It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lulu_75
@onny_agam
@shuda
@3ll0
@Pradipta24
@harya_kei
@Aurora_69
@Wita
@Sho_Lee e
@Otho_WNata92
@ffirly69
@doniperdana93
@littlemark04
@lucifer5245
@SteveAnggara
@Sicilienne
@Pradipta24
@octavfelix
@ularuskasurius
@harya_kei
BAYU
Aku masih mematung depan komputer dikamarku yang sudah 10 menit yang lalu kumatikan. Aku masih belum percaya dengan keputusanku sendiri, aku masih belum percaya bahwa aku sudah memutuskan Pido dengan alasan yang dia tidak mengetahuinya sama sekali.
Sepertinya mataku sembab, sudah tidak ada air mata lagi yang keluar dari kedua sisi mataku. Tatapanku nanar ke arah layar komputer di depanku, aku sangat tidak manusiawi kepada Pido dengan memutuskanya seperti itu, tapi aku juga melakukan itu demi kebaikanya. Aku merasa serba salah.
Tidak ada keputusan yang 100 persen benar dan tidak ada keputusan yang 100 persen salah. Aku hanya berfikir yang mana lebih baik manfaatnya dan paling sedikit resikonya. Itulah pilihan terbaik menurutku dan aku telah memutuskanya.
Aku memutuskan untuk menerima permintaan tolong papanya Jason untuk membantunya agar Jason segera pulih, otomatis aku menerima tawaran Leo untuk mau menjadi pacarnya. Aku tidak ingin melihat Jason berakhir tragis, ternyata dia bisa berbuat senekat itu dengan mencelakai dirinya sendiri sesaat tadi aku bilang padanya bahwa aku tidak bisa membantunya, aku sudah terlanjut terperosok kedalam permainan ini.
Mungkin aku dan Pido yang menjadi korban dari keadaan ini, lebih baik Pido membenciku sekarang dan segera melupakanku daripada dia ikut tertekan dengan kondisiku sekarang. Lebih baik aku yang berkorban untuk semuanya. Setidaknya itulah yang sekarang berada di fikiranku. Aku masih bingung apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Terkadang sikap baikmu pada orang lain akan menjadi bumerang pada dirimu sendiri, itulah yang sedang aku alami.
Tadi saat di rumah sakit, setelah berbicara dengan pak Paolo sengaja aku langsung meninggalkan rumah sakit tanpa memberitahu Leo bahwa aku pulang dulu dengan naik taksi, mungkin saat ini dia masih menungguku di depan ruangan Jason dirawat atau sedang dalam perjalanan pulang setelah mengetahuiku sudah pulang dari pak Paolo. Saat tadi aku berjalan ke kamarku, aku tidak melihat tante risna dan om Bin di ruang keluarga, mungkin mereka sedang ada acara diluar fikirku tadi.
Sedetik kemudian aku mendengar pintu kamarku terbuka, aku tetap mematung dan tidak menoleh.
Tiba-tiba kurasakan tangan seseorang memegang pundak kananku.
“Bayu, apa kamu tidak apa-apa?” tanya leo lembut kepadaku. Kemudian aku dengan cepat berdiri dengan sisa-sisa tenagaku dan menghadap ke arahnya. Aku memegang wajahnya dan mendaratkan ciumanku kepadanya. Aku memaksakan ciumanku dengan kasar, aku menatap leo dengan tajam, sementara dia menatapku dengan keterkejutan. Dengan beringas aku memasukan lidahku ke dalam rongga mulutnya, kemudian aku mendengar lenguhan darinya, Leo mebalas ciumanku dengan tidak kalah ganas.
Kemudian leo melepaskan kancing kemejaku dan juga melepaskan kancing kemejanya juga, saat ini kami sama-sama saling bertelanjang dada. Semantara ciuman kami semakin panas.
Sesaat kemudian kami melepaskan ciuman kami “ Ini kan yang kamu inginkan selama ini?” ucapku pada Leo dengan lirih, namun mataku masih menatap Tajam kepadanya. Sepertinya dia tidak menangkap maksudku, malah dia kembali meciumku dengan panas, tatapan kami bertemu. Kemudian dia menurunkan ciumanya ke leherku, turun ke putingku. Aku melenguh ketika Leo menyedot kedua putingku.
Kemudian dia membuka celana panjangku dan menurunkanya serta celana dalam yang aku kenakan diturukanya perlahan. Aku melihat sedikit keterkejutanya saat dia melihat dengan dekat juniorku yang sudah berdiri tegak didepan matanya.
Dengan lahap kemudian dia memasukanya kedalam mulutnya, aku melihat bibirnya yang kemerah bergerak semakin seksi memaju mundurkan juniorku. Tatapanya sesekali mengarah ke atas padaku, baru pertama kali ini ada yang memperlakukanku seperti ini, biasanya aku yang melakukanya pada Pido dulu. Namun saat ini, sosok yang dulu pernah kukagumi, dengan wajahnya yang tampan dan dengan tanganya yang halus dia melakukanya padaku.
Leo terus memaju mundurkan kepalanya di bawahku, sesekali dia menjilat ujung juniorku dengan menatapku nakal. Baru kali ini aku melihat sisi lain Leo yang binal.
Hampir 10 menit Leo memainkan juniorku dimulutnya dan tangan halusnya. Kemudian dia dengan berdiri dan melepaskan celananya hingga dia polos sepertiku. Kemudian dia berjalan ke arah laci mengambil cairan yang aku baru tau ternyata di laci kamarku ada barang seperti itu. Dengan menuangkan di tanganya kemudian dia melumurinya pada seluruh bagian juniorku. Kemudian dia duduk di atas ranjang dan melebarkan kakinya, dia mengolesi lubang anusnya dengan cairan itu juga.
Setelah itu dia menggerakan pinggulku untuk mendekati tubuhnya. “ Leo, aku tidak siap untuk ini” kataku kemudaian padanya dengan serius.
“bayu, kita sudah sejauh ini. Ayolah....” ucapnya merajuk kepadaku.
“nggak Leo, aku belum siap” ucapku sambil berlalu dan mengambil pakaianku.
“Atau aku tidak akan pernah mau menerima permintaanmu agar aku menemani Jason menjaani masa penyembuhanya” ucapnya dengan menatapku tajam. “ayolah bayu, tidak ada yang merasa dirugikan disini” lanjutnya.
Aku mematung kemudian, sepicik itukah ternyata fikirmu Leo. Kamu memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan diriku. Dengan langkah yang sangat berat akhirnya aku mendekati tubuhnya, aku melemparkan pakaian yang tadi kuambil ke sembarang tempat.
Dengan juniorku yang masih tegak sempurna, aku mengarahkanya ke lobang Leo, perlahan aku memasukan ujung juniorku, tapi memang lobang itu sangat sempit. Perlahan aku mendorongnya sampai ada darah keluar dari sela lobangnya. Dan aku tersentak menghentikan gerakanku.
“Leo, kamu berdarah. Sebaiknya kita mengentikan ini” ucapku dengan raut khawatir kepada Leo. Aku tidak ingin melukainya.
“Nggak bayu, aku rela menahan sakit untukmu. Kamu orang kedua yang melakukanya setelah Jason dulu” katanya dengan senyum kepadaku. Aku berfikir, sebegitu terobsesinya dia terhadapku, sampai rela menyakiti dirinya sendiri. Mungkin ukuranku yang lebih besar dari Jason akhirnya lobangnya mengalami luka robek yang lebih pula.
Dengan memandangnya iba, aku melanjutkan doronganku ke tubuhnya, beberapa saat kemudian juniorku sudah masuk seluruhnya ke lobangnya. Sekarang kita bersatu untuk pertama kalinya. Kulihat dia menahan sakit diwajahnya, namun tetap memaksakan senyuman dibibirnya.
Kemudian aku memaju mundurkan gerakanku. Sepertinya Leo sudah lebih relaks sekarang. Aku mulai dengan lebih cepat lagi menggerakan pinggulku dan desahan-desahan keluar dari mulutku dan mulut Leo.
Kulihat wajah tampan Leo mulai dipenuhi keringat, beberapa saat dia memejamkan matanya, dia sangat menikmati keintiman ini sepertinya, bahkan dia mengocok juniornya sendiri.
Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku bergetar seperti tersengat listrik, tubuhku mengejang dan kurasakan cairan itu sudah penuh diujung juniorku. Dengan lenguhan panjang akhirnya cairan itu sukses keluar memenuhi lobang Leo, bahkan sampai ada yang keluar dari lobang itu. . Disusul leo yang juga mengejang hebat dan mengeluarkan cairanya sampai ke perut dan dadanya. Sesaat kemudian aku mengeluarkan juniorku dari lobang Leo dan merebahkan tubuhku disamping Leo. Nikmat, memang aku merasakannya, rasa Iba, aku juga merasakannya, namun rasa bersalah yang lebih mendominasi perasaanku saat ini. Kemudian leo menatapku sambil tersenyum puas, dia mendekatiku dan mencium keningku pelan dan lembut
“Terimakasih Bayu, kamu sudah memberiku kesempatan” ucapnya tulus. Aku hanya terdiam tanpa ekspresi dan membalikan badanku membelakanginya.
“Bayu, kamu menangis?” tanya leo padaku saat dia memeluku dari belakang, dia menopang tubuhnya dengan sikunya dan menatap ke wajahku. Aku melihat raut penyesalan dari wajahnya.
“Maafkan aku bayu, aku terlalu egois melakukanya padamu demi diriku sendiri. Aku terlalu bodoh dan terlalu mencintaimu bayu, tapi aku berjanji akan membuatmu juga bisa mencintaiku” ucapnya dengan lirih. Namun aku tidak sama sekali merespon perkataanya. Aku hanya menatap kosong kedepan.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali aku dan Leo bergegas menuju ke rumah sakit menjenguk Jason, kata pak Paolo tadi lewat telfon, kondisi Jason sudah mulai membaik dan kemungkinan hari ini dia akan sadar. Untung jadwal kuliahku baru ada nanti sekitar jam 1 siang, jadi aku bisa lebih lama ikut menjenguk Jason, sementara Leo hari ini pas waktu kosong tidak ada jadwal kuliah.
Keika dalam perjalanan menuju rumah sakit mengendarai mobil Leo aku mewanti-wantinya untuk terus berada di sisi Jason dan terus menguatkanya. Kalau bisa dialah orang yang pertama kali dilihatnya saat Jason siuman nanti.
Saat ini kamu sudah diluar ruangan perawatan Jason, aku melihat pak Paolo masih duduk disamping ranjang Jason dengan sabar. Saat pak Paolo menoleh ke arahku, kemudian beliau berjalan keluar menemui kami.
“Pak Paolo, ini Leo yang waktu itu kita bicarakan. Dan dia bersedia untuk menemani Jason selama menjalani therapy hingga sembuh pak” ucapku pada pak Paolo memperkenalkan Leo.
Aku bisa melihat wajah beliau berbinar saat aku menyebut nama Leo tadi.
“Terimakasih banyak nak Bayu. Saya tidak tau lagi apa yang bisa saya katakan” kata beliau kepadaku dan kemudian memelukku dengan menitihkan air mata bahagianya. Kemudian juga dia menyalami Leo dan berbibcang-bincang sedikit sebelum akhirnya beliau berangkat ke kampus.
Saat ini hanya aku dan Leo yang menunggu di dalam ruangan Jason, Leo duduk di bangku sebelah kanan Jason sambil memegang tanganya. Sementara aku duduk di sofa yang berada tidak jauh dari mereka.
Aku masih bisa melihat raut kekhawatiran di mata Leo, aku juga percaya suatu saat Leo bisa kembali mencintai Jason. Kemudian , sambil menunggu aku membaca majalah yang berada diatas meja, kebanyakan isinya tentang pemilu yang akan dilaksanakan bulan depan dan beberapa tentang gosip artis.
“Jas, kamu sudah siuman? “ ucap Leo tiba-tiba membuyarkan konsentrasiku membaca, lalu aku melihat ke arahnya. Aku melihat Jason berusaha membuka matanya perlahan dan menggerakkan tanganya. Lalu aku berjalan mendekati mereka.
Jason menatap Leo dengan lekat. “Terimakasih sudah bersedia memberiku kesempatan Leo” katanya lirih. Aku melihat dia mencoba untuk tersenyum.
Kemudian jason melirikku “Terimakasih, Bayu” ucapnya lirih kepadaku.
“Sama-sama Jas, sekarang kamu istirahat lagi ya. Gak usah melakukan yang aneh-aneh lagi. Sekarang Leo sudah ada di samping kamu. Dia akan menemanimu dan akan selalu disishmu untuk menghadapi penyakit yang kamu derita” kataku dengan mantap mencoba menyemnagatinya. Meskipun dalam hatiku, aku masih merasa terluka dengan sikap yang kuambil.
Ketika jam 12 aku berpamitan pada mereka untuk ke kampus, Leo sudah mulai bisa membawa dirinya, dia bercerita banyak hal pada Jason selama mereka berpisah, bahkan dia menceritakan awal mula bertemu denganku dipesawat. Aku bisa melihat rona wajah bahagia dari Jason. Sekarang aku hanya bisa mengharapkan yang terbaik, semoga semua pengorbananku tidak sia-sia.
Selama perjalananku ke kampus menaiki taxi fikiranku kembali ke Pido. Aku tidak tega memperlakukanya seperti itu. Dia pasti kecewa kepadaku saat ini, aku sudah mencampakkannya. Aku sudah bilang padanya untuk tidak lagi menghubunginya. Tapi aku masih santa peduli kepada Pido.
Mungkin aku harus meminta bantuan seseorang untuk memantau kondisi Pido disana, tapi ke siapa ?. Oh iya, ingat! Adit ! iya, kenapa tidak terfikir sebelumnya ya. Lalu aku membuka media social lewat smarthphoneku dan mengirim pesan untuk meminta WA atau BBM nya. Semoga segera dibalas.
PIDO
Perlahan aku membuka mataku meskipun rasanya sangat berat, saat sudah terbuka aku hanya melihat remang cahaya di sebelah kananku. Dan saat ini kepalau seperti pertumpu pada paha seseorang.
“Kamu sudah sadar do? Pelan-pelan saja jangan banyak bergerak” kata dokter Rafael kepadaku. Aku bisa melihat mukanya yang terdapat beberapa luka goresan di pipi dan pelipisnya. Serta ada beberapa memar.
“Kita sekarang dimana dok?” tanyaku kemudian.
“Kita dibawah jurang do, tadi kita terjatuh saat akan melewati jalan setapak” katanya sambil manatapku.
Perlahan aku mulai bisa mengingat kejadian tadi siang saat kami dalam perjalanan menyusul rombongan ke desa. Semuanya salahku, kenapa tadi aku gegabah melintasi jalan setapak itu, sudah tau kondisinya seperti itu.
“maaf dok, semuanya karena saya. Dokter jadi ikut terjatuh bersama saya” kataku pada dokter Rafael dengan penuh penyesalan.
“iya Do, gak perlu dibahas lagi. Sekarang kita bermalam disini dulu, besok pagi kita langsung naik ke atas. Seperti jalan ke atas agak sulit ditempuh”. Katanya kemudian.
“iya dok” kataku kemudian. Badanku masih susah digerakkan, sepertinya benturan di beberapa bagian tubuhku tadi membuat lebam di beberapa bagian tubuhku.
Malam ini aku ertidur di pangkuan dokter rafael, sementara dokter Rafael menyandarkan tubuhnya pada pohon dibelakangnya. Dia menatap ke depan dan sesekali menatapku sambil mengusap-usap lebut rambut dan keningku. Aslinya aku agak risih, tapi aku tidak mungkin menolaknya.
Pag-pagi sekali kami mendengar suara kicauan burung dari atas pohon, kami terbangun dan segera bergegas menyiapkan barang-barang kami. Saat aku melihat motor yang kemarin kami kendarai, kondisinya sangat mengerikan. Sepertinya sudah tidak dapat dikendarai lagi.
Saat mulai berjalan ternyata kaki kakanku masih agak terkilir, dan terpaksa aku harus berjalan sambil dipapah oleh dokter rafael.
Hampir setengah jam kami berjalan ke atas, dan kembali ke jalan setapak yang kemrin kami lewati. Melihat kondisi kami seperti ini yang penuh luka, sepertinya tidak memungkinkan untuk kami mengikuti program pengabdian. Kita harus segera dirawat dan keembali ke Kota.
Beberapa menit setelah kami berjalan, tiba-tiba ada beberapa warga mengendarai motor mereka. Sepertinya mereka akan mencari rumput atau aka menuju ke laha milik mereka.
“mas – masnya ini mau kemana? Kok wajahnya habis dikeroyok seperti itu?” tanya seorang dari mereka.
“Kami habis jatuh ke jurang pak, motor kami masih dibawah sana. Sekarang kami akan kembali ke kota” kataku menjawabnya.
“Waduh mas, lha kok bisa ? yasudah mas ayo naik ke motor kami, kami antarkan ke kota” kata beliah, yang baru-baru aku tau namanya pak Parman.
“Terimakasih pak, maaf kalau merepotkan bapak-bapak sekalian” kata dokter rafael dengan sungkan.
“Sudah-sudah, nggak apa-apa. Ayo segera naik” kata pak parman lagi.
Kami lalu diantarkan beliau ke kota, meskipun tidak mengenakan helm, beliau tetap nekat mengantakan kami ke rumah sakit, kami bahkan sempat bertemu polisi saat memasuki kota, setelah mendengar penjelasan dokter Rafael dan melihat secara langsung kondisi kami, akhirnya kami dipersilahkan kembali melanjutkan perjalanan ke rumah sakit.
Saat ini aku sedang berada di rumah sakit, dan disampingku sudah ada Adit sama Putra. Mereka tadi orang pertama yang langsung kuhubungi. Aku tidak ingin kedua orangtuaku tau kondisiku sekarang, mungkin papa sedan dalam perjalanan dinas keluar negeri, sedangkan mama mungkin sedang sibuk mengurus butiknya. Biarlah, yang penting aku tidak ingin mereka khawatir, kalau mereka sampai tau mungkin mereka akan mengetatkan pengawasanya, dan akhirnya aku tidak bisa bebas kemana-mana.
“terimakasih ya dit, put. Sudah mau datang kesini. Kalau bukan kalaian siapa lagi yang bisa aku andalkan sekarang” kataku pada mereka yang menatapku dengan iba.
“Gak masalahah Do ! kan kita tetanggan . Sudah sepantasnya lah kita saling peduli” kata adit padaku.
“Iya mas Pido, kan biasanya mas baik banget sama putra. Sekarang ini mas Pido menghadapi musibah, ya sekarang giliran kita yang musti ada buat mas Pido” kata putra sambil memberikan senyuman tulusnya.
Aku hanya bisa membalas dengan senyuman saja ke mereka.
Saat putra duduk di bangku disebelah kananku, tiba-tiba adit hendak keluar ruangan sambil mengangkat telfonya. Dan dia berbicara dengan orang yang dipanggilnya “Bay”, apa dia berbicara dengan Bayu ?
(bersambung)
Berharap sih 2-2nya cepet update wkwk. Bagus semua sih