It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@silveliniingggg @yirly @liezfujoshi @derbi @okky
@van_ey @gelandangan @viumarvines enjoy.. Kritik dan saran silahkan di beri..
Membangun sebuah usaha bukanlah hal yg gampang, apalagi disaat awal-awal kami berdiri, masalah selalu membrondong kami, dan mengantri satu dengan lainnya untuk itu di perlukan mitra dan konektivitas yg banyak. Di sisi lain kami juga seorang pemula. Namun berkat gelar Sarjana-nya Toni, ia bisa men-handle segala masalah kami. Ia sungguh pintar menurutku.
Walau aku tidak banyak berperan dalam usaha yg kami jalanin, namun peranku sangatlah byk buat Toni. 6 bulan sudah usaha ini berjalan, selama 6 bulan pulalah kami selalu bersama. Sudah setahun hubungan kami. Akibatnya kami sudah saling terikat satu sama lain, sakitnya adalah sakitku, senangnya adalah senangku. Begitu juga sebaliknya.
Kehidupan memang tak selalu berada diatas, ada kalanya kita merasakan yg namanya jatuh, jatuh ke dalam lubang yg sama seperti sebelumnya. Jatuh ke dalam kesakitan yg sama, jatuh dalam hal yg sama sekali tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Selingkuh, just for sex!
Aku tak tau apakah itu disebut dengan selingkuh atau tidak, yg pastinya jika seseorang menikmati tubuh kekasihku maka itu disebut dengan selingkuh.
Kuakui selama setahun aku belum siap untuk melakukan hubungan intim dengan Toni, bukan karena aku tidak mencintainya, hanya karena belum siap! Itu saja. Walau Toni selalu memaksa.
Namun, balasan yg ia berikan sangatlah kejam. Tak dapat kuterima. Aku..benci.
"Kenalin Al, ini Bobby. Pelayan baru kita!" Kata Toni dengan membawa seseorang disampingnya.
"Hai, aku Aldi!" Aku menyodorkan tanganku.
Aku dan Bobby bersalaman sesaat.
"Al, dia adiknya temanku!" Kata Toni menatapku dalam.
"Oh ya? Wah bagus dong." Jawabku cengengesan.
"Klo ada kesalahan, mohon dimaafkan ya." Kata Bobby sambil memberi senyum padaku.
"Hahaha, aku gk berhak marah samamu, aku kan juga pekerja disini, itu tuh ownernya." Jawabku sambil menunjuk Toni.
Sebenarnya aku merasa agak aneh dengan sifatnya Bobby, dia acapkali mengambil kesempatan untuk melirik Toni dengan tatapan yg belum bisa kuartikan. Aku tak bisa mengambil spekulasi terlebih dahulu, ada baiknya aku harus berhusnuzon. Mungkin dia memang orang yg seperti itu. Dan kuharap Toni tak menyadarinya.
"Udah tau prosedur kerja disini?" Tanya Toni kepada Bobby.
"Be-be-belum pak!" Jawab Bobby gelagapan.
"Yawdah Ton, entar aku ajarin. Eh, Bob! Manggil kami bg aja ya" kataku pada Bobby.
"Iya." Jawabnya cepat.
"Oh ywdah Bob, kamu bisa mulai sekarang, aku dan Toni mau pergi sebentar!" Kataku.
"Iya bg!" Jawab Bobby.
"Kemana kita Al?" Tanya Toni.
"Kerumahku, ayah sakit nih!" Jawabku.
Tanpa waktu lama aku dan Toni langsung kerumahku, ayah sakit lagi. Sudah setahun, baru kambuhnya sekarang, kami bermaksud untuk menemani ayah hanya untuk sekedar berbincang-bincang, ayah juga selalu bertanya dengan perkembangan usaha yg kami jalani, jika Toni kesini pasti selalu kerjaan yg mereka bicarakan, ya walaupun aku hanya pekerja disana, aku tetap menjadi topik pembicaraan mereka. Haa~
Sesampai dirumah, ternyata kamar ayah sudah penuh dengan sanak saudara. Ada om David dan tante Irma, ada temannya ayah Om Bambang. Dan juga ibu dan Mira.
Karena sudah penuh, tak mungkin kami menyesaki kamar itu lagi. Toh kalau hanya untuk berbincang, ayah sudah byk teman untuk diajak berbicara. Jadi kami putuskan untuk mengobrol di halaman belakang.
"Ton, Bobby itu anaknya manis ya."
"Manisan kamu lah."
"Haha, gombal aja."
"Eh, dia itu Gay lho!"
"Ha? Beneran? Ternyata.."
"Hahahaha"
"Kok kamu tau?"
"Taulah!"
"Taunya?"
"Ada deh!"
"Tuh kan.."
"Al.."
"Ya.."
"Ehmm, dah setahun kamu juga belum siap Al?"
"Bahas ini lagi?"
"Bukan gitu Al! Aku sudah gk sabar!"
"Beberapa bulan lagi!"
"Ah, kamu alasannya selalu begitu.."
"Ton, perjanjian kita apa?"
"Tapi kan, ah.. Kamu sulit dimengerti."
"Kalau begitu cobalah buat mengerti."
"Untuk masalah ini kamu selalu membantahku, padahal masalah lain gk pernanh ngebantah!"
"Kamu cinta gk samaku Ton?"
"Cintalah!"
"Aku juga mencintaimu! Tapi aku akan menyiapkan diri dalam waktu dekat ini!"
"Janji?"
"Iya, sabar ya.."
"Arhhh, aku udah gk sabar.."
"Hahaha, cari cowok lain aja lah!"
"Beneran?"
"Ih, enggaklah!"
"Eh, kirain beneran! Kan bisa ONS doang!"
"Husssh, ngaco ah."
Aku gk rela Toni, dinikmati oleh orang lain, memang aku egois tapi ini egois yg baik menurutku.
"Al, aku pulang dulu ya."
"Iya.."
Dia mencium pipiku, dia kurang puas ternyata saat di halaman belakang tadi. Dasar mesum~
Aku teringat ayah, kususul dia ke kamar, dan kini hanya ada om Bambang yg menemani ayah berbincang.
"Halo Om!" Kataku kepada om Bambang.
"Aldi?" Tanya Om bambang.
"Iya om!" Jawabku.
"Dia itu udah jadi pengusaha sekarang, hahaah." Kata ayah menimpali.
"Ah, enggak kok yah, hanya mendampingi si owner aja." Jawabku lempeng.
"Haha, kamu tetap rendah diri aja Al!" Jawab om Bambang.
"Itu harus Om!" Jawabku.
Om Bambang!
Teman ayah yg paling baik menurutku, dia sudah seperti keluarga kami. Mira dan aku selalu menganggap dia seperti ayah kedua. Dari aku kecil, ayah dan ibu selalu dibantunya jika ada masalah terutama masalah keuangan.
Ibu sudah menganggap om Bambang seperti kakaknya. Acapkali om Bambang datang pasti selalu disambut senang di rumah ini.
Pernah, ketika aku masih sekitaran kelas 4 SD. Ketika ibu kerumah tante Irma karena ada arisan. Aku merengek mencari Ibu, tapi aku tak mendapati Ibu, ku cari ke dapur tapi tak ada. Jadi kuputuskan untuk menanya ayah.
Tapi aku menghentikan niatku saat aku dengar ada suara canda-gurau di kamar ayah, Om Bambang? Ah.. Mungkin mereka sedang berbincang, tapi mengapa harus dikamar? Kuputuskan untuk diam.
Yg kutahu sekarang adalah, bahwa Om Bambang blum menikah padahal dia sudah sebaya dengan ayah. Namun kuakui bahwa Om Bambang ini tampan, walau sudah berumur ketampanan blum pudar.
Kaya, tampan, tapi belum menikah?
Dan selalu bersama ayah saat duka maupun duka.
Dia memang sahabat yg baik!
_____________________________________
Dompet!
Ya ampun, aku lupa saat tadi istirahat di kamar restoran, aku meletakkannya di meja, dan karena ada urusan mendadak, Mira minta jemput di sekolahnya. Aku langsung pergi tanpa memungutnya. Haduh~
Kulirik jam 23.16.
Wah, sudah tutup nih, Toni juga pasti udah pulang. Tapi aku kan punya kunci cadangan! Kuputuskan untuk ke restoran.
Lagipula jika tidak ada dompet, aku gk bisa berbuat apa-apa kan?
Bukannya dompet yg kumaksud, tapi benda-benda yg ada didalamnya.
Ku starter motorku dengan cepat, kupakai jaketku untuk menghindari dinginnya malam ini.
Penghuni rumah sudah tidur semua, tanpa waktu lama, aku langsung melajukan motorku.
Kulihat lampu restoran semua udah mati, suasananya jadi sepi begini.
Cuma ada pos satpam di depan yg masih terang. Kuanggukan kepala ke pak Herman satpam restoran, dia juga mempersilahkan dengan isyarat anggukan kepalanya.
Pasti sudah tidak ada lagi orang disini, Toni pasti sudah tidur di kontrakannya, dan Bobby pasti sudah pulang.
Kubuka pintu restoran, semua meja sudah tersusun rapi, huu~ bagus juga kerjaan Bobby padahal masih sebulan loh dia bekerja disini. Kukunci lagi.
Langkahnya langsung menuju ke kamar restoran! Tiba-tiba aku tertegun! Kok terang?
Apa ada yg lupain matikan lampu? Apa ada orang disana? Siapa? Toni? Bobby? Kak Eka koki kami?
Aku langsung membuka pintu yg tidak terkunci itu.
Tapi...
Aku terpatung, nafasku tersekat.
Aku tak percaya dengan apa yg kulihat, kulihat Bobby sedang mengoral Toni. Hatiku hancur sehancur-hancurnya. Kembali hatiku terluka, kembali jiwaku terguncang, kembali sakit itu datang menghampiriku, bahkan sampai ini tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Toni? Kenapa kau tega? Apa kekuranganku? Semua kenangan tentang dia raib ditelan kejadian gelap malam ini. Apakah ini yg pertama? Yg kedua? Ketiga? Tidakkk.. Aku tak sanggup memikirkannya.
ANJ*NGGG!!
Seketika mereka menoleh ke arahku, tergambar jelas mimik mereka yg terkejut, apalagi Toni.
Dia kelagapan, dia langsung menolak Bobby, dan memakai celananya.
Aku langsung pergi meninggalkan mereka mereka, Toni mengejarku dengan hanya memakai celana.
Langkahku terasa berat, mataku sudah berkaca-kaca, jantungku terbakar. Hatiku tertusuk sembilu. Aku hilang kendali.
Kuambil gelas yg tak bersalah dan tersusun rapi itu, dan kulemparkan ke dinding yg menatapku bisu.
Kursi dan meja yg tertata rapi kutendang sebagai pelampiasan emosiku. Sialan kau Toni, SIALAN!!
ARGGHHHHHH!!
Aku menjerit sejadinya, karena gelap dan tertutup sepertinya tidak bisa menarik perhatian orang-orang diluar. Aku harus pergi!! Pergi! Kuambil kunci dan berlari ke arah pintu. Namun tanganku bergetar dan kemudian kunci itu jatuh. Sial!
Dan tiba-tiba ada yg menarik tanganku! Toni!
Aku menepisnya.
"Jgn sentuh aku, sialan!"
"Dengerin aku dulu Al!"
"Diam! Diaaaam!"
"Al, tolong.. Jangan tinggalkan aku.."
Dia menangis, aku pun lebih parah, aku mendapat kunci itu dan hendak pergi.
Tapi, Toni memelukku dari belakang.
"Al.. Jgn tinggalkan aku, aku cinta bgt samamu, ini just sex"
Just? Kau bilang just? Namun kau tak tau betapa sakitnya hatiku dengan apa yg kau bilang "just" itu!
Aku hilang kontrol, kutepis tangannya, kubalikkan badan. Kudorong tubuhnya ke dinding. Tanganku mengepal siap untuk meninjunya. Namun, semuanya berhenti saat aku menatap matanya yg penuh dengan rasa bersalah. Seketika emosiku runtuh, walau bagaimanapun dia adalah cintaku, sayangku. Dialah orang yg membuatku jadi seperti ini. Tapi.. Aku tak mau tersakiti lagi..
Alhasil aku hanya bisa menampar pipinya pelan.
Melihat reaksiku seperti itu, dia langsung memelukku dan membenamkan kepalaku ke dadanya yg telanjang itu.
"Pukul aku Al! Maki aku! Berteriak sekuatnya.. Tapi jgn pernah meninggalkan aku, aku mencitaimu Al!! Aku janji, ini gk kan terjadi lagi.. Gkkan!"
Aku memukul-mukul dadanya pelan. Sementara ia tetap memeluk kepalaku dan menciumi ubun-ubunku.
"Kamu..aku..benci..selingkuh..kamu..kurang..apa..aku..kamu.."
Aku tak bisa berkata-kata lagi, kata-kataku hilang disembunyikan oleh rasa sakit ini.
Selama beberapa menit posisi ini bertahan.
Lalu aku menolak tubuh Toni. Tak kulihat dia, aku langsung pergi meninggalkan dia, dia mengejarku. Tapi kutinggalkan cepat.
Dalam perjalanan, aku menangis sejadinya, aku mengumpat-umpat sepanjang perjalanan!
Aku tak menyangka bahwa Toni, tega melakukan itu. Dia yg selama ini menjadi semangat hidupku, malah menjadi pembuka luka lama.
Kuakhiri malam ini dengan kesakitannya yg masih berdarah..
Aku bisa memaafkanya, tapi tidak dalam waktu dekat! Jika dia benar mencintaiku, dia harus memulai kembali keseriusannya..
Kau .. Toni.. Kenapa?
'Oh..
Hati yg tersakiti
Oh..
Jiwa yg terkuliti'
Pikiranku masih kacau-balau, aku masih mencintai Toni, apalagi aku tipe orang yg sulit jatuh cinta dan sulit melupakan orang yg pernah kucinta.
Ibu berulang kali menasehatiku untuk tak terlalu larut dalam masalah, tentu saja ibu tidak tau masalah apa yg kuhadapi sekarang.
Hpku tak kuaktifkan selama 2 hari ini. Aku butuh space untuk diriku sendiri sekarang.
Pukul 20.09
'Tok! Tok!'
"Ya"
"Al, ibu masuk ya."
"Iya buk."
"Itu ada Toni diluar."
"Bilang aja gk da dirumah."
"Lah? Udah Ibu bilang kamu dirumah."
"Ywdah, bilang aja lagi sakit."
"Ada apa sih Al?"
"Gk da apa-apa buk?"
"Beneran?"
"Iya."
"Kok sikapmu kayak gitu?"
"Suatu hari nanti akan Aldi jelasin Buk!"
"Iyaiya. Ibu keluar dulu ya."
Aku mengangguk pelan, ibu pun keluar.
Aku ingin memberi Toni pelajaran, aku bukan pendendam, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku ini sangat tersakiti. Lagipula aku belum bisa melihat dia sekarang , apalagi aku masih terngiang-ngiang dengan kejadian kemarin. Aku gk sanggup!
2 jam berlalu.
'Tok! Tok'
"Ya."
"Bg Al.. Temen abg nungguin di luar tuh!"
"Biarin aja, Mira tidur aja! Udah malam kan? Nanti juga pulang sendiri. Kan bentar lagi hujan."
"Ywdah deh."
Mau apa Toni nungguin sampek jam 10 gini. Ah biarin saja, dia pasti pulang saat hujan turun nanti. Aku berterima kasih pada Mira dan ibu karena mau menuruti permintaanku. Untung saja ayah tidak ada dirumah, karena ada urusan sama Om Bambang, katanya ada kerjaan baru. Jadi mereka pasti menginap, itu sering mereka lakukan.
Huuh~ aku langsung menutup hari ini dengan tertidur dengan perasaan yg kacau.
05.45
Aku tersadar dari tidurku, perlahan aku ingin keluar rumah, menikmati angin pagi untuk membuang segala penat dihatiku, aku memang selalu bangun pagi. Dan hal yg pertama aku lakukan adalah keluar rumah hanya untuk berjalan-jalan dan menghirup udara pagi.
Aku membuka pintu. Ada seseorang yg tertidur di depan pintu luar. Dia menggigil kedinginan, ditambah seluruh badannya basah kuyup, dan lebih menyedihkan dia hanya memakai kaos oblong dan celana jeans selutut. Dia meringkuk di depan pintu. Toni..
"Toni?"
"Aaa-aaall"
"Ngapain kamu disini?"
"Maa-maafin aa-aaku Al!"
Dia berkata terbata-bata karena menggigil. Aku membangkitkan badannya dan kupapah ke kamarku.
Kugantikan baju dan celananya dengan baju dan celanaku, dia menggigil sekali karena kedinginan. Kuletakkan dia ke kasurku dan kuselimuti dia.
Dia demam.
Aku membuat kompres dan meletakkannya di keningnya.
Kuelap tangan dan kakinya dengan kain yg sudah kurendam dengan air hangat.
"Aa-aall, jgn diamkan aku!"
"........"
"Al, tolong.."
"........"
"Al...
"Diem! Lagi demam kan?"
"Lebih baik aku mati Al! Klo begini.."
"Jgn! Jgn ngomong kek gitu!"
"Al, maafkan aku!"
"......."
"Al."
"Aku mau buat bubur dulu."
Aku meninggalkan kamar, dan menuju ke dapur. Aku mendapati Ibu.
"Buk, Toni nungguin Aldi semalaman sampek demam gitu, tuh dia di kamar!"
"Ya ampuun! Al al.. Kasihan sekali dia.. Apa yg bisa ibu bantu?"
"Buatkan bubur buk! Aldi mau mandi dulu!"
"Iya."
Selesai mandi aku mengambil bubur untuk Aldi. Ibu memulai pembicaraan.
"Al, sebenarnya ada apa antara kau dan Toni?"
"Gk da bu!"
"Klo gk da kok bsa sampek ke gitu Toninya?"
"Entah, mungkin dia sudah gila bu!"
"Eh, gk baik ngomong gitu!"
"Hehehe, ywdah Aldi ke kamar ya bu."
Aku menuju ke kamar, aku membuka pintu, kulihat Toni sudah berdiri dan hendak bersiap-siap pergi. Padahalkan masih sakit!
"Mau kemana?"
"Pulang!"
"Ywdah sana! Gk ngehargai orang dah dibuatin bubur pun!"
"Lah? Iya? Ywdah deh, aku juga masih pusing. Suapin dong Al!"
"Makan sendiri!"
Aku meletakkan bubur disampingnya, dia menatap bubur itu, lalu menatapku, aku memalingkan wajah. Lalu dia memalingkan wajah ke bawah.
Apa dia menangis?
"Al, maafin aku.."
Dia terisak, aku merasa sakit juga.
Kuambil bubur itu dan kusuapkan ke mulutnya.
"Nah, aaa"
Dia memakan bubur itu dengan mata yg berkaca, ketika aku menyuapinya dengan suapan kedua dia memegang tanganku dan memakan buburnya.
"Al, aku janji gkkan ngelakuin itu lagi, aku kemarin nafsu semata."
"Makan aja dulu."
"Al.. Tolong maafin aku."
"........"
Setelah menyuapinya aku hendak keluar kamar untuk memulangkan piring, namun Toni memelukku dari belakang.
"Al.. Maafin aku."
"........"
Aku diam saja karena memang aku gk da kata-kata untuk dia.
Dia membalikkan badanku, dan bersimpuh di depanku.
"Toni. Toni udah.. Ya aku memaafkanmu."
"Makasih Al!"
Ucapnya sambil memelukku.
"Kamu tau Al, kemarin aku dah mencoba bunuh diri, namun aku ingat kamu, aku yakin kamu masih mencintaiku, gk mau kehilanganku, dan pasti itu akan menyakitimu."
"Jgn Ton, jgn pernah lakukan itu."
"Iya, makasih Al."
"Sebenarnya aku yg salah, aku gk bisa menuruti permintaanmu."
"Tidak, kau tidak salah Al. Aku yg salah selalu menuntutmu."
"Hmmmm.."
"Jadi?"
"Jadi apa?"
"Apa kita.. Baikan?"
"Gk da kesempatan kedua..ingat itu!!"
"Iyaiya"
Dia memberikan senyumnya. Aku membalasnya.
"Jadi Bobby gimana?"
"Aku pecat!"
"Yg salah itu kan kamu Ton, kok dia yg kamu pecat?"
"Dia yg salah ngerayu aku duluan!"
"Tapi kamu terayu kan?"
"Hmm, maaf Al.. Udah gk usah dibahas lagi. Itu adalah the stupidest thing what I'm done."
"Ingat.. Jgn pernah lagi.. Atau kau akan kehilanganku selamanya.."
"Iya janji.."
"Ywdah nih obatnya, minum dulu."
Aku memberinya obat, dan air minum, dia pun meminumnya.
"Jadi bagaimana dengan restoran?"
"Persetan dengan itu, aku hampir kehilanganmu gara-gara kebodohanku, aku gk peduli. Kau pikir untuk apa aku membangun restoran itu? Jelas saja itu untuk kau. Untuk kita! Masa depan kita. Tanpamu masa depanku takkan ada Al!"
"Jgn berlebihan."
"Aku gk berlebihan Al! Itu memang benar.. Aku mencintaimu..kemarin itu.. Haaah! Aku memang bodoh!!"
Toni berkata sambil memukuli kepalanya.
"Udahlah.."
"Tapi aku senang Al!"
"Senangnya?"
"Aku lihat reaksimu yg sgt mengerikan tadi malam, tapi setelah itu kau hanya memukuli pelan setelah memandang wajahku. Padahal aku dah siap buat kamu hajar."
"Hahahaha, sialan."
"Al aku sangat amat teramat mencintaimu.."
"Aku juga cin.. Benci samamu!"
"Ah masa?"
"Iya!"
"Bohong.."
"Bodo amat!"
Toni memelukku erat, aku membalasnya, namun setelah kejadian kemarin pelukan itu tak hangat seperti biasanya. Aku jadi seperti anak kecil sekarang, yg sedang ngambek gegara gk dibelikan mainan. Namun, aku tak mau membiarkan masalah ini berlarut-larut!
Aku menerimanya atau menolaknya.
Setelah terpikirkan panjang olehku!
Aku menerimanya!
Dan apakah keputusanku salah?
(Para pembaca tolong dijawab ya)
'Kau pergi dan kembali
Pergi tuk menyakiti
Kembali tuk memperbaiki
Sungguh kau..Toni.'
Verrryy nice
D tunggu kelanjutannya...
Semoga...
Thanks critany d tnggu klanjutanny y
@silveliniingggg @yirly @liezfujoshi @derbi @okky
@van_ey @alvinchia715
@gelandangan @viumarvines enjoy.. Kritik dan
saran silahkan di beri..
Aktivitas sehari-hari kami lakukan seperti biasa alias seperti sebelumnya, aku kecewa sekaligus kasihan pada Bobby. Kecewa karena dia telah melanggar kepercayaanku, kasihan karena pada akhirnya dia dipecat dan tak diberi kesempatan bicara padaku. Aku merasa.. Ganjil!
"Ton, aku capek bgt!"
"Yasudah pulang sana, aku mau kontrol dulu ke dapur. Bentar lagi juga dah mau tutup."
"Oke, aku duluan ya.."
"Oke hati-hati."
Aku melajukan motorku, hari ini sepertinya hari yg benar-benar melelahkan. Saat ini kami sepertinya memang sudah berada di puncak, pelanggan bertambah, dan aku sebagai orang yg multifungsi tentu berperan besar, dan hal itu menghasilkan terkurasnya tenagaku lebih banyak dari yg lain.
Biarlah aku kelelahan, setidaknya aku bisa menjadi orang yg berperan penting.
Aku memasukkan motor ke bagasi. Kulihat ibu sudah menunggu di depan pintu. Tumben!
"Al, ada Chandra!"
Chandra? Aku tertegun. Aku tak percaya dia kerumahku. Apa yg diinginkannya? Tak puaskah dengan luka yg telah dia berikan dulu? Yg menyebabkan raibnya senyumku! Berani sekali dia datang kesini setelah dia menghancurkan hati dan perasaanku. Apa maunya? Beribu pertanyaan menyita otakku, tak henti-henti aku menanya dan menjawab sendiri pertanyaanku.
"Ywdah bu, ibu tidur aja, aku dan dan Chandra akan bicara diluar!"
"Iya."
Aku melihat wajah yg pernah kucintai dulu, tak berubah.
Hanya saja tatapannya mungkin lebih dalam penuh pengharapan. Apa lagi yg dia harapkan dariku?
Aku menggerakkan kepalaku mengarahkannya untuk keluar. Dan ibu berlalu meninggalkan kami. Ayah dan Mira dapat kupastikan sudah tidur. Mereka memang punya kesamaan susah untuk menahan kantuk. Kulirik jam menunjukkan angka jam 11.39.
Malam-malam seperti ini Chandra datang? Apakah ada info penting?
Kami duduk di teras, dan duduk di kursi saling berhadapan.
"Ada apa?"
"Hmmm.."
Aku menanya dengan nada datar. Sementara dia hanya mendehem.
"Sebenarnya Al.. Aku mau minta maaf!"
Aku tak habis pikir, kenapa dia baru datang sekarang disaat aku sudah menemukan penggantinya, kuakui aku memang masih mencintainya, namun rasa itu sudah berkurang. Berkurang karena perlahan hatiku sudah dipenuhi oleh cintanya Toni.
Tapi.. Aku merasa perasaan cintaku berkurang saat Toni mengecewakanku, dan apakah ruang dihatiku ada Chandra disana?
"..... Kenapa baru sekarang?"
"Aku baru sadar kalau kamu yg terbaik bagiku.."
Rasa cintaku pada Chandra tak sebanyak cintaku pada Toni, tapi melihat Chandra didepanku aku mulai bergetar. Rasa itu perlahan menusukku.
Aku sudah berusaha menekan perasaan itu, tapi layaknya bunga Natnitnole yg tumbuh didaratan Eropa sana, yg setiap musim semi berbunga dan ketika bunga itu gugur di tanah, secara otomatis bunga-bunga yg jatuh di tanah itu diinjak oleh kaki-kaki yg melewatinya, namun semakin hancur bunga tersebut karena terinjak oleh pejalan kaki, maka semakin merebaklah bau harum dari bunga itu, semakin hancur bunga itu semakin harumlah wangi yg dihasilkannya.
Semakin kutekan rasa itu semakin bertambahlah rasa itu. Aku menohok diriku dengan realitas bahwa aku sudah punya penggantinya. Setidaknya aku bisa mengakui keberadaan Toni agar dia tau bahwa sesuatu yg sudah dilepas tak selamanya dapat dipungut kembali.
"Tapi aku.. Sudah.."
"Aku mengerti."
"Hmmm."
"Tapi aku takkan menyerah, aku akan melakukan apapun untuk merebutmu!"
Ingin sekali aku marah semarah-marahnya karena perkataannya tadi, tapi tiba-tiba saja raib saat aku melihat wajahnya yg penuh kesungguhan.
Apakah dia memang datang untuk kembali? Atau dia datang hanya untuk pergi lagi? Tapi.. Bagaimana dengan Toni. Pemuda yg menjadikanku raja di singgasana hatinya, dan begitu juga aku. Perasaan cinta memang bukan suatu yg rasional, aku tak bisa benar-benar mematikan rasa cintaku pada Chandra, tapi aku yakin cintaku terhadap Toni.
Sebuah keadaan yg rumit.
"Kau jangan gila.."
"Aku sungguh-sungguh!"
"Setelah apa kau lakukan dulu?"
"Ia.. Aku menyesal.!"
"Sudahlah, percuma.. Aku mau tidur!"
"Al.. Kumohon."
Ia menahan tanganku saat aku beranjak dari kursi, tatapannya dalam. Aku mencoba menampar perasaanku agar tak terjerat lagi kepada cinta pertamaku. Aku mengalah.
"Mau apa lagi Chan?"
"Dengarkan dulu penjelasanku!"
"Tak perlulah.."
"Sebenarnya aku tak punya rasa cinta ke pada Irfan! Tapi aku hanya memikirkan masa depanku, kupikir dengan berlimpah uang aku akan bahagia. Tetapi tidak, setiap saat aku selalu memikirkanmu Al.."
"Kau.. Bohong.."
"Aku gk bohong, terserah jika mau percaya atau tidak."
"Sudah kubilang Chan, aku gk bsa lagi bersamamu, aku sudah punya kekasih yg cinta samaku, dia juga tak egois bukan sepertimu."
"Al.."
"Sudahlah Chan, aku mau tidur."
Kubuang wajahku ke arah pintu rumah, aku berjalan dengan penuh pertanyaan di kepalaku, kulihat Chandra juga sudah beranjak dan pergi meninggalkan rumahku.
Kuhempaskan badanku di kasur, pertanyaan demi pertanyaan mengantri di dalam kepalaku.
Kenapa baru sekarang? Saat hatiku sudah menemukan pengganti.
Mengapa begitu egois? Saat sebenarnya masih cinta.
Mengapa baru sadar saat semuanya sudah terlambat?
Apakah begitu mudahnya memungut kembali apa yg sudah dibuang.?
Arrrggghhhhh... Aku tak kuat lagi memikirkan ini.
Kubiarkan mataku menutup saat kepalaku masih terlalu memikirkan apa yg akan terjadi besok.
_____________________________________
Kucek ke dapur, Toni tak ada.
Kutelusuri isi restoran juga aku tak mendapatinya.
Terlihat Kak eka sedang sibuk menyiapkan pesanan pelanggan, tangannya sigap sekali memainkan nampan, spatula, teplon dan peralatan lainnya. Dia memang koki yg keren. Mungkin!
"Kak, nampak Toni?"
"Blum nampak.. Mungkin blum dtang."
"Oh yawdah, makasih kak! Semangat."
Kak Eka hanya mengangguk, kenapa jam sibuk begini Toni belum datang? Ada keperluan mendadak? Ah tak mungkin pasti dia hubungi aku dulu. Haaa~
Kuputuskan untuk melayani pelanggan sambil menunggu Toni. Setelah itu aku membantu Kak Eka, kami dapat pelayan baru pengganti Bobby yaitu Irma seorang wanita berusia 20 tahun. Dia berpengalaman, aku juga suka sama kinerja kerjanya, jadi aku tak terlalu menguras tenagaku lagi, lain dengan saat itu saat belum ada pengganti Bobby.
Perlahan waktu berjalan, aku belum juga melihat batang hidung Toni, kemana dia?
Perhatianku tersita saat aku melihat Toni keluar dari mobilnya.
Dan yg paling mengejutkan aku, ada dia..
Kuhampiri mereka.
"Toni.. Apa yg kamu lakukan?"
Tanyaku sembari menatap matanya dalam.
Toni kelagapan.
"Enggak-enggak ada apa-apa"
"Iya kami gk ngapain-ngapain, cuma ngobrol saja."
Kata Chandra menengahi.
"Tau darimana kamu aku kerja disini? dan kenapa kamu pergi dengan Toni?"
Tanyaku lurus pada Chandra.
"Aku.. Tahu dari ibumu, dan aku tahu kalau Toni adalah kekasihmu!"
Jawabnya lugas.
"Tenang Al.. Kami cuma ngobrol."
Ujar Toni lempeng.
"Kenapa harus pergi dari sini kalau buat ngobrol? Pasti membahas tentangku!"
Tanyaku tajam.
"Iiyyaa Al.."
Jawab Toni pasrah.
Aku terdiam kehabisan kata-kata, kepalaku memproduksi pertanyaan yg terlalu banyak sehingga mulutku tak kuat untuk melontarkannya. Alhasil, aku hanya beranjak dari mereka, aku hanya ingin menjauh dari mereka.. Kekasihku dan mantan kekasihku yg telah mencampakkanku kini semobil dan membicarakanku di tempat yg bahkan aku tak tau.. Bahkan aku tak tau apa yg mereka bicarakan? Berapa lama? Dimana? Aaahhhh~
Ketika aku hendak meninggalkan mereka, tanganku langsung diraih Toni dan ditarik Toni ke ruang meeting.
"Al, dengerin dulu penjelasanku."
"............"
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Aku dan Chandra tadi bertemu saat dia datang kesini, dia langsung bahas tentangmu, tapi katanya gk bisa disini. Aku langsung khawatir, jadi aku setuju dan kami pergi ke taman di dekat alun-alun kota. Lalu kami berbicara tentangmu."
"Apa yg dia katakan tentangku?"
"Dia menceritakan semuanya.."
"Lalu?"
"Aku sempat kesal, kami sempat hampir berkelahi. Lalu katanya dia akan merebutmu dariku, katanya kau masih mencintainya. Lalu aku juga berkata bahwa aku takkan melepaskanmu, tidak sampai aku mati. Percakapan kami sengit, kami hampir kehilangan kendali. Tapi akhirnya kami putuskan untuk kembali."
"..............."
Aku hanya bisa diam, berani sekali Chandra mengatakan hal itu kepada Toni secara empat mata! Nekat juga dia ternyata. Iya, dia jika punya kemauan maka akan diperjuangkannya sendiri tanpa harus memikirkan perasaan seseorang, sungguh contoh orang yg egois dan ambisius. Tapi sialnya aku pernah mencintainya! Sial~
"Al.."
"Ya.."
"Kamu tidak mencintainya lagi kan?"
"Hmmm.."
"Tuh kan!"
"Apa?"
"Dia bener.."
"Iya, dia benar!"
"Ha?"
"......"
"Kok diem Al?"
"Sini kubisikin."
Aku mendekatkan bibirku ke telinganya.
"Hmmm, aku..tetap..akan..mencintaimu" kataku berbisik setelah itu aku mencium pipinya.
Toni terperangah, wajahnya tampak ceria. Aku meninggalkannya yg tersenyum sendiri. Aku hanya ingin membantu Irma dan kak Eka sekarang.
Seenaknya saja Chandra datang dan pergi. Memang aku masih mencintainya, tapi aku berusaha untuk mematikan perasaan itu. Dia pikir aku orang yg bodoh? selama aku masih mempunyai cinta walau hanya sedikit kepada Toni, aku takkan kembali padamu Chan. Bagaimana dengan sekarang, ketika cintaku semakin bertambah pada Toni. Kurasa kau hanya bermimpi Chan.
'Kembali hanya untuk menyakiti
Menyakiti dengan rasa yg keji
Bukan hanya menyakiti hati
Tapi mengubah tatanan nyali'
Aku berteriak mencari ibu.
"Maak!"
Aku berteriak kembali mencari ibu, aku memang terbiasa memanggil ibu dengan kedua panggilan itu.
"Iya, ibu di dapur!"
Aku beranjak menghampiri ibu, kudapati ibu sedang menyiapkan makan siang, tangan tuanya tampak kuat dan sigap untuk memasak makanan kami sekeluarga.
"Kemarin Ibu ama Chandra bicarain apa aja? Berapa lama?"
"Loh kok nanya itu? Ibu pikir lagi mau ngomong penting!"
"Gk da bu, mau tau aja."
"Ohh, dia datang jam sebelas, ibu lagi dikamar hendak tidur tiba-tiba pintu di ketuk, ibu pikir itu kamu gk taunya Chandra. Tapi ibu senang sih, udah lama dia gk kesini, dia gk berubah ya, malah tambah ganteng!"
Waaahh, ibu sempat-sempatnya memuji orang yg jelas-jelas menghancurkan perasaan anaknya sendiri, tapi aku maklum sebab ibu tak mengetahuinya.
"Iya, bicara apa aja?"
"Ya byk tentang kamu!"
"Ibu kasih tau aku kerja dimana?"
"Iya."
"Oh.."
"Kenapa? Dia nyusulin kamu?"
"Eh, enggak kok"
Aku mengelak, untuk menampik pembicaraan panjang yg akan kuhadapi jika aku berkata yg sebenarnya.
"Eh Al, saat ibu tanya kenapa dia jarang kemari dia malah diem, itu kenapa sih Al?"
"Gk tau buk, sinting kali dianya."
"Eh, gk baik ngomong gitu."
"Udah ah buk, Aldi udah laper. Aldi mandi dulu ya baru makan siang, gerah!"
"Eh, kamu ini ibu mau ngobrol malah ditinggal, padahal kamu yg ngajak ngomong duluan!"
"Hehehe, Aldi udah laper mak!"
Ibu hanya bergeleng-geleng sambil melanjutkan kegiatan memasaknya. Aku berjalan ke kamar. Jadi Chandra udah cerita banyak sama ibu? Bagaimana kalau dia menarik perhatianku dengan cara mendekati ibu terlebih dahulu? Haaahh! Sepertinya aku harus hati-hati sama si Chandra, aku gk mau masuk ke jebakan setannya lagi.
Hari ini sabtu, jadi aku bisa pulang selama 1 jam saja, selain aku bisa bersantai di rumah aku juga bisa makan masakan Ibu dirumah, ya walau sebentar, tapi tak apalah daripada tidak sama sekali.
Handphoneku bergetar.
Chandra? Kumatikan!
Kembali bergetar. Kumatikan!
Kembali bergetar. Kuangkat!
"Kamu mau apa?"
"Aku udah di depan rumahmu!"
"Ngapain kamu kesini?"
"Udah ke depan aja kamu!"
"Pulang kamu!"
"Aku dah terlanjur datang!"
'Al, itu ada Chandra di teras rumah!'
Teriak ibu dari luar kamarku.
Kumatikan sambungan teleponnya dengan perasaan jengah.
Aku keluar kamar. Aku mendapati ibu sedang melihat-lihat suatu barang. Juicer?
"Itu apa buk?"
"Juicer, dibelikkan Chandra tadi."
"Ha? Kok.."
"Kemarin ibu bilang kalau kita belum punya juicer. Eh, ternyata dibelikannya. Baik banget temenmu itu!"
"Kok ibu gk bilang ke Aldi? Klo cuma juicer Aldi juga bisa beli."
"Ibu kemarin gk bermaksud, ibu hanya menambah bahan pembicaraan aja."
"Balikin aja deh buk, biar Aldi yg beli lagi nanti."
"Eh, gk baik seperti itu? Emang ada masalah apa sih kamu sama Chandra? Sampai gk mau terima barang dari dia."
Duh, aku gk mau menambah pembicaraan ini lagi, kutinggalkan saja ibu dengan segala keterbingungannya.
Kulihat Chandra duduk di kursi teras sambil mengotak-atik hpnya.
Aku duduk dikursi disampingnya.
"Mau ngomong apa?"
"Kamu mau basa-basi dulu, atau langsung to the point?"
"Jgn bikin bete deh Chan! Langsung to the point aja biar kamu langsung pulang!"
"Toni pernah mengecewakanmu kan?"
Aku terdiam, pertanyaan Chandra seperti men-skakku. Aku diam, tak berkata.
"Dari mana kamu tau?"
"Itu gk penting!"
"Lalu apa lagi?"
"Al.. Aku minta diberi kesempatan! Ini gk adil jika hanya dia yg diberi kesempatan!"
Aku diam kembali, aku tak tau apa yg meski aku ucapkan, kukumpulkan segala yg kupikirkan.
"Tapi dia langsung menyesal dan langsung minta maaf! Kamu? Setelah setahun baru sadar, menurutku itu adil!"
"Enggak itu gk adil, kamu jgn mengelak, kalau kamu sebenarnya merasakan rasa sakit yg sama kan saat aku meninggalkanmu?"
Dia memang benar, aku merasakan sakit yg sama saat itu. Tapi...
"Kumohon Al, beri aku kesempatan!"
"Sebenarnya apa yg membuatmu yakin kalau akan memberimu kesempatan?"
"Karena aku yakin kamu masih mencintaiku walau sedikit!"
Kuakui ketegasannya, dan karena hal itulah dulu aku sempat jatuh hati kepada dia. Namun, perkataannya tak sepenuhnya salah, sedikit aku masih mempunyai rasa cinta padanya. Tapi tidak, keputusanku bulat! Aku takkan memberinya kesempatan! Aku tak mau bermain api, memberi tempat pada seseorang di hatiku disaat tempat tersebut telah dikuasai oleh seseorang lainnya. Itu sama saja adil bagi satunya dan tak adil bagi lainnya.
"Gk, simpan semua mimpimu!"
"Baik, kalau itu keputusanmu Al! Tapi ingat aku akan menunjukkan siapa Toni sebenarnya!"
"Tunjukkan saja, aku gk peduli."
"Klo kamu sudah tau semuanya, kamu boleh kembali padaku, aku akan menerimamu Al, walau perlakuanmu saat ini membuatku sakit hati, tapi aku memang pantas mendapatkan ini."
"Yasudh, obrolan ini gk penting, aku mau balik ke resto!"
"Oh yawdah Al! Hati-hati aja."
Chandra berlalu meninggalkanku, kata-kata terakhirnya itu seperti mengiang-ngiang ditelinga, serta merta menyita pikiranku siang ini.
Kutampik semua pemikiran burukku tentang Toni, aku tak boleh termakan dengan apa yg dikatakan Chandra.
Kuputuskan untuk kembali ke restoran.
___________________________________
Mataku menyapu semua pelataran dan ruangan restoran, tak kudapati sosok Toni.
Kucoba melihatnya ke ruang meeting tetapi nihil, kamar juga nihil. Ke dapur, juga tidak ada.
Aku menyerah!
'Sssttt'
Aku melihat ke arah sumber suara.
Kudapati Toni sedang melambai-lambaikan tangan di depan toilet. Ya ampun Toni, mau ngapain sih dia disitu? Oh atau mungkin dia habis buang air.. Ah sudahlah, kuputuskan untuk menghampirinya.
"Apa?"
Belum sempat aku menutup kalimatku, dia sudah menarik tanganku. Masuk ke toilet dan dikuncinya. Kejadian ini kembali terulang saat kami di Kodam tahun lalu. Sama persis, bahkan saat dia menciumi pipiku dan leherku. Tak kupungkiri aku juga menikmatinya. Hangatnya, nyamannya semuanya kunikmati.
"Al, sudah setahun nih, kamu sudah siap kan?"
Aku sebenarnya belum siap, namun karena aku juga menghargai Toni aku akan mengiyakannya, disamping itu aku juga penasaran dengan Toni. Atau aku akan membuktikan ke Chandra bahwa aku memang mencintai Toni dengan sungguh-sungguh, begitu pula halnya dengan Toni. Aku mengangguk.
"Seriuss? Kamu mau?"
Aku kembali mengangguk.
"Yes!" Serunya sambil melompat kecil.
"Ayo sekarang!"
Dia langsung menarikku keluar, dibukanya kunci. Dan ditariknya aku keluar restoran. Semua orang melihat ke arah kami, aku sangat canggung tapi tidak dengan Toni. Dia terlihat terburu-buru, mungkin dia sudah tidak sabar. Aku juga kurasa.
Kami berhenti di Hotel Cahaya.
Kamar 65 A. Lantai 2.
"Al, aku seneng bgt, akhirnya aku bisa memilikimu seutuhnya."
"Yang penting kamu jgn pernah tinggalin aku ya, apapun yg terjadi. Jika ini membuatmu senang aku juga akan senang."
"Makasih Al."
Kami berhenti di depan kamar, Toni membuka kamar.
"Jgn seperti kemarin ya, yg saat ultah Mira, kamu memaksa aku banget."
"Iyaiya kali ini akan soft!"
"Gitu dong."
Kami duduk di kasur terlebih dahulu, aku ke kamar mandi untuk cuci muka.
Kupandangi mukaku di cermin. Apakah aku yakin? Apakah ini kemauan hatiku atau hanya nafsu sesaat saja? Aku mencoba mencari jawabannya di hatiku. Perlahan..
Aku menemukan jawabannya, aku siap!
Kupandangi Toni yg tiduran di kasur, disambutnya aku dengan senyumannya. Adem sekali rasanya. Aku tiduran disampingnya.
Mata kami saling bersatu, mencoba menyelami apa yg ada di dalamnya. Perlahan tangan Toni memegang pipiku setelah itu dia memegang bibirku.
"Al, aku benar-benar mencintaimu! Jgn pernah ke lain hati ya."
Aku mengangguk. Kuletakkan tanganku dipipinya, kuelus dan kusentuh bibirnya.
Kepala kami saling mendekat.
Kurasakan juga bibirnya telah berada dibibirku, aku memeluknya dan dia memelukku. Hangat, nyaman, dan indah. Semuanya bersatu menjadi satu.
Kami melanjutkannya, hingga aku merasakan bahwa kami saling memiliki satu sama lain.
Indah~ semoga seperti ini rasanya jika kami akan melakukannya lagi suatu saat nanti.
Aku tersenyum dalam hatiku, merasa menang dari Chandra dan merasa tenang berada di pelukan Toni.
Kau tak bisa memiliku lagi Chan, lihatlah aku sekarang. Aku sudah bahagia bersama kasihku, berhentilah bermimpi untuk memungutku setelah kau buang.
Kau akan kecewa jika kukatakan.
Apapun yg terjadi aku akan tetap mencintai Toni!