It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bagus ceritanya. Sad story, kah? Mention, ya?
Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Hari cepat berlalu, pikirku. 3 hari yg lalu aku merasakan namanya kehidupan prajurit walau hanya sebagian kecil, dan karena hanya sebagian kecil itu aku tumbang, dan berbaring saja ditempat tidurku ini. Bagaimana dengan mereka, prajurit negara yg sesungguhnya? Haduhh, aku tak mau mengambil spekulasi. Namun yg pasti mereka adalah orang yg memiliki fisik dan mental yg kuat melebihi warga sipil biasa sepertiku.
Kuraih hp di meja di samping kasurku guna memantau siapa saja yg selalu menggangguku, maksudku adalah yg selalu memintaku melakukan pekerjaanku, dan itu adalah bapak SPV dan beberapa teman yg berprofesi sama denganku.
Syukurlah, hari ini tidak ada panggilan masuk, atau sekedar sms. Mungkin masih pagi, pikirku.
"Aldi! Gk kerja nak! Udah siang nih"
Ibu berteriak dari luar kamarku.
"Gk deh kayaknya bu! Agak demam nih!"
"Yaudah, minum obat ya. Entar ibu antar ke kamar.!"
"Iya bu!"
Aku membaringkan tubuhku di kasur, aku masih bisa bangkit kok! Tidak parah sepertinya. Kuperhatikan langit-langit kamarku. Aku mengingat kejadian kemarin. Toni bersikukuh datang kerumahku, aku bukannya tidak mau namun karena bukan hari libur, terpaksa aku tolak. Aku adalah seorang profesional, tidak etis bagiku meninggalkan pekerjaan hanya karena urusan pribadi yg sama sekali tidak mendesak. Dan sebenarnya, aku bisa saja memaksakan diriku sekarang untuk bekerja namun pasti ibu akan rewel dan pastinya temen-temen juga akan mengkritikku, dan mengatakan bahwa aku adalah orang yg workaholic!
Aku masih berpikir keras, apa yg sebenarnya Toni inginkan. Apakah dia benar-benar berusaha meyakinkanku, bahwa dia serius untuk menjalin hubungan denganku. Sebenarnya aku masih trauma dengan kejadian beberapa bulan lalu, dengan begitu mudahnya orang yg kusayangi pada waktu itu meninggalkanku dengan alasan yg sangat klasik, pria lain.!
Dan yg pasti lebih kaya!
Luka itu masih membekas, dan kurasa pun masih berdarah. Semua kenangan dan kepahitanku serasa menyita seluruh keceriaan dalam hidupku. Aku terus menyalahkan diriku karena memilih orang yg salah untuk menjadi kekasih.
Bayangan tentang dia serasa tak mau lepas dari ekor mataku.
Fiuhhh.. Kuhembuskan nafas perlahan, sangat perlahan hingga aku bisa mendengar dengusan terakhir. Apakah aku harus memberi kesempatan disaat aku membutuhkan yg namanya pemulihan hati? Apakah dia takkan menjadi penggores luka lain dihatiku ini? Apakah dia akan menjadi obat? Apakah dia akan mampu mengembalikan keceriaan hidupku yg sempat hilang? Apakah..
Beribu pertanyaan memenuhi otakku yg lelah. Sesekali aku mengerenyitkan dahi karena kepalaku yg mulai pusing. Cukup, aku merasa ini waktu yg tidak tepat.
"Al, ibu masuk ya!"
"Iya bu!"
"Nih, minum obat, ini juga dimakan buburnya!"
"Kok bubur sih bu?"
"Gk suka? Ywdah, mau apa?"
"Oh yawdahlah bu. Gpp."
Ibu hanya menyunggingkan senyum. Raut wajah yg menutupi rasa khawatir itu, perlahan hilang.
Sejak kemarin, ayah memang kurang sehat, jadi ibu harus membagi waktunya untuk merawat ayah dan aku, ibu tak mungkin melibatkan Mira, adik ku itu takkan mungkin bisa membantunnya, bagaimana bisa dia membantu, bahkan prnya pun acapkali minta bantuan dari kami bertiga.
Ayah memang penderita Hipertensi. Namun kata Ibu ini baru kali pertama yg sampai separah ini. Ayah tak bisa tidur seharian, akibat tensinya yg tinggi. 170/120. Aku sampai tercengang. Per-nya itulah yg membuat ayah merasakan sakit yg teramat sakit di kepalanya.
Aku hanya bisa menambah beban ibu, namun aku takkan mengatakannya. toh, ibu juga senang kok melaksanakan tugasnya. Aku yakin itu.
"Bu, gimana ayah?"
"Oh tadi lagi tidur."
"Nanti Aldi datang ke kamar ayah."
"Iya, tapi kamu istirahat dulu"
"Iya bu, iya."
"Udah dikabari ke kantor?"
"Udah bu!"
Ibu pergi setelah membereskan tugasnya untuk memberiku obat. Langkah kakinya masih kuat, walau aku tau kekhawatirannya akan keadaan ayah telah menyelimuti hatinya.
'Dreeet dreeettt' Hpku berbunyi.
Toni!
"Halo ton!"
"Eh, Al. Aku pengen banget ketemu kamu! Aku dah dijalan nih, kasi aku alamat kamu ya."
"Ya ampun Toni, aku lagi sakit."
"Bagus dong, kan jdi ada alasannya aku datang kerumahmu!"
"Orang sakit kok di dibagusin, Toni Toni."
"Iya, hehe. Soalnya kamu sih gk mau diajak ketemuan.
"Kamu kok telpon aku saat berkendara?"
"Aku lagi di SPBU, ngantri nih!"
"Oh, oke. Tapi nanti kita dirumah aja ya. Badanku lemes bgt. Gk mungin kluar, entar ku sms alamatnya!"
"Oke!"
Huuuhhh, waktu yg tepat disaat yg tidak tepat. Atau kesempatan dalam kesempitan kuberikan untuk kedatangannya.
Apakah ini kesempatan ku untuk kembali berbahagia?
Apakah dia akan mengulang sejarah akan kenangan pahit yg membelengguku?
Kutepiskan pemikiran-pemikiran yg menganggu otakku.
Namun, hal yg harus kulakukan saat ini adalah melihat Ayah.
Ku langkahkan kaki menuju kamarnya.
"Ayah.."
"Masuk Al"
Ayahku...
Dia terbaring lemas dengan tatapan mata sayu, hati ini terasa tergores. Air mataku mengepul di pelupuk mata. Malaikat pelindungku.. Dia terbaring di depanku.
Aku tak boleh menangis! Ku kuatkan hatiku dengan segala kekuatanku. Aku takkan menangis seperti yg ayah minta dulu.
Dulu, saat ayah dan aku duduk berdua di teras setelah membawa ibu dari rumah sakit karena telah melahirkan Mira.
Ia berkata pelan dan matanya menerawang ke langit.
'Menjadi ayah itu sangat istimewa. Kau akan merasakannya. Ketika kau jatuh saat belajar jalan, ayah merasa pincang. Saat kau batuk, paru-paru ayah serasa hancur. Saat kau sakit, ayah merasa kehilangan akal tak bisa tidur karena memikirkanmu. Ayah bisa kenyang saat kau makan. Ayah bisa terbang saat kau senyum. Ketika kau bersedih, air matamu keluar dari mata ayah.
Tapi jangan sekali-sekali menangis di depan ayah, ayah akan hancur! Layaknya melihat kapal yg ayah bangun dengan megahnya dan tenggelam di lautan dalam. Ayah akan merasa hilang diri.!'(Aku menangis saat menulis ini)
"Ayah.."
"Hmmm.."
"Mana yg sakit yah?"
"Udah gpp, hanya lemes aja."
"Beneran yah?"
Ia mengangguk, memastikan keadaanya yg mulai membaik, atau hanya tidak ingin mengkhawatirkanku. Aku tak bisa menerka air mukanya.
Aku hanya bisa memijit-mijit tangan, kaki dan kepalanya. Aku memang merasa lemas juga. Namun, kekuatan untuk melihat ayah telah membangkitkanku.
Ayah pun terlelap, aku melihat dia damai sekali. Kuputuskan untuk kembali kekamar.
"Al!! Ada temanmu nih!"
Teriak ibu dari teras.
"Iya bu, aku kesana!"
Aku bergegas keluar kamar, sepertinya obat yg diberikan ibu manjur! Obat itu telah menghilangkan pusing dan menambah tenagaku. Terima kasih ibu! Aku tak mau berterima kasih kepada obat itu, karena dia hanya melakukan tugasnya.
Aku melihat Toni, memakai baju coklat berkerah, bercelana jeans panjang biru tua. Sepatu hitam, dan belum melepas helmnya.
Ibu mempersilahkan Toni masuk, dan aku menuntunnya ke sofa di ruang tamu.
"Masuk nak, mau minum apa?"
"Ehmm, jadi ngerepotin bu, maaf ya!"
"Loh kok? Ibu gk kerepotan kok,malah ibu berterima kasih sudah berkenan menjenguk Aldi"
Aku hanya duduk di sofa membiarkan mereka berbincang.
"Eh, iya buk!"
"Buka helmnya nak! Udah dirumah kok masih dipakek"
"Oh iya lupa"
"Temen Aldi di kantor ya? Kok sendiri?"
"Gk, buk. Saya temen Aldi saat pelatihan di Kodam 3 hari yg lalu!"
"Oh iya, ywdah. Ibu tinggal dulu ya."
Toni mengangguk. Ibu ke dapur.
Toni mendekat dan duduk disamping ku, padahal masih banyak ruang untuk dia duduk dengan belapang ria, ataupun dia bisa berbaring. Namun, dia duduk disampingku seolah tidak ada ruang lagi.
"Masih sakit?"
"Agak mendingan!"
"Hmmm"
"Kamu.."
"Iya, aku akan menepati janjiku."
"Kamu yakin?"
"Sangat!"
"Aku.. Takut.."
"Kenapa?"
"Aku takut masa laluku terulang!"
"Aku juga punya masa lalu yg selalu membuatku takut, tapi aku sudah yakin denganmu!"
"Ini nak!"
"Oh, terima kasih bu!"
Ibu meletakkan baki di meja dan memberi kami air minum.
Dan ibu berlalu lagi.
"Al, aku tak bisa berbicara disini!"
"Jadi?"
"Kita akan kepantai! 45 menit perjalanan dari sini!"
"Aku kan lagi sakit!"
"Aku mohon, kamu bisa pakek jaket atau pakaian double."
Aku terpaksa setuju, tidak! Sepertinya aku benar-benar setuju. Aku ingin melihat kesungguhannya.
Aku tak mau lagi salah dalam memilih orang yg kucintai.
Aku hanya ingin berbahagia? Apakah aku tak pantas untuk itu?
Aku berdiskusi agak lama dengan ibu, tentu karena aku sakit makanya ibu sedikit keberatan, namun setelah aku meyakinkannya, ibu luluh.
"Kami berangkat ya bu"
Ibu hanya mengangguk dan membalas senyuman Toni. Toni melontarkan senyuman sebelum kami berangkat.
Kami hanya berdiam diri saja saat dalam perjalanan.
Perjalan terasa singkat saat pemandangan selama perjalanan menyita perhatian. Kami sudah tiba di pantai.
Pohon kelapa melambai-lambai menyambut kami. Bau garam menyentuh penciumanku, air laut berlomba-lomba menerjang pasir pantai. Angin yg bergerak kesana-kemari berhasil membuatku terasa nyaman disini. Puluhan orang telah memenuhi sudut-sudut di pantai ini. Kami memutuskan untuk duduk di sebelah timur, dimana kami bisa melihat kapal pembawa minyak berlalu di ujung laut sana.
"Al.."
"Ya."
"Maaf kalo aku kurang sopan kemarin! Aku hampir saja mengikuti nafsuku!"
"Kenapa kau melakukan itu?"
"Aku tidak tau, aku hanya nyaman berada didekatmu. Dan kupikir kau juga menginginkan hal itu!"
"Huuuhhh!"
"Maaf sekali lagi maaf!"
"Yasudah lupakan saja!"
"Aku , kurasa jatuh cinta padamu!"
Aku diam, aku sudah memperkirakan bahwa hal ini akan terjadi. Namun aku tak menyangka bahwa kata-katanya akan menggetarkan hatiku. Kuakui aku sangat suka sama dia. Tapi secepat inikah? Apakah aku harus menerima cintanya? Apakah aku berhak untuk itu? Cinta datang tak diundang, cinta bahkan pergi tak mau berbilang. Kurasa aku juga.. Jatuh cinta padanya.
"Al.. Aku cinta padamu!"
"Kamu yakin?"
"Sangat!"
"Kuakui aku juga menyukaimu, tapi aku.. Takut.!"
"Kau tau! Aku tak menyangka bahwa orang yg kucintai dulu hanya menganggapku pemuas nafsu saja! Aku berpikir semua orang seperti itu, hanya memikirkan seks semata. Namun, semua itu berubah saat aku menemui dirimu. Kau menghapus semua prasangkaku. Kau..kau..mengubah hidupku. Kau..mengingatkanku bahwa kita ini manusia beradab. Aku selalu memikirkanmu!"
"Ton, kita ini dua orang yg terluka, namun dengan luka yg berbeda. Apakah kita akan bisa saling menyembuhkan? Apakah kita hanya akan menambah luka dihati kita? Aku tak tau. Tapi aku tau, bahwa aku juga.. Mencintaimu!"
Toni diam dan menatapku tajam, aku hanya menatap pantai dengan tatapan nanarku. Dia seakan tak percaya bahwa aku mengatakan hal yg dia harapkan. Aku juga sebenarnya, tapi aku puas, setidanya aku tidak memungkiri perasaanku.
"Terima kasih!"
Dia memelukku! Aku menepis dan menunjuk ke arah kerumunan orang, yg mengisyaratkan bahwa aku kurang nyaman jika harus melakukan hal tabu di depan mata orang yg sama sekali tak mengerti bahwa terkadang cinta bisa melibatkan dua hati yg memiliki kodrat yg sama. Yaitu sesama lelaki. Aku hanya benci menjadi beban pikiran mereka yg sok suci itu!
Kami berbincang panjang, banyak sekali yg kami bicarakan. Senyaman inikah? Seindah inikah? Apakah akan menjadi sementara? Aku ingin merasakan ini selamanya.
2 jam terbuang sudah, kami memutuskan pulang. Aku hanya memeluknya sepanjang perjalanan.
"Dadah, aku pulang yah!"
" Iya, hati-hati ya!"
Toni pergi meninggalkan rumahku, aku tak melepaskan senyumku sampai dia raib dari pandanganku. Aku melangkah seperti melayang ketika masuk kerumah.
'Cinta..
Kenapa kau datang membawa suka.
Cinta..
Kenapa kau pergi meninggalkan duka'
Aku tak menyangka bahwa aku akan sangat bahagia bisa bersama Toni, kami selalu membuat kesepakatan bahwa kami akan jumpa di satu kota untuk promosi atau sekedar survey produk kantor kami. Jadi kami bisa pacaran sambil melaksanakan pekerjaan kami. Aku tak tau apakah kami ini orang yg professional atau seperti ABG yg sedang dimabuk cinta.
Sejauh ini, hubungan kami hanya sekedar telponan, hang out bareng klo ada waktu.. Dan bermesraan di tempat yg nyaman atau di tempat dimana mata-mata jahil tak dapat menjangkau kami. Tentu pilihannya adalah pantai yg menjadi saksi cinta kami, dan waktunya adalah malam hari. Diatas jam 9 pantai sudah sunyi.
Kami belum berbuat jauh, aku masih ragu dan Toni mengerti.
Dan tentang ayahku! Dia sudah kembali bekerja, lega sekali. Walau terkadang suka drop juga, ia akan bangkit lagi.
"Sialan bgt, costumer yg satu itu!"
"Ada apa lagi Ton!"
"Susah bgt di survey, kayak orang sibuk aja!"
"Memang sibuk kali ya.."
"Enggak, aku yakin, ih ngeselin bgt!"
"Sudah lah Ton!"
Aku mengusap pundaknya, dia terkadang sulit sekali mengontrol emosinya. Aku selalu menenangkan dia. Aku yakin bahwa suatu saat dia akan melakukan hal yg sama padaku. Saat aku kehilangan kontrol atas diriku, aku ingin dia menjadi penenangku. Aku hanya harus bersabar.
"Sudah sudah, yuk kita makan siang dulu!"
"Dimana?"
"Warung soto biasa"
"Hehe, murah oy!"
"Tuh tau!"
"Hihihi, dasar kere!"
"Gk kere, lagi hemat!"
"Lagi hemat? Kok tiap hari? Haha byk ngelesnya"
"Iya deh, kamu bener Ton! Hehe.."
"Yaudah ayuk"
Akhirnya aku bisa melihat senyum itu melengkung di bibirnya. Matanya agak sedikit menyipit ketika senyum. Aku terkadang bingung, mengapa dia memilihku. Dia terlalu indah untuk bersamaku.
Dia bisa mendapatkan yg lebih indah dariku, lebih tampan, lebih kaya, lebih ..
"Al. Pengen cium kamu!"
"Ssst, ih banyak orang tuh!"
"Gk peduli ah"
"Toni..."
"Nanti malem pokoknya!"
"Iyaiya, aku juga pengen sih."
"Tuh kan, sok jaim"
"Jgn lebih dari itu ya.."
"Iya. Tapi pengen juga sih"
"Gk jadi deh!"
"Iyaiya, gitu aja ngambek!"
"Gk ngambek, janji kita apa?"
"Ehmmmm gk akan..."
"Melakukan hal yg jauh sebelum aku siap!"
"Ih, gk sabar amat!"
"Bukan gk sabar, kamu terlalu lama ngucapinnya. Aku gregetan."
"Hehehe, demi kamu aku akan melakukan hal yg gk bisa aku lakukan sebelumnya!"
"Astaga, udah bisa gombal ya."
"Hihihi, bagus gk?"
"Bagus kok."
Aku tak pernah membuat percakapan kami penuh dengan kontra, sebisa mungkin aku akan menanggapi pembicaraanya dengan respon yg positif. Sebenarnya aku sangat mendambakan sesosok kekasih yg mempunyai hobi yg sama denganku. Menulis! Merangkai kata!
Dengan menulis aku bisa menumpahkan isi dalam hati dan otakku dalam kertas putih, membiarkan pulpen menari indah di atas kertas dan menghasilkan sebuah karya yg menyimpan berjuta kenangan, sejarah, ratapan, dan semuanya tercurah disana.
Penulis yg sangat romantis menurutku adalah Benny Arnas! Kata-kata yg dirangkainya tak terbuang sia-sia. Setiap kata mengandung arti yg bila disatukan menjadi kalimat akan menjerat pemikiran kita bahwa keromatisan tidak hanya secara lisan namun secara tulisan pun dapat tersirat.
Namun apa yg harus aku perbuat, dan alasannya adalah ya aku jatuh cinta! Kepada dia yg suka jogging, suka makanan bersantan, suka kue kering, suka roti mentega bertabur meses, suka warna hijau, suka memakai sepatu hitam, dan suka menciumku tentunya. Untuk poin yg terakhir, aku sering me-manage-nya.
Warung soto wak indro! Itu nama warung soto langganan kami, saking dekatnya dengan sang pemilik warung bahkan kami bisa berhutang ria disini. Kami acapkali makan siang disini jika bertepatan kami datang ke area ini.
Seporsi hanya 10rb. Bisa nambah pula. Murah kan? Yah.. Aku harus bisa me-manage keuanganku.
"Kamu gk bosen klo kita kesini selalu makan soto?"
"Tapi kamu suka makanan bersantan."
"Iya tapi klo terlalu sering bosen juga"
"Iya deh, kapan-kapan kita cari yg lain."
"Kamu baik bgt sih!"
"Baik apanya?"
"Sekali saja, bantah aku!"
"Apaan sih? Baru kali ini aku dengar orang meminta untuk dibantah!"
"Habis kamunya sih! Gk mau ngebantah setiap permintaanku."
"Pernah kok!"
"Hah? Iyaiya? Sakingkan sedikitnya sampai kuanggap gk pernah!"
"Sudahlah, lagipula aku tak suka berbantah-bantahan. Aku cuma ingin damai saja samamu!"
"Hahaha, how lucky me!"
"Yeah, I'm lucky too."
"Yg bener?"
"Iya, kamu mengembalikan senyumku yg pernah hilang dulu, yah walapun sedikit!"
"Makanya kita ehem-ehem biar kamu senang seutuhnya."
"Hemmm, mulai lagi.."
"Ayo dong!"
"Dewasa lah..!"
Toni diam sejenak, dia melumat kata terakhirku di otaknya. Aku berdiam diri saja sambil bersiap untuk meninggalkan warung karena sudah kenyang dan cukup istirahat. Aku membayar punyaku dan tentunya punya Toni juga.
Toni mengejarku saat aku berjalan kearah motor.
Dia menepuk pundakku.
"Iya, aku janji. Aku akan dewasa."
"Janji?"
"Iya. Beri aku waktu ya!"
"Iya, jgn dipaksakan!"
"Enggak, aku harus memaksakannya! Jikapun aku tidak bisa lebih dewasa darimu, setidaknya aku bisa sedewasa kamu."
"Kata-katamu sekarang kok agak puitis gitu sih?"
"Belajar dari kamu!"
"Itu bukan belajar tapi nyontek!"
"Yah ketahuan!"
"Udah yuk Ton, entar molor lagi kita laporannya. Di ceramahi SPV entar."
"SPV di kantormu cerewet ya?"
"Enggak kok! Cuma tegas aja!"
"Oh yaudah, jgn lupa entar malam yah!"
"Iyaiya."
Kami menjalankan motor dengan arah yg berlawanan. Aku hanya mensurvey 3-4 counter lagi. Setelah itu, laporan. Dan pulang.
_______________________________
Sms masuk.
'Al, aku tunggu di tempat biasa.'
Kubalas.
'Oke otw.'
Aku bersiap, kulajukan motorku ke tempat kami akan bertemu. Terasa seperti bertemu pertama kali, aku masih suka deg-degan.
Ditambah janjiku samanya. Ya walaupun cuma janjian untuk hanya ciuman saja, tapi itu cukup membuatku bergetar.
Tak terasa sudah sampai ditempat, aku mendapati dia. Tampak seperti biasa. Tampan! Dan tak pernah lepas sepatu hitamnya. Walau dengan model yg berbeda, tapi pilihan warna takkan berubah.
Aku selalu suka sama wajahnya, cara dia tersenyum, cara dia bicara, haaah! Aku menggilainya!
"Lama bangt"
"Iyakah?"
"Haa, enggak kok!"
"Ih, kirain!"
"Gk sabar nih!"
"hihi, kamu tampan Ton!"
"Kamu tetep item Al!"
"Iya, hahaha"
"Tapi manisnya itu!"
"Tapi gk tampan kan?"
"Jgn dibahas lagi napa, kemarin itu cuma becanda kok!"
"Iya tau. Ah udah yuk, katanya udah gk sabar!"
"Hihi, sekarang siapa yg gk sabar?"
"Bukan gitu.. Udah ahh.. Ayok!"
Kami tertawa ria, hahaha. Obrolan ringan yg membuat hubungan kami menjadi hangat. Perlahan namun pasti kami telah tiba di pantai.
Kami disambut angin laut yg langsung memeluk tubuh kami lagi. Tatapan bulan dan jutaan bintang menyaksikan kami lagi. Daun kelapa itu lagi, dia menyapa kami lagi. Semua lagi dan lagi, yg menegaskan bahwa kami sering berkunjung kesini.
Kami putuskan untuk duduk di pasir di bawah pohon kelapa di sebelah barat pantai.
"Al, gimana kabar keluargamu?"
"Baik. Semua baik"
"Kapan-kapan singgah ah."
"Datang aja!"
"Si Mira itu byk nanyak bgt ya?"
"Iya, semua orang ditanyain apalagi klo udah ada pr dri sekolah."
"Tapi dia putih tuh!"
"Tuh kan, rasis lagi!"
"Hehe enggak, sayang."
"Hmmm, minggu depan Mira ultah!"
"Ha? Kapan? Tanggal berapa?"
"Tanggal 27 bulan ini!"
"Dirayain gk?"
"Rencananya iya sih!"
"Aku bantu deh!"
"Datang aja!"
"Kado apa ya untuk Mira?"
"Terserah sih, untuk anak cewek 10 thn masak gk tau mau dibeliin apa!"
"Hehe, boneka barbie aja ah!"
"Tuh tau!"
"Untuk abngnya hadiah yg cocok apa ya?"
"Apaan sih? Kan aku blum ultah! Lama lagi! 7 bulan lagi."
"Hadiahnyaaaaaa..."
Dia mendekatkan bibirnya ke bibirku. Nafas kami berderu kencang, seakan ciuman yg pertama aku masih deg-degan. Bibir kami bersatu. Hangat! Perasaan nyaman mulai menyelimuti hatiku. Ohhh..
"Udah ah, masak bibirku digigit-gigit!"
"Yeee, itu ciuman gaya barat!"
"Barat?"
"Iya"
"Hmm, oke!"
"Lagi?"
"....."
Aku tak menjawab, tapi ia mengerti bahwa aku setuju. Dan.. Terjadi lagi.
Bulan mulai meninggi, bintang semakin terang. Pertanda bahwa malam sudah semakin larut!
Kami bersiap untuk pulang.
Kami bergandengan tangan berjalan ke arah tempat kami memarkir motor. Hahaha, ABG sekali!
Senyum kami yg melebar disambut dengan mengeringnya luka di hati masing-masing dari kami. Sudah membuktikan bahwa kami memang saling menyembuhkan satu sama lain.
Dengan cinta yg sederhana, sayang yg sederhana yg menyiratkan bahwa hubungan kami sangat mewah.
'Kapan bulan akan tersenyum?
Saat melihatmu tersenyum.
Kapan bintang kan tertawa?
Saat melihatmu tertawa.'