It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@kikyo irit itu sebagian dari iman :v *plak
@Lovelyozan *kasi tisu jangan nangis say :v tetep pantengin aja pasti ketauan kok ntarnya :v
@lulu_75 hmm, biarkan itu jadi misteri dulu :v
@tianswift26 gak papa kok
@josiii kalo alfa jadian sama jimmy. arsha mau di bawa kemana?
@Kim_Hae_Woo679 makasi udah membaca. Hmm, diliat aja kelanjitannya
BAGIAN #2
Disekolah aku jadi berubah sangsi pada kelanjutan hubunganku dan Arsha. Apa hubungan ini bakal berakhir seperti yang aku inginkan? Aku menatap Arsha yang tengah menunduk memakan sarapannya. Aku bertanya - tanya apa cowok di depanku ini punya perasaan yang sama padaku?
"Kamu ngelamun, Fa"katanya pelan sambil menatapku selidik.
"Nggak, kok"aku menggeleng. Dia mengangguk.
"Kemarin aku lihat foto kamu sama Randy di facebook. Kelihatannya kalian seperti teman lama"
"Oh, ya? Haha, iya. Randy itu ternyata t-teman SMPku"aku menjawab apa adanya.
"Ooh, gitu. Eh, Fa, aku udah add lho FB kamu. Entar konfirm, ya?"
"Oke"sahutku singkat. Aku menyendok suap terakhir sarapanku. Aku memandang Arsha lama lalu menimbang - nimbang apa aku bakal menanyakannya?
"Menurutmu aku itu gimana, Sha?"Dia menatapku dibalik mata hitamnya.
"Gimana apa?"
"Apa pendapatmu soal aku"aku bicara lebih pelan dari biasanya. Arsha tampak berpikir.
"Kamu baik, ramah, periang?"dia menjawab seolah tak yakin pada jawabannya. Aku menghela nafas. Rasanya seperti menunggu pembagian ulangan fisika.
"Itu juga boleh. Aku mau yang lain. Yang lebih 'jujur' dan yah... lebih ke... perasaan?"aku memandang Arsha, memastikan aku masih dalam batas aman."yang kayak gitu"aku menambahkan.
"Kok bisa kamu kepikiran kayak gitu?"
"Yah.. jawab aja, Sha. Aku cuma mau tahu pendapat dan perasaan orang lain tentangku"suaraku tercekat karna gugup.
"Siapa aja yang udah kamu tanyain?"
"Hmm, beberapa teman dekatku"jawabku berbohong. Arsha mengangguk.
"Gimana, ya? Kayak yang aku bilang tadi. Kamu itu baik, ramah, periang"
"Gimana soal perasaanmu ke aku?"aku menuntut. Aku nggak perlu penggambaran umum sifatku. Bukankah pertanyaan ini yang penting?
"Hmm, perasaanku ke kamu.. kamu itu.."Lalu handphone Arsha berdering nyaring. Aku menceloskan nafas panjang. Arsha menjawab telpon dan bel pelajaran pertama berbunyi.
Arrrrrgghhhhh.......!!!
Aku nggak bisa mendapat informasi apa - apa tentang perasaan Arsha padaku. Saat pelajaran bahasa inggris Jimmy yang aku ceritakan soal kejadian itu mengangguk saja.
"Adegan sinetron standar tahu, nggak"ketusnya. Aku tersenyum sendiri.
"Justru adegan sinetron itu diambil dari adegan nyata"kilahku.
"Tahu, deh yang suka nonton sinetron"
"Ini bukan soal suka nonton sinetron atau nggak"aku mencebik. Jimmy terkekeh."menurutmu Arsha bakal jawab apa?"tambahku
"Nggak tahu. Mungkin dia bilang 'aku suka sama kamu. Dan aku nggak tahu kenapa perasaan itu tumbuh begitu aja'"sahut Jimmy sambil meniru suara Arsha yang nyaring. Dan suksesnya berhasil. Aku tak bisa menahan diri untuk nggak terkekeh dan membayangkan-demi Tuhan semoga jadi kenyataan-Arsha benar - benar ngomong kayak gitu.
"Alfa! Jimmy! Perhatikan pelajaran. Jangan sibuk ngobrol kalian!"tegur bu Della ketus. Aku dan Jimmy otomatis diam.
Tahu rasa kamu, Fa!
Sepulang sekolah aku ke rumah Jimmy buat bikin tugas kelompok yang di kasih bu Nur buat menggambar jantung dan sistem peredaran darah manusia. Sampe disana aku nggak langsung masuk kamar Jimmy. Aku ngacir ke dapur Jimmy dan iseng ngecek tudung saji Jimmy.
Wuih, enak nih.
Ada sup, udang goreng, pepes ikan dan sambel. Aku nggak bisa menahan diri untuk nggak mencomot sebuah udang.
"Dasar kucing dapur lu, Fa! Paling cepet kalo udah urusan makan"Jimmy mengejek.
"Abis gue laper, Jim"cengirku sambil mengambil satu lagi udang dan memakannya.
Hmm.. enak!
"Iya, deh. Gue juga laper, nih"Jimmy mengambil dua buah piring. Dia memberiku piring yang kedua. Aku mengambil nasi lalu menambahkan lauk diatasnya. Aku dan Jimmy langsung makan di meja kecil. Kami makan dalam hening.
"Gimana si Arsha udah ngungkapin perasaannya?"tanya Jimmy.
"Belum. Aku nggak sempet nanya lagi"
"Payah lu ah"cibirnya.
"Kamu pikir gampang apa? Kamu aja yang nanya sama dia"
"Ngapain? Nggak ada urusan, ya!"Jimmy meminum airnya.
"Aku sendiri mau tanya sama kamu" imbuhnya.
"Apa?"
"Perasaan kamu sendiri ke Arsha gimana?"Aku menatap Jimmy seolah nggak percaya. Pertanyaan apa itu?
"Udah jelas kali! Aku itu suka sama dia. Yang belum aku tau itu gimana perasaan dia ke aku" aku menghabiskan udangku.
"Kamu baru suka. Belum cinta, Fa"dia menambahkan. Lagi - lagi aku menatap Jimmy dengan tatapan aneh.
"Suka? Cinta? Sama aja buatku. Mereka sama aja artinya"
"Tapi konteksnya beda, Fa. Suka itu sifatnya umum. Siapa aja bisa disebut 'suka'. Tapi kalo cinta itu artinya spesifik. Kamu boleh suka sesuatu tapi kamu belum tentu cinta, kan?"Jimmy bicara sambil menerawang. Aku berusaha menelan kata - kata Jimmy hati - hati.
"Jadi maksudmu aku nggak cinta sama Arsha? Dan perasaanku itu cuma perasaan suka sesaat?"Jimmy menggigit sendok, mengedikkan bahunya.
"Aku nggak tahu darimana kamu dapet teori konyol kayak gitu"aku mencebik. Jimmy menaruh piringnya di tempat pencucian.
"Ngapain, sih ngomongin Arsha? Emang penting, ya buatku?"dia mengangkat telapak tangan, bahunya naik.
"Kamu sendiri yang ngebahas dia"aku mencibir. Aku menaruh piringku dan Jimmy keluar dapur.
"Ke kamar, yuk"ajaknya dengan menaikkan sebelah alis. Aku melongo melihat ekspresi mesum abal - abalnya.
Ini sudah ke dua belas kalinya aku menerapkan teori gambar-hapus. Kenapa susah banget, sih menggambar jantung? Aku melirik Jimmy yang tengah bertelanjang dada, memunggungiku dan kelihatannya serius dengan pekerjaannya.
"Susah banget, sih bikin gambar kayak gini?!"aku mengerang kesal. Jimmy berbalik menghadapku. Sandaran kursi belajarnya menutupi dadanya yang makin kelihatan bidang dan berotot.
Eh, berkembang juga dia?
"Sama! Gue paling gedeg kalo udah dapet tugas gambar. Gue kan nggak punya sisi kreatif sama sekali!"Jimmy mencibir.
"Harusnya aku kelompok sama Rian aja. Dia kan jago gambar. Mana tugasnya di kumpul lusa"aku melempar penghapusku dan memilih berbaring di kasurku. Kasur Jimmy tepatnya.
"Jadi lu nyesel satu kelompok sama gue? Dasar nggak bersyukur lu!"hardik Jimmy melempar buku gambarnya ke wajahku. Buku itu mengenai kepalaku dan aku cuma tertawa.
"Aku liat kok badan kamu jadi lebih berotot dari biasanya"kataku. Jimmy bangkit dari tempatnya.
"Gue kan rajin olahraga. Nggak kayak lu. Badan lu dari dulu segitu - segitu mulu"sindirnya. Aku cemberut.
Kulihat dia mengambil ancang - ancang dan meloncat kearahku. Aku otomatis mencoba menghindar tapi nggak berhasil.
"Aduuh mati gue!"aku meringis. Sekujur tubuhku rasanya mati rasa. Melihatku meringis sengsara Jimmy malah tertawa.
"Dasar nggak sadar diri lu! Lu pikir lu masih kecil apa? Badan lu berat banget tau! Aduuh, patah rusuk gue"aku pura - pura merengek.
"Segitu doang mana bisa patah. Sini, gue bikin patah"tawarnya dan dia melompat - lompat dengan posisi telungkup diatasku. Aku menjambak rambutnya. Dia mengaduh kesakitan dan bangun dari atasku. Dia mengusap kepalanya yang kesakitan.
Rasain, tuh!
"Menurutmu Arsha 'gitu' nggak?"aku bertanya.
"Gitu apaan? Oooh.. ngerti gue. Mungkin? Bisa juga nggak. Emang menurut lu gimana?"Dia menoleh padaku.
"Mungkin sama. Buktinya dia mau nyium gue"aku bicara sambil mencibir.
"Berapa kali gue bilang kalo ciuman itu nggak ngaruh sama sekali? Just for fun, right?"Jimmy menjawab sepele. Anehnya dia justru memalingkan wajahnya. Aku malah jadi tambah penasaran.
"Kalo kamu yang ditantang emang kamu mau nyium aku?"aku nggak bisa menahan senyum diwajahku saat melihat perubahan ekspresi Jimmy.
"Kamu sendiri yang bilang masalah sepele, kan?"aku menggodanya. Dia kelihatan berdebat pada dirinya sendiri.
"Emang sepele, kok. K-kamu mau aku cium?"suaranya parau. Aku masih belum berhenti menggodanya.
"Kenapa, nggak. Lagian ini, kan ciuman 'sepele'?"
"Ya, bener. Ini sepele. Ayo, gue cium lu"katanya menarik nafas panjang.
Aku mengangguk. Dan hal yang paling nggak aku duga adalah...
Jimmy benar - benar menciumku.