It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tp yg jadi fantasiku adalah sekali sekali incest antara Tiki ma Taka meski hanya dalam mimpi si Tiki #plakk... Ditabok reader lain hehehe
Pada akhirnya malah aku yang membangunkan Suwek. Padahal dia sudah tidur dengan pulas. Awalnya aku yang meminta Taka membangunkan Suwek, tapi dia kesusahan membangunkan Dewa Kerbau satu itu. Taka dan Bang Zaki saja selalu heran, trik apa yang aku pakai sampai bisa membangunkan Dewa Kerbau satu itu dalam hitungan detik. Karena aku selalu menutup dan mengunci pintu, juga meminta kepada siapapun untuk meninggalkanku berdua saja dengan sang Dewa Kerbau.
Ritual yang aku gunakan tidak sulit. Sangat mudah. Tapi aku sarankan hanya di pakai untuk beberapa jenis Dewa saja.
Mau tau caranya? Sangat mudah sekali pemirsah!! Bekap saja mulut dengan telapak tangan, dan jepit hidungnya dengan dua jari. Disarankan untuk tidak melentikkan ketiga jari yang menganggur. Nanti kalau Dewa Kerbau sudah susah nafas, pasti langsung lompat dari kasur. Dijamin seribu persen berhasil.
Agak sadis memang. Tapi dari pada aku buang-buang waktu dan tenaga. Ritual itu jauh lebih efektif.
"Elu udah ngantuk belum Ki?" Taka bertanya. Sekarang kami sedang sama-sama mencuci piring. Bang Zaki sendiri masih sibuk di meja makan. Rupanya tadi Abang masih merampungkan beberapa berkas di dalam kamarnya.
"Kenapa?" tanyaku heran pada Taka.
Aku meraih piring yang sudah dibilas Taka dan di letakan di rak piring. Kemudian aku mengelapnya sampai benar-benar kering. Lalu menumpuknya di dalam lemari di bawahku. Lemari ini memang khusus untuk segala jenis piring dan mangkuk. Supaya lebih bersih dan tidak terkena debu.
Setelah selesai mengelap semua piring --karena kami cuma makan berempat-- sekarang aku ganti mengelap sendok, garpu dan pisau. Lalu meletakkannya di dalam laci, yang memang khusus untuk sendok dan garpu. Untuk pisau, aku meletakannya di dalam laci yang berada di sebelahnya.
"Kita karaokean yuk Ki"
Tanganku langsung berhenti. Layaknya sebuah game yang di pause.
"Elu gak liat sekarang jam berapa?" kujitak kepalanya setelah melalui pause beberapa detik. Taka meringis dan mengusap kepalanya.
Usai mengelap semua piring dan kroco-kroconya, aku menuju kamar di lantai dua. Mengambil selimut di dalam lemari. Dan dua buah bantal dari kasur. Meletakkannya di sofa. Kemudian mematikan semua AC. Tapi aku membuka pintu belakang. Hawa malam ini lumayan sejuk.
"Gak tidur di kamar aja Ki?" tanya Bang Zaki.
"Enggak Bang. Lagi pengen tidur disini" kataku.
"Gimana Ki... Karaokean yuk" ajaknya lagi. Masih ngeyel aja bocah satu ini.
"Ogaaaahh..." aku menjawab dengan malas. Kuatur posisi bantal lalu rebah di sofa. Kubenarkan posisi selimut agar menutupi separuh badanku. Dari pinggang sampai kaki.
Taka duduk di karpet dan bersandar di sofa. Tangannya meremas lenganku. Lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Kuraih kepalanya. Kubelai dan kumainkan rambutnya.
"Minta Suwek aja karaoke pake microfon lu gih" aku menyeletuk.
Kudengar bang Zaki terbatuk. Aku agak mendongakan kepalaku, melihat Bang Zaki yang tertawa sambil memegangi perutnya dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya mengelap meja. Mungkin tadi Bang Zaki menyemburkan air yang dia tenggak.
"Lagian Tiki heran banget ama mereka berdua Bang" kataku pada Bang Zaki.
"Heran gimana?" Bang Zaki bertanya usai melanjutkan minumnya.
"Ya gitu deh Bang... Yang sibuk karaokean Suwek... Tapi yang bernyanyi malah Taka"
"Pe'aaaa..." Taka menusuk-nusukan tangannya di ketiakku. Sayangnya aku bukan cowok gampangan Taka... Eh! Maksudku, aku bukan tipe yang gampang gelian. Jadi usaha Taka sia-sia.
"Emangnya kamu pernah ngeliat mereka... Karaokean, Ki?" tanya Bang Zaki. Kali ini dia duduk disandaran sofa. Nampak sekali kalau Bang Zaki penasaran.
"Kalo ngeliat pas karaokeannya sih gak pernah Bang" jawabku.
"Trus?" tanya Bang Zaki dan Taka barengan.
"Waktu itu Tiki liat mereka lagi sibuk gali lobang sumpel lobang pernah"
"HAH?!? KAPAN?!" kali ini Taka dan Suwek yang berseru kaget. Kulihat wajah Suwek memucat. Mungkin dia kaget sekaligus malu. Sementara Taka langsung duduk dengan tegak. Dan Bang Zaki cuma melotot kaget.
"Kapan Kiii...?" Taka memaksaku supaya menjawab.
Kuceritakan kejadian yang aku alami sewaktu Bang Zaki sedang sakit beberapa bulan lalu. Dan aku, yang penasaran dengan suara aneh yang berasal dari lantai dua pun, menjadi saksi sibuknya sepasang insan manusia sedang kerja bakti membuat kerusuhan diatas kasur.
"Aaahh!!! Tiiikiiiii!!" Taka menjerit histeris. Pipinya bersemu merah. "Gak elu foto kan?"
"Maunya gue rekam. Gue jadiin video. Trus gue jual! Kan lumayan duitnya bisa buat beli hape baru. Sayangnya hape gue ada di kamar atas. Jadi... Ya gak bisa deh..." kataku panjang lebar.
"Gak usah Ki... Lain kali di foto aja. Trus kirim ke Mama kalian" Bang Zaki mengimbuhi. Menambah panas suasana.
"Haiiizzzz... Abang malah lebih parah! Bisa jantungan lah kalo Mamah ngeliat!" Taka mencoba meraih pinggang Bang Zaki. Tapi Taka kalah gesit. Karena Bang Zaki langsung menghindar dengan kecepatan super kilat.
"Jadi... Kamu sengaja gak tidur di atas karena gak mau ganggu mereka, Ki?" tanya Bang Zaki. "Abang perhatikan, kamu sering sekali tidur disini. Kalo tidur bareng Abang mau gak? Kasur Abang kan lebar tuh. Cukuplah kalau dipakai dua orang"
"Sungkan ah Bang..." aku menjawab singkat. Jangankan dua orang, lebar kasur bang Zaki itu bisa dipakai kami berempat sekaligus kok.
Jawabanku membuat Abang terdiam. Kuperhatikan, Abang seperti memikirkan sesuatu. Kalau melihat tangan Bang Zaki mengusap dagu layaknya seorang detektif-detektif di film Hollywood begitu, bisa dipastikan kalau Abang memang sedang memutar otaknya sampai 360 derajat.
"Apa perlu kita renovasi rumah ini ya? Bikin satu atau dua kamar lagi" celetuk Abang akhirnya.
"Duh... Gak usah Bang... Ngerepotin Abang aja" Taka langsung menolak usul Bang Zaki.
"Iya Bang. Emangnya ngerenovasi gak pake duit, apa? Duh gak bisa ngebayangin pengeluarannya deh" kali ini aku yang angkat bicara. "Lagian setiap sudut rumah ini kan penuh kenangan Bang... Tiki yang gak rela kalo sampe dirubah-rubah..."
Mendengar penolakanku, Abang langsung tercengang.
Selama beberapa menit, kami bertiga hanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Kalo si Suwek kan dari tadi emang diem aja. Sedari tadi dia duduk di tangga. Menatap kami seperti anak tiri yang sedang dianiaya.
"Atau gini aja... Gimana kalau sofanya aja yang Abang ganti? Beli yang lebih lebar. Abang yang enggak tega ngeliat kamu tidur di sofa terus" Abang mencoba memberikan usul lagi.
Aku langsung bangun. Melipat selimut, dan memberikannya pada Suwek, berikut bantal yang tadi kubawa dari kamar atas. Lalu berjalan ke arah Bang Zaki. Kuraih lengannya. "Kita bobok yuk Bang..." aku berujar dengan nada yang kubuat manja.
Melihat tingkahku, Abang langsung tertawa dan mengacak-acak rambutku. "Kamu ini ya... Bener-bener deh..." katanya disela tawanya.
"Taka... Tolong tutupin pintu belakang ya... Gue mau ngelonin Abang dulu nih" aku berseru, yang ditanggapi gelak tawa Bang Zaki.
Setelah masuk ke dalam kamar, aku menyembulkan kepalaku keluar. "Kalo nanti kalian denger suara-suara aneh dari dalam sini.. Tolong abaikan!" aku berseru sambil menyipitkan kedua mataku. Menatap Taka dan Suwek dengan ekspresi serius.
"Haduh.... Haduh.... Kamu ini Ki... Ada-ada aja..." Bang Zaki masih terpingkal. Kali ini sudah lebih pelan. Dibanding tadi.
Kemudian aku menyusul Bang Zaki naik ke kasur. Kutarik selimut sampai sebatas dadaku.
"Ini gulingnya Ki..." Bang Zaki menyodorkan sebuah guling. Kuterima dan langsung kupeluk erat.
"Bang... Tiki mau cerita... Tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya..." kataku.
Bang zaki memiringkan badannya. Posisi kami sekarang saling memeluk guling masing-masing dengan posisi miring berhadapan.
"Oke" jawab Bang Zaki.
"Jangan oke... Tapi janji" aku mencoba meralat ucapannya.
"Iya... Abang janji. Emang mau cerita apa?"
Setelah beberapa detik berpikir, karena aku bingung harus mulai dari mana, dan memainkan bibir bawahku dengan jariku sendiri. Sementara Bang Zaki masih menunggu dengan sabar.
"Gak jadi deh... Tiki malu..."
"Malu... Atau gak percaya sama Abang?"
"Malu Bang... Soalnya ini tuh pertama kalinya Tiki berbuat kayak begitu..."
Bang Zaki mengerutkan dahinya. "Berbuat apa?"
"Jadi begini Bang..."
Aku pun menceritakan tingkahku pada Wahid. Mulai dari nekat mandi bareng. Saling sabunan. Dilanjut tanganku yang sengaja merangsangnya. Dan tidak berbuat lebih jauh. Kecuali menyuruh Wahid memegangi terongku. Kemudian aku memeluk Wahid yang bugil sampai kami tertidur pulas.
"Pertanyaan Tiki satu aja sih Bang..." kataku akhirnya. "Tiki kan masih ngerasa, kalo Tiki tuh straight. Tapi apa Tiki ada bakat jadi biseks kayak Bang Bayu?"
Bang Zaki tidak langsung menjawab. Dia terlihat berpikir.
"Tapi waktu Wahid megangin... Hmmm... Penis kamu itu tadi... Kamu ada reaksi gak? Ereksi, misalnya?" Bang Zaki pun bertanya.
"Seinget Tiki gak ada Bang. Makin ciut sih iya" aku menjawab dengan cepat.
"Nah... Sekarang Abang tanya, apa kamu pernah ada reaksi kalau ngeliat tubuh cowok?"
"Hmmmm... Sejauh ini gak ada Bang"
"Trus, kenapa kamu tadi nekat ngelakuin hal itu ke Wahid? Bukan apa-apa ya Tiki... Kasihan Wahid, kalau ternyata kamu enggak ada rasa apa-apa ke dia, sementara dia udah terlanjur GR... Kalau kamu ada di posisi Wahid, bagaimana perasaanmu?"
Aku terdiam. Benar juga kata Bang Zaki. Aku tidak berpikir sampai sejauh itu.
"Ya sudah. Sekarang kamu tidur. Besok, kamu kerumah Wahid. Kamu minta maaf ke dia"
Bang Zaki mengusap kepalaku. Dan hal itu membuatku tenang. Sepertinya Bang Zaki tahu, kalau barusan aku merasa tak enak hati dengan Wahid.
"Iya Bang. Makasih ya Bang... Tolong jangan cerita ke siapa-siapa Bang..."
"Iya... Abang janji"
Aku langsung merubah posisiku. Kali ini aku telentang. Mataku menatap langit-langit kamar. Kemudian kupejamkan mataku. Mencoba untuk tidur. Saat aku menoleh kearah Bang Zaki, kulihat dia langsung pulas. Aku tersenyum memperhatikan ekspresinya yang nampak tenang.
Kalau melihatnya seperti ini, aku merasa jauh lebih baik. Dari pada aku harus melihatnya sedih, mengingat Bang Toya. Rasanya hatiku ikut sakit.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Kopi Ki?" tanya Taka saat melihatku keluar dari kamar Bang Zaki.
Aku langsung mematung. Mengucek mataku beberapa kali. Kembali masuk ke dalam kamar, mengambil kacamata yang kuletakkan di meja dekat kasur. Dan melihat jam dinding. Jam tujuh pagi!!!
"Astagfirullah!! Kiamat sudah dekat!!" aku menjerit sambil menekan pipiku dengan kedua tangan. Meniru Kevin di film lawas 'Home Alone'.
"Hanjir elu mah Ki! Sakitnya tuh disini melihat ekspresi lu" Taka menunjuk belahan pantatnya. Disusul suara kentutnya yang kecil panjang dan nyaring bagai terompet basah. Tiiuuttt!!!
"Hahahanjing!!! Pagi-pagi udah bikin racun!" kusemplak belakang kepala Taka sementara satu tanganku lagi sedang membekap hidungku.
"Hahaha!!! Nikmatilah aroma surgawi gue Ki!" Taka lalu ngibrit ke arah teras depan. Tangannya membawa secangkir kopi.
Untung saja dapur ini ada exhaust fan-nya. Jadi butuh beberapa menit saja sampai aroma busuk itu menghilang.
"TAAKAAAA.... ELU MAKAN APAAN?! BAU BANGKE BEGINI!!!" aku teriak-teriak dari dapur menuju ruang tamu. Tapi rupanya dia berada di teras depan. "Eh... Ada tamu rupanya" aku tersenyum ramah ke arah Bang Julian yang sedang duduk di kursi batu di tengah taman depan rumah. Tangannya sedang sibuk membetulkan senar gitar.
Selain jago main gitar, Bang Julian juga sangat jago bermain piano. Katanya dulu dia pernah punya Band semasa sekolah dulu. Suaranya juga merdu kalau sedang bernyanyi. Kalau dia jadi penyanyi, aku pasti akan selalu membeli albumnya.
"Kalian itu ya... Pagi-pagi udah rame aja..."
"Ni gara-gara bule buluk sontoloyo satu ini Bang" kutoyor kepala Taka yang sedang asik ngopi sambil main game di hapenya.
"Kenapa lagi dia?" kali ini Bang Julian meletakan gitarnya di atas meja batu yang dia jadikan senderan badannya. Dan memandang serius kearah Taka.
"Buang gas polusi sembarangan, Bang!" aku menjawab.
"Waduh... Segera di netralisir tuh. Kalo gak, bisa lapuk semua perabotan di dalam rumah" Bang Julian menyahut sambil cengengesan.
"Sial! Dikiranya kentut gue tuh lendir alien?" Taka menyahut tapi matanya masih terfokus pada layar hapenya. "Oh iya Bang Jul... Gimana gitarnya? Udah bener?"
"Udah..." Bang Julian meraih gitarnya. Memainkan beberapa nada.
"Oh, there she goes again
Every morning it's the same
You walk on by my house
I wanna call out your name"
Hmmmm... Gue tau lagu ini, batinku.
"I want to tell you how beautiful you are from where I'm standing
You got me thinking what we could because"
Aku suka sekali mendengar suara Bang Julian yang merdu.
Sejenak dia berhenti. Menarik nafas dalam-dalam. Sebelum melanjutkan lirik berikutnya.
"I keep craving, craving, you don't know it but it's true
Can't get my mouth to say the words they want to say to you
This is typical of love
Can't wait anymore, I won't wait
I need to tell you how I feel when I see us together forever"
Aku ikut bersenandung mendengar lagu kesukaanku dinyanyikan Bang Julian.
Tangan Bang Julian berhenti memainkan gitarnya. Matanya melihatku. Bibirnya tersenyum.
"In my dreams you're with me
We'll be everything I want us to be
And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss for the first time
Or is that just me and my... imagination"
"Kok berenti mulu Bang? Enak lho..." Taka protes.
"Kamu tau lagu ini Ki?" tanya Bang Julian padaku. Aku mengangguk. "Tau lirik selanjutnya?"
"Serius Ki? Lagu sapa tuh?" Taka menoleh kearahku.
"Imagination... Shawn Mendes" jawabku.
"Nyanyi bareng gih, Ki" Taka meletakan hapenya ke meja, disebelah gelas kopinya. "Suara Tiki enak loh Bang..."
"Oya?" Bang Julian menatap kami bergantian. "Coba kamu terusin" pintanya. Sejenak dia mengulang lirik terakhir yang dia nyanyikan tadi.
"In my dreams you're with me. We'll be everything I want us to be. And from there, who knows, Maybe this will be the night that we kiss for the first time. Or is that just me and my... imagination... Lanjutin Ki..."
"We walk, we laugh, we spend our time walking by the ocean side
Our hands are gently intertwined
A feeling I just can't describe
All this time we spent alone, thinking we could not belong to something so damn beautiful
So damn beautiful"
Aku melanjutkan dengan lancar.
"Lanjut Ki..." Bang Julian semakin semangat memainkan gitarnya.
Dilirik ini, Bang Julian mengiringiku bernyanyi. "I keep craving, craving, you don't know it, but it's true
Can't get my mouth to say the words they want to say to you
This is typical of love
Can't wait anymore, I won't wait
I need to tell you how I feel when I see us together forever"
"In my dreams, you're with me. We'll be everything I want us to be.... And from there, who knows, maybe this will be the night that we kiss... for the first time... Or is that just me and my imagination... Imagination... Imagination..."
Disini Taka ikut berhuo-huo dengan Bang Julian. Seolah menjadi backing vocal-ku.
"In my dreams, you're with me. We'll be everything I want us to be... And from there, who knows... Maybe this will be the night that we kiss for the first time. Or is that just me and my imagination..."
Dilirik berikutnya aku membiarkan Bang Julian ber-solo.
"I keep craving, craving, you don't know it, but it's true..."
Lalu aku ikut mengiringinya bernyanyi. Tapi mendekati ending lagu, Bang Julian membiarkan aku menuntaskan sisa lirik terakhir. "Can't get my mouth to say the words they want to say to you..."
"Woooww... Bravo! Bravo!" Bang Julian bertepuk tangan dengan bersemangat. Taka juga dengan latahnya, ikut-ikutan bertepuk tangan.
Tidak hanya bertepuk tangan. Taka juga menepuk-nepuk bahuku. Hingga membuatku nyaris tersungkur.
"Pe'a elu mah Ka... Biasa aja napa" protesku.
"Tuh kan... Makanya semalem gue pengen banget ngajak elu ke karaokean. Gue kangen dengerin suara elu kalo lagi nyanyi" Taka melingkarkan tangannya dibahuku. Menarik tubuhku hingga bahu kami bertubrukan.
"Penghayatan kamu bagus Ki..." puji Bang Julian. "Pernah ngalamin ya?" godanya.
"Ya gitu deh Bang... Hehehehe..." aku nyengir saja mendapati pengakuan itu meluncur begitu saja dari bibirku.
"Really?" Taka kali ini yang bertanya heran. "Gue kira hidup lu itu cuma berisi belajar dan belajar, Ki..."
"Termasuk belajar nembak cewek dong tentunya" Bang Julian memotong ucapan Taka.
"Betul tuh Bang..." kuacungkan jempolku.
Bang Julian kali ini menghampiri kami. Ikutan duduk di teras. "Belajar vokal dimana Ki? Suara kamu beneran bagus"
"Enggak pernah belajar... Palingan juga dulu waktu Sekolah, pernah iseng ikutan paduan suara" jawabku sambil garuk-garuk kepala.
"Gue inget banget waktu sekolah lu ngadain pensi. Trus waktu itu kalo gak salah sekolah lu ngundang beberapa band terkenal gitu" Taka mulai nyerocos.
"Oya? Hebat dong bisa ngundang penyanyi sekaliber mereka" Bang Julian menatapku kagum.
"Nah ceritanya nih Bang... Salah satu vokalisnya ada yang telat. Sedangkan waktu itu udah waktunya mereka tampil" Taka bercerita lagi.
"Ooohh yang waktu itu ya?" aku mulai ingat kejadian waktu itu. "Vokalisnya bukan terlambat dateng, Ka. Tapi waktu itu dia lagi kencing. Ada miscomunication dari Panitia gitu deh" aku melanjutkan. "Nah karena MC-nya udah terlanjur manggil nama band mereka, vokalis satunya juga oke oke aja... Pas mau naik panggung, dia gak sengaja dengerin gue nyanyiin lagu mereka. Eh tau tau aja gue udah ditarik ke atas panggung. Pake bilang ada kolaborasi gitu. Bikin gue deg-degan setengah mampus"
"Masa? Buktinya elu enjoy aja pas nyanyi diatas panggung" Taka nyeletuk. "Tapi emang bawaan orok kali Bang. Tiki emang pembawaannya santai... Woleezz... Gak ada kata nervous sedikit pun di kamus hidupnya Tiki"
"Sapa bilang?" aku memotong ucapan Taka. "Pas turun panggung, saking groginya gue nyaris jatoh tuh. Untung aja ada si Liam. Dia megangin gue" aku mencoba meralat ucapan Taka yang ngawur.
"Oh iya... Kamu masih libur kan?" tanya Bang Julian padaku.
"Iya Bang. Kenapa?" malah si Taka yang nyaut. Kuraih bibirnya, lalu kutarik. Membuat Taka meringis.
"Karaokean yuk" jawab Bang Julian bersemangat. "Tapi kalian mandi dulu sana"
"Oke Bang! Siap! Yok Ki... Mari kita mandi" Taka menarik tubuhku masuk ke dalam.
"Barengan?" tanyaku.
"Yoi... Bareng. Elu dikamar mandi belakang. Gue di kamar mandi atas" jawab Taka.
"Yah... Barengan aja yuk Ka..."
"Ogaaaahh..."
"Yaelah... Kenapa sih Ka? Elu malu?"
"Gak juga... Gue cuma gak pengen iri kalo ngeliat pentungan satpam lu" sahut Taka dengan mata melotot. Wajah kami hanya berjarak sekitar satu jengkal.
"Yaelah... Sama kok gedenya..." kali ini kutarik Taka menuju kamar mandi belakang. "Pokoknya selama elu gak bikin terong gue terbangun dari tidurnya, elu gak bakal ngiri lah ama die"
"Help! Bang Julian! Tolooong... Please Ki... Jangan nodai aku... Inget Ki!! Kita abang beradek" jerit Taka dengan lebay.
"Perlu bantuan Ki?" diluar dugaan Bang Julian menawarkan bantuan. "Udah sana cepet mandi! Yang bersih! Sampe wangi!" Bang Julian berseru sambil mengacungkan kepalan tangannya kepada Taka.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
"Apa-apaan ini?!"
Pucat pasi Wahid menundukan wajahnya. Matanya tidak berani menatapku.
"Buka password-nya! Cepet!" kusodorkan ponsel Wahid. Dengan tangan gemetar, Wahid meraih ponsel yang kuulurkan.
Aku sedang menunggunya mandi sambil duduk di dalam kamarnya. Dan secara tidak sengaja aku melihat wallpaper dilayar ponselnya. Yaitu foto kami saat sedang tidur kemarin. Kapan dia mengambil foto itu, aku juga tidak tahu.
Setelah password dilayar ponsel Wahid terbuka, aku segera membongkar galeri fotonya. Dan aku lebih terkejut saat melihat semua foto selfie di salah satu album galeri fotonya. Tanpa banyak bicara aku langsung menghapus secara permanen. Kemudian aku cek semua aplikasi yang dia pakai. Barang kali dia membuat backup dari foto-foto menjijikan itu.
Saat sedang sibuk membongkar isi ponsel Wahid, ponsel di kantung kemejaku berbunyi. Rupanya telepon dari Tiki.
^Kita udah sampe nih Ki... Tapi belon buka... Hahaha...^ ujarnya semangat.
Aku langsung mengakhiri panggilan itu. Mood-ku sedang sangat buruk sekarang.
"Tadinya..." ucapku sambil kembali memfokuskan perhatianku pada ponsel Wahid. "Tadinya gue kesini mau minta maaf ke elu, karena kemaren gue udah bertindak kurang ajar ke elu!"
Dadaku bergerak naik turun. Karena menahan emosi yang menggebu akibat ulah Wahid.
Meskipun sudah terhapus, bayangan gambar Wahid mengecup bibirku membuatku merasa jijik. Mual! Rasanya aku mau muntah! Bahkan Astrid yang diam-diam binal itu pun tidak pernah berbuat lebih rendah dari Wahid.
Selama ini pun, aku tidak pernah memandang remeh kaum gay. Aku selalu menganggap status sosial dan status kami lainnya adalah sama! Tapi mendapati perbuatan Wahid, membuatku menjadi emosi. Dan membuatku menyesal sudah...
Ahh!!!! Emang dasar guenya aja yang bego!!, jerit hati kecilku. Gak semua orang itu sama, Tiki!!!
"Udah elu sebar kemana aja foto-foto ini? JAWAB ANJING!!!"
"G-gak... k-kem...kemana-mana K-kak..." Wahid tersentak kaget mendapati dirinya kubentak. Setitik air mata di sudut matanya tak mampu memadamkan api di dalam dadaku ini.
Mungkin Wahid juga tidak akan pernah menduga aku bisa semarah ini padanya.
"Gak usah pura-pura gitu, bangsat!" kudorong tubuhnya hingga terjengkang dan menabrak lemari dibelakangnya.
"Ada apa Ki?" Bang Akbar yang sepertinya sudah selesai berganti pakaian, melangkah masuk ke dalam kamar. Dan dia tidak sendiri. Ada Bang Rivaz juga Ibu Wahid.
Sementara mataku masih terpaku memandangi layar ponsel Wahid. Tidak memggubris pertanyaan Bang Akbar. Aku emosi dan berani mendorong pundak Wahid, hingga dia terjuangkal tadi karena aku melihat foto-foto yang di ambil Wahid tanpa sepengetahuanku itu dia posting di akun twitter-nya. Tanpa banyak bicara, aku langsung mengulurkan ponsel Wahid ke Bang Akbar.
"Elu liat sendiri Bang" ucapku dengan suara bergetar. Menahan emosi yang kian menggelegak. "Tolong elu hapusin semua postingan sialan itu Bang"
Bang Akbar terperangah saat matanya melihat semua postingan akun twitter Wahid.
Ibu Wahid langsung menghampiri Wahid. Merangkul anaknya yang menangis tanpa suara dengan suara tertunduk. Antara penasaran dan tidak terima anaknya mendapat perlakuan kasar dariku, Ibu si Wahid sialan itu mencoba menenangkanku.
"Elu pilih ngomong jujur ke Nyokap lu, atau gue kasih liat tingkah binatang lu itu, Hid?!"
Wahid menggeleng dan menatapku dengan pandangan memohon. "M-maaf Kak... Tolong..." pintanya sambil menggeleng pelan. Suaranya memelas agar aku tidak memberi tahukan tingkah biadabnya.
Aku masih tidak menyangka, kalau Wahid yanh terlihat lugu dan polos, bisa berbuat seperti itu. Terlebih padaku. Bahkan sampai memposting foto-fotoku dengannya. Untuk yang tidak tahu kenyataan dibalik foto itu, pasti mengira kami adalah pasangan kekasih.
Dan mengingat pesatnya kemajuan teknologi, aku tidak akan pernah tau, sudah menyebar kemana saja foto-foto itu.
"Maaf aja gak bakal cukup, bangsat!" aku langsung melangkah keluar dari kamar Wahid.
"Ki... Sabar Ki..." Bang Akbar meraih lenganku. Tapi dengan cepat kutepis. Dan mendorong tubuhnya tepat di dada Bang Akbar. Membuatnya langsung jatuh tersungkur.
Meskipun badannya jauh lebih besar, aku yakin tenagaku jauh lebih besar dibanding Bang Akbar. Terlebih kalau sedang emosi seperti ini. Sudah syukur alhamdulillah, aku tidak kalap dan menghajar Wahid.
Kunyalakan motorku. Dan segera melaju meninggalkan tempat si Wahid anjing sialan itu dengan kecepatan tinggi. Tidak kupedulikan panggilan Bang Akbar, yang dalam sekejap sudah jauh kutinggalkan.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Bang Zaki menghela nafas lega usai aku menceritakan kejadian di rumah Wahid. Tapi aku tetap saja tidak enak hati pada Bang Zaki. Karena saat aku sampai rumah, aku yang masih emosi membanting pintu saat hendak menutupnya. Hingga membuat beberapa pigura di dinding terjatuh. Beberapa kaca pigura pecah. Bahkan tepian kayunya pun ada yang retak dan patah.
Setelah membuatku tenang, Abang juga memintaku minum air, agar aku bisa lebih tenang. Tapi karena aku masih emosi, hingga membuat tanganku gemetaran, secara tak sengaja aku menjatuhkan gelas.
Bang Zaki hanya memintaku duduk di sofa depan televisi. Sementara dia yang membersihkan semua kekacauan akibat ulah ku tadi.
"Seumur-umur kenal dengan kamu, baru kali ini Abang melihat dengan mata kepala Abang sendiri... Kamu sangat berbahaya kalau sedang emosi"
"Sorry Bang... Tiki gak bermaksud merusak..."
"Gak papa... Yang penting kamu enggak luka..." Abang menggaruk kepalanya sebentar.
Hufff... Iya Bang, tapi hatiku yang terluka, batinku menyahut.
Aku menyesal sudah menggoda anjing sialan itu. Kalau sekedar di simpan dalam galeri di hapenya, aku tidak akan semarah ini.
"Kamu tadi udah sarapan?" tanya Abang. Aku menggeleng pelan.
"Abang mau kemana?" aku mencoba mencegah Bang Zaki ketika hendak berdiri. "Disini dulu Bang..."
Abang menghela nafas. Kemudian melingkarkan tangannya kebahuku. Menarikku hingga kini kami duduk berhimpitan. Tangan Bang Zaki mengarahkan kepalaku agar bersandar di bahunya. Kupejamkan mataku. Menikmati belaian tangannya dikepalaku.
"Lain kali jangan bermain api. Kalau terbakar, ledakanmu itu... Sangat berbahaya..." ujarnya. Awalnya kukira Abang menyindir, ternyata setelah mendengarnya terkekeh pelan dan tangannya tidak melepaskanku dan satu kecupan mendarat di keningku, nyatanya berhasil membuatku tenang.
"Abang dulu pemadam kebakaran ya?" tanyaku.
"Hmm? Kenapa?"
"Apinya langsung padam nih Bang" aku menjawab pelan. "Makasih Bang..."
"Hmmmm..."
Jujur saja, biasanya aku selalu ada di posisi Bang Zaki. Menyediakan bahuku sebagai tempat bersandar seperti sekarang. Dan tidak pernah sekalipun mendapatkan perlakuan seperti ini.
Aku tidak pernah menyangka ternyata bersandar dibahu seseorang bisa menentramkan hatiku. Biasanya aku selalu rebahan sambil mendengarkan lagu.
Sewaktu masih sekolah dulu. Aku hanya akan izin ke UKS. Alasan sakit kepala karena anemia adalah alasan tetapku pada Guru. Aku hanya ingin berbaring, tapi tidak untuk tidur.
Atau sewaktu kuliah di STP, setiap kali ada waktu senggang, aku hanya akan duduk bersandar di salah satu pohon besar yang ada di taman. Menyumpal telinga dengan headset dan mendengarkan beberapa lagu untuk menentramkan hatiku.
Dan yang paling ampuh adalah mengambil air wudhu. Dan menunaikan Shalat Sunah. Hanya sekedar untuk curhat ke Maha Pencipta. Agar Ia mengangkat beban di dalam hatiku.
"Mau kemana Ki?" tanya Bang Zaki ketika melihatku mendadak bangkit, dan beranjak menaiki anak tangga menuju lantai dua.
"Wudhu Bang. Mau bersihin sisa setan yang sekiranya masih nempel" aku menyahut. Kami bertukar senyum saat aku melangkah naik. Bang Zaki hanya mengacungkan jempolnya. Lalu ia ikut bangun dari duduknya. "Kemana Bang?" tanyaku balik.
"Mau ambil sapu. Membereskan sisa-sisa kerusuhanmu tadi" jawabnya terkekeh. "Udah sana. Kamu lanjutin aja" Bang Zaki mengibaskan kedua tangannya saat melihatku hendak putar balik ke arahnya. Tapi ya sudahlah.
Aku putuskan untuk mengambil wudhu. Kebetulan tadi aku memang belum Shalat Duha.
Lagian si Taka aneh-aneh saja. Pakai ngajak karaokean pagi-pagi. Untung saja tadi aku langsung memutus panggilan teleponnya, tepat saat aku sedang marah pada Wahid. Kalau tidak, sudah kusembur Taka dengan amarahku.
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
I was a wayward child
With the weight of the world
That I held deep inside
Life was a winding road
And I learned many things
Little ones shouldn't know
But I closed my eyes
Steadied my feet on the ground
Raised my head to the sky
And though time's rolled by
Still I feel like that child
As I look at the moon
Maybe I grew up a little too soon
Funny how one can learn
To grow numb to the madness
And block it away
I left the worst unsaid
Let it all dissipate
And I try to forget
As I closed my eyes
Steadied my feet on the ground
Raised my head to the sky
And the time rolled by
Still I feel like a child
As I look at the moon
Maybe I grew up a little too soon
Nearing the edge
Oblivious I almost
Fell right over
A part of me
Will never be quite able
To feel stable
That woman-child falling inside
Was on the verge of fading
Thankfully I
Woke up in time
Guardian angel I
Sail away on an ocean
With you by my side
Orange clouds roll by
They burn into you image
And you're still alive
(You're always alive)
As I close my eyes
Steady my feet on the ground
Raise my head to the sky
And though time rolls by
Still I feel like a child
As I look at the moon
Maybe I grew up a little too soon
[ Close My Eyes - Mariah Carey ]
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Happy Reading Guys
@Antistante @yuzz @meong_meong @anohito @jeanOo @privatebuset @Gaebarajeunk @autoredoks @adinu @4ndh0 @hakenunbradah @masdabudd @zhedix @d_cetya @DafiAditya @Dhivars @kikyo @Tsu_no_YanYan @Different @rudi_cutejeunk @Beepe @dheeotherside @faisalrayhan @yubdi @ularuskasurius @Gabriel_Valiant @Dio_Phoenix @rone @adamy @babayz @tialawliet @angelofgay @nand4s1m4 @chandischbradah @Ozy_Permana @Sicnus @Dhivarsom @seno @Adam08 @FendyAdjie_ @rezadrians @_newbie @arieat @el_crush @jerukbali @AhmadJegeg @jony94 @iansunda @AdhetPitt @gege_panda17 @raharja @yubdi @Bintang96 @MikeAurellio @the_rainbow @aicasukakonde @Klanting801 @Venussalacca @adamy @greenbubles @Sefares @andre_patiatama @sky_borriello @lian25 @hwankyung69om @tjokro @exxe87bro @egosantoso @agungrahmat@mahardhyka @moemodd @ethandio @zeamays @tjokro @mamomento @obay @Sefares @Fad31 @the_angel_of_hell @Dreamweaver @blackorchid @callme_DIAZ @akina_kenji @SATELIT @Ariel_Akilina @Dhika_smg @TristanSantoso @farizpratama7 @Ren_S1211 @arixanggara @Irfandi_rahman@Yongjin1106 @Byun_Bhyun @r2846 @brownice @mikaelkananta_cakep@Just_PJ @faradika @GeryYaoibot95 @eldurion @balaka @amira_fujoshi @kimsyhenjuren @farizpratama7 @ardi_cukup @Dimz @jeanOo @mikaelkananta_cakep @LittlePigeon @yubdi @YongJin1106 @Chachan @diditwahyudicom1@steve_hendra @Ndraa @blackshappire @doel7 @TigerGirlz @angelsndemons @3ll0 @tarry @OlliE @prince17cm @balaka @bladex @dafaZartin @Arjuna_Lubis @Duna @mikaelkananta_cakep @kurokuro @d_cetya @Wita @arifinselalusial @bumbellbee @abyh @idiottediott @JulianWisnu2 @rancak248 @abiDoANk @Tristandust @raharja @marul @add_it @rone @eldurion @SteveAnggara @PeterWilll @Purnama_79 @lulu_75 @arGos @alvin21 @hendra_bastian @Bun @jeanOo @gege_panda17 @joenior68 @centraltio @adilar_yasha @new92 @CL34R_M3NTHOL @Lovelyozan @eka_januartan @tianswift26
@guilty_h @Dhivars @adilar_yasha
@GeryYaoibot95 @CL34R_M3NTHOL
@Lovelyozan @eka_januartan
@tianswift26 @abyyriza
@privatebuset @Bun @sujofin
@TedjoPamungkas @cute_inuyasha @hehe_adadeh
×××°•••°°•••°×××
Api dalam hati bisa padam berkat Zaki...
Kemana arah si Tiki...?
Hanya Mas tama yang tahu.. Penasaran tingkat benua..
Penasaran dg hunbungan si kembar....
Yang salah tu lo Ki, Wahid ga bakalan gitu lok kamu ga mancing2 dia, coba lok kmu ada di posisi Wahid. Sorry ts esmosi gue, geram ja ma si Tiki#puk2wahid.
bener juga sih tiki, krn dirinya
dibuat kayak gitu, mau sama siapa ya tiki???