokan kepalaku ke bawah saat kurasaka menyenggol sesuatu, lalu ku lihat sebuah kotak cukup besar, berbentuk Err.. Hati berwarna merah dengan Err.. Renda putih di sisi-sisi kotak itu.
'Gila nora banget ni kotak!'
Kotak itu tergeletak dengan indahnya di depan rumah ku.
Ku ambil kotak itu perlahan.
' Apaan nih?. '
Ku buka tutup kotak itu dan... Coklat?
Aku mengernyitkan dahiku.
Ku lihat ada note di dalam kotak itu.
Note itu berisikan.
'For my Sweet heart RIO.
Happy Valentine Day'
' hah? Valentine?'
- TBC -
@Tsu_no_YanYan @3ll0 @Yuuki @Arie_Pratama @Wita @Centaury @lulu_75 @kristal_air @cute_inuyasha @balaka @4ndh0 @d_cetya @Cylone @DoniPerdana @Widy_WNata92 @Unprince @Tsunami @Adityaa_okee
silahkan~
Lanjuuut^^/
itu yg kasih coklat ricky mungkin pagi2 dan sengaja dateng telat biar rio gak tau. apa dari alfa?
dave punya kakak yee? gw kira itu telpon dari ergha
*
Rio Pov
Tap..
Aku turun dari mobil Ricky.
'Haah, untung saja kami tidak terlambat.'
Tidak seperti biasanya, hari ini Ricky terlambat 30 menit menjemputku.
Biasanya tepat jam 06:00 pun dia sudah standby di depan rumah ku.
Ku lihat mobil Ara melintas di depanku.
Ara keluar dari mobilnya, lalu berjalan kearahku masih dengan senyuman aneh yang sungguh membuatku muak.
Ara meledekku habis-habisan saat tau aku mendapatkan coklat dari seseorang yang tak jelas siapa, karena tak ada satu pun petunjuk yang mengarah ke identitas si pengirim coklat.
Aku tatap nanar coklat yang tadi pagi ku temukan di depan rumahku. Aku terpaksa membawa coklat ini ke sekolah, aku tak sempat menyimpan coklat ini karena Ricky keburu datang menjemput di tambah desakan Ara yang tak memperbolehkan ku menyimpan coklat ini dirumah.
Dasar memang gadis itu ingin mempermalukanku karena harus menenteng coklat dengan bungkusan -Sangat- norak ini, tadinya aku akan menyimpan coklat ini di tas ku, tapi salahkan ukuran coklat ini yang sungguh besar sampai tasku tak mampu menampungnya. Sial!
Tak seperti pagi biasanya, pagi ini halaman sekolah sunggur ramai oleh siswi-siswi yang tengah bergerombol sambil memegang berbagai bentuk coklat yang akan mereka berikan pada orang yang mereka sukai atau pacar mereka.
Valentine Day. Hari yang sepertinya sangat spesial untuk mereka.
Berbeda denganku, Aku sebenarnya tak terlalu perduli dengan Valentine, tapi kalau ada yang memberiku coklat padaku dengan senang hati aku akan menerimanya. Karena aku suka coklatnya. Bukan orang yang memberinya. Kecuali kalo orang itu... Ricky.
Ku lirik Ricky yang berdiri di sebelahku, seketika pandangan kami bertemu. Ternyata dari tadi Ricky memperhatikanku. Melakukan kebiasaan aneh yang memang sering ia lakukan padaku.
Ku alih kan pandangan ku padanya saat ku rasa pipiku memanas.
Ught! Sial!
'Lagian gue mikri apa tadi. Mana mungkin Ricky ngasih gue coklat.' kurutuki khayalan babu yang sempat terlintas di pikiranku tadi.
" Ciee.. Yang pagi-pagi udah dapet coklat!. " teriak Ara cukup keras sehingga merebut perhatian beberapa orang di sekitar kami.
Mereka menatapku lalu mulai mendiskusi kan siapa yang memberkanku coklat. Atau tepannya Perempuan atau Laki-laki.
Karena memang semenjak masalah orientasi ku tersebar ke seluruh sekolah, hampir semua perempuan menjauh dariku, Memandangku sinis.
Dan atas kenyataan itu aku bukannya kecewa, malah lega luar biasa.
Yah, walau ada beberapa perempuan yang masih mencoba mendekatiku.
Ku tatap Ara tajam, sudah ku duga dia memang hanya ingin mempermalukanku.
" Apaan sih Ra! "
" Nggak kok. Cuma gak nyangka aja ternyata masih aja ada cewek yang ngasih kamu coklat. Eh.. Cewek apa Cowok ya? " katanya dengan senyuman aneh.
Aku mengerutkan dahiku mendengar perkataan Ara yang terdengar tak enak di dengar dan entah kenapa terkesan sinis.
Ara sebelumnya tak pernah se sinis ini padaku, ada apa ini?
" Ra-"
" Kak Ricky ini coklat dariku. Tolong di terima ya. " perkataanku terpotong saat tiba-tiba 3 siswi adik kelasku mendatangi Ricky dengan pipi mereka yang bersemu memandang Ricky -yang berexspresi sedatar tembok- dengan malu-malu keong(?).
" Oh, ia makasih. " jawab Ricky datar lalu mengambil coklat dari gadis itu, ke-3 adik kelas itu sontak menjerit kesenangan karena coklatnya di terima Ricky.
Lalu tiba-tiba saja segerombolan siswi juga mengikuti ke 3 adik kelas tadi dan mulai berebutan memberikan coklat mereka pada Ricky.
" Kak aku juga punya coklat buat kakak! "
" Aku buat sendiri loh Rick! "
" Coklat milikku pasti yang paling enak! "
" Coklat ku yang paling Cantik! "
" Nggak! Coklatku yang Paling Cantik! "
" Coklat gue paling mahal! Lo harus terima coklat gue Rick! "
Dan setelahnya terjadi keributan di sana, dengan Ricky yang mulai kewalahan mengatasi siswi-siswi disana yang mulai berubah menjadi Serigala betina yang berebut daging segar.
Aku merinding melihat itu.
Aku dan Ara lalu bejalan pelan menjauhi kerumunan di sekeliling Ricky yang semakin membrutal.
Ricky sempat melirik ke arahku, memandang ku memelas meminta pertolongan. Tapi aku hanya tersenyum meringis, karena aku tak mungkin bisa menolongnya.
"Rio!! Yo! Tolongin gue Yo! Aduh.."
aku mengalihkan pandangan ku dari Ricky saat ku dengar seseorang memanggilku dan ku lihat Alfa berdiri tak jauh dariku dengan gerembolan siswi yang mengerubuninya bak semut mengerubuni gula.
Nasibnya tak beda jauh dengan Ricky.
Sekali lagi, aku hanya tersenyum meringis ke arah Alfa tak mampu membantunya bebas dari siswi-siswi mengerikan di sekitarnya.
"Ternyata temen-temen kamu terkenal juga ya, Yo. Tapi kok kamu gak di kerubunin cewek-ups Cowok maksud ku. Mana mungkin cewek yang ngerubunin kamu. "
Sekali lagi ku tatap Ara aneh. Kali ini kata-katanya sungguh tak mengenakan.
"lo kenapa sih Ra? Kok tiba-tiba sinis gitu sama gue." Ara menatapku sebentar lalu mengakat bahunya tak perduli.
"Entahlah, tapi kayanya aku mulai gak suka sama Homo kaya kamu." katanya sinis.
'A-apa!?'
_
Aku menatap Ara bingung sekaligus kaget.
Kenapa?
Sebelumnya Ara tak pernah mempermasalahkan soal orientasiku yang berbeda.
Dia terlihat biasa saja, bahkan dia bilang dia punya banyak teman yang sama sepertiku di Thailand sana. Tapi kenapa sekarang..?
Ara mulai berjalan perlahan meninggalkan ku yang masih tak percaya akan perkataanya.
Tapi.. langkahnya terhenti saat melihat Dave dan.. Ergha? Keluar bersama dari mobil Nissan yang entah milik siapa, Dave terlihat bicara sebentar dengan seorang perempuan- pengemudi mobil itu- yang ku kira se umuran dengan Kak Arsya sampai akhirnya mobil itu berlalu pergi.
Aku sempat mengernyitkan dahiku melihat keadaan Ergha yang terlihat kacau.
Wajahnya lebam di sana-sini, tangan kanannya di perban, lalu jalannya pun terlihat pincang, Dave sampai membantu memapahnya, yang tentu saja di tolak dengan kasar oleh Ergha.
Beberapa kali Dave di dorong menjauh oleh Ergha.
Sempat juga ku dengar umpatan-umpatan kasar yang Ergha teriakan pada Dave hingga menarik perhatian semua orang di sekitar mereka dan membuat beberapa orang memandang sinis Dave.
Tapi Dave tetap kukuh membantu Ergha. Ke tulusannya menolong Ergha sepertinya disalah artikan orang-orang yang melihatnya.
"Gila ya, gak tau malu banget tuh si Dave. Udah di tolak gitu masih aja ngejar-ngejar si Ergha."
"Yah, maklumlah, namanya juga cowok Homo. Yang dia kejar cowok juga lah. Hahaha"
Bisikan-bisikan tak mengenakan mulai terdengar di sekitar ku.
Ara lalu berjalan kearah Dave dan Ergha.
Aku menatapnya bingun.
'Ngapain dia kesana?'
Dengan perlahan aku pun mulai mengikuti langkah Ara, mendekati Dave dan Ergha.
" Sini biar aku aja. "
Aku membulatkan mataku melihat kejadian di depanku.
Ara tiba-tiba saja merebut tangan Ergha dari Dave dan merangkulan tangan Ergha di bahunya, lalu membantu Ergha berjalan yang-tak di sangka-sangka-di sambut baik oleh Ergha.
Mereka berdua berjalan sambil sesekali mengobrol dengan akrab, meninggalkan Dave yang mematung di tempatnya menatap hampa punggung Ergha dan Ara.
'Hey! Sejak kapan si sialan Ergha itu kenal dan seakrab itu dengan Ara!?'
Aku berjalan kearah Dave yang masih terdiam di tempatnya.
" Dave?" Dave terhenyak kaget saat aku memanggilnya.
Dia menatapku sebentar lalu tersenyum manis -yang terlihat di paksakan sekali.
" Eh, Rio? Pagi." sapanya pelan.
Aku menatapnya bingung, wajahnya tak secerah biasanya. Kulihat ada lingkaran mata di wajahnya, dia terlihat kelelahan.
" Lo semalem kurang tidur Dave? Tumben banget lo begadang? "
Dave terlihat kaget dengan pertanyaanku, lalu tesenyum gugup.
" E-eh, i-ia Yo. Semalem aku ngerjain tugas sampe larut malam. " jawabnya lalu tersenyum.
Aku menatapnya datar.
Bohong. Terlihat sekali dia sedang berbohong.
Kami tak bicara apapun lagi. Aku hanya diam menatap Dave datar. Aku tak suka kalau dia mulai menyembunyikan sesuatu dariku.
" Pagi..!"
Aku dan Dave serempak melihat ke arah suara yang menyapa kami.
Di sana ada Kak Dimas tersenyum lembut bak malaikat dengan tatapan mata tak lepas dari Dave.
Aku dan Dave lalu membalas senyumannya.
" Pagi juga Kak." jawab kami serempak.
" Wah, Lo udah dapet coklat ya, Yo?." kata Kak Dimas sambil menunjuk kotak coklat-norak- yang dari tadi ku pegang. Dave terlihat kaget dan baru sadar kalau dari tadi aku menenteng coklat-norak- yang besarnya tak kira-kira ini.
" Hehe.. Gitu deh Kak."
Kak Dimas hanya tersenyum menanggapi ku. Lalu pandangannya ia alihkan pada Dave.
" Kamu belum dapet ya Dave?. "
Dave tersenyum simpul mendengar pertanyaan Kak Dimas.
" Aku gak mungkin dapet Kak. Mana ada yang mau ngasih aku coklat."
Kak Dimas terdiam mendengar jawaban Dave. Lalu senyuman lembut terlukis di bibirnya.
" Siapa bilang gak bakalan dapet?"
Kak Dimas lalu mengambil sesuatu di saku celananya dan memberikannya pada Dave.
" Berarti aku orang pertama yang ngasih kamu coklat kan?"
Dave terlihat kaget saat coklat yang tertata rapih di dalam kotak panjang yang terlihat sederhana namun elegan, di berikan Kak Dimas padanya.
Wajah Dave langsung memerah.
" M-makasih Kak. "
kata Dave sambil tersenyum tulus kearah Kak Dimas, yang efeknya membuat Kakak kelas kami itu salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya yang ku yakini tak gatal.
"Hehe.. Sama-sama."
Beberapa siswi yang melihat Kak Dimas memberi Dave coklat terlihat tak terima dan memandang kesal sekaligus Iri Dave. Hahaha!
Aku tertawa kecil melihat interaksi manis Dave dan Kak Dimas.
See? Mereka terlihat sangat cocok.
Malaikat dengan Malaikat.
Kalau Dave dengan Ergha malah terlihat seperti. Iblis dan Malaikat. Kalian pasti tau siapa iblisnya.
" Kenapa yo? Pengen juga gue kasih coklat? Tapi sorry ya. Gue cuma bawa satu dan cuma buat Dave aja. " kata Kak Dimas menatapku penuh humor.
Aku tertawa mendengar perkataanya. Sedangkan Dave malah makin bersemu.
" Gak perlu lah Kak. Gak liat apa coklat gue se gede ini. 2 hari aja belum tentu abis. " kataku menunjukan coklat yang ku pegang.
Kak Dimas tertawa lalu menganggukkan kepalanya setuju.
___