It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"nyooh cewok nganggo iki (nih, cebok pake ini)" mas Zaki memberiku Botol aqua yg didalamnya masi terdapat air.
"entok seko endi kie mas? (dapet darimana ini mas?)" tanyaku.
"kui seko kono (itu dari sana)" jawabnya menunjuk pohon yg ranting batangnya terdapat kresek hitam menggantung.
"nggawor sampeang, we'e wong kui (ngawur sampeang, punya orang itu)" jawabku.
"wez porah. Ora ono wong kok. Wes gawe cewok we, gatel pelimu nek rak cewok. (udah biar.. Ga ada orang ini. Buat cebok we, gatel penismu klo ga cebok)" diberikannya botol Aqua itu padaku.
Kuambli saja.. Kubasuh Peli (penisku) ku dihadapan mas Zaki.
"ngene tak cur ke (sini tak tuangkan)" diambilnya botol aqua ini. Dan kemudian mas Zaki menuangkan botol itu ke ujung Peli(penis)ku, dan aku yg membersihkan penisku....
"wez?? (cukup?)" tanyanya.
Aku mengangguk.
"Peli rung sunat kok gedi neni (Penis masih berkulup kok besar bgt)" ujarnya sembari Menarik pelan penisku....
"aaaadaaaaaaaaaaahhhhhhh" teriakku..
Dia tertawa saja.. Tapi enak juga rasanya Peli(penisku) ditarik pelan seperti itu..
Suara Adzan dari Mushola kampung sebelah mulai terdengar berkumandang. Tidak terlalu merdu memang suara Adzan bapak-bapak itu, toh yg terpenting adalah niatnya (memanggil para warga untuk sudi berjama'ah). Tapi apapun itu suara adzan Pak Bakir (Muadzin dikampungku) jauh lebih merdu.
Kami berpisah dipersimpangan pertiga'an depan Toko Om Rio (orang china, yg buka toko, tokonya si besar, orang kaya bisa dibilang. Tapi Pelit.). Ku menuju rumah, pun mereka bertiga juga menuju rumah mereka masing-masing.
"seko endi (dari mana?)" sapa Seseorang yg kulihat sedang berbenah dgn jaring-jaring melautnya diteras rumahnya.
"manceng mas." jawabku.
Dia adalah mas Imam. Pemuda 23 tahun (mungkin), yg setiap hari membantu bapaknya miyang (melaut) dilaut.
"entok ora (dapet ngga?)"
"ora mas, iwak'e do nono (ngga mas, ikannya jarang)"
Kuhampiri saja dia, berniat untuk lebih dekat melihat apa yg ia kerjakan.
"sampeang jek opo mas? (sampeang lagi apa mas?)"
"mbenek-e jareng. Meh miyang kie. (benerin jaring, ini meh melaut)"
Kulihat kemudian bapak mas Imam keluar dari rumahnya. Biasa ku memanggilnya Pakde To (Pakde Sugiarto). Dia sahabat bapakku. Setiap malem beliau selalu kewarung Ibuk'u untuk sekedar Makan, Ngopi, atau main catur..
"wehh lha kok ono Bintang. Seko endi nang? (wehh kok ada Bintang. Dari mana nang?)" sapa beliau.
'Nang' kata ini sering digunakan orang dewasa untuk memanggil kami yg masih anak-anak.
"saking kali pakde, manceng (dari sungai pakde, Mancing.)"
"hh?? Lha iwa'e endi? (hh? Lha ikannya mana?)"
"mboten angsal (ngga dapet)" ujarku cemberut.
Beliau tertawa saja. Kulihat kemudian mas Imam juga ikut senyum saja.
"nganggo umpan porak mancinge? (pake umpan ngga mancingnya?)" tanya beliau.
"nggeh lah pakde (iyo lah pakde)"
"kkk kok ora entok? (kok ngga dapat?)"
Aku diam saja, fokus melihat apa yg dilakukan mas Imam.
"ngene wae. Enko bengi meh melu pakde Miyang po? (begini saja, nanti malem, mau ikut pakde miyang ngga?)"
Sontak aku terkaget. Baru kali ini aku diajak melaut. Sebelumnya memang tidak pernah aku naik perahu. Aku biasa main diperahu saat perahu itu tengah diparkir. Tak pernah sekalipun aku naik perahu yg tengah melayar.
"tenan Pakde? (beneran pakde?)" tanyaku semangat
"iyo.. Karo neh pakde miyang'e ng pingger kok. Esok kowe prei toh sekolahe? Ayo melu pakde wae (iya. Lagipula Pakde Melautnya ga ketengah bgt kok. Besok kamu liburkan? Ayo ikut pakde saja.)"
"ha'a pakde. Purun,, purun. (ha'a pakde. Mau,, mau.)" ujarku antusias.
"takon bapakmu sek mrono (coba tanya bapakmu dulu sana)"
Yes.. Akhrinya aku diajak melaut. Tak pernah sekalipun aku melaut, tidak pernah ada yg mengajak. Selalu saja diajak ketambak, kan bosan juga. Maklumlah bapakku petani tambak, bukan Nelayan. Jadi ya aku tak pernah naik perahu. Meskipun sebenarnya Bapak memiliki dua Perahu, tapi perahu itu tak pernah ia gunakan untuk melaut. Melainkan disewakan pada Nelayan-nelayan yg hendak ingin melaut.
Kulihat mas Imam senyum-senyum saja melihat aku yg bersemangat krn diajak melaut.
"yo mpun pakde. Tak wangsul riyen (ya udah pakde, tak pulang dulu)"
"yo mrono (ya sana)"
Dengan peralatan pancing ini, aku berlari menuju rumah. Semoga bapak mengijinkan...
Sampai rumah, kulihat warung Ibu' mulai ramai oleh pembeli. Kulihat juga Mas-ku tengah duduk-duduk diteras sambil memain-mainkan hapenya. Rambutnya tampak kusut seperti habis bangun tidur. Dilihat dari raut wajahnya, sepertinya ia masih meriang.
Kucari-cari dimana bapak.. Kutemui ibuk yg sedang didapur tengah mempersiapkan Lauk-lauk jualannya.
"bapak ten pundi buk? (bapak dimana buk?)" ujarku terengah-engah.
"bapak kae ng warung. Ehh wes sholat dhurung? (bapak di warung, ehh udah sholat belum?)"
"nggeh mangke bu. (nanti buk)"
Langsung saja aku berlari ke warung disamping rumah. Kulihat bapak tengah mengobrol dengan teman-2 nya. Beberapa dari mereka adalah tetangga dan Pakde-pakdeku sendiri.
"paaakk mangke ndalu meh nderek Pakde to Miyang yo (paakk nanti malem meh ikut pakde melaut yaa" ujarku setengah merengek.
Kulihat bapak terlihat sedikit kaget.
"huss kok ono meh nderek pakde to harang. (huss kok meh ikut melaut Pakde to)" dilihat dari dari raut mukanya, sepertinya beliau tak kan mengijinkanku.
"ahh paak. Pakde ndewe sng ngejak (ahh paak. Pakde sendiri yg ngajak)"
"huss mboten ah. Ngrecoki pakde to tok enko (huss jangan ah. Ngganggu pakde to doank nanti kamu)"
"paakk" aku benar-benar ingin ikut. Kenapa dengan bapak, toh Pakde to sendiri tidak keberatan.
"enko nek kejegur ng laut pye? (nanti kalo kamu jatuh kelaut gimana?)"
"pakde meh ten pinggir mawon (melautnya ngga ketengah)"
Rasanya aku benar-benar ingin menangis saja supaya diijinkan bapak. Tapi malu juga dilihat temen-2 bapak dan pakde-pakdeku. Aku cemberut saja..
"porah ben melu kang zen. Kang To enko nek miyang karo aku harang kok. Bintang tak jogo aku enko. Myang'e ora mentengah. Jek ngombak (Biarin ikut saja kang Zen. Kang To nanti kalo melaut sama aku juga kok. Bintang biar aku yg jaga. Melautnya ngga mentengah kok. Ombaknya lagi besar soalnya)" ujar Pakdeku yg bernama 'Pakde Rusdi' disamping Bapak.
Hh? Ada harapan.. Terimakasih pakde russs......
"ha'a bapak. Ono pakde rus harang kok (iya bapak. Ada Pakde rus juga kok)"
Sejenak, kulihat bapak sedikit berfikir.
"diwaske tenan tapi kui Rus (diawasi beneran tapi dia Rus)" Ucap Bapak pada Pakde Rusdi.
"nyante kang." timpal Pakde Rus.
Alhamdulillah.. Hahahaha...
"yaaaahhhhhhhhh yes." Tongkat pancing ini kuputar-putar sedemikian rupa. Saking senang dan semangatnya aku lupa kalo diwarung ini sedang banyak sekali orang. Beberapa dari mereka tertawa sja melihat tingkahku. Ahh biar saja.. Kalo orang jawa bilang 'Lha Po Tak Piker??'
Ibuk datang dengan membawa beberapa tampah gorengan. Aku masuk ke sisi dalam warung bermaksud untuk mengambil tempe goreng.
"Iku sing Bontot po Mas Zen? (Itu yg bungsu po Mas Zen)" ujar seorang Bapak2 pada Bapak sembari menyeruput kopinya dan menunjuk kearahku.
"lha ha'a kui sng bontot (lha iya, itu yg bungsu)"
"ohh lha mbarep'e ngendi (ohh lha mbarep (anakpertama) nya mana?)"
"jek meriang (lagi demam)" kali ini ibu'ku yg menyahut..
"kelas pinten nang? (kelas berapa nang?)" tanyak bapak-bapak itu padaku.
"kelas Kale pakde (kelas dua pakde)"
"umur pinten toh? (umur berapa toh?)" tanyanya lagi.
"tigo welas (tiga belas)" jawabku singkat.
"telulas kok duwur neni. Pona'anku wae semene kie lemolas (Tiga belas tahun kok tinggi bgt. Ponakanku saja se-dia ini sudah limabelas tahun)"
Hahhh Aku tersanjung.
"mriki sek nang (sini nang)" panggil bapak-bapak itu padaku.
Aku manut saja, kuhampiri dia yg duduk disebelah bapakku.
"nyaahhh" dikepalkannya lipatan Uang warna biru padaku.
"hh? Opo iki mboten usah.. Mboten usah mas.. (hh apa ini? Ga usah.. Ga usah mas..)" tolak bapakku.
"hezzz wong gawe tumbas Es kok rwa nang (hezz buat beli Es kok ya nang)"
"wezz mboten usah lh mas.." bapak tetep kekeuh untuk menolak.
Kadang aku kesal dengan bapak. Setiap ada orang yg memberiku Uang, selalu saja dia yg menolak. Harusnya jika ada orang yg pantas menolak, ya ITU AKU. kan aku yg dikasih uang. Kenapa mesti bapak yg nolak.. Hhhhhh
"bapak kie ah. Bintang sng diparingi kok bapak sng nolak. (bapak ahh.. Bintang yg dikasih kok bapak yg nolak.)"
Bapak sedikit melotot padaku.
"woooohoooooooooo" teriak bapak-bapak itu. Kulihat yg lainnya juga jadi ikutan teriak dan tertawa lepas...
Diacak-acaknya rambutku oleh bapak-bapak yg memberiku uang itu.
"Toosssssss" ajaknya ber High Five.
Kuterima saja.
PLAK..
Kita berhigh five...
Enak saja bapak mau nolak rejekiku. Lima puluh ribu kan lumayan. Hehehe
kumasuk saja kerumah, hendak mandi dan Sholat. Sesekali kumenengok ke arah bapak sambil sedikit senyum. Beliau menggeleng-gelengkan kepala saja. Sedang yg lain, masih terkekeh karena ulahku..
Dari kejauhan sama-samar bapak berkata.. "kaee turunane ibune kae.. Nek karo duwet glemitis (tuh liat, turunan dari ibunya itu. Kalo sama uang glemitiss 'mata duitan')" seru bapak.
Sontak tertawa'an didalam sana semakin riuh saja..
Hehehe, biarin lah, ini kan rejekiku. Kutempelkan uang ini didahiku, sambil ku pamerkan pada Mas'ku. Wkwk.
Wah makin seru nih ) ga sabar nunggu lanjutannya