It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@silveliniingggg @yirly @liezfujoshi enjoy please!
Ya ampun, Mira! Dia mengejutkanku saat aku tertidur pulas.
"Ada apa Mira?"
"Bg, semua orang kok gk da dirumah, cuma abg aja."
"Ohh, ayah belum pulang kerja. Ibu mungkin masih di rumah tetangga."
"Abg gk kerja?"
"Setengah hari doang, capek bgt!"
"Abg.."
"Apa?"
"Ehmmmm, abang gk ingat?"
"Gk ingat apa?"
"Emm,... Udah ah!"
"Ada apa sih Mir?"
"Entah!"
Mira pergi meninggalkan kamarku, yes! Aktingku bagus. Hari ini dia akan badmood seharian. Lagian Mira sih, ngotot bgt di rayain ultahnya. Tenang saja adikku sayang, setelah kau ber-badmood ria kau akan melihat perayaan itu.
Perayaan 10 tahun menjadi bunga kecil di keluarga kita, jadi penyungging senyum di bibir aku, ayah dan ibu. Pemberi semangat untuk kami bertiga. Kau! Mira! Adalah jantung hati kami! Pelipur lara, penghilang duka.
Kutelpon Toni.
"Yihaaa, aku berhasil. Dia bete."
"Oke bagus, sayang. Ehhhmmm, tahan dia sampek jam 7 nanti ya."
"Dia di kamar kayaknya gk akan keluar deh!"
"Bagus, kamu baru bangun ya?"
"Iya hehehe"
"Sampek jam 5 sore gini?"
"Iya, ngambil setengah hari karena pengen ngerayain ultah Mira, eh jadi kebablasan!"
"Huuhh dasar. Padahal pulangnya tadi jam 2. Ihhh, enak bgt tidur sampek 3 jam!"
"Iya gpp, sambil menyelam minum air!"
"Iya dah, sayang item"
"Hahaha, udah siap semua kan?"
"Santai, udah semua. Kamu enak aja tidur. Aku ama Ibumu capek-capek buat persiapannya!"
"Kamu datang jam berapa kesini?"
"Jam 1!"
"Bukannya janjinya jam 2 ya?"
"Gpp, lagi pengen ngobrol byk sama Ibumu!"
"Ngobrolin apa aja?"
"Yg paling byk ya tentang kamu."
"Tuh kan kepo!"
"Hahaha, ehmm, cek Mira gih!"
"Entaran, masih mager nih!"
"Ihh, klo gk kesini aja, setelah ngecek Mira!"
"Hahaha, iya."
Aku beranjak dari kamar, cuci muka, ganti baju. Dan bersiap meninggalkan rumah.
Ku cek ke kamar Mira dia sedang tidur. Hmm, kali ini harus berhasil.!
Aku berjalan ke rumah tante Irma, dimana kami akan merayakan ultah Mira. Hanya berjarak beberapa rumah, jadi aku bener kan klo Ibu ada di rumah tetangga. Hahahaha.
Aku mengetuk pintu. Tante Irma membuka pintu.
"Eh, Al masuk!"
"Iya tante. Ibu ama Toni mana?"
"Tuh di dapur!"
"Temenmu itu baik bgt yah, rajin dan lucu. Jarang-jarang ada orang kayak gitu. Beruntung kamu punya temen kayak dia."
"Iya hahahaha."
Aku masuk ke rumah tante Irma, aku bener-bener sangat takjub. Dekorasinya sudah penuh dengan tetek-bengek pesta ulang tahun anak perempuan. Balon yg tersusun indah, kertas warna yg terlintang ke segala titik ruang. Tata letak propertinya pun bagus sekali.
Aku merasa kurang ajar saat ini, mereka pasti capek sekali mempersiapkan ini selama 4 jam. Untung saja sepupuku Intan dan Ibas mau membantu. Yg paling bisa membantu pasti Ibas, toh dia anak SMA yg memiliki tubuh yg kuat sepertinya. Jadi dia sama Toni pasti telah menyusun benda-benda berat itu hingga tersusun rapi.
Aku berjalan ke dapur. Aku mendapati Ibas di depan tv, sepertinya dia kelelahan.
"Enak ya yg molor aja!"
"Eh, sorry bas, kebablasan! Niatnya cuma mau tidur setengah jam doang kok!"
"Ywdah gpp bg, lagian udah mau siap kok!"
"Makasih ya, apa yg bisa abg bantu disini?"
"Ke dapur gih! Tinggal buat kue. Ada temen abg tuh!"
"Hahaha, iyaiya!"
"Bg, temen abg ganteng, tapi gantengan aku kan yak!"
"Takut kalah saing ya Bas?"
"Enggak juga"
"Hahaha, gantengan kamu lah."
"Beneran?"
"Iya!"
"Yeee, peres!"
"Terserah lah!"
"Idihhh!"
"Yaudah, abg cabut ke dapur ya!"
"Oke!"
Ibas ibas, tentu saja gantengan Toniku lah. Aku hanya ingin membesarkan hatimu. Seperti itulah jiwa lelaki, selalu bersaing.
Aku melihat Ibu, Intan, dan Toni.
Sialan nih Toni, dia cuma ngomong-ngomong sama ibu yg lagi kerja sembari duduk ditemani secangkir kopi. Intan sesekali melirik dia dengan tertawa setelah Toni melontarkan guyonan.
"Duduk doang kamu Toni!"
"Yeee, pangeran baru datang!"
"Apaan sih? Kamu pasti capek!"
"Enggak kok sa... Al!"
"Tadi ngapain aja"
"Kamu tidur aja bg! Jgn mau tau! Tenang aja kami udah siap kok! Hihihi" Intan menyerobot pertanyaanku pada Toni.
"Sorry Tan, bener-bener kebablasan!"
Intan hanya tersenyum, Ibu pun begitu.
"Nak, telpon ayahmu! Bilang aja, klo dah pulang dari tempat kerja langsung ke rumah tante aja!"
"Iya bu!"
Aku merogoh sakuku dan mengambil hpku. Kutekan tombol call saat kontak menunjukkan nama Ayah!
Aku berbicara pendek sama ayah. Tak perlu memakan waktu yg lama, ayah telah setuju! Kukembalikan hp ke sakuku!
"Ton, kebelakang bentar yuk!"
"Widiiihh, main ngajak aja. Gk tau malu ih! Datang-datang bukannya bantu malah nyulik orang"
"Mau gk?"
"Iye bentar!"
"Buk, tan! Pangeran mau ngomong nih, misi bentar ya!"
Ya ampun Toni, Ibu dan Intan hanya bisa memberikan senyum padanya.
Aku menuntunnya ke belakang rumah, dan kami duduk di kursi belakang rumah sambil membawa kopi yg kubuat tadi.
"Ton, thanks bgt!"
"Udahlah Al, aku juga senang kok!"
"Jadi makin cinta!"
"Apa? Gk salah dengar aku?"
"Iya."
"Hahaha, Aldi!"
"Hmmm."
"Aku juga makin makin cinta samamu."
Kami bertukar senyum, ingin sekali aku memeluk tubuh tingginya. Meraba pipinya yg tegas. Menatap bola mata coklat tuanya. Melihat alis mata yg melengkung tebal di atas matanya. Haaah! Dia memang rajaku. Dan aku adalah pangerannya!
Kami bersenda gurau. Aku memang gk tau diri, sama sekali gk membantu.
1 setengah jam berlalu.
"Ke dapur yuk!"
"Kenapa? Bosen?"
"Gk Al, kayaknya udah siap deh buat kuenya!"
"Oh yaudah."
Kami berjalan ke dapur.
Sesampai di dapur aku melihat kue bronis coklat sederhana berhias lilin-lilin kecil. Haduhh. cantik sekali.
"Wah udah siap!"
Toni berkata keras. Dasar..
"Ayah udah datang bu?"
"Udah, itu lagi sama Ibas di ruang tv."
"Oh yaudah!"
'Dreeeett dreeet' hpku berbunyi.
Mira!
"Ibu, ini Mira!"
"Angkat aja. Ini udah siap kok, suruh kesini."
Kuangkat telpon Mira.
"Halo."
"Halo bg, abg dimana? Mira takut nih! Ayah sama Ibu belum pulang juga."
"Datang aja ke ruman tante Irma! Abg disini!"
"Ngapain abg disitu?"
"Udah datang aja."
"Iya."
Telpon ditutup.
"Buk, Mira mau kesini.!"
"Yasudah semua keruang tamu."
Aku memanggil ayah dan Ibas untuk menuju ke ruang tamu. Ibu, Intan dan tante Irma telah bersiap. Ibu membawa baki berisi kue.
Aku dan Toni duduk di sofa disamping ayah dan Ibas.
Akhirnya, pintu diketuk.
Aku bergegas membuka pintu, pintu terbuka! Mira!
"SELAMAT ULANG TAHUN!!"
Kami serentak mengatakannya, diselingi oleh tepuk tangan masing-masing dari kami. Mira tampak terkejut tetapi di raut wajahnya tergambar jelas kesenangannya.
Matanya berbinar mendapati ruangan penuh dengan hiasan. Kue coklat yg dibawa Ibu menyita perhatiannya, lilin-lilin itu ditiupnya setelah kami menyuruhnya untuk membuat permintaan. Tahayyul memang. Tapi memang sudah tradisi. Setelah memotong kue, dia menyulangkan kue ke masing-masing dari kami. Hatinya pasti gembira, matanya tampak takjub. Hahaha Adikku, permataku.
Tapi jgn kalian kira aku sama sekali gk berperan disini, idenya ya dari aku. Haha, cuma ide doang, yg merealisasikan ya mereka. Tapi aku tidak lupa kok akan hadiah untuk Mira! Gaun! Tentu saja setelah minta saran dari Ibu.
Kamipun menyerahkan seluruh hadiah. Dia tampak senang sampai acara berakhir.
Setelah 2 jam berlalu, acara selesai.
"Pak, Bu, tante, semuanya. Pinjem Aldinya bentar ya!"
" Mau kemana?" Tanya Ibu.
"Jalan-jalan bentar buk!"
"Iya hati-hati ya"
Ayah hanya tersenyum, aku nurut aja. Semua mata memandangi kami sampai kami raib dari pandangan mereka.
"Mau kemana kita?"
"Udah, ikut aja!"
Dia menaiki motor maticnya. Aku menurutinya dengan duduk sebagai penumpangnya. Sepanjang perjalanan kami hanya berbincang sepotong-sepotong. Dan sepanjang perjalanan pulalah aku leluasa memeluknya.
"Kita ke mana?"
"Ke hotel!"
"Apa?"
"Udah jgn byk protes Al!"
"Aku lompat nih!"
"Lompat aja, haha!"
Aku masih tak percaya apa yg aku dengar, bukankah jika check-in ke hotel itu diperuntukkan untuk musafir, dan juga orang yg butuh ketenangan dan kesenangan. Sedangkan kami apa? Kami bukan musafir! Itu jelas sekali. Butuh ketenangan? Bukankah dengan berkumpul bersama keluarga itu membuat hati tenang ya? Kesenangan? Oh tidak, aku tidak mau memikirkan hal buruk tentang Toni. Untuk apa aku menjadi kekasihnya, jika aku masih saja berpikir buruk tentangnya. Itu sangat tidak adil baginya. Yg kulakukan sekarang adalah mencoba berpikir positif dan mengambil spekulasi terdekat tanpa harus melakukan yg namanya buruk sangka. Untuk saat ini aku hanya memilih diam. Percaya.
Hotel Nusa Indah.
Check-in. 1 Kamar medium.
Aku mengikuti langkah Toni selesai dari dia berbual dengan resepsionis. Langkahnya seperti memburu sesuatu, cepat sekali. Seperti terhipnotis aku mengikuti irama langkah cepatnya. Di lantai 3 kamar nomor 75. Sepertinya diujung koridor sana! Itu pendapatku setelah kuperhatikan setiap nomor dari kamar yg kami lalui sedari tadi.
Dia makin mempercepat langkahnya. Aku turut.
Kami hanya berbicara melalui pandangan dia yg sekali-sekali melirikku kebelakang. Tanpa pikir panjang dan setelah ia mendapati kamarnya. Ia langsung membuka kunci kamar. Aku turut. Dan masuk.
Aku terdiam di dekat pintu, dia terlihat terburu-buru sekali. Apa yg terjadi? Aku bertanya-tanya kepada diriku yg bahkan tak tau apa yg terjadi. Mulutku tak mau terbuka untuk mengangkat pertanyaan dari dalam otakku. Toni mengunci kamar!
Aku hanya diam. Tiba-tiba Toni langsung mengenggam tangaku dan menutunku ke kasur dengan cepat. Aku yg tak siap menjadi terkejut dan kelagapan. Dia menjatuhkan aku ke kasur, dia membuka bajunya. Toni? Kau? Ini?
Dia berusaha menciumku, aku menghindar, dia mencopoti bajuku. Perlahan aku mulai jengah dengan sifatnya ini. Dia sudah melanggar janji. Aku berusaha menghidar, namun entah setan apa yg merasukinya dia tampak bukan dirinya. Dia terlihat seperti orang kelaparan yg melihat makanan.
"Toni..toni.." Lirihku.
Dia tak memperhatikanku, dia malah bertindak makin jauh.
"TONI!!!"
Kubentak, dan kudorong badannya dari badanku yg ditindihnya.
"Kau kenapa? Kau gila? Kau melanggar janji kita!!"
Aku meledak, aku tak habis pikir bahwa Toni akan melakukan apa yg aku khawatirkan. Aku telah sia-sia berpikiran positif tentangnya.
Segala pemikiranku yg masih mengalir deras, tak dapat lagi kutahan, aku ingin melepaskannya. Namun semua berhenti saat dia berkata.
"Aku ingin memilikimu seutuhnya!"
Kata-kata itu seperti manjadi bendungan untuk segala pikiran kotorku yg mengalir. Yg ada aku malah berhenti berpikir. Perasaan bersalah mulai menyelimutiku, perlahan aku mendekatinya yg terduduk di sudut kasur membelakangiku. Aku memeluknya dari belakang.
"Tapi bukan seperti ini caranya!"
"Aku tak tau lagi cara yg tepat, kamu selalu menolak. Aku hanya berpikir kau tak menginginkanku!"
Dia berkata perlahan seraya mengelus tanganku yg mendekap pinggangnya.
"Cinta bukan hanya tentang seks sayang, cinta lebih dari itu. Lebih dalam, lebih intim dan yg pasti lebih berbekas."
"Maksud kamu?"
Dia membalikkan badan, dan memandangiku lekat. Kuakui aku sangat mengingikan hal itu juga. Tapi aku tak mau melanggar prinsipku! Egois bukan? Tapi aku yakin prinsip ini akan menguntungkan di kedua belah pihak. Aku hanya perlu menjelaskan sedikit demi sedikit.
"Yg membuat kita terikat satu sama lain bukanlah seks, tapi cinta. Berapa byk orang yg hanya melakukan seks tanpa perasaan cinta, dan akhirnya mereka tak merasakan perasaan mereka yg terikat satu sama lain, bukan?
Tapi cinta, bukan hal yg bisa diukur dengan kemauan melakukan seks dengan pasangannya. Melainkan diukur dengan rasa kepercayaan, kejujuran, saling mengerti, pengorbanan, kesetiaan dan saling melengkapi kekurangan. Dan hadiah dari semua itu, adalah seks! Tolong mengertilah Ton, suatu hari aku akan siap, tanpa kau harus memaksa. Ini terlalu dini."
Toni menggangguk tanda mengerti.
Aku memberikan senyum untuk memberinya pengertian yg mendalam tentang apa yg aku katakan barusan.
"Kamu tau byk tentang konsep cinta ya Al?"
"Apa? Ah masa iya?"
"Lho?"
"Emang tadi aku ngomong apa ya?"
"Dasar kamu ya... Minta dihajar ini!"
Dia mendekap badanku dijatuhkannya aku ke kasur. Tangannya menggelitiki perut dan leherku, aku menggelinjang kegelian. Tapi aku tak mau kalah, aku berusaha bangkit dan menumbangkannya. Sial, dia lebih kuat.
"Ton!! Ada yg ngetuk pintu tuh!"
Dia berpaling ke arah pintu. Kesempatan emas! Aku membalikkan badanku dan mulai melakukan hal yg sama, menggelitikinya. Aku tak membiarkan dia berkelit. Aku harus menang!
"Hahahaha, udah Al! Capek!"
"Hahahahaha"
Aku menghentikannya dan menghempaskan badanku ke kasur dan berbaring di sampingnya.
Aku tergeletak lemas.
"Kamu kuat bgt Ton!"
"Makanya nge-gym!"
"Yahh, kapan-kapan lah. Gk da waktu!"
"Bilang aja malas!"
"Iya hahahha."
"Dasar pemalas!"
Aku diam dia diam. Hanya deru nafas kami yg terdengar.
Aku memeluknya dan meletakkan kepalaku ke dadanya.
"Terima kasih Ton, kau mau mengerti."
"Hmmmm"
Dia membalas perlakuanku dengan mengelus-elus kepalaku.
Dan perlahan-lahan percakapan kami raib, mata kami tertutup. Kami didekap rasa kantuk itu dan akhirnya. Kami menyelam ke dunia mimpi. Good night, my king!
'Cinta..
Harga mati sebuah rasa
Cinta..
Sungguh suci bersahaja'
Titip colek ya
Tapi setuju bgt sama konsepnya tentang Cinta. Bulan Cinta dengan konsep seperti itu menjadikan Cinta bermakna Agung.
MengSiong
Ihh, kak disini Aldi! Bukan putra yg alay itu :v
@silveliniingggg @yirly @liezfujoshi @derbi @okky @van_ey @gelandangan enjoy ya, minta kripik napa kak
*
Malam bukanlah sebuah kata tapi sebuah keadaan, keadaan rumit yg menenggelamkan jiwa. Sekilas malam adalah sunyi, dan sunyi dapat membunuh. Serakan bintang dan tatapan bulan kadang menuntun kita bersatu padu mengingat azas-azas hakiki dalam kehidupan. Di situ telah terjelaskan makna dibalik kilauan ribuan mata di pelataran semesta di ujung langit sana. Bahwa sesungguhnya kegelapan dalam kehidupan dapat berubah menjadi tatanan indah menjerat asa. Kerlipan indah terkadang pudar di sapu oleh gumpalan awan ketidakpercayaan, kejam namun tak berdampak seketika. Karena sekali kerlipan itu tersapu maka sulit untuk mengembalikannya. Kau tak harus selalu menjaga, namun tetaplah perhatikan bahwa terkadang ketidakadilan pada hidup berasal dari ketidakpercayaan kita terhadap hidup itu sendiri.
*
Kata-kata itu keluar begitu saja saat aku melamun di bawah malam nan dingin ini.
Bahwa kehidupan yg kujalani mulai membaik, Toni hadir dengan sejuta keindahannya. Dia yg memberi warna pada 6 bulan kehidupanku akhir-akhir ini. Pekerjaanku juga semakin membaik, aku mencoba menabung untuk membantu pandidikan Mira.
Ayah sekarang sudah jarang jatuh sakit, jadi alasanku untuk bersedih sama sekali tidak ada sekarang.
Ayah dan Ibu serta Mira adalah segalanya bagiku, begitu juga dengan Toni, walau aku tak bisa mengatakan kepada keluargaku bahwa Toni sosok orang yg selalu membuat putra dan abang mereka selalu berseri menjalani kehidupan 6 bulan terakhir ini.
Namun, jalanan takkan selalu lurus, hidup juga takkan selalu bersuka.
Langkah-langkah kehidupanku kini, mulai menginjak duri-duri kecil.
Duri kecil yg sedikit mengganggu perjalanan hidupku dengan Toni.
Tapi, aku dan Toni akan tetap selalu bersama, jikapun aku yg terpijak duri kehidupan maka dia akan menggendongku untuk melalui jalan penuh duri itu. Begitu juga sebaliknya.
'We need to talk!'
Begitu isi dari sms Toni.
'Sekarang? Dimana?'
'Aku kerumahmu!'
'Oke'
Begitulah pesan-pesan yg berlalu di hpku.
Pukul 21.36.
Cukup malam untuk melakukan perjalanan antar kota, apalagi ketika malam jalanan berubah menjadi tempat menakutkan dimana hal apa saja bisa terjadi.
Tak terpungkiri, aku khawatir.
Perlahan waktu mulai menggulung, bulan mulai bergeser posisinya. Menandakan bahwa waktu juga mulai melarut.
Aku masih menunggu Toni. Menunggu sang rajaku.
Rasa khawatir mulai kularutkan dengan seruputan kopi yg kubuat sebelum menunggunya di teras rumah.
Dia tiba.
"Ton, duduk sini."
"Iya Al!"
"Ada apa?"
"Ehmmm, aku.."
Kulihat raut wajahnya mulai gelisah, aku merasa kurang ajar sekali. Dia baru juga sampai, dan aku sudah menodong dia dengan pertanyaan yg straight to the point.
Aku memegang tangannya guna memastikan bahwa aku takkan melepaskannya walau apapun yg terjadi, walau badai yg besar sekalipun menimpah kami.
Dia meluluh.
"Sebenarnya.."
"Klo gk bisa dijelasin sekarang, gpp kok."
"Aku mau pindah ke kota ini.!"
"Ha? Serius kamu?"
"Iya."
"Kenapa?"
"Hmmm.."
Dia mulai gelisah. Lagi. Aku menganggukan kepala untuk mengatakan bahwa tidak apa, tumpahkan saja semua.
"Sebenarnya minggu lalu Papa dan Mamaku bercerai!"
"Apa? Kok kamu baru cerita sekarang?"
"Aku gk bisa bercerita sama orang lain, masih terlalu sakit."
"Toni, dengar. Jelasin semua ke aku."
"Gini Al, sebenarnya aku senang perceraian ini terjadi."
"Lho? Kamu.."
"Dengari dulu penjelasan aku Al!"
"Oh iya, maaf!"
"Tapi Mama selalu saja menagis akhir-akhir ini."
"..."
"Papa selalu saja melakukan KDRT ke mamah, aku sudah berulang kali melerai. Tapi aku jadi amukan papa, setiap mama nangis aku akan menenangkan. Aku mencoba untuk memahami, namun kali ini berbeda Al. Papa selingkuh dengan teman kerjanya. Segitu teganya papa, memukuli mama dan selingkuh dengan wanita lain. Semenjak itu , aku memaksa mama untuk bercerai, aku gk mau mama tersakiti lagi. Aku pun meminta nenek untuk membujuk mama, nenek setuju dan membujuk mama, setelah itu mama juga setuju untuk bercerai. Sebenarnya papa juga gk mau bercerai, tapi aku memaksa. Papa gkkan berubah Al.. Gkkan"
Toni terisak saat menjelaskan semua itu, aku merangkul pundaknya dan mengelus kepalanya.
"Sabar ya Ton."
"Mama sekarang tinggal sama nenek, aku merasa lega sekarang. Selain itu disana ada tante yg bisa menjadi teman mama. Aku memutuskan untuk buka usaha disini. Aku ingin melupakan kenangan pahit di kota itu, aku tak mau lagi mengingat ayah."
"Tapi bagaimanapun dia tetap ayahmu Ton!"
"Iya aku tau Al, tapi aku sudah terlanjur sakit hati. Air mata mama udah menyakitiku dalam sekali. Aku tak bisa melihat orang yg kusayang menangis. Aku juga telah berhenti kerja."
"Kenapa harus berhenti kerja?"
"Karena aku tak butuh pekerjaan, aku bekerja disitu hanya untuk menyibukkan diri dan berkumpul dengan teman, aku juga tak pernah menargetkan pekerjaanku, karena direktur disana adalah teman papa."
Apa? Jadi Toni itu orang kaya? Aku memang tak pernah berkunjung kerumahnya. Acapkali dia selalu melarang. Toni juga tak pernah membahas tentang kekayaannya.
"Hmm, jadi apa selanjutnya rencanamu?"
"Aku akan membangun bisnis disini, setelah pembagian harta karena perceraian. Aku dapat bagian, karena mama mengibahkan semuanya kepadaku. Rencana aku akan buka restoran disini."
"Wahh, bagus bgt Ton!"
"Tempat udah ada?"
"Semua udah beres, teman mama ada yg tinggal di jantung kota, jadi dia menyewakan tempatnya ke aku karena di mau pindah ke kampungnya."
"Terus?"
"Aku juga udah ada juru masak dari teman mama."
"Wah, mama mu temennya byk ya."
"Iya mamaku itu orangnya baik, tapi gk tau papa kok begitu."
"Hmm, lalu?"
"Kamu mau bantu aku kan?"
"Bantu apa?"
"Jadi assitentku."
"Ha? Aku kan ada pekerjaan."
"Ayolah bantu aku, aku akan menggajimu dua kali lipat."
"Tapi.."
"Kumohon.."
"Aku gk bisa asal mutusin Ton, aku harus meminta persetujuan ortuku dulu."
"Oke."
"Masalah izin, surat-surat, dan semua tetek bengeknya,udah?"
"Udah semua , tinggal jalanin aja."
"Pekerja?"
"Dibilangin udah semua, dodol."
"Ihhh.. Kamu yg dodol, Jadi nanti aku kerja apa?"
"Ya ngedampingin aku."
"Maksudnya?"
"Ya, bagaimana tugasnya asisitenlah."
"Oh, oke."
Kami menyelesaikan pembicaraan ini dengan baik kurasa, tapi aku belum yakin jika aku akan bekerja di restoran Toni.
"Al."
"Ya.."
"Papa juga sudah setuju dengan keputusanku, katanya dia mau bantu. Tapi kutolak."
"Jgn keras seperti itu, gk baik. Dia itu papamu loh."
"Tapi.."
"Udah gpp, niat baik orang gk baik ditolak."
"Kucoba Al.."
"Jadi kapan pembukaannya?"
"Rencananya bulan depan, ini lagi menyiapkan berkas-berkas, properti, karyawan dan lain-lain. Pokoknya kamu yg istimewa, kamu harus kerja di restoranku."
"Ih, maksa!"
"Iya dong."
"Ton.."
"Ya,."
"Ternyata kamu anak orang kaya ya. Aku gk nyangka loh. Gaya kamu memang selalu rapi dan mencerminkan bahwa kamu memang orang kelas atas, tapi kamu kok mau berhubungan dengan aku? Yg golongan menengah. Terus kenapa kamu menyembunyikan semua ini dari aku? Kamu gk percaya samaku?"
"Sebenarnya aku pengen jadi orang sepertimu, punya keluarga bahagia, tanpa harus memikirkan investasi, bisnis, dll. Jadi aku gk mau memberi tau kamu, maaf ya.."
"Tapi kenapa kamu gk kerja di perusahaan yg lebih ternama waktu itu?"
"Karena ada temanku Andri, dia sahabatku di SMA, karena dia bekerja disitu aku juga mau bekerja disitu. Dan karena itu aku dipertemukan denganmu, dan aku menjalani pekerjaan itu semua hanya karenamu, memilih kota ini untuk tempatku berbisnis karena kamu, aku ingin selalu dekat kamu, selalu melihat wajahmu, matamu, senyummu. Takdir memang baik, mempertemukan kita."
"..."
"Dan kamu tau? Bahwa aku berperilaku seperti orang sederhana, karena aku takut kamu menjauh, kamu minder."
"Tapi Ton.."
"Oke Al, kutanya sekarang! Dengan keadaanku yg sesungguhnya gini. Kamu minder atau gk?"
"Iya sih Ton.."
"Tuh kan."
"Lalu kenapa baru ngomong sekarang?"
"Karena sekarang kita udah jauh terikat, kita akan bisa nerima satu sama lain."
Toni benar, kami sudah jauh terikat. Memang 6 bulan bukan waktu yg lama, tetapi aku dan Toni bertemu setiap hari, jikapun tidak, seminggu paling sedikit 3 kali.
Kami selalu menghabiskan waktu bersama setelah aku selesai bekerja. Dan kini aku tau kenapa Toni selalu punya waktu untuk datang kerumahku.
Aku memang mencintainya apa adanya. Rasa yg mengikat hati kami memang sudah terbangun indah. Tapi, aku mulai ragu. Ragu, akan kebohongan Toni. Ragu akan segalanya..
"Ehh, Toni.."
"Ya.."
"Kamu pernah bilang kalo kamu pernah dijadikan pelampiasan sex semata, itu gimana ceritanya?"
"Ohh itu.."
"Iya.."
"Dulu eks-ku adalah pemilik hotel di kotaku. Aku bertemu dengan dia saat menemani papa pertemuan bisnis. Saat pandangan pertama, aku langsung suka sama dia. Kami langsung melakukan sex setelah kegiatan itu selesai. Setelah itu, kami selalu melakukannya setiap bertemu. Lama kelamaan aku menyadari bahwa dia hanya menganggapku sebagai pemuas nafsunya saja, karena untuk mencintaiku, dia tidak pernah."
Aku kalut, tak percaya dengan apa yg telah Toni lewati. Masalah dia yg pelik, dari masalah orangtua dan asmaranya. Tapi kenapa dia terlihat tegar? Sedangkan aku?
Hanya karena seseorang yg tidak mencintaiku dengan tulus aku sampai kehilangan senyumku selama berbulan-bulan. Sungguh jauh perbedaan mental kami. Ternyata dia jauh lebih dewasa dariku, dan selama ini aku menganggap sebaliknya. Toni. Aku beruntung memilikimu, kamu mengajariku tentang kehidupan. Kehidupan yg terkadang tak sesuai keinginan kita. Kehidupan yg terkadang menyiksa kita. Huuuhhh.. Aku beruntung memilikimu.
"Aku speechless."
"Hahahah, dasar dodol."
"Diam ah,.. Eh, kenapa sih aku harus jadi asisten kamu, aku kan bisa jadi pelayan, atau jadi asisten koki. Aku kan tamat SMA."
"Yg punya restoran siapa?"
"Kamu!"
"Nah! Apapun yg kuinginkan harus terjadi. Hahhahaha."
"Iya deh."
Aku cengengesan aja. Dia.. Aku gk yakin bahwa bisnis ini aka berjalan lancar. Mengingat dia.. Ah ya.. Aku lupa nanya.
"Kamu sarjana Ton?"
"Iya."
"Ha? Sarjana apa?"
"Sarjana Ekonomi."
Aku tak percaya dengan semua ini, aku benar-benar dikelabui Toni.
"Kamu benar-benar jago ngebohong., ih kenapa sih Ton baru bilang sekarang."
"Suka suka dong."
"Ih.."
"Alasannya kan udah kubilang tadi."
Iya bener apa yg Toni katakan, aku bener sangat sangat minder sekarang. Ternyata kekasihku adalah seorang sarjana. Sedangkan aku apa? Aku hanya seorang Marketing tamatan SMA. Huuhh~
"Al.."
"Ya."
"Ciuuummm!"
"Ihh.."
"Ayolah.."
Katanya memelas, dasar Toni. Baru juga bersedih udah langsung mesum. Dasar Omes! Hehe.
"Ada Ibu sama Mira di ruang tamu, entar klo mereka lihat gimana?"
"Di gudang samping itu.."
"Widih!"
"Ayok."
Toni menarik tanganku, aku bangkit dan mengikuti langkahnya.
Sesampai di gudang, Toni langsung memelukku erat, aku membalas pelukan itu. Kami berpelukan sampai beberapa menit. Setelah itu barulah bibir kami berdua bersatu. Hangat, nyaman, bergairah~
_____________________________________
Pikiranku tak pernah sekalipun luput dari memikirkan Toni. Masalah Toni juga telah menyita otakku, akibatnya aku selalu mengkhawatirkannya. Semenjak kejadian itu. Aku jadi sedikit posesif pada Toni, aku mulai ingin tau apa yg dia lakukan sekarang, bahkan aku sama sekali tak mau putus kontak dengan dia. Mengingat dia yg lagi sibuk-sibuknya. Tapi ya yg namanya Toni, dia malah senang dipelakukan seperti itu olehku. Haha~
Aku menunggu ayah pulang kerja, sembari menunggu aku meminta Ibu menemaniku untuk duduk di ruang tamu, karena setelah ayah pulang aku akan membicarakan hal penting.
Ibu turut sembari membuatkan kopi untukku, aku dan Ibu berbincang sedikit hingga akhirnya Ayah pulang.
"Assalamualaikum."
"Walaikumsallam. Masuk Yah" sahut Ibu.
"Ada apa kok ngumpul disini?" Tanya ayah.
"Aldi mau ngomong penting yah." Jawab Ibu.
Aku memulai percakapanku dengan ayah.
"Yah, Aldi mau berhenti kerja.!"
"Lah? Kenapa? Ada masalah?"
"Sebenarnya gk ada yah, semua baik-baik saja."
"Lalu?"
"Toni ngajak Aldi bekerja sama untuk menjalankan bisnis restorannya."
"Ha? Toni?"
"Iya yah ternyata Toni itu anak orang kaya dan udah sarjana lagi."
"Oohh pantesan, klo ngomong sama dia serasa ngomong sama orang pinter, terus ayah juga pernah ditawarinya ke Penang Malaysia untuk mengobati penyakit Ayah."
"Ha? Masa? Tapi klo ngomong sama Aldi biasa aja?"
"Ayah gk tau."
"Terus kenapa baru ayah bilang sekarang?"
"Kata Toni jgn bilang ke kamu."
"Huhh, dasar Toni."
"Kalau menurut ayah sih Al, ayah selalu mendukung kok apa yg kamu putuskan, tapi kamu harus siap dengan segala resikonya, dalam hidup ini hal tersulit adalah melepas kepastian untuk sebuah ketidakpastian. Jgn menunggu hujan dari langit, air di tempayan di tumpahkan! Paham kan maksud ayah?"
"Iya yah Aldi paham."
"Lalu?"
"Aldi akan bekerja sama dengan Toni."
"Apa tugas kamu disana?"
"Asistennya Toni, atau kaki tangannya. Aldi juga bisa melayani pembeli, pembuat makanan, membantu koki. Dll. Yg terpenting katanya Aldi selalu bersamanya."
"Dia benar-benar sahabat sejati kamu Al."
"Hehe iya yah."
"Ingat ya Al, dalam persahabatan jgn ada sekalipun timbul keraguan, karena itu akan menjadi racun yg teramat sangat berbahaya untuk persahabatan."
"Iya yah."
"Udah .. Ayah mau istirahat dulu. Semoga keputusan kamu benar."
"Amin."
Ayah berlalu meninggalkan aku dan Ibu di ruang tamu, ibu tak byk berkomentar.
"Al, Toni itu beneran sahabat kamu?"
"Iya dong bu."
"Oh, iya."
Ibu pergi meninggalkanku sambil membawa gelas-gelas bekas minuman kami tadi.
Apa maksud Ibu bertanya seperti itu? Atau jangan-jangan?
Ah, aku tak mau mengambil spekulasi terlebih dahulu. Tapi bukankan seorang Ibu paling tau tentang anaknya? Tentang apa yg dirasakan anaknya? Haduhh, kembali pikiranku terbebani.
Keputusanku sudah bulat, aku akan mendampingi Toni. Untuk itu aku akan memberikan kabar bahagia ini kepada Toni.
Kutelpon Toni.
"Halo Ton."
"Iya yank."
"Hmmm, aku diberi izin sama ortuku untuk kerja denganmu."
"Apa? Waahh, senangnya.. Aku kerumahmu sekarang."
"Jgn-jgn!! udah malam gini."
"Gk mau tau, otw!"
"Kutinggal tidur ah."
"Yah.. Kamu gitu."
"Besok aja Ya sayang, hari ini aku capek bgt."
"Oh yaudahlah good night. Sleep tight ya.."
"Ya good night."
Kuselesaikan percakapan kami ditelpon.
Mulai besok aku akan menjalani hidup yg baru, pekerjaan baru, suasana baru. Bersama orang yg paling kucintai, bersama orang yg menjadi penghasil kebahagiaanku.
Kita akan membuat dunia kita Ton, aku yakin kita akan bisa melakukan ini. Kita- kata yg paling menunjukkan bahwa dua orang yg saling memiliki.
Kita akan berhasil Ton. Aku yakin itu.
'Apakah hidup akan berubah?
Sedangkan kau tak mau berubah.
Ambil langkahmu dan singsingkan lenganmu.
Tatap dunia dan tersenyumlah.'