It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
udaah rio mending cerita aja. je schneller desto besser. lbh cpt lbh baik.
sptnya ricky juga udah tau deeh.
ciyee kak @cute_inuyasha
hehehe....ikut2an #dijitakyg diatas
hehehe....ikut2an #dijitakyg diatas
#akuterhura
#peluksatu-satu
Tadinya hari ini aku mau update lagi.
Tapi Sialnya itu file yang udah gue tulis cape2 lenyap tak berbekas..
T^T
Sial!
#lemparkursi
#keselsendiri
#pundung
Rasanya ngegendok(?) ni hati!
#sakitnyatuhdisini
maaf kalo updatenya aku tunda lagi..
*bow
Ught! Begonya gue!!
T^T
#masihkesel
okey lanjut...
kita mau kok nunggu...#sambilkedipinmata
hehehe.......gaje bngt nih aku
*
Author Pov
Ricky mengalihkan tatapannya dari danau kearah Rio yang masih tampak kaget.
"Aku sempet ngira kamu cewek tau. Hehe.. Selain karena wajah kamu emang kelewatan manis buat cowok. Kamu yang dulu juga cerewet dan sangat terbuka.
Saking terbukannya, dalam waktu 3-hari, aku tau apa saja hal yang kamu suka dan tidak kamu sukai..."
Ricky menatap Rio yang menundukan wajahnya.
"... Kamu suka warna pink, Kamu gak suka kucing, Kamu suka makanan manis, Kamu suka sayur dan masih banyak lagi"
"...Dan setelah 9 tahun kita tak bertemu ,sifat dan hal yang kamu suka dan tidak sukai berububah drastis.
Kamu yang sekarang suka warna hitam, sangat suka kucing, dan tidak suka sayuran. Ya walau kamu masih suka makanan manis sih"
"Karena itu juga aku sempat berpikir kamu bukan Rio yang ku temui 9 tahun dulu. Tapi aku sadar seseorang bisa berubah kan? Apa lagi ini sudah 9 tahun berlalu."
Rio hanya diam tak menanggapi perkataan Ricky. Ia hanya bisa terdiam dengan gelisah.
"Lagian gak mungkin kan ada orang lain yang semirip kamu? Yah.. Kecuali kamu punya saudara kembar. Hehehe..."
Deg!
Ricky tertawa pelan. Ia tak sadar perkataan yang ia maksudkan hanya untuk bercanda malah menohok Rio.
Apa Rio sudah bilang kalau dia tak pernah mengusik tentang saudara kemebarnya pada siapapun?
Rio hanya pernah bilang pada teman-temannya bahwa dia punya 3 saudara dan salah satu saudarnya meninggal, tak pernah di katakannya bahwa saudaranya yang meninggal itu kembaranya.
Ricky menghentikan tawanya saat sadar Rio hanya diam tak merespon perkataanya sedikitpun.
"Hey! Kok diem sih bunny? Kamu gak apa-apa kan?" kata Ricky khawatir sambil merangkul bahu Rio.
Rio mengangkat kepalanya, menatap Ricky dengan tatapan yang sulit Ricky artikan.
"Pulang yuk Rick."
Ricky terdiam mendengar perkataan Rio. Tiba-tiba minta pulang dan memanggilnya 'Rick' bukan 'wolf', itu cukup membuat Ricky bingung.
"Yaudah.. Ayok."
Tanpa bertanya macam-macam pada Rio. Ricky langsung menyetujui keingin Rio.
Dia bangkit dari duduknya sambil menarik tangan Rio lembut.
Di genggamnya erat tangan Rio.
Seolah jika di lepaskan sebentar saja, Rio akan lari meninggalkan.
Tak di pedulikannya tatapan aneh dan bertanya-tanya orang yang di lewatinya dan Rio.
Begitu pun Rio, ia tak terlihat risih, Rio hanya diam menundukan kepalanya sambil membalas genggaman Ricky sama eratnya.
Entah kenapa, tapi Ricky merasa pirasat buruk akan sikap Rio yang tiba-tiba diam sekarang ini.
'Ada apa sebenarnya ini?'
**
Sang hujan turun dengan derasnya, mengguyur apapun yang ia lewati.
Rio terdiam memandang sang hujan yang tengah datang menghujani bumi.
Hal yang lumrah memang. Di karenakan sekarang ini memang musim penghujan.
Drrttt... Drrttt...
Suara getararan ponsel terdengar dari arah meja nakas yang berada beberapa meter dari Rio.
Entah sudah berapa kali ponsel itu berkedip memperlihat kan nama 'RICK WOLF' yang terus menerus menghubunginya tanpa henti.
Tapi sang empunya ponsel tak sedikitpun mengindahkan jeritan ponselnya.
Ia hanya terdiam menyender tubuhnya kearah jendela sambil memandang hujan dengan hampa.
Terdiam seolah nyawanya tak ada tempat.
Entah apa yang tengan di pikirkanya.
Rio mengalihkan tatapannya kearah tangannya yang ternyata dari tadi memegang sesuatu.
Sebuah kalung dan selembar foto.
Kalung dengan bandul tetesan air berwarna bening.
Telihat sangat mirip dengan air.
Sedangkan foto yang di pegangnya adalah foto dua bocah kembar. Yang satu berpakaian biasa dengan sedikit bintik-bintik merah di wajah dan tangannya, sedangkan yang satu lagi berpakaian pramuka dengan topi khas pramuka bertengger di kepalanya.
Kedua bocah itu tersenyum dengan manisnya. Itu Rio (yang terserang cacar air #authordibantiRio) dan Raya.
'Kalau begini terus gue gak ada bedanya sama banyak penipu diluar sana.'
Satu senyuman pedih telukis di bibirnya.
Rio menatap ponselnya yang ternyata masih betah bergetar dari tadi.
Itu membuktikan kekeras kepalaan si penelpon.
Di jangkaunya ponselnya. Lalu Rio terdiam menatap hampa nama yang tertera di ponselnya.
"Wolf." ucap Rio lirih.
Klik.
"Halo."
'Halo?! Ya ampun bunny! Kamu gak apa-apa kan? Aku telpon dari tadi, kenapa baru kamu angkat sekarang? Apa terjadi sesuatu? Suara kamu juga kede--'
"Aku nggak apa-apa Rick."
Rio langsung memotong perkataan panjang Ricky.
Rio baru sadar, semenjak dia dan Ricky berhubungan, Ricky jadi agak banyak bicara.
'....'
"...."
'Kamu yakin?'
"Ya... Rick, boleh aku minta sesuatu?"
'Ya? Apapun untuk mu bunny. Apa itu?'
"Bisakah... besok temani aku kesuatu tempat?"
'Ya. Tentu saja. Jika itu bersamamu kemana pun aku siap.'
"...."
'Bunny?'
"Terimakasih."
Klik.
Rio mencampakan ponselnya begitu saja setelah selesai mengatakan terima kasih. Tak perduli jika saja Ricky kebingungan di sebrang sana karena sikapnya.
Ia takut. Takut, jika nanti Ricky akan membencinya setelah tau kebohongan macam apa yang di sembunyikan Rio.
Kebohongan yang memang sudah di mulai dari Ricky bertemu Raya.
--
Ricky terdiam menatap tempat macam apa yang ingin Rio datangi.
'Pemakaman?'
Di sebarkannya pandangannya ke sekeliling.
Sepi, rumput dan pohon rimbun, bunga kemboja dan nisan-nisan berderet rapi.
Ricky mengusap tengkuknya merinding.
Jam tangannya telah menunjukan pukul 16:00. Masih sore sebenarnya, tapi karena awan hitam yang telah menggulung-gulung di langit, suasana di pemakaman jadi agak menyeramkan.
Di alihkan tatapannya kearah Rio yang dengan tenang berjalan di depannya.
Rio masih memakai seragam sekolahnya -begitupun Ricky, di tangannya dua bucket bunga Lily tersusun rapi.
Ricky berasumsi Rio ingin berjiarah ke makam seseorang. Tapi pertanyaanya kenapa tiba-tiba.
Dari tadi mereka hanya diam. Ricky yang entah kenapa tak berani mengeluarkan suara dan Rio yang memang tak ingin bicara apapun.
Tanpa Ricky sadari, Rio dari tadi bergerak gelisah, tak terlihat tenang sama sekali.
Tap...
Rio menghentikan langkahnya tepat di dua pekuburan yang bersebelahan.
Ricky menengokan kepalanya melihat siap yang di kunjungi Rio.
'Ternyata ayahnya dan.. Rayani? Ah, kakanya yang meninggal itu kah?'
Rio meletakan kedua bunga yang dari tadi ia pegang ke masing-masing makam.
"Ini makam ayah dan kakak mu, Yo?" tanya Ricky memastikan.
"Ya." jawab Rio singkat.
"...."
Kembali hening.
Ricky berdiri dengan tak nyaman. Entah kenapa, tapi keheningan di antara mereka sekarang ini membuatnya gelisah tak terasa tenang seperti biasanya.
Di lihanya langit semakin menghintam. Siap menjatuhkan air yang akan membuat mereka berdua basah kuyup kapan saja.
Rio berdiri setelah selesai mengirim doa untuk kedua orang tersayang nya.
"Rick."
Ricky mengalihkan tatapanya kearah Rio yang masih diam memunggungi nya.
"Ya?"
"Ada sesuatu.. Yang ingin aku katakan padamu..."
Dengan perlahan Rio membalikan tubuhnya kearah Ricky.
Ricky melihat tangan Rio yang terkepal erat dengan bingung.
Ricky semakin bingung saat di lihatnya wajah Rio terlihat sendu dan penuh penyesalan.
"Ada Apa, hem?"
Rio mendekati Ricky. Di pegangnya tangan Ricky , lalu Rio menaruh sesuatu di tangan Ricky sebuah kalung dan foto yang di letakan terbalik di tangan Ricky.
Ricky menatap kalung yang sangat Ricky kenal itu, kaget bercampur bingung.
Di tatapnya Rio yang menundukan wajahnya.
"Ini...? Maksud kamu apa , bunny? Ini kan kalung kamu?"
"Bukan!" jawab Rio lirih.
"A-apa?"
Rio mengangkat kepalanya menatap Ricky sendu.
"Aku... bukan pemilik kalung itu. Kak Raya..., kak Raya lah pemilik kalung itu. Dia yang kamu temui 9 tahun lalu.. Bukan aku. Dia yang kamu cari 9 tahun ini... Bukan aku. Dia yang kamu cintai 9 tahun ini... Bukan aku!!"
DEG!
Ricky terpaku di tempatnya berdiri saat mendengar dan melihat selembar foto yang di berikan Rio padanya.
"Dia Kak Raya... Rick. Pemilik kalung dan orang yang kau cari dan cintai itu, Kak Raya."
Dengan mata memerah, Rio mengatakan itu sambil menatap mata Ricky yang membulat kaget.
"Aku gak salah denger kan? Aku gak salah liat kan? Ini pasti mimpi kan, bunny?"
ucap Ricky gamang.
Rio menundukan kepalanya. Di kepalkan tangannya erat.
"I-ini bukan mimpi Rick. Ini nyata, ini kebenarannya.
Ma-aaf, karena aku baru mengatakannya sekarang."
Ricky tepaku menatap bahu Rio yang mulai bergetar pelan.
Tangannya terangkat memegang wajah Rio.
"Hey! Kok nangis, Bunny? Kamu becanda kan ya? Lagian manggilnya kok 'Rick'? Panggil Wolf dong Bunny." ucap Ricky dengan senyuman yang terlihat gamang.
Rio menatap mata Ricky yang terlihat gamang dengan sedih.
"M-maaf Rick."jawab Rio lirih kembali menundukan kepalanya.
Senyuman Ricky lenyap seketika.
Tangan Ricky yang ada di wajah Rio terjatuh dengan lemas begitu saja.
Di tatapnya Rio pedih.
'Kenapa?' bating Ricky pedih.
Ia tau ini serius. Ia hanya mencoba mengelak akan kenyataan yang Rio katakan.
Dugaanya selama ini tentang 'Rio'nya yang 9 tahun lalu perempuan ternyata tak salah.
"Heh..." Ricky tersenyum miris.
***
Ricky Pov
#Flashback
'Kenapa Ayah terus memaksa aku ikut perkemahan ini sih! Seharusnya dia tau anaknya ini tak suka perkemahan yang merepotkan kaya gini!'
gerutku sambil menendang apa saja yang ada di bawah kaki ku.
Ku sebarkan pandangan ku kesekeliling.
Ramai, banyak anak-anak se usia ku dan remaja-remaja tanggung yang telah duduk di bangku menengah pertama.
Perkemahan ini memang di adakan 1 tahun sekali dengan peserta murid sekolah dasar dan murid sekolah menengah pertama, dan biasanya aku tak pernah mengikuti perkemahan ini. Tapi tahun ini ayah memaksaku mengikuti perkemahan ini hanya karena anak salah satu rekanya ikut.
'Kamu gak boleh kalah sama anak rekan ayah Rick!. Ayah gak mau anak ayah di panggil cemen ataupun anti sosial! Kamu harus selalu di puji dan jadi nomor 1 seperti ayah!'
Aku mendengus mengingat tuntutannya padaku, yang memang sering ia teriakan setiap hari.
"Hey! Bocah aneh! Kemari dan bantu kami mendirikan tenda. Jangan cuma diem aja disitu persis orang bego!"
Ku alihkan tatapan ku kearah orang yang baru saja menghardik ku.
Dengan perawakannya yang tak terlalu tinggi itu dia menatapku tajam.
Aku hanya menatap orang itu dingin.
Ini yang tak ku suka dari perkemahan. Selalu saja ada orang yang sok-sok mengatur dan perlu di tegaskan hal yang paling tak kusuka selain di bohongi adalah di Atur!
"Apa kamu liat-liat! Cepet bantu temen-temen kamu itu!"
hardik orang itu lagi.
Ku alihkan tatapanku ke arah beberapa anak seumuranku dan 3 orang murid menengah pertama yang terlihat kesusahan membangun tenda.
Aku mendengus.
"Bodo! Kerjain aja sana sendiri!" kataku ketus sambil menyambar ranselku yang tadi ku letakan di bawah kakiku lalu berjalan meninggalkan remaja-sok mengatur- yang mulai memelototiku murka.
"Hey! Mau kemana kamu bocah!"
tak ku perdulikan teriakan orang itu.
Mana sudi aku setenda dengan orang seenaknya macam orang itu.
Aku mendatangi guru pembimbing sekaligus panitia acara untuk meminta pindah kelompok dan mencari kelompok ku sendiri.
Setelah melewati berbagai pertanyaan kenapa aku ingin pindah dan berbagai hal tak penting dan dengan sedikit ancaman akan mengadukan mereka pada ayahku jika mereka tak mengijinkanku. (FYI: Ayahku salah satu orang yang mendanai perkemahan ini)
Akhirnya aku di biarkan memilih kelompoku sendiri.
Aku berjalan sambil menendang dengan brutal beberapa kerikil yang ada di bawah kaki ku. Tak perduli jika saja mungkin kerikil yang ku tendang itu memakan korban nantinya.
"Aduh!"
Dugaanku tak salah.
Ku lihat seorang anak seusiaku yang berjarak 1 meter di depanku mengaduh kesakitan memegang tanganya yang terkena kerikil yang ku tendang keras tadi.
Ia mendongak kan kepalanya yang di tutupi topi pramuka itu kearahku.
Aku sempat berjengit kaget saat melihat wajah orang itu yang kelewatan manis untuk ukuran anak laki-laki.
Orang itu menatapku sengit.
"Sakit tau!" teriaknya dengan bibir di tekuk. Membuatnya terlihat makin manis.
'Dia ini perempuan atau laki-laki sih?'
Aku teliti penampilannya, dia memakai seragam laki-laki. Kepalanya di tutupi topi. Tingginya pun hanya sepundank ku.
Apa dia perempuan?.
Kalau perempuan seharusnya tidak disini. ini kan lingkungan murid laki-laki.
Tapi dia pake celana dan bukan rok. Itu artinya dia laki-laki!
Aku sibuk sendiri dengan pikiranku sampai tak sadar orang itu mendekati ku.
"Kamu harus minta maaf! Sakit tau!" teriak orang itu tepat di depanku.
Aku hanya menatapnya datar.
"Bodo! Aku gak mau minta maaf." jawabku datar.
Orang itu membulatkan matanya.
"Kok gitu sih! Liat ni gara-gara kamu tangan aku jadi merah gini! Kamu harus minta maaf." orang itu menatapku dengan mata berkaca-kaca, sambil memperlihatkan tangannya yang memang memerah.
Tiba-tiba saja aku merasa bersalah.
"Ck. Ya udah aku minta maaf." kataku menyerah.
Orang seketika mengembangkan senyumannya.
Deg!
Aku terpaku melihatnya.
"Hehe.. Nah gitu dong minta maaf. Ya udah deh aku maafin kamu. Eh, ia nama kamu siapa? Nama aku Ra- Eh! Rio maksudnya. Hehe.. Kamu?" ora- ah! Rio menatapku antusias.
Aku tiba-tiba saja gugup.
"R-ricky." jawabku singkat.
"Ah! Ikiy? Wah, nama kamu imut ya. Hehe.. Aku suka. Salam kenal Ikiy." kata Rio sambil tertawa pelan dan menjabat tanganku.
Aku berjengit saat ku rasakan sengatan kecil saat kami berjabatan tangan.
"HUWA!!" Refleks ku lepaskan tanganya dan tanganku, lalu mundur dua langkah darinya.
"Eh? Kamu kenapa?" katanya menatapku bingung dengan raut wajah polos.
'A-apa itu tadi?. Apa dia punya Chidory kaya sasuke ya? Tanganku kaya di sengat listrik.'
ku tatap tanganku dan Rio bergantian.
'Anak ini berbahaya!'
Aku mundur selangkah lagi darinya.
"Ikiy kenapa? Kelompok kamu mana?"
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Kamu gak punya kelompok ya?"
Aku menganggukan kepalaku.
"Wah kebetulan! Ikiy satu tenda sama aku aja ya. Di kelempokku kebetulan kurang satu orang! Mau ya?" Rio mendekat kearahku.
Aku berjengit.
"N-nggak usah! Aku cari kelompok lain aja!"
Aku gak mau kesetrum kalo deket-deket dia terus. #author: dasarbocah!
"Yah! Kok gitu sih. Mau ya, Ikiy. Aku gak punya temen disini. Masa kamu juga gak mau nemenin aku." Dia menatapku memelas.
Deg!!
Perthananku runtuh seketika.
Aku luluh. Dan untuk pertama kalinya aku luluh akan seseorang.
"Ya-ya udah deh!"
jawabku akhirnya.
Wajahnya langsung berbinar.
"Horeee!" teriaknya kegirangan.
Tak kusadari satu senyumanku tersunggih melihat itu.
"RIO! Tenda nya udah jadi! Ayok kesini."
"Iya bentar kak!"
Ku lihat seorang murid menengah pertama berjalan kearah ku dan Rio.
"Kamu lagi ngapain sih? Udah ayok!"
Orang itu menarik Rio agar mengikuti langkahnya.
"E-eh! Bentar Kak! Ikiy ayo ikut aku." Rio mendekat kearahku di ikuti orang yang Rio panggil kakak.
Orang itu menatapku tajam.
Bermaksud mengintimidasi ku.
Sigh!
"Siapa dia?" tanyanya masih menatap ku tajam.
"Dia Ikiy temen Rio. Ikiy ini Kak Arsya, kakak Rio.
Eh! Kak jangan liat Ikiy kaya gitu! Entar dia ketakutan kaya orang-orang yang tadi mau temenan sama Rio!" Rio cemberut.
Orang itu hanya menghela nafas menyerah.
"Iya deh, iya"
"Ya udah ayo Ikiy!"
Rio menarik tanganku dan itu menyebabkan tanganku tersengat lagi. Tapi kali ini tak ku tarik tanganku menjauh, karena baru ku sadari sengatan ini tak buruk juga.
Yah, walau itu menyebabkan jantungku berdetak lebih keras.
Kakak Rio menatap ku dengan tatapan tak suka. Ia bersikap seperti induk ayam yang takut anaknya di curi orang.
Sigh!
"Sekarang kita temenan ya, Ikiy!" kata Rio sambil tersenyum manis padaku.
Bibirku ikut tertarik tersenyum, melihatnya begitu senang.
"Tentu."
"Horeee!"
Ku tatap tangan kami yang tengah bertautan.
Baru kali ini aku merasakan senyaman ini berpegangan tangan dengan seseorang.
Tangannya.. Hangat dan lembut.
'Aku suka...'
*
Aku menghabiskan saat-saat yang menyenangkan dengan Rio.
Meski hanya 3 hari, tapi aku bersumpah itu hari terbaik dari yang pernah ku lewati.
Rio membuat ku tak lagi berpikir perkemahan itu hal yang membosankan.
3 hari itu waktu yang singkat.
Kami akhirnya berpisah.
Kembali ke kehidupan kami yang biasanya.
Aku sempat memberikannya kalung. Kalung dengan bandul tetesan air.
Kalung itu pemberian nenek ku.
Nenek bilang itu hanya boleh aku berikan pada orang yang aku cintai.
Dan aku telah memilih Rio untuk menyimpan kalung itu.
Rio memberikan ku alamat rumahnya.
Ingin sekali ku kunjungi rumahnya setiap hari.
Tapi ada daya, takdir berkata lain.
Ayah tiba-tiba saja harus pindak ke kalimantan. Dan mau tak mau aku harus ikut dengannya.
*
Setiap hari aku memikirkannya.
Seseorang dengan senyuman bak malaikat.
Orang yang mampu membuatku mengacuhkan setiap gadis yang menyatakan perasaan mereka.
Rio. aku merindukannya, sangat.
Aku pun sadar aku sangat mencintainya.
Silahkan maki aku jika kalian pikir aku gila, mencintai seseorang yang berjenis kelamin sama seperti ku.
Silahkan cibir aku jika menurut kalian aku dewasa sebelum waktunya.
Aku mencintainya dari umurku 8 tahun.
Dan sampai bertahun-tahun berikutnya pun tetap sama.
Akhirnya saat umurku menginjak 15 tahun aku kembali ke kota yang mempertemukanku dan Rio.
Tanpa membuang waktu aku segera menuju alamat rumah yang 7 tahun lalu Rio berikan padaku.
Tapi aku harus kecewa saat ternyata Rio sekeluarga telah pindah sejak 2 tahun lalu.
Aku terlambat!
Aku tak tau harus mencarinya kemana lagi saat itu hanya secari kertas alamat dan nama Rio lah yang aku tau.
Aku hampir menyerah, hingga saat MOS Sekolah menengah atas . Aku menemukannya, tak bisa ku deskipsikan betapa senangnya aku.
Dia tetap manis seperti dulu walau ada beberapa hal yang berubah darinya.
*
Rio tak mengenali ku. Setiap dia berpapasan denganku dia selalu biasa saja. Berbeda denganku yang selalu memperhatikannya.
Kami memang tak begitu akrab di kelas 10.
Tapi tak apa, aku akan mencoba dari awal mendekatinya secara perlahan.
*
Jantungku rasanya langsung berhenti berdetak, saat aku tau Rio berhubungan dengan Kenda.
Aku kecolongan!
Bagaimana bisa? Seharusnya Kenda tau aku mencintai Rio dari lama. Dia teman ku sejak SMP dan satu-satunya orang yang ku ceritakan tentang Rio!
Busuk!
Aku murka saat tau Kenda ternyata hanya mempermainkan Rio demi Ergha dan menuntut balas padaku karna dulu kekasihnya pernah meninggalkannya karena aku.
Alasan konyol! Kenda memang busuk!
Tanpa seorang pun tau aku menghajarnya habis-habisan setelah kejadian foto -laknat- Rio di sebar luarkan Ergha.
Setelah kejadian itu aku semakin gencar mendekatinya. Tak kubiarkan seorang pun mencari celah dariku untuk mendapatkan Rio.
Tidak Kenda ataupun Alfa.
*
Hingga akhirnya mimpiku jadi kenyataan, aku akhirnya bisa mendapatkan Rio.
Dia miliku semejak ku tembak di tempat pertama kali kami bertemu.
Hari-hari yang manis kembali kami lewati.
Aku merasa menjadi orang terbahagia di dunia karena memiliki Rio.
Tapi...
Hanya dengan beberapa jam, aku merasa menjadi orang terbodoh di dunia.
***
Author Pov
Ricky menatap kalung, foto dan nisan di depannya, datar.
'Kak Raya memang memakai seragam laki-laki atas usul kak Arsya. Agar kak Arsya bisa menjaganya saat di perkemahan.'
perkataan Rio tadi terngiang di kepala Ricky.
"Menyamar karena permintaan kakak, heh? Kau tau aku merasa menjadi orang terbodoh di dunia sekarang ini..."
"..Bertahun-tahun aku mengira kau laki-laki. Aku mencoba menerima keadaanku yang menyukai seorang laki-laki -yang ternyata perempuan. Heh! Untuk apa semua hal yang ku lewati bertahun-tahun ini, jika akhirnya ternyata aku di bodohi habis-habisan."
Ricky terus meracau sendiri. Tak di perdulikannya hujan yang perlahan mulai turun.
'Seharusnya yang mendapatkan cinta mu bukan aku, tapi kak Raya.'
"Salah mencintai seseorang? Sigh! Apa itu bisa terjadi? Konyol! Kau membuat adik mu dan aku terluka."
Ricky tersenyum sinis.
"Lihat, sekarang aku mulai gila karena bicara dengan kuburan. heh"
'Aku mohon maaf kan aku dan kakak ku Rick. Kami yang salah atas semua ini'
Ricky terdiam, menengadah kan wajahnya.
"Aku tak yakin bisa memaafkan kalian dengan mudah."
ucap Ricky datar
TBC