It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
aku usahain update malam ini,
Semoga saja.. ^^v
@andi_andee
e-eh? T-tips? Aduh, aku masih newbe.
Masih belum ngerti apa2 soal benar dan tidaknya di bidang tulis-menulis.
Cerita ini aja, ada karena modal nekat. Ehehe ._.,
tapi kalau kamu mau buat cerita, buat aja. Tapi jangan modal nekat kaya aku. Ehehe..
Harus yakin dulu, cerita kamu itu bisa di terima sama orang lain atau nggak. Optimis aja sih, yang penting menurut kamu cerita kamu itu layak di baca.
Semangat ya..
#sok nasehatin orang padahal dirinya aja blum beres
#dilemparbantal
*lemparhatikekakts
;;)
*
Rio Pov
"Aku boleh tanya sesuatu wolf?" kataku.
Aku dan Ricky sedang di ruang osis saat itu.
Hanya kami berdua.
karena itu pula aku berani memanggilnya dengan panggilan kami yang unik itu.
"Hmm? Apa?"
Ricky mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di hadapannya, kearah ku.
"Kamu lebih suka aku yang 9 tahun lalu atau aku yang sekarang?"
Ricky mengernyitkan dahinya.
"Hey? Pertanyaan macam apa itu, bunny?"
"Udah jawab aja!"
Ricky terdiam sambil menatapku lama.
"Hmm... Kamu yang dulu. Lebih imut soalnya. Hehehe" jawab Ricky sambil tertawa usil.
Aku terdiam, tak merespon perkataan Ricky.
Melihat aku yang hanya diam, dia bangkit dari kursinya dan mendekat kearahku dengan masih mempertahankan senyuman usilnya. Senyuman yang hanya dia tampakan pada ku.
Cup...
Satu kecupan Ricky daratkan di pipiku.
Ia mencoba duduk di kursi yang sama dengan yang tengah aku duduki.
Kami duduk berdempetan di kursi yang jelas hanya muat satu orang saja.
Sambil menautkannya tangannya di pinggangku, Ricky menopangkan dagunya di bahuku menatapku lembut.
"Kok cemberut, hum? Lagian pertanyaan kamu tadi, aneh. Aku tetep cinta kamu yang 9 tahun yang lalu atau pun yang sekarang, sama aja kan? Itu tetap kamu." bisik Ricky di telingaku.
Ku alih kan tatapanku kearah Ricky.
"Gimana kalau-..."
Aku terdiam.
"Kalau apa?" tanya Ricky bingung, saat aku tak meneruskan perkataanku.
"...You.. kiss me."
Seketika bibir Ricky menyeringai.
" As your wish, my bunny..."
Kupejamkan mataku saat bibir kami bertautan.
Agak beresiko sebenarnya berlaku seintim ini dengan Ricky di lingkungan sekolah, tapi setidaknya Ricky sudah mengunci pintu osis dan sekolah pun mulai sepi, karena waktu pulang sekolah telah lewat beberapa belas menit yang lalu.
Kurasa tak apa-apa.
Ku dorong pelan dada Ricky saat aku mulai ke habisan oksigen.
Cup...
"I Love You." bisik Ricky sambil mengecup pelan bibirku.
Ku tatap matanya yang tak lepas dariku. Mata hitam pekat yang sungguh dapat membuat ku tenggelam. Tenggelam jauh dalam pesonanya yang tak mudah ku tolak.
"Me too..."
Kulihat senyuman kecil tercetak di bibir Ricky sebelum bibir itu bertemu lagi dengan bibirku.
-
Aku tak bisa, aku terlalu mencintai orang ini.
Aku tak siap, jika Ricky berubah saat tau kenyataan orang yang di temuinya 9 tahun lalu... Bukan aku.
*
"Haah~" Entah sudah berapa kali aku menghela nafas.
Ku tatap jam tanganku yang telah menunjukan pukul 16.00.
Ku tidurkan kepalaku di atas meja perpustakan, menatap keluar jendela yang tengah di guyur hujan deras.
Tiba-tiba saja teringat percakapanku dengan Ricky 3 hari lalu di ruang osis.
Aku bingung. Bagaimana caranya mengatakan pada Ricky soal seseorang yang Ricky temui 9 tahun lalu. Soal cinta pertama dan satu-satunya orang yang Ricky cintai. Itu yang Ricky bilang padaku
Jika mengingat itu hatiku terasa ngilu sekali.
'Bukan aku yang di cintanya'
Aku tersenyum miris dengan pemikiranku sendiri.
Pluk!
"Hey!"
"Huh?!"
Ku angkat kepalaku menengok kearah seseorang yang menepuk bahuku cukup keras.
"Kok masih disini? Aku pikir kamu udah pulang. Ricky mana?"
Ku tatap pria manis berkacamata di depanku malas.
"Tumben banget kamu betah di perpus. Biasanya 10 menit aja di perpus kamu udah bosen. Tugasnya belum selesai?."
Dia belum selesai ngomong ternyata.
"Yo?"
Dave menatapku bingung saat aku hanya diam menatapnya hampa.
"Hufft, gue belum mau pulang." jawabku singkat sambil menatap hujan lagi.
Hening.
Dave tak bicara apapun lagi.
Hanya suara hujan dan guntur yang sesekali terdengar.
"Kamu gak apa-apa kan yo? Ricky mana?"
ku alihkan tatapanku kearah Dave lagi.
Dia menatapku bingung bercampur khawatir.
Aku tersenyum tipis melihat itu.
"Hehehe, ya ampun Dave. Gue gak apa-apa. Jangan liat gue seolah lo liat kucing busung lapar yang lewat di depan lo."
Sontak Dave tertawa mendenar guyonanku.
"Hahaha! Ngawur kamu Yo. Jadi Ricky mana? Tumben banget dia gak ada di sekitar kamu."
Aku tersenyum tipis mendengar nama orang yang ku cintai itu disebut.
"Gue suruh dia pulang duluan."
"Loh? Kenapa? Kalian gak lagi berantem kan?"
"Nggak kok. Tenang aja.
gue cuma lagi pengen sendiri. Lagian dia juga ada perlu sama pak Gatot." jawabku pelan.
Dave diam, dia malah memperhatikan ku.
"Kamu... Lagi ada masalah ya, Yo?"
"Huh? Apaan sih Dave so tau banget lo." dengus ku gugup.
"Lo gak sadar ya, akhir-akhir ini lo keliatan murung, gak kayak biasanya. Sama kayak Alfa tuh."
Aku menatap Dave yang juga tengah menatapku penuh selidik.
"Alfa? Kenapa dia?" Aku baru sadar, Alfa memang tak lagi rutin ke kelasku, biasanya setiap hari dia sempatkan mengunjungi kelasku.
Aku yakin kalian tau alasan Alfa mengunjungi kelasku.
"Aku tau kamu coba ngalihin pembicaran soal kamu ke Alfa, Yo"
Aku mendengus.
"Udah lah Dave. Gue gak apa-apa. Dan jangan bersikap seolah lo gak punya masalah." kataku agak ketus. Sungguh aku mulai tak nyaman dengan pembicaran kami.
"Maksud kamu?" Dave mengernyitkan dahinya.
"Ergha sama Ara?"
Dave bungkam seketika.
__
Aku sadar, Dave perlahan menjauh dari Ergha, tepatnya semenjak Ergha dan Ara berhubungan.
Jujur aku senang melihat itu. Tapi tidak dengan Dave, ia terlihat tersiksa. Berkali-kali ia mencoba mengacuhkan kemesraan Ergha dan Ara. Dan berkali-kali pula ia terlihat tak nyaman.
Aku sadar tak mudah merelakan seseorang yang kita cintai, Aku merasakannya sendiri bagaimana perasaan Dave, sekarang.
Kami sama-sama merasakan betapa sulitnya merelakan seseorang.
"Udah deh, Yo. Kok nyambung ke mereka. Mereka gak ada hubungannya sama pembicaraan kita. Lagipula Aku bahagia kalo dia juga bahagia. Dengan dia sama Ara itu lebih baik. Setidaknya gak akan ada pihak manapun yang menghakimi mereka."
kata Dave sambil tersenyum tipis.
Terlihat sekali di paksakan.
Aku mendengus meremehkan mendengar perkatan Dave.
'Omong kosong!'
"Gue gak tau kalo orang jenius macam lo, ternyata bego juga." kataku sinis.
Dave menatapku sambil tersenyum miris.
"Yah, sayangnya kamu harus kecewa karena aku memang gak sejenius yang kamu pikirkan." jawab Dave pelan.
Setelahnya Hening.
Kami tak bicara apapun lagi. Aku pikir Dave telah mengerti aku tak ingin membahas masalahku lagi, saat aku yang mulai mengungkit tentangnya, Ergha dan Ara.
"Pulang yuk, Yo. Udah hampir malam nih. Perpus serem kalo udah malam." kata Dave.
Ku lihat jam tangan ku telah menunjukan pukul 17.20. Ya. Hampir malam.
Ku bereskan buku dan kertas-kertas di sekitarku.
"Gue nebeng sama lo ya Dave."
Dave tersenyum lalu menganggukan kepalanya.
Kami berjalan meninggalkan perpus yang ternyata memang terlihat mengerikan jika sudah hampir malam seperti ini.
"Sorry kalo tadi gue ketus sama lo Dave."
kataku setelah hanya keheningan yang menyertai kami saat berjalan menuju parkiran mobil.
Dave menengok kearahku.
"Gak apa. Aku juga salah. Seharusnya dari awal aku ngerti kamu gak mau bahas soal masalah kamu. Maaf ya, Yo"
kata Dave sambil tersenyum manis.
Senyumannya menular padaku.
Ku rangkul bahunya.
"Suatu saat gue pasti cerita sama lo. tapi gak sekarang. Dan kalau saat itu tiba. Lo juga harus kasih tau gue kenapa lo bisa suka sama si Ergha!"
kataku seenaknya.
Tak di duga, Dave mengacungkan jempolnya menyetujui, perkataanku.
*
"Rio liat deh. Kalungnya bagus ya?"
"Wah! Bagus! Kak Raya beli di mana?" kata Rio berbinar menatap sebuah kalung berbandul dengan bentuk tetesan air berwarna bening.
Benar-benar terlihat seperti air.
"Kak Raya gak beli. Ini dikasih sama Ikiy, temen kakak di perkemahan kemarin. Ternyata ada untungnya ya Kak Raya gantiin kamu di perkemahan kemarin. Hihiii~" kata Raya sambil menatap kalungnya sumringah.
"Hayo, Ikiy-Ikiy itu pacarnya Kak Raya ya?" goda Rio dengan senyuman jahil.
Seketika wajah Raya memerah.
"RIO! Apaan sih, kita kan masih kecil masa udah pacar-pacaran."
"Huuu~ Rio bilangin ah sama mamah Kak Raya udah punya pacar."
"IIIH~ RIOO~"
*
Drttt... Drttt...
"HAH?!"
Aku tersentak bangun saat ku dengar ponsel yang ku letakan di meja lampu bergetar dengan keras.
Aku bangun perlahan sambil memijat kepalaku yang agak pusing.
'Mimpi itu lagi'
Entah sudah berapa kali aku bermimpi hal yang sama.
Tentang Kak Raya yang memperlihatkan kalung yang di berikan Ricky... Padanya.
Ku usap wajahku pelan.
Kenapa aku selalu bermimpi tentang itu?
Drrttt... Drrttt..
Ponselku berbunyi lagi.
Nama 'RICK WOLF' tertulis di layar ponsel ku. Nama yang menurutku terdengar keren.
Klik.
"Halo?"
'Halo. Morning, bunny! Baru bangun ya?'
"Hu'um~"
'Ckckck. Pantes aja dari tadi aku telpon baru kamu angkat sekarang.'
"Hehe, lagian hari minggu gini, kamu telponya ke pagian, wolf."
Ku lihat jam dindingku menunjukan pukul 06.30.
'Hehe, sorry deh kalo ganggu tidur my cute bunny. Eh, tapi jangan tidur lagi. Siap-siap gih. Jam 7 nanti aku jemput kamu.'
"Eh? Mau kemana emang?'
'Nanti juga kamu tau.'
*
Dan disini lah kami.
Di taman yang cukup ramai dengan anak-anak kecil yang bermain dengan cerianya.
Taman ini cukup luas dengan berbagai bungan yang tertata rapi dan danau buatan yang enak di pandang. Airnya jernih terawat, dan yang pasti tak ada sampah terapung di mana-mana.
Kami berjalan dengan santai. Sesekali bocah atau pun gadis-gadis menatap Ricky berbinar.
Siapa yang tak tertarik jika Ricky terlihat sangat keren hari ini. Ah, Ralat- dia memang selalu terlihat keren kapanpun dan dimanapun.
Orang yang jadi objek tatap berbinar hanya memasang wajah datar.
Sesekali Ricky menyentuhkan tangan kami berdua. Tak berani menggandeng atau pun memegang lama tanganku.
Ini tempat umum, coy!
Kami berjalan ke sisi taman yang lebih sepi, tepat di sisi taman yang di tumbuhi pohon-pohon besar yang tentu tak akan ada anak kecil yang berani main disana.
Kami duduk bersebelahan di pinggir danau.
Ku pejamkan mataku saat angin menerpa pelan tubuh kami.
"Kamu tau, kadang aku ngerasa kamu sama orang yang ku temui 9 tahun lalu itu orang yang berbeda."
celetukan Ricky sukses mengusik ketenanganku.
Ku tatap dia kaget.
"A-apa?"
'A-apa dia tau?'
TBC
aku mau tanya... Apa cerita ini layak di lanjutkan?
@Tsu_no_YanYan @3ll0 @Yuuki @Arie_Pratama @Wita @Centaury @lulu_75 @kristal_air @cute_inuyasha @balaka @4ndh0 @d_cetya @Cylone @DoniPerdana @Widy_WNata92 @Unprince @Tsunami @Adityaa_okee @akina_kenji @Lonely_Guy
@Ndraa
@andi_andee
silahkan...
Sejujurnya aq gak ingin Rio lama2 menyimpan rahasia ini,,, lebih cepat diungkap kan lebih baik. Mana nama tokohnya bikin deg deg ser lagi wkwkwk
Nungguin ceritanya Dave nih
*alasby