It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
dan lebih gak rela lagi kalo bang zaki jadi bottom, meh,,,
Qahud kayaknya hanyalah kelinci buat Tiki
°•¤ Happy Reading Guys ¤•°
@Antistante @yuzz @meong_meong @anohito @jeanOo @privatebuset @Gaebarajeunk @autoredoks @adinu @4ndh0 @hakenunbradah @masdabudd @zhedix @d_cetya @DafiAditya @Dhivars @kikyo @Tsu_no_YanYan @Different @rudi_cutejeunk @Beepe @dheeotherside @faisalrayhan @yubdi @ularuskasurius @Gabriel_Valiant @Dio_Phoenix @rone @adamy @babayz @tialawliet @angelofgay @nand4s1m4 @chandischbradah @Ozy_Permana @Sicnus @Dhivarsom @seno @Adam08 @FendyAdjie_ @rezadrians @_newbie @arieat @el_crush @jerukbali @AhmadJegeg @jony94 @iansunda @AdhetPitt @gege_panda17 @raharja @yubdi @Bintang96 @MikeAurellio @the_rainbow @aicasukakonde @Klanting801 @Venussalacca @adamy @greenbubles @Sefares @andre_patiatama @sky_borriello @lian25 @hwankyung69om @tjokro @exxe87bro @egosantoso @agungrahmat@mahardhyka @moemodd @ethandio @zeamays @tjokro @mamomento @obay @Sefares @Fad31 @the_angel_of_hell @Dreamweaver @blackorchid @callme_DIAZ @akina_kenji @SATELIT @Ariel_Akilina @Dhika_smg @TristanSantoso @farizpratama7 @Ren_S1211 @arixanggara @Irfandi_rahman@Yongjin1106 @Byun_Bhyun @r2846 @brownice @mikaelkananta_cakep@Just_PJ @faradika @GeryYaoibot95 @eldurion @balaka @amira_fujoshi @kimsyhenjuren @farizpratama7 @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep @LittlePigeon @yubdi @YongJin1106 @Chachan @diditwahyudicom1@steve_hendra @Ndraa @blackshappire @doel7 @TigerGirlz @angelsndemons @3ll0 @tarry @OlliE @prince17cm @balaka @bladex @dafaZartin @Arjuna_Lubis @Duna @mikaelkananta_cakep @kurokuro @d_cetya @Wita @arifinselalusial @bumbellbee @abyh @idiottediott @JulianWisnu2 @rancak248 @abiDoANk @Tristandust @raharja @marul @add_it @rone @eldurion @SteveAnggara @PeterWilll @Purnama_79 @lulu_75 @arGos @alvin21 @hendra_bastian @Bun @jeanOo @gege_panda17 @joenior68 @centraltio @adilar_yasha @new92 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @adilar_yasha
@GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL
@Lovelyozan @eka_januartan
@tianswift26 @abyyriza
@privatebuset @Bun @sujofin
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh
@Chachan
×××°•••°°•••°×××
°•¤ The Stars (Act 14) ¤•°
"Ya sudah. Sekarang kamu tidur. Besok, kamu kerumah Wahid. Kamu minta maaf ke dia"
Bang Zaki mengusap kepalaku. Dan hal itu membuatku tenang. Sepertinya Bang Zaki tahu, kalau barusan aku merasa tak enak hati dengan Wahid.
"Iya Bang. Makasih ya Bang... Tolong jangan cerita ke siapa-siapa Bang..."
"Iya... Abang janji"
Aku langsung merubah posisiku. Kali ini aku telentang. Mataku menatap langit-langit kamar. Kemudian kupejamkan mataku. Mencoba untuk tidur. Saat aku menoleh kearah Bang Zaki, kulihat dia langsung pulas. Aku tersenyum memperhatikan ekspresinya yang nampak tenang.
Kalau melihatnya seperti ini, aku merasa jauh lebih baik. Dari pada aku harus melihatnya sedih, mengingat Bang Toya. Rasanya hatiku ikut sakit.
Kupejamkan mata. Mencoba untuk ikut tidur. Tapi ternyata, setelah beberapa kali berganti posisi, aku masih susah tidur.
Awalnya aku memunggungi Bang Zaki. Lalu aku membalikkan badanku, hingga kami pun saling berhadapan lagi.
^^Sekarang Abang tanya, apa kamu pernah ada reaksi kalau ngeliat tubuh cowok?^^
Mendadak aku terngiang pertanyaan Bang Zaki.
Sebenarnya Bang... ada reaksi kok, aku membatin. Kutatap wajah Bang Zaki. Aku beringsut mendekat. Sayangnya saat aku semakin dekat, Bang Zaki membalikkan tubuhnya. Sekarang dia memunggungiku.
Haaahh...
Aku menghela nafas panjang. Mencoba menenangkan jantungku yang mendadak berdebar cepat. Sialannya lagi, meskipun hawa kamar ini sejuk, seluruh tubuhku mulai berkeringat. Tanganku pun gemetaran. Bukan karena kedinginan. Melainkan, karena aku sedang mengulurkan tanganku, mencoba menggapai punggung Bang Zaki.
Niat hati ingin mendaratkan tanganku dipunggung Bang Zaki, tanganku malah tidak sengaja mendarat di pinggangnya. Jantungku berdebar semakin cepat. Aku khawatir Abang terbangun. Karena tangan kirinya mendadak menjepit tanganku. Hingga membuatku tak berani menggerakan tanganku.
Shit!!
Keringatku mengucur semakin deras.
Nekat aja lah!, batinku.
Sebisa mungkin, aku membuat diriku bergerak layaknya sedang meraih guling. Kupeluk erat tubuh gempal Bang Zaki dari belakang. Tanganku beringsut naik ke dada bidangnya. Kuraba pelan.
Bisa kurasakan dadanya bergerak naik turun perlahan seiring dengan nafasnya yang teratur. Menandakan bahwa Bang Zaki memang sudah pulas.
Selama beberapa menit, aku hanya terdiam di posisi yang sama. Aku takut bergerak. Aku takut membangunkan Bang Zaki.
Jadi kupejamkan saja kedua mataku. Seiring dengan kusandarkan wajahku ke punggung Bang Zaki. Kuhirup dalam-dalam aroma tubuhnya.
Aaahhhh... Mendadak muncul sensasi aneh yang baru pertama kali ku rasakan.
Selama ini, tak pernah sekalipun aku menghirup aroma tak sedap dari tubuh Bang Zaki. Meskipun dia jarang memakai parfum. Seperti sekarang misalnya. Syarafku seakan mendapat sinyal-sinyal aneh setelah menghirup aroma tubuh Bang Zaki.
Tidak bau. Juga tidak wangi.
Entah apa namanya.
Aroma tubuh Bang Zaki, membuatku merasa nyaman. Dan... Oh shit!! Aku ereksi!!!
^^... apa kamu pernah ada reaksi kalau ngeliat tubuh cowok?^^
Pertanyaan Bang Zaki, lagi-lagi terngiang dalam kepalaku. Terus bergema. Membuatku resah.
Bukan!!
Bukan aku yang resah.
Melainkan terong di selangkanganku yang menjadi resah. Dia berkedut-kedut dengan cepat.
Apa yang terjadi?
Bahkan saat sedang masturbasi pun, aku tidak pernah seperti ini. Ereksiku kali ini sangat kencang. Hingga menimbulkan sedikit rasa nyeri di ujung terong milikku.
Dari dada, tanganku merambat turun. Tapi karena Bang Zaki memakai kaus tanpa lengan berbahan tipis, aku bisa merasakan saat pergelangan tanganku menggesek di putingnya.
"Emmmhhh..."
Bang Zaki menggeliat pelan saat kuraih putingnya dengan jari telunjuk dan jempolku. Kupelintir sangaaattt...pelan.
"A-aahhh..." desahnya lirih.
Kembali kurasakan debaran cepat di dalam dadaku ketika mendengar suara Bang Zaki. Membuatku semakin nekat saja memainkan putingnya.
Lalu aku teringat Wahid.
Astaga!!
Apa ini yang dirasakan Wahid saat aku menggodanya?? Apakah aku langsung terkena karma?? Secepat inikah??
Kutarik tanganku. Kembali kuraih guling yang diberikan Bang Zaki tadi. Kupeluk guling itu. Dan berbalik memunggungi Bang Zaki.
Kucoba untuk tidur. Tapi tetap tak bisa. Jadilah, mataku terus terjaga hingga pagi menjelang.
Aku turun dari kasur. Dan sebelum aku keluar dari dalam kamar, aku mendekat dan memperhatikan wajah Bang Zaki.
Aku tersenyum melihat wajahnya yang tenang saat tidur.
Kuamati baik-baik wajah tampan pria yang mencintai dan dicintai Bang Toya ini. Memang tampan dan kharismatik. Bahkan saat tidur pun, masih terasa pesonanya yang membuatku terpukau.
Wajahku semakin dekat saja memperhatikan wajah Bang Zaki.
Tiga puluh centi meter pun menjadi tiga puluh mili meter dalam hitungan detik. Dan sebelum aku mampu menahan hasrat aneh di dalam diriku, bibirku sudah mendarat di bibirnya.
Rasanya... Kenyal.
Kujulurkan lidahku menyentuh bibir ranum Bang Zaki. Mengusap bibir bawahnya. Lalu melumatnya pelan. Entah berapa lama kulakukan itu.
Sampai pada akhirnya akal sehatku pun kembali. Dan aku pun segera melangkah keluar dari kamar.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Tiki... Izul... Kalian ngapain?"
Dadaku seolah berhenti berdetak saat mendengar suara Taka. Apa yang akan dia pikirkan saat melihat kami begini?
"Sssttt... Sini! Tutup lagi pintunya!" perintah Suwek dengan suara berdesis. Seolah tak ingin orang lain mendengar.
"Tiki... elu kenapa?" sekali lagi Taka bertanya. Kali ini dia sudah berdiri dibelakang Suwek. Kedua tangannya meraih wajahku. Dengan jempolnya, Taka menyeka air mataku.
Perlahan Suwek mengendurkan pelukannya. Sekarang ganti Taka yang memelukku. Tangannya mengusap punggungku.
"Taka... Kayaknya sekarang gue harus jujur ama elu"
Oh shit!!!
Manusia bebal dan bodoh ini, benar-benar membuatku kesal.
Kenapa pula si Suwek ini?
Apa dia tidak bisa membaca situasi?
Apakah otaknya sudah benar-benar tumpul??
"Sorry Ka... Tapi selama elu gak disini, gue..."
"ZULFIKAR!!" aku berbalik, membebaskan diri dari pelukan Taka dan membentak dengan menyebut nama Suwek.
"Apa Ki?! Lambat laun, toh gue juga bakal bilang juga ke Taka! Kalo selama dia pergi ninggalin gue, hati gue berpaling ke elu! Elu tau itu! Dan elu pura-pura gak tau! Yang elu gak pernah tau, selama ini gue juga dibebani rasa bersalah ke Taka, Ki..."
Kedua mataku terbelalak mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dengan cepat dari mulutnya.
Seketika langit bergemuruh dengan riuhnya. Dibarengi dengan derasnya hujan.
Taka disana. Berdiri di atas rumput halaman. Membiarkan dirinya diguyur derasnya hujan. Matanya menatapku dan Suwek dengan ekspresi wajah yang membuat hatiku serasa dihujam ribuan jarum.
"Ka... Gue bisa jelasin ini..." kataku lemah.
Tapi Taka melangkah mundur saat aku mencoba mendekatinya.
"Ki... Gue serius cinta ke elu" ucap Suwek lirih.
Dan sebagai jawaban, sebuah tinju mendarat tepat di mata kirinya. Disusul dengan tendangan lututku. Membuat tubuh Suwek terhempas kebelakang dan menabrak pintu hingga terbuka.
Tak berhenti sampai disitu, aku terus mendaratkan tinjuku tepat di wajahnya. Suwek bahkan sudah jatuh terjengkang. Aku masih terus menerjangnya. Aku sampai duduk diatas dadanya, dan terus menyerangnya.
Aku tak tau tangan siapa saja yang menarikku agar aku menjauh dari tubuh Suwek yang terkapar diatas lantai.
Karena kedua tanganku dipegangi, ganti kakiku menerjang tubuh Suwek. Aku tak peduli lagi! Kalau perlu, dia harus mati dengan tanganku ini!
"FUCK YOU MOTHERFUCKER!! DIE!! JUST DIE!!!"
Berani-beraninya dia menyakiti dan menghancurkan hati Taka!
"TIKI!! Udah Ki!! STOP!! STOP Ki!!!"
"Bangsat lo Kar!! Gue bunuh lo sekarang juga! Sampe ke neraka sekalipun, bakal gue kejar lo!! Dasar anjing gak tau diri lo!!" aku masih memberontak dari sekian banyak tangan yang menahan dan menjauhkanku dari jangkauan Suwek.
"Ki!! Udah Ki... Udah... Gue mohon..."
Suara Taka ditelingaku berhasil membuatku tersadar. Kedua tangannya memeluk punggungku.
"Emang gue yang salah... Udah Ki... Gue yang salah... Bukan Izul..."
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Sudah tenang?" tanya Bang Zaki. Belum pernah aku melihatnya menatapku penuh emosi.
Tapi aku tak gentar. Aku balas menatapnya.
"Kalian kenapa? Ada masalah apa?" tanya Mbak Donna. Diraihnya tanganku. Membelai punggung tanganku dengan lembut. "Udah... Jangan kayak begini... Emosi gak menyelesaikan masalah..."
"Tapi kalo Tiki sampe ngamuk begitu, artinya orang tadi sudah berbuat hal yang keterlaluan" Liam menyahut.
"Mbak tau masalah di forum ama bocah ini kan?" tanya Liam sambil menunjuk Wahid yang berdiri dibelakang Bang Zaki. "Tiki masih bisa sabar dan maafin dia. Kalo enggak, mungkin udah dua orang yang dikirim ke rumah sakit sekarang ini"
Saat mata kami bertemu, Wahid langsung menundukan kepalanya.
"Tempo hari kamu ngerusak pigura... Sekarang kamu ngerusak muka Fikar... Sebenarnya ada masalah apa?" tanya Bang Zaki lagi.
"Kalau kamu terus membisu begini, apa kita perlu bicara empat mata? Di kamar Abang" lanjut Bang Zaki sambil melangkah menuju kamarnya.
Aku langsung beranjak mengikutinya. Aku mendahuluinya. Kemudian duduk di tepian kasur.
Bang Zaki menutup pintu di belakangnya. Menghampiriku. Dan duduk di sampingku. Tapi aku beringsut menjauh darinya. Aku juga menepis tangannya yang mendarat di bahuku.
Emosi di dalam dadaku langsung sirna, dan digantikan sensasi aneh seperti malam itu. Saat aku melumat bibirnya.
Kutepuk-tepuk kepalaku sendiri.
Semakin lama semakin keras. Dan menimbulkan suara PLAK yang keras.
Aku ingin bayangan malam itu pergi dari isi kepalaku. Jantungku kembali berdegup cepat. Semakin Bang Zaki mendekatiku, rasanya hidungku semakin jelas mencium aroma tubuhnya.
"Aarrgghhh...!!! Abang jangan deket-deket!"
Aku tidak siap dengan perubahan atmosfir ini!
"Kenapa? Mau mukul Abang juga? Seperti yang kamu lakukan pada Fikar?"
"Tapi itu karena dia yang salah, Bang"
"Abang tau dia pasti salah. Karena tidak mungkin kamu, yang Abang tau selalu sabar melebihi Abang, bisa ngamuk seperti itu... kalau Fikar tidak melakukan kesalahan yang fatal, kamu enggak mungkin kesetanan" ujarnya. Kali ini dengan nada yang jauh lebih lunak. "Yang mau Abang tau, ada masalah apa di antara kalian bertiga..."
"Cerita ke Abang Ki... Apa kamu enggak percaya ama Abang?" Bang Zaki semakin membuatku terpojok. Tubuhnya semaki dekat saja denganku.
Yang membuatku semakin heran, tidak biasanya hidungku menjadi setajam ini. Dengan jarak sedekat ini, biasanya aku tidak mampu mengendus aroma tubuhnya.
"Ya sudah... Apa Abang ganti saja pertanyaan Abang?"
"Maksudnya?" kali ini aku menoleh menatap Abang.
"Kenapa waktu itu kamu nyium Abang? Pake grepe-grepein Abang segala..."
"Abang bangun?!" aku tersentak kaget.
Kulihat dia menghela nafas. Lalu tersenyum simpul. "Sebenarnya udah tidur... Bahkan Abang udah mimpiin Toya..."
Ugh! Hatiku terasa dicubit saat Bang Zaki bilang dia memimpikan Bang Toya, padahal aku yang melakukannya malam itu...
Ugh! Apakah aku cemburu?
Cemburu dengan Bang Toya?
"Abang terbangun waktu kamu melumat bibir Abang..." lanjutnya dengan lirih. "Ada apa dengan kamu Ki? Ngomong ke Abang..."
"Gak tau Bang. Tiki juga gak tau harus kasi penjelasan apa..." jawabku setelah lama terdiam.
"Yang Tiki tau..." aku ragu untuk mengatakan hal ini. Belum pernah aku merasa setakut ini.
"Apa?" desak Bang Zaki lagi.
Aku beranjak ke arah pintu. Bukan untuk keluar. Tapi untuk menguncinya. Agar tidak ada yang masuk. Kemudian aku mendorong Bang Zaki hingga dia terlentang di atas kasur.
Aku langsung duduk diatas pahanya. Lalu ku bungkukan tubuhku. Dan melumat bibir Bang Zaki selama beberapa detik.
"Masih ingat pertanyaan Abang ke Tiki malam itu?" tanyaku. "Ini jawabannya" kuraih tangan Bang Zaki. Meletakkannya di bagian depan celanaku.
Mata Bang Zaki terbelalak, dan ia menarik tangannya dari genggamanku.
"Cuma dengan Abang, Tiki punya reaksi seperti ini" ujarku menjelaskan. "Dan Abang juga punya reaksi yang sama..." kataku sambil menggenggam benda keras di dalam celananya.
Karena Bang Zaki hanya mengenakan celana panjang berbahan kain, jadi aku bisa merasakan benda keras itu semakin berdenyut dalam genggamanku.
Terlebih, aku tau dan sudah hapal kalau Bang Zaki itu suka sekali memakai boxer dibanding brief. Sama denganku.
"Lalu apa kaitannya dengan Fikar?" tanya Bang Zaki dengan pipi merona merah. "Ki... Tolong hentikan..." Bang Zaki mencoba menepis tanganku yang masih menggenggam benda keras di dalam celananya.
"Gak ada..." aku menjawab dan menjatuhkan diriku hingga wajah kami hanya berjarak beberapa mili meter saja.
"Tolong Ki... Jangan berbuat begini..."
Aku tidak menggubris ucapan Bang Zaki. Sebagai gantinya, bibirku mendarat di lehernya. Sementara tanganku meraba dada bidangnya. Dan kupelintir puting yang berada di balik kemejanya. Kusapukan lidahku dipermukaan kulit leher Bang Zaki. Dan bergerak menuju telinganya.
"Ki...!"
Aku tak menggubris penolakan Bang Zaki. Tanganku bergerak cepat melucuti satu persatu kancing kemeja Bang Zaki. Bibir dan lidahku pun bergerak turun. Hingga akhirnya sampai di puting kanan Bang Zaki. Warnanya putingnya yang sedikit gelap, nampak kontras dengan warna kulitnya yang putih.
"Ki... Please..." pintanya memelas. Mencoba menolakku. Tapi saat kumainkan putingnya dengan ujung lidahku, Bang Zaki menggelinjang. Tangan kanannya membekap mulutnya sendiri. Sementara tangan kirinya meremas paha kananku.
Remasan tangannya semakin erat, saat aku menyucup putingnya bergantian.
"Ki... Udah Ki... Abang mohon..." pintanya memelas. "Jangan Ki...!" dan tangannya meraih pergelangan tanganku, yang kini mencoba membuka resleting celananya.
Aksi saling tarik dorong pun terjadi. Bang Zaki terus menolak. Tapi pada akhirnya aku berhasil menarik turun celana panjang Bang Zaki, beserta celana dalamnya yang berwarna jingga itu hingga sebatas lutut.
Miniatur menara Eifel milik Bang Zaki terasa tebal dalam genggamanku. Tapi aku sama sekali tidak merasakan desir aneh itu lagi. Hingga aku pun berhenti. Dan turun dari kasur.
Tapi, apa yang di lakukan Bang Zaki selanjutnya malah membuatku semakin lupa diri.
Saat ia mengangkat kakinya untuk memakai kembali celana dalam berwarna jingga itu, aku langsung menarik celana panjang Bang Zaki hingga terlepas. Disusul aksi tarik menarik celana dalam jingga Bang Zaki.
Sayangnya kali ini Bang Zaki yang menang.
Karena Bang Zaki memutar tubuhnya hingga menelungkup, dan membuatku nyaris terjungkal dari atas kasur.
Kuraih bongkahan padat pantat Bang Zaki. Kuselipkan tanganku ke dalam celana dalamnya. Dan kutarik turun hingga sebatas bawah pantatnya yang montok.
Bang Zaki masih meronta tanpa suara. Ia menaikkan pantatnya hingga belahan pantatnya pun tepat berada di hadapanku. Langsung saja kujilat belahan pantat Bang Zaki.
Seolah sedang membelah buah duren, kulebarkan belahan pantatnya yang montok. Hingga nampaklah sebuah lubang keriput yang berwarna pink.
"Ahmmmhhhh....!!!"
Dinding pertahanan Bang Zaki sepertinya jebol ketika ujung lidahku mengilik lubang keriput ditengah belahan pantatnya. Lidahku sempat menyapu hingga pinggangnya.
Bang Zaki hanya pasrah saat kemejanya berhasil kulucuti. Dan membiarkanku menarik lepas celana dalamnya ketika lidahku kembali memainkan lubang keriputnya.
Seperti anjing kelaparan, aku terus menjilati lubang itu hingga basah oleh air liurku.
Ugh! Kenapa aku memakai istilah menjijikan ya? Tapi sudahlah... Lagi enak!
Beruntung aku sedang mengenakan kemeja dan celana pendek cargo. Dan sambil memainkan lubang milik Bang Zaki, aku bisa dengan leluasa menelanjangi diriku sendiri.
Aku turun dari atas kasur. Saat aku berdiri diatas lantai, kuraih pinggang Bang Zaki.
"Mmmmhhhh..." kembali Bang Zaki menahan erangannya dengan cara membungkam mulutnya sendiri dengan bed cover.
Lidahku bergerak turun. Kali ini menuju biji kembar sebesar buah salak berwarna cokelat kemerahan. Kujilat. Dan kukulum satu persatu.
Tadinya ingin ku kulum keduanya. Tapi mulutku ternyata tak cukup, karena ukurannya yang terlalu besar.
Sayangnya miniatur menara Eifel milik Bang Zaki yang tebal dan kokoh itu tak bisa ku arahkan ke belakang saking kerasnya. Jadilah, aku hanya bisa memainkan lidahku naik turun.
Kudengar desisan yang berasal dari bibir Bang Zaki, ketika jari telunjuk ku menyusup masuk ke dalam lubang keriputnya itu. Agak kesat awalnya. Tapi setelah kukilik beberapa kali dengan lidahku lagi, juga melumasi jariku dengan air liurku sendiri, akhirnya jari telunjukku bisa masuk sempurna.
Rasanya sempit sekali. Jariku terasa seperti di hisap dengan kuat.
Astaga! Senikmat inikah berbuat dosa?, batinku bertanya berulang kali.
Saat aku mengarahkan terongku ke lubang milik Bang Zaki, ia memutar tubuhnya dan menarikku hingga aku jatuh terlentang disisinya.
"Cukup Ki..." pinta Bang Zaki sambil mengatur nafasnya.
Ia terkesiap saat mendapati diriku juga sudah bugil. Terlebih saat tangannya kuarahkan meraih terongku yang tegak mengacung.
"Bang... Apa Abang juga bereaksi ke orang selain Bang Toya?" tanyaku, penasaran.
Ia menggeleng. Perhatian Bang Zaki kini terpusat pada terong ku yang ternyata jauh lebih panjang dan lebih tebal dari miniatur menara Eifelnya.
"Kita hentikan ini sekarang juga Ki..." ujarnya.
"Tapi Bang..."
"Jadi kamu lebih memilih kenikmatan sesaat ini?" Bang Zaki beranjak turun dari kasur. Memunguti pakaiannya dan pakaianku yang berhamburan dilantai. "Lakukan ini dengan hati! Bukan dengan nafsu!" tandasnya.
Aku duduk. Tertegun dengan ucapan Bang Zaki.
Lakukan dengan hati, bukan dengan nafsu?
Ah...! Ternyata Bang Zaki memang belum memahami isyarat yang kuberikan padanya.
Aku menghela nafas. Kukenakan lagi semua pakaianku.
"Bang..." panggilku seraya membenarkan kemejaku.
"Ya Ki?"
"Wahid punya perasaan ke Tiki, tapi Tiki tolak. Taka balik kemari untuk memperbaiki hubungannya dengan Fikar, tapi..."
"Tapi...?"
"Oh come on!! Bukannya Abang yang membuat Tiki sadar, kalau sikap si Fikar Suwek ke Tiki selama ini tuh diluar batas kewajaran sebagai teman?"
"Iya... Lalu?"
"Lalu sebisa mungkin Tiki gak pengen Taka tau kenyataan itu, Bang. Rasanya saat Suwek mengutarakan perasaannya ke Tiki di hadapan Taka tadi itu... paku di ubun-ubun Tiki ini serasa kecabut, Bang!"
"Paku di ubun-ubun?" tangan Bang Zaki lantas mencari-cari sesuatu di kepalaku. "Mana? Gak ada lobangnya gini"
"Hu~uhhh... Malah ngajak bercanda" kucubit perut Bang Zaki, dan ia meringis kesakitan.
"Awalnya nih Bang... Jujur aja nih ya.... Tiki gak pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta, Bang. Ternyata rasanya gak enak! Gak ada bunga-bunga kayak yang dibilang banyak orang. Rasanya nyesek!" aku mulai nyerocos sendiri.
"Baru juga ngerasain jatuh cinta, eh... Udah patah hati. Sekarang Tiki tau deh rasanya. Beneran sakit, Bang" kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"Emangnya Tiki ditolak siapa?" tanya Bang Zaki yang kini duduk disebelah kiriku.
"Ditolak... Abang lah..." aku menjawab dengan malas. Kuhentakkan lututku hingga menabrak betisnya dan membuat Bang Zaki mengaduh kesakitan.
Bodo amat lah!, batinku. Masih sakitan hati gue dibanding kaki elu Bang!
Baru saja aku berdiri dan akan meninggalkan Bang Zaki, tangannya sudah mencegahku.
Dibuatnya aku kembali duduk di antara pahanya. Hanya saja, kali ini aku seolah duduk di pangkuan Bang Zaki yang kemudian membenarkan posisiku agar aku duduk miring di hadapannya. Lantas ia memelukku.
"Maaf ya Ki..." bisiknya. Tepat di telingaku.
"Gak papa Bang. Tiki tau kok, cinta Abang emang cuma buat Bang Toya... Dan Tiki gak pantes ngedapetin lebih dari sekedar..."
Bang Zaki meraih daguku, dan membungkam bibirku dengan bibirnya.
Mataku terbelalak saat ia melumat dengan lembut bibirku. Bahkan pelukannya semakin erat kurasakan saat aku memejamkan mataku.
Kalau ini cuma khayalanku. Ilusiku. Kumohon berikan aku sedikit lagi saja waktu, agar aku bisa menikmati lumatan bibir Bang Zaki yang terasa nikmat ini.
Tapi saat aku membuka mataku, ternyata Bang Zaki masih melumat bibirku. Bahkan lebih mesra. Lebih...
Apa ya?
Sensual, mungkin?
Halah!
"Mmm.... Bang.... Ini maksudnya apa?"
"Maaf Ki... Abang juga punya perasaan yang sama ke Tiki... Tapi Abang gak berani, takut dikira kurang ajar..." jawabnya.
"Sejak kapan?" tanyaku.
Aku yakin deh. Tampangku sekarang ini pasti terlihat dongo saat mendengar jawaban Bang Zaki.
"Gak tau... Kayaknya sejak abis sakit itu..." jawabnya lagi sambil tersenyum simpul.
"Duh.... Pusing pala Tiki, Bang" kataku sambil mengucek gemas kedua mataku ini dengan tangan kananku.
"Biar sembuh" ujarnya usai mendaratkan kecupan di dahiku. Lalu ia tersenyum. Manis sekali. "Mukamu merah..."
"Iiissshhh..." aku mencoba bangkit berdiri. Tapi Bang Zaki lagi-lagi mengeratkan pelukannya.
"Jangan pergi..." ucap Bang Zaki dengan tatapan seperti Puppy. Ditambah ia menggigit bibir bawahnya.
"I'll never let you go" balasku. Kubalas pelukannya.
Selama beberapa detik, kami masih berpelukan.
Selang beberapa menit. Kami juga masih berpelukan.
Dan beberapa menit kemudian, aku baru ngeh, kalau Bang Zaki tuh ketiduran sambil memelukku dengan menyandarkan dagunya di bahuku.
Hih!
Kalo gak inget cinta gue diterima, pasti udah gue tendang ampe guling-gulingan nabrak guling nih orang, makiku dalam hati.
"Bang Zakiiiii!!!! Tiiikiiii!!!! Jangan bilang kalian ketiduran di dalam sana ya!!!" jerit Donna diluar di iringi gedoran pintu kamar.
Waduh!
Bang Zaki terbangun. Mungkin karena gedoran pintu Mbak Donna semakin membabi buta! Kalau sudah begini, mudah-mudahan Liam sadar kalau Mbak Donna itu...
"Ki..." bisik Bang Zaki ditelingaku sesaat sebelum ia memutar kunci di pintu kamar. "Keberatan gak kalau kita enggak menunjukan... ini, kepada yang lain" lanjutnya dengan hati-hati.
Aku tersenyum.
"Iya. Tiki ngerti Bang. Moment-nya emang lagi enggak pas... Apa lagi ada Liam di luar..." jawabku. Kumajukan wajahku menuju pipinya. Tapi Bang Zaki meraih belakang kepalaku. Dikecupnya bibirku. Kubalas dengan melumat bibir atasnya, sementara Bang Zaki membalas melumat bibir bawahku.
Kami tersenyum penuh arti. Senyum yang cuma kami pahami satu sama lain.
"Yuk keluar..." ujarnya usai memberiku ekstra kecupan di dahiku.
Aku mundur dan duduk di tepi kasur. Mengulum senyum. "Abang keluar duluan aja..." kataku.
Kusapu pandanganku ke seisi ruangan. Memori beberapa tahun lalu muncul layaknya film tiga dimensi. Disaat aku melihat semua aktifitas kemesraan antara Bang Zaki dengan Bang Toya.
Apakah aku layak menggantikan posisi Bang Toya?
Awalnya aku tidak tega saat melihat Bang Zaki memanggil nama Bang Toya dalam tidurnya. Tapi lambat laun, timbul perasaan yang lebih. Aku ingin mendapatkan kasih sayang Bang Zaki.
Bukan sebagai adik. Tapi sebagai kekasihnya. Karena aku sudah menyayanginya, jauh sebelum aku menyadari arti perasaanku ini padanya.
Entah faktor kebetulan, atau Bang Zaki memang membaca pikiranku. Awalnya aku yang ingin agar hubungan ini di rahasiakan saja.
Untuk sementara waktu. Menunggu saat yang tepat.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
When I'm old and grown
I won't sleep alone, woah
Every single moment will be fading into you
That's some type of love
That's some type of love
And I won't sing the blues
Cause all I need is you, woah
Every single question will be answered all by you
That's some type of love
That's some type of love
When the world's on fire we won't even move
There is no reason if I'm here with you
And when it's said and done I'll give me to you
That's some type of love
That's some type of love
When were old and gray
And our faces changed
There won't be a moment when my heart don't feel the same
That's some type of love
That's some type of love
And every story ends
But we could still pretend
Every single moment will be just as we had planned
It was some type of love
That's some type of love
When the world's on fire we won't even move
There is no reason if I'm here with you
And when it's said and done I'll give me to you
That's some type of love
That's some type of love
If I'm here with you
I'll give me to you baby
That's some type of love
That's some type of love
When the world's on fire we won't even move
There is no reason if I'm here with you
And when it's said and done I'll give me to you
That's some type of love
That's some type of love
[ Some Type Of Love - Charlie Puth ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•