It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hmm. musuh baru nih bust scooty. ati2 specs, v
Aku memutuskan untuk tidak memberitahu Vincent tentang tatapan tersembunyi Alexis.Tidak saat semuanya sudah terasa sedikit baik antara kami. Sebagian dari diriku bertanya tanya mungkin itu semua hanyalah imajinasiku. Alexis selalu cenderung memiliki pandangan seperti itu di wajahnya, mungkin aku tadi melihatnya dari sudut yang salah.
Atau mungkin dia masih tetap membenciku dan ingin membunuhku.
Kalau begitu, aku tak akan mau untuk terlibat dalam permainan kecilnya. Vincent sudah menjelaskan bahwa dia takkan membela Alexis lagi jika terjadi sesuatu antara kami. Aku bisa menerima beberapa sorotan jahat itu darinya, tatapan itu kan Cuma satu satunya cara baginya untuk menyakiti. Yang kupedulikan, hanyalah datang di malam showcasenya Vincent dan selangkah lagi menuju mimpinya menjadi pemusik. Jika kau bermaksud untuk mengikuti permainan si ratu drama Alexis Mae, mungkin itu akan membuat mimpi Vincent terhalangi. Aku hanya berharap dia tak akan memulai menghancurkan setiap hariku dengan Vincent. Itu tampak seperti satu satunya hal kejam yang akan dia lakukan dan dia coba lakukan.
Aku memutuskan untuk tak memikirkan itu di hari berikutnya, memilih untuk fokus pada hal hal menakjubkan yang terjadi pada malam kemarin. Khususnya, acara mandi panas antara aku dan Vincent... membayangkan itu saja di tengah tengah pelajaran membuatku melamun dan membuatku harus tak termabuk dalam kenangan indah itu. Tidak saat aku masih berada di tempat umum dan sedang belajar.
Selain wajah duanya Alexis, semuanya berjalan dengan baik dan aku merasa benar benar bahagia. Sebenarnya sih aku mengharapkan Taylor atau Patricia menampakkan wajah jeleknya lagi, tapi sejak inside telur itu mereka sudah tak pernah nampak lagi. Aku tau seberapa banyakpun kesompongan yang mereka nampakkan, kenyataannya adalah mereka berdua takut sekali dengan Vincent. Mungkin mereka sadar bahwa mereka sudah membuat emosi Vincent berada di ujung tanduk dan sekarang mereka harus mengubah sikap mereka karena itu. Senang rasanya melihat Taylor sudah menghentikan deklrasi cintanya yang sinting padaku. Semoga saja dia sadar dan menjauhiku setelah ini.
Taylor bukannya satu satunya masalah yang sudah mereda. Semua rumor dan gosip tentang skandal ‘Vincent gay’ pun juga perlahan mulai menghilang. Meski masih ada beberapa orang di sekolah yang mempermasalahkannya, tapi hampir semua orang sudah bosan dengan berita itu dan pindah membicarakan gosip yang lain. Baru baru ini ada seorang cewek di Year 10 yang takut karena tengah hamil dan berita itu mampu menekan berita tentang Vincenet yang berpacaran dengan seorang nerd dari Lower Sixth. Harus kukatakan bahwa aku sedikit kecewa karena cerita besar kami hanya berlangsung selama beberapa hari saja, kupikir setidaknya kami cukup penting untuk dibicarakan selama seminggu penuh. Sepertinya sikap cuek Vincent mampu menghentikan gosip itu. Lagian, tidak semua orang suka menggosipkan orang yang bahkan tak peduli di gosipkan.
Intinya, semua sudah menjadi damai kembali. Aku tentu saja senang karena yang kuinginkan hanyalah melewati sisa semester tanpa drama apapun lagi, serta menikmati semua momen karena akhirnya aku punya pacar. Hidup terasa menjadi lebih baik dan aku berniat untuk tetap membuatnya selalu menjadi lebih baik.
Aku punya waktu senggang selama satu setengah jam di antara kelas kelasku yang lain di sore Rabu, jadi aku membawa sandwhich-sandwhich ku ke perputakaan, jadi aku bisa sekalian makan sambil membuka Facebook. Aku tak seharusnya membawa membawa makanan ke tempat komputer sekolah, tapi untung saja penjaga perpustakaan terlalu pendek untuk menyadarinya.
Aku melihat lihat setiap foto milik Vincent di Facebook. Dia nggak punya banyak foto dan dia juga bukan tipe orang yang suka di foto, tapi dia tampak sangaaaaaat tampan di setiap fotonya. Terkhususnya foto saat dia sedang berada diatas panggung. Aku mengingatkan diriku sendiri lain kali aku harus berfoto dengannya karena aku benar benar ingin memiliki foto kami berdua bersama.
Aku agak sedikit ragu saat menambahkan Alexis menjadi temanku, tapi kupikir lebih baik seperti itu. Dia lebih aktif di media sosial ketimbang aku, jadi kubiarkan saja dia yang menambahkanku menjadi temannya. Vincent dan aku sudah memutuskan untuk tidak membuat hubungan kami menjadi resmi di Facebook karena itu akan membuatnya kesal lagi atau apapun itu. Aku tak tau lagi apa yang bisa kami lakukan untuknya. Aku sudah mencoba sangat keras untuk memikirkan perasaannya sepanjang waktu, tapi sepertinya dia tak mau melakukan hal yang sama. Tidak jika sorot tajamnya kemarin malam memiliki maksud tertentu...
Aku tetap membaca beberapa update-an Facebook dan memakan sandwhichku. Tak banyak sih berita terbarunya dan aku jadi sedikit bosan karenanya. Sepuluh menit menjelang kelas Science ku, aku memutuskan untuk memeriksa akun email sekolahku. Aku jarang sekali mendapatkan pesan disana, tapi aku selalu memeriksanya.
Setelah layar berhasil memuat, aku terkejut melihat ada sebuah pesan yang menungguku untuk dibaca.
To: scotty.williams@havensdale.uk
From: alexis.mae@havensdale.uk
Subject: Read Me
Aku membaca lagi baris subject-nya dan merasa bingung. Kenapa Alexis meng-emailku? Lebih mudah sih untuk menemukan alamat email siapa saja di sekolah karena kami didaftarkan dengan nama panjang kami sendiri, tapi aku tak tahu kenapa dia mau maunya mengirimku pesan. Merasa tak nyaman, perlahan aku membuka email itu.
“Scotty coba kau tebak,... aku mungkin sudah meminta maaf padamu didepan Vincent, tapi itu hanya untuk dia.
Aku TAK menyesal!!! Aku tak menyesali apapun yang pernah kukatakan atau aku lakukan padamu, karena aku tahu kau bukan “cowok baik baik” yang sering kau umbar umbar sebagai dirimu itu...
Aku ingin kau putus dengan Vincent. Aku tak peduli bagaimana, tapi kau lebih baik melakukannya dengan cepat. Atau akan ada konsekuensinya bagiku.
Percayalah, aku sedang tak bercanda disini. Kau benar benar akan menyesal jika tak melakukan apa yang ku perintahkan.
Putus dengan Vincent.... dia pantas mendapatkan orang yang lebih baik dari serangga sepertimu”
Aku duduk mematung seketika. Kubaca lagi pesan itu sekali, dua kali, tiga kali... tapi masih saja membuatku tak mengerti. Aku mungkin tak salah liat dengan sorot jahat yang telah diberikan Alexis padaku, tapi aku tak mengerti apa yang dia bicarakan. ‘Putus dengan Vincent’??? ‘Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dari serangga sepertiku’??! Apa yang sih yang sudah kulakukan sampai membuatnya sebegitu dengkinya?
Jantungnya berdegup kencang : takut dan marah. Aku tak percaya sudah bermaafan dengan gadis ini. Dia sangat cemburu karena sekarang dia benar benar mencoba untuk memisahkanku dan Vincent. Aku tak akan mengikuti permainannya. Aku sudah cukup kenyang dengan semua ancamannya yang dulu dulu bahkan sebelum aku dan Vincent bersama. Bukankah dia sudah selesai dengan ‘konsekuensi’ nya jika aku tak menjauhi Vincent?! Dasar cewek gila yang bermulut sampah. Dia akan mengatakan apapun untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Dengan jari yang bergetar, aku menulis balasannya diatas keyboard.
“Alexis. Aku tak tahu sebenarnya kau pikir dirimu itu siapa, tapi INI HARUS BERHENTI.
Aku minta maaf karena kami sudah menyakitimu, tapi aku mencintai Vincent. Aku tentu saja tak akan putus dengan Vincent hanya karena kau menyuruhku. Kau terlalu banyak berkhayal jika kau pikir itu akan terjadi.
Dan juga, kau bisa memaksa, mengancam dan bahkan memanggilku “serangga” jika itu membuatmu merasa baikan.... tapi kenyataannya ancamanmu itu tak berdasarkan. Apapun yang kau pikirkan tentangku, aku tak tahu kenapa aku pantas dipanggil seperti itu.
Aku kecewa karena kupikir kita akhirnya bisa menyelesaikan masalah ini. Kemarin aku setuju untuk memulai hari baru. Kusarankan kau untuk berhati hati untuk itu dan mungkin aku takkan melihatkan pesan ini pada Vincent”
Aku menghela nafas dalam dalam untuk mencoba menenangkan diriku dan lalu memencet tombol “send”. Jika aku adalah orang yang berbeda, mungkin aku akan membalas pesan tadi dengan lebih berang dengan banyak kata kata sumpah. Tapi aku tau melakukan hanya akan semakin memperparah keadaan antara Aku dan Alexis. Aku berharap dengan mengakhiri omong kosongnya ini akan membuatnya berhenti.
Aku masih duduk didepan komputer selama beberapa saat, penasaran akan dia membalasnya. Dan karena sepertinya tak akan ada apapun yang akan datang dan kelasku akan segera dimulai, aku hampir saja mematikan komputerku sebelum sebuah notification muncul di inbox-ku.
“Subject: Tomorrow
Kalau serangga memang bicara seperti serangga... coba tebak? Kau itu serangga!!!
Kuberi kau waktu sampai besok untuk putus dengan Vincent.
Kau pasti takkan mau tahu tentang apa yang akan terjadi jika kau tak melakukan apa yang kuperintahkan tadi.”
Saat kata kata itu dicerna otakku, yang bisa kulakukan hanyalah tidak muntah di lantai perpustakaan.
--
Di kelas Science, aku punya banyak ulangan, tapi aku hampir tak bisa berkonsentrasi dengan kertas didepanku. Benakku masih dihujani oleh kebingungan. Aku tau Alexis itu bermasalah denganku, tapi aku tak tahu darimana kebencian seperti itu datangnya. Aku tak tahu apa yang sudah kulakukan karena membuatnya sebenci itu padaku. Kupaksa otakku untuk memikirkan apa saja yang telah kulakukan atau kukatakan padanya yang mungkin sudah keterlaluan. Aku berusaha untuk memikirkan insiden yang mungkin diketahui Alexis. Yang pernah kulakukan adalah mencintai Vincent dengan sepenuh hatku. Aku takkan pernah menyerahkannya atau Alexis mungkin punya alasan yang lain untuk meragukan perasaanku tentang hubungan ku dan Vincent.
Aku penasaran apa ini semua ada hubungannya dengan Taylor. Apa Alexis mendengar pernyataan cinta Taylor waktu itu padaku? Aku tak tahu kenapa dia bisa tahu kalau begitu. Aku selalu diganggu Taylor saat suasananya sedang sepi. Selain itu aku tak pernah membalas perbuatannya. Dan untuk masa lalu itu... bagaimana bisa dia tahu tentang itu? Taylor mungkin sudah mati duluan sebelum membiarkan fakta tentang orientasi seksualnya itu terkuak, dan aku tentu saja tak pernah mengatakannya pada orang lain.
Yang kutahu hanyalah dia punya sesuatu dan sekarang dia berusaha untuk mempengaruhi benakku tentang itu. Well, itu tak akan berhasil! Perintah untuk putus dengan Vincent membuatku sangat geram dan membuat air mata menggenang di sudut mataku.
Dia bisa saja mengancamku sebanyak yang dia mau. Aku yakin tak bersalah dan tak punya apapun yang harus disembunyikan. Aku tak akan mau terpengaruh dengan emailnya. Faktanya, aku akan mengacuhkannya mulai dari sekarang. Hukuman apapun itu yang sedang menungguku, itu bukan apa apa dibandingkan hidup tanpa Vincent.
--
“Kau sedang apa Scotty? Bisa aku mengunjungimu?”
Aku sedang duduk dimejaku dengan ponsel dalam mode loudspeaker, mengerjakan dua halaman penuh soal matematika.
“Jangan menggodaku” Kataku. “Aku punya banyak sekali tugas yang harus dikerjakan. Aku benar benar harus tetap dirumah dan mengerjakannya”
“Jangan khawatir” Balas Vincent dengan suaranya yang menenangkan. “Kau pantas untuk ditunggu”
Kututupi kepalaku dengan kertas kertas, berusaha untuk menyembunyikan wajahku yang memanas. Kemudian aku teringat bahwa sekarang aku sedang berbicara via telfon dengan Vincent jadi dia takkan bisa melihatku.
“Berhenti menjadi penggombal!”
Dia tertawa seksi yang membuatku merasa geli didalam.
“Jadi... bagaimana harimu Specs ku sayang? Ada yang harus kau laporkan?”
Oh, kau tahu, seperti biasa. Sahabatmu mengirimkanku email ancaman, memaksaku untuk putus denganmu. Dan jika aku tak melakukan apa yang dia katakan dia akan melakukan sesuatu yang buruk padaku. Tapi kuputuskan untuk tidak mengatakannya karena dia mengancamku dengan konsekuensi aneh yang menurutku bahkan tak pernah terjadi dan aku tak pernah tau itu telah terjadi. Well, kecuali kau mencakar punggungku dan ngomong ngomong lukanya bahkan masih belum sembuh. Oh dan dia bahkan tak menyesali itu, dia mengambil kembali permintaan maafnya. Aku senang kau punya teman yang sangat sangat mendukung kita, Vincent.. kita beruntung yah?!
Kukeringkan tenggorokanku. “Nggak juga... hari ini tak ada yang penting..”
Meskipun aku sudah berjanji takkan terbawa dengan ancaman bodoh Alexis, aku masih saja tetap memeriksa email-ku di hari kamis di setiap kesempatan. Kumasukkan email sekolahku ke ponsel jadi aku bisa memeriksanya kapanpun, dan kemudian kusadari diriku dengan cemasnya memeriksa emailku di setiap waktu senggang yang kupunya.
Konyol rasanya dan juga malu rasanya karena aku sudah masuk dalam perangkap Alexis. Aku membiarkan pesan pesannya menguasaiku. Inilah yang dia inginkan! Tapi aku tak bisa menahan diriku. Aku tak tahu apa yang dia rencanakan untuk dikatakan ataupun dilakukan nantinya dan itu membuatku merasa benar benar khawatir. Dia sangat gila dan tak bisa diprediksi jadi itu takkan mengejutkanku jika dia memutuskan untuk mengarang cerita aneh hanya untuk membuatku tampak buruk didepan Vincent.
Sudah tak tahu lagi berapa kali aku memeriksa inbox ku sepanjang hari ini. Saat aku mendatangi kelas terakhirku di sore hari, aku mulai merasa kesal dengan diriku sendiri. Aku harus melakukan sesuatu! Lagia, apa yang bisa dilakukan Alexis padaku? Meski dia mengarang cerita, Vincent pasti takkan mempercayainya. Vincent sudah mengenalku luar dan dalam dan tak akan pernah percaya dengan kebohongan apapun dari Alexis. Kami saling mencintai satu sama lain dan aku bodoh sekali karena membayangkan seorang gadis kecil yang bodoh seperti Alexis akan bisa mengancam hubungan kami.
Aku duduk di kelas matematikaku, mematikan ponsel dan memasukkannya ke kantong tas ku bagian bawah. Ini adalah satu satunya permainan yang tak akan ku mainkan lagi.
--
Sebelum Dungeon Adventure Club dimulai, aku masih punya beberapa waktu senggang untuk dihabiskan. Jadi sesudah kelas matematika, aku pergi ke perpustakaan untuk membuang waktu dengan online. Bagaimanapun juga, aku tak akan memeriksa email sekolahku. Tidak. Faktanya, aku akan melakukan sesuatu dan harus mengerjakan tugaskaku! Aku punya essay fisika yang akan dikumpulkan segera dan aku ingin melakukan sedikit penelitian dengan subject nya. Aku juga bisa belajar bahasa German ku dan ada banyak sekali website keren yang bisa membantuku untuk itu.
Aku membuka beberapa halaman informasi dan mulai memeriksanya satu persatu, berusaha sekuat tenaga untuk berkonsentrasi. Setelah menghabiskan sekitar satu setengah jam penelitian dan mencatat, aku masih memiliki sisa waktu dan ada banyak pertanyaan yang menghantui benakku...
Apa dia sudah meng-emailku? Apa yang akan dia katakan? Haruskah kulihat??!
Kupaksa diriku untuk tetap fokus pada tugas. Studi ku lebih penting dan Alexis bukan sesuatu yang penting. Aku tetap mengatakan itu kepada diriku sendiri lagi dan lagi, berusaha untuk tetap fokus pada hukum gravitasi dan juga kata kerja bahasa Jerman.
Tiba tiba saja, aku tak bisa lagi menahan diriku untuk satu detikpun. Tanpa berpikir panjang, aku langsung memasukkan akun emailku. Dan tentu saja kemudian, ada sebuah pesan.
“Subject: You Were Warned”
Kubaca lagi kalimat itu, jantungku mulai memacu lebih cepat. Aku takut dengan apapun itu yang akan kubaca. Dengan jari yang bergetar, kubuka email itu.
“Aku sudah bicara dengan Vincent hari ini dan tampaknya kau tak melakukan apa yang kuminta”
Aku menggulung halaman kebawah dan kemudian ada sesuatu yang disemat dibagian bawah pesan itu. Sebuah foto yang sedikit kasar. Awalnya aku tak tahu apa yang sedang kulihat. Kupikir aku sedang kebingungan. Kulihat lagi selama sepuluh detik, tak tahu harus bereaksi seperti apa dengan foto itu.
Itu fotoku.
Aku dan Tayor Raven. Berciuman. Didepan loker.
Beberapa orang cowok berjalan dibelakangku dan aku dengan cepat mengganti halaman, membuat foto itu menghilang sebentar. Ku lihat lagi kebelakang dengan cemas, khawatir seseorang mungkin sudah melihatnya. Untung saja, perpustakaan sedang kosong dan tak seorangpun yang sedang memperhatikanku. Saat aku sudah yakin bahwa suasananya aman, aku buka kembali pesan itu dan membaca tulisan yang ada dibawah foto itu.
“Pasti kau tak tahu kalau ada orang lain yang mengetahui rahasia kecilmu yang kotor kan?
Well, coba tebak? Malam itu aku melihat kalian berdua, dan aku mendengar setiap kata. Untung saja waktu itu aku membawa ponselku, jadi aku bisa mengambil foto ini. Aku punya feeling kalau foto itu akan berguna suatu saat.
Aku hanya akan mengatakan ini satu kali lagi... putus dengan Vincent. Atau foto ini akan tersebar.
Pacar tersayangmu mungkin takkan senang saat tahu kalau kalau kau sudah pernah tidur dengan musuh terbesarnya. Benar benar deh..”
Nafasku menjadi berat dan bergetar dan aku menjadi benar benar panik. Bagaiamana mungkin ini bisa terjadi?!! Ku lihat lagi foto itu, berusaha untuk mengingat lagi saat dimana adegan ini terjadi. Aku hampir tak bisa mengingatnya lagi sekarang. Kuteliti lagi foto itu, memaksa diriku untuk mengingatnya.
Locker Room didekat Auditorium sekolah. Kompetisi The Battle Of The Bands. Aku ingat lagi sekarang. Kupikir waktu itu Vincent menolakku setelah pembicaraan kami diatap... dan Taylor lalu mendekatiku di sana. Waktu itu dia mabuk dan mencoba menciumku.
Tapi aku sudah menolaknya! Hanya saja di foto itu tak tampak seperti itu! Malah tampaknya aku menciumnya balik. Alexis pasti memfotonya sebelum aku mendorong Taylor.
Waktu itu, aku yakin sekali ada seseorang yang mungkin melihat atau mendengar kami. Taylor ngomongnya keras sekali waktu itu... apa yah yang sudah dikatakannya waktu itu? Kututup mataku dan mencoba untuk mengingat lagi waktu itu.
“Scotty kau itu cinta pertama ku... kau lah orang pertama yang pernah bercinta denganku... kau tahu saat aku melakukannya dengan Patricia, rasanya benar benar berbeda saat aku melakukannya denganmu....”
Saat kalimat Taylor itu bergema di kepalaku, seisi ruangan terasa mulai berputar putar. Dia mengatakan kalau kami pernah tidur bersama, dan waktu itu Alexis berada di luar Locker Room. Dia pasti mendengar setiap katanya. Dan dia punyi bukti berupa foto.
Apa yang harus kulakukan jika foto ini tersebar!? Bagaiamana aku bisa menjelaskannya pada Vincent!? Selama ini dia sudah melindungiku dari Taylor, tapi dia tak tahu bahwa aku sebenarnya sudah pernah tidur dengannya. Itu sudah lama sekali, aku bahkan belum mengenalnya waktu itu. Kebohongan terbesarku tiba tiba saja terkuak dan menghantamku seperti ombak tsunami. Aku merasa jijik dengan diriku sendiri. Bisa bisanya aku merahasiakan ini semua dari Vincent? Foto itu akan menghancurkan hatinya jika dia dia melihatnya sekarang, terlebih lagi kalau Alexis yang memberitahunya.
Aku duduk di depan komputer, merasa pusing, saat sebuah pesan lainnya muncul di inboxku. Aku tak mau lagi melihat apa lagi yang datang, tapi aku tahu aku harus melihatnya. Aku berharap itu semoga ancaman lainnya dari Alexis, tapi aku benar benar terkejut saat tahu ternyata pesan itu adalah dari Taylor.
“Re: I Warned You
Scotty apa yang sedang terjadi ini?? Siapa Alexis Mae?! Kenapa dia punya foto ini?
FOTO INI TAK BOLEH TERSEBAR
Temui aku didepan gudang olahraga. SEGERA!!!”
Aku benar benar bingung sekarang. Apa Alexis juga sudah menghubungi Taylor? Kulihat lagi email aslinya dan betapa kagetnya aku saat sadar bahwa dia juga menambahkan email Taylor sebagai penerimanya. Dia tahu Taylor itu siapa bagi Vincent, jadi mudah baginya untuk tahu alamat email Taylor dari sistem pesan elektronik sekolah.
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Rasanya seperti duniaku hancur seketika hanya dalam sekejap mata. Seharusnya aku tahu bahwa semua ini terlalu indah untuk menjadi nyata. Aku tak pernah menjadi sosok yang akan dengan mudah menemukan kebahagiaan.
Yang kutahu yang harus kulakukan adalah mengambil foto itu dari Alexis sebelum dia menyebarkannya, apapun caranya. Dan aku harus meyakinkan Vincent sebelum Alexis meyakinkannya. Aku tak tahu apa Alexis bisa menjadi orang yang bisa kujadikan alasan nantinya, tapi aku akan melakukan apapun untuk mencoba. Lalu aku mengirim pesan balasan untuknya.
“Alexis,
Aku tahu ini semua tampak buruk, tapi foto ini tak seperti yang kau bayangkan.
Kumohon kau harus mendengarkanku dulu sebelum kau mengacaukan semuanya.
Aku bersumpah aku akan menceritakan semuanya pada Vincent... tapi dia tak bisa tahu seperti ini.
Bisa aku bertemu dengan mu hari ini?”
Setelah aku menekan tombol “send”, aku langsung membuat balasan untuk Taylor. Kupikir aku agaknya tak butuh penjelasan, khususnya ini semua terjadi karena aksi nekatnya waktu itu. Bagaimanapun juga, dia ingin menjaga hubungan kami sebelumnya jauh dari perhatian orang orang sebisa mungkin. Ini semua membuat kami gelisah dan aku harus tetap membuatnya tenang hanya untuk berjaga jaga jika semuanya mulai lepas dari kendali kami.
“I’m on the way. Tunggu aku di belakang gudang olahraga”
Lalu aku mematikan komputer dan berjalan keluar. Taylor Raven bukanlah orang yang ingin kuajak bicara tentang ini semua, tapi sepertinya akut ak punya pilihan lain. Dia pasti ketakutan sepertiku. Aku bertanya tanya kalau dia mungkin bisa menolongku. Aku benar benar tak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi Alexis sendirian.
Saat aku keluar, aku melihat Mandy dan Neil sedang duduk bermain catur di meja didekat pintu. Mandy menyadari keberadaan ku dan lalu mengisyaratkanku untuk menghampiri mereka dengan senyum ceria diwajahnya. Kuharap aku bisa pergi tanpa bisa dilihat oleh mreka, tapi aku tak bisa mengacuhkan mereka. Aku palsukan senyum terbaik dan lalu berjalan mendekati mereka.
“Hey Scotty,” sapa Mandy. “Apa yang sedang kau lakukan? Aku dan Neil sedang bermain catur dulu sebelum DAC. Kau mau menjadi juaranya?”
“Erm, well....,” Jawabku gemetara. “....kedengarannya menyenangkan.... tapi aku benar benar.. aku sedang merasa tak enak badan...”
Neil berdiri dan lalu memeriksa wajahku. “Wajahmu pucat sekali, kawan!”
“Kau baik baik saja?” tambah Mandy. “Ada apa?”
Aku meremas tanganku sendiri, merasakan badanku bergetar karena gugupnya. “Um... mungkin karena demam... atau .. hmm.. kemarin aku hujan hujan.. jadi mungkin aku demam... kayaknya aku nggak datang dulu ke DAC malam ini...”
Sorot khawatir di wajah Mandy membuatku merasa lebih bersalah. “Yeah.. mungkin kau lebih baik tidur dirumah. Poor Scotty! Kuharap kau baikan,.. kau ingin aku memberitahu Olive kalau kau nggak bisa datang malam ini?”
Aku mengangguk dan lalu pamit kepada mereka, cepat cepat berjalan keluar dari perpustakaan sebelum aku bertemu dengan orang lain yang mengenalku. Rasa bersalah yang kurasakan didalam terlalu banyak dan menjijikkan hingga aku yakin sekali kalau semua itu akan membuat darahku keluar dengan jelas dari pori pori. Aku harus pergi sebelum orang lain melihatnya.
--
Aku telah bersembunyi dibelakang gudang olahraga selama 15 menit saat kulihat Taylor akhirnya berjalan memutari sudut sekolah ke arahku. Dia memakai seragam tennisnya dan wajahnya tampak benar benar pucat sepertiku.
“Scotty, apa yang sedang terjadi?? Siapa Alexis dan kenapa dia punya foto itu?!”
Dia berdiri agak jauh dariku, munngin untuk menjaga jarak agar tak berada terlalu dekat. Aku lalu mulai sadar sesuatu bahwa saat ini adalah pertama kalinya selama beberapa tahun kami melakukan percakapan normal. Rasanya menyedihkan saat sesuatu yang membuat kami bisa berbicara seperti biasa itu tak lain dan tak bukan adalah blackmail ancaman.
Aku menghela nafas dan berusaha untuk menjelaskan semuanya secepat mungkin. “Dia sahabatnya Vincent, cewek yang ada di band yang sama dengannya”
“Maksudmu cewek gotic dengan rambut pendek itu?”
“Ya.. yang itu”
“Dia yang mengambil foto itu?? Kenapa?!”
“Karena dia jatuh cinta pada Vincent” balasku. “Dan dia menginginkanku untuk keluar dari kehidupan Vincent. Dan terimakasih karena pernyataan cinta kecilmu waktu mabuk itu selama acara Battle Of The Bands, dia akhirnya punya apa yang dia inginkan untuk menghancurkan hubungan kami”
Sorot merasa bersalah tampak di wajah Taylor, tapi hanya sebentar. Kemudian dia kembali menatapku. “Kau belum memberi tahu Vincent tentang kita?”
“Belum,” balasku. “Tapi kuharap aku sudah”
“Well, lantas kenapa nggak kau katakan saja!?”
Taylor tiba tiba saja mulai merasa gusar. Kupikir itu akibat rasa takut dan cemburu. Lalu aku dengan tatapan kosong menatapnya. “Karena itu semua membuatku muak dan mengingatkanku kalau aku pernah punya perasaan padamu. Aku ingin menghapusmu dari masa laluku. Bukan karena semua omong kosong yang telah kau lakukan padaku... apa jaminan kalau takkan terjadi apapun kalau aku mengatakan sesuatu tentang itu?” Aku meletakkan tanganku diatas rambut, merasa benar benar frustasi. “Aku tak tahu kenapa aku bisa bisanya membiarkanmu berlama lama di benakku... aku seharusnya memberi tahu Vincent dari awal...”
Mata Taylor tampak berair mendengar kata kataku, tapi dia kemudian berucap dengan suara tegas. “Yeah well.. kau tak mengatakan apapun padanya. Dan kau tak akan mengatakan apapun padanya”
“Tentu saja aku akan mengatakan ini padanya! Aku akan mengakhiri semua kekacauan ini seorang diri!”
“Scotty! Kau tak bisa melakukan itu!” Taylor memohon padaku. “Dia tak boleh tahu tentang kita... tak ada yang boleh tahu!”
Jika aku tak salah, aku bisa melihat setetes air mata jatuh dari pipi Taylor. Aku merasa menyesal untuknya.
“Aku punya berita untukmu Taylor,.. semua orang di sekolah ini akan tau jika aku tak melakukan sesuatu untuk ini. Vincent tak akan pernah menyebarkannya,.. tapi Alexis... aku tak tahu, aku harap aku bisa bicara nanti dengannya.. mencoba dan mengurus ini dengannya... aku hanya bisa berharap Vincent akan memaafkanku dan lalu kita bisa melupakan ini semua sebelum terlambat....”
Taylor berjalan beberapa langkah kearahku. Dia tampak sedikit berantakan. “Fuck talking about it!! Kau harus melakukan apa yang cewek ini katakan dan putuslah dengan Vincent! Itu yang dia mau kan? Lakukan saja lah!!! Lagian dia cuman gebetan kecilmu yang bodoh dan akan memudar saat kau berhasil sampai ke Uni... tapi karirku dipertaruhkan disini!! Jika foto ini tersebar, maka hancurlah hidupku!!”
Aku menatap Taylor. Aku tak akan menghargainya dengan sebuah jawaban.
“Scotty, mungkin ini semua adalah tanda... aku tau bahwa selama ini aku selalu memperlakukanmu buruk, tapi aku bisa mencoba untuk berubah. Mungkin ini semua yang ada hubungannya dengan Vincent itu buruk bagimu dan kau seharusnya memberikanku kesempatan kedua. Aku akan putus dengan Patricia... dan kemudian kita bisa memulai semuanya lagi dari awal. Ini kesempatan yang bagus. Maksudku, aku takkan menyebarkan hubungan kita ke orang orang sampai kita tamat nanti, tapi kali ini kita harus tahu siapa yang akan kita hadapi. Rasanya akan menyenangkan,.. seperti dulu..”
“Taylor!!” Pekikku. “Hentikan!!” Aku berjalan mendekatinya dan kemudian meletakkan tanganku diatas bahunya. “Kau tak bisa terus menerus lari dari ini semua. Kau bisa menyingkirkan foto itu, tapi itu tak akan menyingkirkan faktanya. Karena apa yang akan terjadi saat ternyata ada foto lain atau ada orang lain yang mengancam akan membongkar rahasiamu? Apa kau akan terus menerus kabur dan menutupi semuanya? Bukan seperti itu caranya untuk hidup! Kau harus menghadapi semuanya. Kau itu gay. Dan aku berpacaran dengan Vincent. Dua fakta itu tak akan berubah sebanyak apapun kau mengingannya untuk berubah. Kau harus mencoba dan berusaha untuk menerima mereka. Kau tak bisa terus menerus membohongi orang lain. Kau tak bisa terus menerus membohongi dirimu snediri”
Untuk sesaat, Taylor tertidam. Air mata jatuh dengan bebas membasahi pipinya. “Tapi Scotty... aku mencintaimu...”
Aku menghela nafas. “Jika kau benar benar mencintaiku, maka kau harus mendengarkanku dan lupakan semua ini”
Tiba tiba ponselku bergetar. Ada sebuah email. Aku langsung membukanya secepat mungkin dan tentu saja, itu adalah sebuah balasan dari Alexis.
“OK. Aku akan mendatangimu.
Datanglah ke patung di Havensdale Park jam 7 malam.
Aku hanya melakukan ini untuk Vincent”
Aku membacakan pesan itu pada Taylor yang masih berdiri sambil terisak didalam keheningan. “Apa yang akan kau katakan padanya nanti?” Tanyanya.
Nah, itulah pertanyaanya. Apa yang akan kukatakan nanti? Aku bahkan tak tahu.
Chapter 38: Heart To Heart In The Park
“Scotty apa kau baik baik saja? Kata Mandy kau nggak enak badan! Sekarang kau sadar kan kenapa aku menyuruhmu untuk berhenti hujan hujanan di cuaca kayak begini tanpa payung!? Sekarang bagaimana rasanya?”
Aku menjauhkan ponselku sedikit dari telinga saat Olive memekik di seberang sana.”Yeah.. aku merasa agak sedikit baikan” kataku berpura pura dengan suara kaku. “Aku hanya sedikit pusing,.. mungkin aku hanya butuh berbaring”
“Well.. kau harus berhati hati lain kali.” Balas Olive. “Kata Mandy dan Neil kau tampak mengerikan! Aku benar benar mencemaskanmu sejak kejadian panic attack itu.... kupikir kehidupan opera sabunmu mulai membuatmu sakit!!!” dia berhenti sebentar. “Hey, apa aku baru saja mendengar bunyi angin? Apa kau sedang berada di luar?”
“Um.. yeah... aku ke taman untuk mendapatkan angin segar. Rasanya agak sedikit sesak di kamar..”. Faktanya, saat ini aku sedang berada di Havensdale Park menunggu Alexis datang menghampiriku. Aku duduk diatas sebuah kursi taman didekat patung perunggu berbentuk kuda besar yang berdiri di tengah tengah taman.
“Kau ingin aku datang dan menemanimu?” Lanjut Olive.
“Oh nggak, nggak apa apa kok” balasku cepat. “Aku nggak mau kau juga dapat demam... ak yakin aku akan sehat dan besok kita akan bertemu lagi”. Aku lalu mematikan telfon, dan sadar kalau semua yang kukatakan adalah kebohongan. Aku berjanji kalau nanti takkan ada lagi kebohongan setelah pertemuan ini. Berpura pura sakit adalah untuk yang terakhir kalinya.
Entahlah, aku tiba tiba saja merasa benar benar sedang sakit. Alexis memintaku untuk bertemu dengannya di saat saat dimana aku basah kuyub untuk menunggu bertemu dengannya. Aku tak tahu apa yang akan kukatakan padanya. Bukan karena pertemuanku tadi dengan Taylor masih berputar putar di kepalaku, aku sudah mengakhirinya, meninggalkannya menangis sendirian di belakang gudang olahraga. Seharusnya aku senang melihatnya sedih setelah apa yang telah dia lakukan padaku. Tapi aku tak merasa senang, aku merasa sedih.Semua yang terjadi dihidupku menjadi kacau semua dan aku ingin semuanya berakhir. Bukankah kita semua bisa bahagia?
Langit perlahan menjadi gelap dan udara mulai menjadi dingin. Aku lalu merapatkan jaket ke tubuhku, menggosok gosokkan tangan sambil melihat tanda tanda kedatangan Alexis. Tak banyak orang yang ada di tempat ini di malam malam seperti ini, dan sekelilingku yang tadinya tampak cantik sekarang malah tampak sedikit menyeramkan. Bayangan pohon pohon di tanah dan juga seekor burung gagak yang datang entah darimana. Aku menggigil dan lalu melihat jam tanganku, bertanya tanya harus berapa lama lagi aku menunggu sebelum menyerah dengan pertemuan ini.
Akhirnya, semak semak yang berada didepanku bergoyang, dan Alexis muncul bagai malaikat kematian. Dia mengenakan mantel hujan panjang berwarna hitam dengan sepatu boots nya yang kebesaran. Saat dia mendekat, aku bisa merasakan pupilnya menyorotku bagaikan peluru timah yang terdapat tepat di lingkaran matanya. Mengunciku saat dia datang.
Aku memutuskan untuk bersuara duluan dan memanggilnya. “Alexis,.. akhirnya kau datang.. kupikir kau takkan datang..”
Dia berjalant tepat kearahku dengan beraninya. “Lalu, ayo kita dengar... alasan payah apa yang akan kau ucapkan. Tunggu, biar kutebak.. kontol Taylor tiba tiba saja tergelincir dan masuk kedalam tubuhmu?”
Aku mengernyit. “Jangan berkata seperti itu... aku mohon..”
Alexis kemudian duduk diujung bangku, memastinkan ada jarak diantara kami. “Well, itu benar kan? Kau dan si bajingan itu sudah pernah bercinta dibelakang Vincent... jangan coba coba untuk mengelak!”
“Tidak!” Balasku cepat membela diri. “Aku tak akan pernah bermain dibelakang Vincent. Aku takkan pernah menyelingkuhinya!”
“Aku melihat kalian berdua dengan mata kepalaku sendiri!!” Teriak Alexis, menoleh berang padaku dari ujung bangku. “Berhenti berbohong padaku! Kalian berdua berciuman dan lalu dia bilang kau kalian berdua telah tidur bersama. Aku benar benar tak bisa percaya, setela semua yang Vincent lakukan untuk melindungimu dari bajingan sialan itu, KAU MENCIUMNYA!!”
Aku benci mendengar kata kata itu. Kalimat itu bukannya tak benar, dan sekarang semua fakta itu terasa sangat membebani perasaanku. “Aku bersumpah Alexis.. itu tak seperti yang kau pikirkan..”
Dia lalu tertawa mencemooh. “Kau tahu sesuatu? Aku tak pernah berhenti malam itu mendengarkan ocehan Vincent sebelum kami tampil malam itu. ‘Scotty nonton, apa kau sudah lihat Scotty? Scotty ini,, Scotty itu...” Jujur saja, Vincent kedengaran seperti kaset rusak waktu itu. Dan kupikir... you know, mungkin aku benar benar salah padamu... mungkin kau membuat Vincent benar benar bahagia jadi aku harus mencoba dan melupakan perasaanku padanya dan juga bahagia... untuknya.. lalu aku melihat itu. Aku sedang berjalan melewati Locker Room saat sedang membawa perlengkapan dari mobil Vincent. Aku senang sekali waktu itu membawa ponsel jadi aku bisa mengambil foto itu”
Aku meletakkan tanganku dikepala dan mengerang. “Itu tak seperti yang kau pikirkan!! Taylor waktu itu mabuk... dia menciumku, tapi aku mendorongnya....”
“Oh dan kenapa dia menciummu?” Tanya Alexis, sarkas. “Karena dari apa yang kudengar, kalian sepertinya bukan hanya sekedar musuhan!” Dia lalu mulai memukul mukulkan jarinya ke lututnya saat dia lalu lanjut bersuara. “Aku tak tahu kenapa tak kukatakan saja waktu itu pada Vincent ini dan itu nya. Tapi waktu itu kami sedang bahagia karena kemenangan kami.. dan aku aku tak tahu apa yang sedang terjadi antara kalian berdua. Aku akan mengatakannya saat kupikir kau akan mundur... tapi setelah aku akhirnya tau kalau kalian berdua pacaran.... Well, itulah kewajibanku sebagai sahabat Vincet untuk memperingatinya karena dia sedang berkencan dengan serangga berwajah dua!!!”
Aku bisa merasakan air mata menetes dari mataku. Aku mendongak pada Alexis, mulai terisak ketakutan. “Aku tak menghianatinya! Kami bahkan belum berkencan waktu itu terjadi!”
“Oh dan itu membuat semuanya jadi OK?” Alexis mencemooh. “Tak peduli apa waktu itu kalian berkencan atau belum, Vincent masih punya perasaan waktu itu padamu dan kau tahu itu. Kau sudah membohonginya selama ini, kau pikir itu adil?? Dia pikir Taylor sudah menghancurkan hidupmu dan dia sudah melakukan apapun untuk menyelamatkanmu darinya. Menurutmu bagaimana perasaannya jika dia tahu fakta yang sebenarnya?? Apa kau tau sudah berapa banyak orang yang sudah mengecewakannya didalam hidupnya Scotty? Ini semua kaan mematahkan hatinya saat dia tahu bahwa kau adalah salah satu dari sekian banyak orang lainnya yang mengecewakannya....”
Kalimat Alexis terasa bagai ratusan pisau yang menusuk nusukku. Nafas ku menjadi berat dan mula terisak lagi. “Aku... aku mencintainya... aku mencintainya.... ini bukan seperti yang kau pikirkan... bukan seperti itu....”
Aku tak bisa bernafas. Aku tak bisa lagi menghirup udara ke paru aruku. Sekeliling taman terasa mulai menjadi kabur dan semuanya kemudian menjadi gelap.
--
Seseorang sedang mengusap usap punggungku. Aku kembali bisa melihat. Aku masih berada diatas bangku taman, hanya saja sekarang Alexis duduk disampingku. “Jesus Scotty,.. tenanglah..”. Dia kembali mengusap punggungku dan aku merasa udara mulai memenuhi paru-paruku. “Bernafaslah, ok?” Dia terdengar sangat tenang dibandingkan kemarahan yang baru saja dia utarakan padaku tadi. Aku tahu setiap kata yang dia ucapkannya itu benar dan itulah yang membuatku benar benar panik. Menghirup udara dalam dalam, aku akhirnya mengambil kesempatan untuk bersuara.
“Alexis... faktanya seperti ini... aku berkencan dengan Taylor bertahun tahun yang lalu, sebelum aku bahkan mengenal Vincent. Itu bukannya sebuah hubungan gelap, aku mencintainya dan dia mencintaiku waktu itu. Tapi dia tak bisa mengakui itu semua pada orang orang terdekat. Khususnya pada ayahnya yang punya ekspektasi yang beda untuknya. Dia ketakutan dan lalu menyakiti hatiku... dan lalu mulai menyiksaku setelah itu. Dia bilang kalau aku mengatakan tentang kami kepada orang lain, dia akan menghancurkan hidupku, dan juga hidup orang orang yang aku sayangi.”
Alexis tak mengatakan apapun. Dia mendengarkanku dengan intens sambil tetap mengusap usap punggungku.
“Aku menjaga rahasia itu, aku tak mengatakan apapun. Bahkan tidak pada Olive. Tapi siksaannya malah semakin parah dan parah. Lalu aku bertemu dengan Vincent dan semuanya berubah. Aku akhirnya tau seperti apa rasanya cinta itu... tapi Taylor cemburu karenanya. Itulah saat dimana dia menciumku di Locker Room... faktanya, dia sudah sering menciumku.. tapi aku tak pernah menciumnya.. aku tahu difoto itu tampak seperti itu, tapi aku bersumpah padamu bahwa aku tak pernah melakukan apapun... aku tak punya perasaan apapun lagi untuk Taylor, aku mencintai Vincent!!”
Nafasku terasa berat, rasa bersalahku terasa sedikit berkurang karena sudah menceritakannya kepada orang lain setelah selama ini menyembunyikannya. Alexis mendongak melihat langit yang penuh dengan bintang, tangannya masih berada di punggungku.
“Jika kau sangat mencintai Vincent, lantas kenapa nggak kau beritahu saja dia? Kau tahu dia akan mengerti jika dari awal kau sudah jujur padanya tentang itu...”
“Aku tak tahu,” balaskuu pelan. “Awalnya aku takut. Takut pada Taylor, takut pada reaksi Vincent, takut pada rahasia ini jika terbongkar.... lalu sekarang aku menyesal. Aku tak mau Vincent tau kalau aku pernah mempunyai hubungan dengan seseorang sekacau Taylor. Kupikir aku bisa menghapusnya dari ingatanku dan melupakannya...”
Alexis lalu mengangkat tangannya dari punggungku dan menghela nafas panjang yang mengakibatkan keluar asap dari mulutnya. Aku menatapnya memohon. “Aku tau kalau aku sudah membuat kebohongan kejam.. tapi aku mohon padamu.. jangan sebarkan foto itu. Kau tahu kan akibatnya jika satu saja orang yang melihatnya? Kau bilang kau tak akan menyakiti hati Vincent, jadi aku mohon jangan lihatkan foto itu padanya, atau orang lain.. Please Alexis...”
Dia menoleh padaku dan aku terkejut melihat matanya yang juga berair. “Scotty, aku mencintai Vincent. Itulah satu satu nya hal yang sama sama kita miliki kan? Aku tau kalau aku ini gadis gila, tapi itu karena aku mencintainya, sangat sangat mencintainya.... dan aku tak akan menyakitinya karena melihatkan foto itu. OK??
Aku merasa benar benar lega saat dia mengatakan itu. “Thank You... Oh God, Thank you...”
“Tapi kau harus memberitahunya!” lanjut Alexis. “Harus! Jika tidak maka aku yang akan mengatakannya... kau tak harus putus dengannya atau apapun yang kutulis waktu itu saat aku sedang kesal padamu... tapi kau harus MEMBERITAHU nya”
Dalam sekejap, semua pendapatku tentang Alexis berubah. Selama ini dia hanya mengawasi Vincent dan mencoba untuk melindungi Vincent dengan caranya sendiri. Dia mungkin memiliki lidah tajam diluar, tapi didalam dia adalah gadis penyayang yang hanya ingin melakukan hal yang benar. Aku terkejut saat aku meraih tangannya. “Aku akan mengatakan ini padanya.. aku janji..”
Dia tampak terkejut dengan aksiku, tapi dia tak menarik tangannya.
Aku menghela nafas pelan. “Kuharap Vincent tak akan membenciku..”
Alexis lalu meremas tanganku. “Dia takkan membencimu. Dasar Speccy bodoh”
--
“Hey Scotty, kau baik baik saja? Tadi kau nggak membalas SMS ku..”
Aku sekarang dirumah dan sedang berbicara pada Vincent di telfon. Sejauh ini dia mengkhawatirkanku yang tak membalas SMS nya sepanjang sore tadi. Biasanya kami saling mengirim SMS satu sama lain sepanjang hari tapi hari ini aku tak menyentuh ponselku saat sedang bicara dengan Alexis. Dia tak tahu kalau aku baru saja berbicara dengannya.
“Sorry Vincent, aku bukannya bermaksud untuk mengacuhkan.. hanya.. well,.. sebaiknya kujelaskan saja kalau kita bertemu besok”
Ada jeda sebentar. Kemudian Vincent bersuara, terdengar khawatir. “Apa semuanya baik baik saja?”
“Ya” balasku cepat. “Maksudku.. ya.. bisa dibilang baik baik saja sih.. hanya saja ada sesuatu yang harus kukatakan padamu..”
Vincent tertawa gugup. “Specs, kau menakutkanku... ada apa sih?”
Oh God, kedengarannya malah kayak aku akan mencampakkannya. Aku lalu mencoba diam dan menenangkan diriku sebisa mungkin. “Nggak ada yang harus kau cemaskan.. OK? Hanya saja.. aku ingin bicara padamu secara langsung”
Ada jeda lagi. “Kau ingin aku kesana sekarang?”
Aku kemudian melirik jam dinding dikamar. Sudah hampir jam 9 malam, aku tak mau Vincent mengunjungiku di jam jam seperti dan mungkin akan membuatnya kesulitan dan kerepotan nantinya kalau kemari.
“Sudah malam... bagaimana kalau besok saja setelah kelas?”
“OK” balas Vincent cepat. “tentu”
Aku benci membawa situasi ini hingga besok, tapi aku tetap tak bisa menceritakan Taylor kepada Vincent via telfon. Aku harus melihat matanya dan mengatakan semuanya tepat didepan wajahnya. “Besok kukabari, OK?”
Kudengar nafas Vincent menjadi lebih tajam diakhir kalimatnya. Dan rasanya seperti membunuhku karena aku sudah membuatnya panik. “Scotty, aku mencintaimu” katanya tiba tiba. “Kau tahu itu kan?”
“Tentu saja aku tahu itu. Vincent, aku tak akan putus darimu atau yang lainnya,.. jangan khawatir. Aku hanya ingin memberitahumu sesuatu yang penting.... aku mencintaimu. Sangat sangat mencintaimu. Kau bahkan tak tahu seberapa besar cintaku padamu. Jangan lupakan itu...”
Kudengar Vincent menghela nafas lega. “God Specs...aku senang kau mengatakan itu... kau mulai menakutiku tadi.. sedikit..”
Dari kalimatnya, aku bisa merasakan bahwa dia sudah merasa tenang. Aku senang karena aku tak ingin dia menghabiskan sepanjang malamnya hanya untuk mengkhawatirkanku. Aku tak akan pernah putus dengannya. Tidak dalam satu juta tahun.
Aku hanya berharap, semoga saat dia mengetahui faktanya, dia tak akan menjadi orang yang memutuskan hubungan denganku.