It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Siapa itu yg tiba, bkn gue kn?
@awi_12345 kayaknya Raffa gede milih dua duanya haha
@Aurora_69 wow.. Apa jadinya kalau kak rora yg datang yaa ..
siapa ya??
@andrik2007 Tau nih om, si Rama niru2 nih.
Elaaah kak rora ngayaaallll huuuuu
“ka-kamu….”
Kita tunggu, siapa gerangan, wakaka.
(16) Raffa POV (7)
Raffa.. selamat ulang tahun.
Maaf cuman ini yang bisa guaa beri.
Maaf guaa gak tau apa yang eluu suka.
Kalau guaa tau, guaa bakal belikan itu untuk luu.
Dan.. Maaf guaa telat ngasih kado ini ke luu.
Karna guaa baru tau pas nyokap dan adek luu buat kejutan.
Maaf juga guaa gak tau luu ulang tahun yang ke berapa sekarang ini.
Mungkin luu menginjak ke 17 tahun kali yaa.
Dan malam itu..
Guaa begitu kaget dengan perkataan luu..
Guaa akuin pada malam itu guaa sedikit merasa aneh, guaa masih belum percaya dengan yang lu bilang
Dan luu tau semenjak itu Raff..
*dook dook dook*
“ehh ada yang ngetok pintu depan kak”
“itu kemungkinan ibu dek, buka dek pintunya!” seruku ke adek. Adekku keluar kamar dan aku grasa-grusu merapikan pemberian Fael dan menaruhnya di meja lipat kecil.
Aku sudah merapikan barang-barang yang sempat berserakan di atas kasurku, aku bangkit dari dudukku lalu melangkahkan kaki tuk keluar kamar.
*kreek*
“Hai.. gimana keadaanmu..” seseorang itu memakai jaket kulit serta penutup mulut. Aku tidak begitu mengenal wajahnya namun suara itu aku pernah mendengar suara itu.
“ka-kamu….”
Aku masih meperhatikan seseorang itu yang cukup aku kenal dari suaranya. Kemudian dia membuka penutup mulutnya itu (masker) dan terlihat jelas wajahnya.
“haaii..” sapaannya lagi.
Aku tidak bergeming melihat pria yang berdiri di hadapanku saat ini, aku kembali melihat wajahnya, matanya yang bulat, hidung kecilnya dan bulu matanya yang lentik. Dan ada sesosok wanita yang terlihat di arah ruang tamu bersama adekku dengan wajah bersih, bibir kecil serta paras nan cantik dengan rambut tipisnya itu.
DIMAS!!! RINI!!!
**
“hihi happy birthday yaa Raffa cakep.. makin cakep aja deh kamu.. maaf yaa telat hehe”
Aku tidak menyangka sahabat dekatku hadir kembali di kehidupanku yang sekarang. Ketika aku masih tidak percaya saat melihat Dimas yang berada di depan pintu kamar, dengan sekejapnya Rini menghampiriku dan memelukku sangat erat dan tentunya di susul Dimas yang memeluk kami dari samping, aku bisa mendengar keharuan dari Rini sahabat perempuanku.
“kenapa kamu tega gak ngabarin kita Raff, gak ngabarin kita kalau kamu pindah di sini”
Aku memang tidak memberitahu mereka kalau aku pindah di rumah ini, aku hanya memberi tahu kalau aku pindah sekolah saja, mereka beranggapan bahwa aku masih tinggal di kota sebut saja kota T. memang jarak antara kota yang dulu aku temapatin (rumah Bibi) dengan jarak rumahku yang sekarang ini cukup jauh namun tidak sangat jauh, hanya memakan waktu 1 jam lebih dari rumah Bibi menuju rumahku yang sekarang ini. Aku sengaja tidak memberitahu mereka jika aku pindah ke kota ini karena ibuku sepertinya tidak suka dengan kedua sahabatku ini, yaa itu pasti karena kejadian itu, kejadian di mana aku sempat babak belur akibat perkelahian.
“mereka berdua bukan sahabatmu nak!! Mereka sama sekali tidak bisa menjagamu..!!”
Kata-kata itu pernah aku dengar dari bibir ibuku sendiri di saat kondisi tubuhku sudah membaik dari perkelahian. Aku tidak bisa melupakan kejadian itu dimana aku sempat adu mulut dengan ibuku sendiri.
“Raff.. di buka dong kadonya!” seru Rini yang membuyarkan lamunanku.
“hehee iyaa Rin”
Kedua sahabat dekatku juga memberikan aku sebuah kado tentunya, aku menerima dan membuka kado yang mereka beri itu dengan sangat antusias sekali. Sebuah sweater berwarna loreng-loreng pemberian dari Rini dan sebuah jam tangan berwarna hitam pemberian Dimas. Aku sedikit terharu saat ini, karna begitu banyaknya kejutan di hari ulang tahunku. Pertama dari ibuku sendiri serta adek kandungku meskipun tidak ada kue ulang tahun melainkan kue bolu saja, kedua berasal dari seorang cowok yang aku harap-harapkan bisa menjadi kekasihnya, dan yang ketiga berasal dari kedua sahabatku ini.
Aku masih ingat tahun lalu ketika aku masih bersekolah di SMA 2, saat ulang tahunku yang ke 14 tahun, hanya Bibi dan adekku saja yang memberiku kejutan sedangkan Dimas dan Rini sedang berada di luar kota menikmati liburannya.
Akupun bertanya kepada mereka dari mana mereka tahu kalau aku tinggal di sini.
“Bibimu yang kasih tau Raff” perkataan Rini.
Ternyata dugaanku benar bahwa Bibi yang memberitahu mereka berdua. Aku merasakan ada perasaan senang gembira dan terharu melihat mereka berdua yang berada jarak pandang kurang lebih 70cm ini.
“kok nomormu gak aktif lagi Raff?”
“hpku hilang Rin, hp pemberian Bibi hilang” sahutku ke Rini.
“oooohh jadi kamu ganti nomer hape?”
“iyaa” sahutku.
Kemudian pandangan mereka beralih ke meja lipat kecilku yang di atasnya merupakan pemberian dari Fael dan kertas kado yang aku gumpalkan di atasnya. Tatapan mereka seperti bertanya-tanya siapa yang memberikannya.
“waaaah udah ada yang duluan ngasih kado rupanya”
“gimana kondisimu? Sehat-sehat aja kan?” aku kira Rini mengetahui kondisiku saat ini.
“umm baik-baik saja hehe” jawabku.
“hedeeeeh jangan bohong, kamu lagi sakit yaa kan?”
“Bibimu ngasih tau ke kita kalau kamu lagi sakit, udah agak mendingan kan?” sambung Rini bertanya dengan mimik wajah khawatir sambil memegang tangan kananku.
“hehee agak mendingan kok” jawabku.
“kamu baring aja Raff.. kan kamu lagi sakit” kata Rini.
“aku sudah hampir seharian baring jadi aku duduk aja, lagi pula aku sudah fit kok”
“oooohhh gitu.. eh Dimas kok kamu diem aja”
“wooooy!” kata Rini yang menepuk pelan pipi Dimas.
“haah? Apaa?” kata Dimas yang lelak-lelok.
“heddeeeeh” kata Rini yang geleng-geleng kepala.
Kami (aku dan Rini) terlibat percakapan yang seperti biasa kami lakukan ketika ngumpul seperti ini, Rini yang menanyakan bagaimana sekolahku yang baru, lebih bagus atau tidak dari SMA 2, menanyakan apakah siswa-siswa di sana cakep-cakep tentu saja siswa-siswa di sana cakep.
“duuuh jadi pengen pindah sekolah juga”
Akupun tertawa mendengar perkataan Rini sifatnya yang centil masih saja melekat dengan dirinya, namun aku tidak merasakan adanya ke hadiran seorang yang bernama Dimas sekarang ini, aku hanya melihat raga tubuhnya saja di hadapanku, tapi rohnya atau pikirannya seperti entah kemana, dia terlihat diam dan lebih seperti sedang memikirkan sesuatu yang aku juga tidak mengetahuinya.
“Dimas..” kataku yang memperhatikannya, Rini pun menoleh ke arah Dimas.
“e-eeeh iyaa Raff kenapa?” sahutnya sedikit gelagapan.
“kamu kok diem aja sih”
“kalau galau jangan di bawa di mari lah” sambung Rini yang mulai tidak menyukai Dimas yang dari tadi tidak banyak mengeluarkan suara.
“heheee maaf” sahut Dimas.
**
Kedua sahabatku sudah pergi tuk kembali ke rumahnya masing-masing sekitar 5 jam yang lalu. Saat ini aku sedang baring di atas kasurku sambil menatap foto yang di beri oleh Fael.
‘apa kamu bahagia ketika melihat foto ini Fael?’ gumamku.
Akupun tersadar dengan beberapa peristiwa siang tadi, aku mengingat sepertinya ada sesuatu yang aku baca namun belum terselesaikan. Sambil mengerutkan keningku aku terus berfikir.
*kreeek*
“kaak!! Nih adek bawain buah anggur dari kak Raffael” kata adekku yang membawa piring kecil yang di atasnya di penuhi beberapa buah anggur.
“ciyeeee…. Merhatiin foto itu terus.. cihuuuy” ledekan adekku.
“apaan sih dek..” aku tidak sempat menyembunyikan foto itu di bawah bantalku ketika adekku datang.
“hahahaaa udah gak usah di sembunyiin fotonya… nih buah anggurnya dimakan” sambil mencomot 1 buah anggur.
“makasih yaa dek” sahutku tersenyum dan menaruh foto itu di lantai.
“aaaak..” seru adekku yang hendak memasukan bola anggur ke mulutku. Aku menerima suapan buah anggur dari adekku.. umm lezat dan manis.
“kak Raffael nagsih parcel buah gede banget looh kak, ibu aja udah ngambil 2 apel, terus adek udah ngambil 1 pear sama 5 kelengkeng hehee”
Akupun terkekeh mendengar adekku yang menekan kata ‘gede’ itu dengan mata yang melotot.
“kak!”
“hmm kenapa dek?”
“kapan jadian sama kak Raffael?”
“dek!!”
“hahaaa wleeeek” adekku pun pergi keluar kamar dengan cekikikannya.
Aku hanya menghela nafas panjang dengan kelakuan adekku itu, semenit dua menit hingga lebih dari 15 menit akhirnya aku tersadar dengan apa yang sempat ku baca siang tadi. Aku menggeser tubuhku mendekat ke meja lipat dengan posisi tengkurap lalu mengambil kertas putih di sertai tulisan Fael yang menempel di kertas itu.
Aku membacanya dengan sangat penasaran sekali.
Maaf juga guaa gak tau luu ulang tahun yang ke berapa sekarang ini.
Mungkin luu menginjak ke 17 tahun kali yaa.
‘rupanya dia sama sekali tidak tahu kalau umurku masih 15 tahun’ batinku.
Dan malam itu..
Guaa begitu kaget dengan perkataan luu..
Guaa akuin pada malam itu guaa sedikit merasa aneh, guaa masih belum percaya dengan yang lu bilang.
Dan luu tau semenjak itu Raff..
Pas luu pergi ninggalin guaa tanpa permisi..
Dan kenapa luu malah ngelakuin itu Raff?
Guaa merasa bersalah ketika guaa tau kalau lu lagi sakit..
Guaa minta maaf Raff.. atas perlakuan guaa..
Mungkin luu beranggapan kalau guaa benci luu..
Guaa sama sekali gak benci sama luu Raff..
Guaa nerima orientasi sexual luu itu..
Guaa bakal menjaga luu Raff..
Guaa mau kita mengulangnya dari awal lagi Raff..
Dan.. guaa berharap luu menyukai pemberian guaa ini..
Happy birthday
**
kesehatanku sudah pulih hari ini, hari ini adalah hari kamis dimana jam pelajaran pertama adalah pelajaran matematika yang di ajarkan oleh guru dengan rambut botaknya yaitu pak Damar. Aku bergegas memasuki melewati gerbang sekolah dan terlihat guru piket yang bertengger di meja piket. Kemudian aku melangkahkan kaki lebih jauh lagi tuk masuk kedalam lingkungan sekolah menuju kelasku, dan tentu saja selalu ada panggilan yang terdengar di telingaku tiada lain dan tiada bukan adalah pak Hari.
“dek Raffa!!”
“sudah sembuh dek?” sambungnya yang melihatku berjalan di depan dewan guru.
“iyaa pak Alhamdulillah” sahutku tersenyum.
Kemudian penglihatanku beralih ke arah kelasku yang didepannya terdapat beberapa teman sekelasku yang memperhatikanku dari kejauhan, terdengar suara jeritan perempuan yang cukup kencang di arah sana. Pak Hari yang berada di sampingku juga memperhatikan sekawanan teman sekelasku yang menjerit histeris itu.
“dek.. bukannya itu kelasmu?” kata pak Hari yang menunjuk kelasku yang berada di sebrang lapangan.
“i-i-iyaaa pak” sahutku.
“haaduuuh, temanmu itu kenapa menjerit seperti itu”
“kamu kesana gih” sambung pak Hari.
Aku melanjutkan langkahku hingga berada di pertigaan antara kelas Bahasa dan IPA. Mataku tiba-tiba melebar melihat beberapa teman sekelasku yang berbondong-bondong menghampiriku.
“aaaaaakhirnyaaaaa my hero datang!!”
“yaaa ampuun my prince!!”
Beberapa teriakan histeris serta jeritan perempuan tiada hentinya saat itu, hingga siswa-siswi kelas Bahasa keluar dari kelasnya memperhatikan beberapa teman sekelasku itu.
“ohhh may god!! Pacar guaaa udah datang aaaaaakkkkk!!!”
Aku masih tidak mengerti dari teman-teman sekelasku yang beramai-ramai menemuiku tepat berada di pertigaan kelas dan jalan menuju kantin, aku di kelilingi oleh mereka dan seketika itu juga Nanda muncul dari keramaian lalu menggandeng tangan kiriku. Nanda tersenyum manis mengarahku, dan pada akhirnya aku di bawa menuju kelas di sertai dengan gerumunan teman-teman sekelasku namun dengan tatapan sinis mereka yang memperhatikan Nanda.
“Raffa!! yaa ampunn makasih banget yaa.. karna luu nilai matematika kami semua pada bagus semua nihh coba luu liat” kata Widya sambil menunjukkan kertas yang di penuhi dengan soal matematika pemberian dari pak Damar dan tertera nilai A di kertas itu.
“iyaa sama-sama Wid..”
“duuuhhh Raffa.. selain luu imut cakep, luu pintar juga yaa.. pintar banget malahan”
“biasa saja Wid” akupun tertawa kecil.
“ehhh Wid.. luu jangan coba-coba ngerayu cowok guaa yaaa”
“apa sihh Nan.. biarkan Raffa yang memilih hahaaa” jawab Widya dengan tawa lebar dan pergi keluar kelas.
“huuuu dasar ketua kelas lenjeh!”
“ehh anyway.. luu beneran udah sehat Raff?” tanya Nanda dengan memegang pergelangan tangan kananku.
“iyaa Nan” jawabku. Akupun dibawa Nanda menuju ke bangku.
Dan di saat ini juga aku kembali melihat Fael dengan jarak yang dekat seperti saat ini. Aku kembali melihat wajahnya yang lucu serta pipinya yang cukup berisi dan mata coklatnya. Aku kembali teringat dengan tulisan Fael yang berada di surat itu, aku masih tidak begitu mengerti dari apa yang di tulis Fael itu.
Guaa bakal menjaga luu Raff..
Guaa mau kita mengulangnya dari awal lagi Raff..
“Raff..” sontak aku terkejut Fael memanggil namaku. Sekarang aku sudah berada di kursiku sendiri yang bersebelahan dengan Fael.
“iyaa Raff”
“luuu… udah sembuh?” kata Fael yang tatapannya masih tertuju ke hpnya.
“iyaa”
“ooooh gitu” sahutnya.
**
Aku tidak ingin menghabiskan waktu istirahat di kantin, aku lebih memilih duduk di kursiku saja hingga bel selanjutnya berbunyi, Fael dan Nanda mengajakku tuk pergi ke kantin bersama mereka namun aku menolaknya. Aku sangat senang sekali berada di lingkungan sekolah baruku ini, teman-teman baruku begitu baik denganku berbeda dengan siswa-siswi di SMA lamaku, mungkin saja karena mereka tidak mengetahui seluk beluk kehidupan keluargaku dan tentunya orientasi seksualku. Aku sempat melamun memikirkan apa jadinya jika mereka tahu? Jika mereka tahu bahwa aku gay? Jika mereka tahu bahwa aku berasal dari keluarga yang kurang mampu? Jika mereka tahu bahwa kedua orang tuaku bercerai? Mungkin perkataan mereka tidak akan sebaik sekarang ini ketika mereka tahu yang sebenarnya.
‘Fael.. apa kamu tidak merasa aneh berteman denganku?’ gumamku.
*puuuk*
Aku terlonjak kaget ketika pundakku di sentuh. Fael!! Sejak kapan Fael berada di kelas?
“nihh guaa bawaiin luu minuman”
“luu boleh kan minum susu?” sambungnya yang memberikan aku sekotak susu.
“iyaa boleh.. makasih yaa Raffa” sahutku yang menerima pemberiannya lalu aku membuka plastik sedotan, munusuk atas lobang dan meminumnya.
Fael duduk di sampingku sambil asyik dengan hpnya sendiri, sekarang aku sedikit merasa canggung ketika berada di dekat Fael, biasanya akulah yang cenderung lebih suka mengajak Fael berbicara denganku.
Setelah lebih dari 15 menit akhirnya bel selanjutnya berbunyi pertanda jam pelajaran selanjutnya akan di mulai, beberapa teman sekelaspun terlihat memasuki ruang kelas. Aku melihat wajah Nanda yang sepertinya sedang kusut entah apa penyebabnya.
“ihhhh sumpah guaaa muaak banget liat nenek lampirr hiiiih!!”
“cemburu luu sama nenek lampir?” celetuk Fael.
“amit-amit hueeek”
“luu gak panas apa ngeliat mereka berduaan muluk belakangan ini?” sambung Nanda yang memperhatikan Fael. Aku melihat Fael yang sedang tertunduk menatap layar hpnya sambil memutar-mutarkan bola matanya.
“biasa aja” jawab Fael.
Waktu terus berjalan hingga tiap-tiap pelajaran hari ini berangsur-asur selesai dan tiba saatnya pulang sekolah, sekarang jam menunjukkan pukul 2.17 siang, aku merapikan beberapa alat tulis serta buku catatan lalu memasukan ke dalam tasku.
“guaa duluan yaaa.. dadah cakep” kata Nanda yang berpamitan dengan ciri khas kiss bye-nya dan sosok Nandapun hilang dari pandanganku.
“Raff.. mau pulang bareng?” aku mendengar suara Fajar yang sepertinya berada di belakangku.
“guaa bawa motor” sahut Fael.
“yeeee.. siapa yang mau ngajak luu.. guaa ngajak Raffa baru kali”
“Raffa baru pulang bareng sama guaa!!” kata Fael dengan ketusnya.
“yuuuk Raff” sambung Fael yang menarik tanganku.
“laaaah eluu kan pake motor, lagian Raffa baru habis sakit.. mending dia ikut guaa aja”
Fael tidak bergerak dan tidak berbicara ketika Fajar barusan mengucapkan kalimat itu, lalu tatapan Fael seperti entah apa itu memperhatikan wajahku, apa Fael khawatir?
“akuu bisa pulang naik angkot” jawabku mengarah ke Fajar yang berada di belakangku. Aku tidak ingin merepotkan keduanya.
“Noooo!!” “Jangan!!” kata mereka berdua bersamaan.
“ehh bukannya luu sama Heni nenek lampir.. noooh tuu orangnya nunggu di depan!!” kata Fael dengan ketusnya sambil menunjuk seorang perempuan yang berdiri di depan kelas.
“hehee ohh iyaa lupaa”
“sonooo pergi luu dengan nenek lampir luu!!!”
“iyaaa yaaa bawel dasar!!”
Fajar pun keluar dari kelas menemui pacarnya, sekarang tinggal aku dan Fael saja yang berada di kelas, kami berdua sempat menatap satu sama lain. Dag! Dig! Dug! Jantungku tiba-tiba berubah irama akibat melihat tatapan Fael yang secara langsung dan sangat dekat ini.
“yuuuk Raff” kata Fael sambil menggamit tangan kananku.
**
Sekarang menunjukkan pukul 10.17 malam. Aku dan adekku sedang memotong-motong buah pemberian Fael lalu memakannya dan aku jadi teringat ketika pulang sekolah tadi, aku pulang bersama Fael dengan motornya, aku sempat menolaknya karena aku sudah tahu jarak antara rumahnya dan rumahku cukup jauh, namun Fael tetap memaksaku hingga pada akhirnya aku menuruti perintahnya.
“ini sebagai gantinya Raff” itu yang di ucapkan Fael saat aku sudah duduk di belakangnya.
‘apa maksud dari perkataan Fael itu?’ batinku.
Dan ketika aku sudah berada dekat dengan jalan cendrawasih aku menyuruh Fael tuk mengantarku ke kedai ibuku.
“luu ngapain ke kedai ibu luu?”
“luu itu baru sembuh.. masa iyaa bantuin ibu luu” sambungnya.
Aku tidak menjawab perkataannya itu hingga aku tiba di kedai ibuku, ibuku sempat pangling denganku saat itu karena aku menggunakan masker penutup mulut yang di berikan oleh Fael.
“nak Raffa.. kok kamu ke kedai ibu? Kenapa gak langsung pulang saja? kondisimu belum 100% fit nak”
“iyaa tuu tante.. tadi saya udah ngelarang dia buat ke sini.. eh si Raffa malah maksa saya” Fael yang menjawab perkataan ibu. Akupun menoleh ke arahnya memberikan isyarat peringatan tuk diam namun Fael membalas dengan cekikikannya.
“adek siapa yaa??” kata ibuku dengan dahi yang mengkerut. Lalu Fael membuka helm yang dia pakai dan penutup maskernya yang berwarna hijau itu.
“oalaaaah.. nak Raffael rupanya.. maaf yaa ibu tidak tahu”
“gak apa kok tan.. ehh ibu maksudnya hehee”
“ya udah, nak Raffael bisa ibu minta tolong antarkan anak ibu pulang ke rumah?”
“ohh tentu ibu.. saya bakal antar dia pulang”
“yuuk Raff” sambungnya. Aku menatap ibuku dan Fael secara bergantian, ibuku memberi isyarat tuk ikut dengan Fael.
“udaaah cepetan kelamaan!” kata Fael yang mendorong tubuhku dari belakang, aku mendengar ibuku tertawa kecil dan tentu saja ini kedua kalinya ibuku tertawa melihat polah Fael.
Aku sangat bersyukur sekali dengan sifat ibuku yang seperti saat ini, sifat ibuku cenderung dengan sifat baiknya di bandingkan dengan beberapa bulan yang lalu.
“kamu harus pindah!!”
“ibu gak mau kamu terbebani di sekolah itu!!”
“kamu pilih ikut ibu atau ikut bibi?!!”
*duuk*
“kak!!”
“kak!! ya ampun itu kakak makan kulit pear bukan buahnya” sontak aku melepehkan kulit pear yang hampir termakan.
“kakak melamunin apa sih?” tanya adekku dengan cuap-cuap mengunyah buar pear.
“dek..”
“hmm apaa?”
“hehee gak apa dek”
“yeee gimana sih kak huuuh!! Dasar!”
Aku kembali lagi dengan pikiranku sebelumnya dengan sesekali tersenyum ke arah adekku yang sedang menikmati buah pear yang dia makan, aku kembali memikirkan sosok ibu di benakku! Aku masih penasaran dengan sifat ibuku yang sempat membuatku takut, yang sempat membuatku beranggapan bahwa ibu itu aneh, dan tentu saja dengan sifat ibuku saat ini yang lebih cenderung mengeluarkan sisi positifnya, lalu bagaimana dengan kejadian 3 bulan yang lalu? Kejadian dimana ibuku hadir kembali di kehidupanku yang tinggal bersama di rumah bibi, di saat beberapa hari kemudian aku terlibat perkelahian yang membuat ibuku marah saat itu dan menyuruhku tuk pindah sekolah.
“bibi salah nak.. maaf karna bibi kamu jadi seperti ini.. dan ibumu benar.. kamu harus pindah dari sekolah itu, bibi tidak menyangka jika di sekolah itu terdapat murid-murid yang telah bermain kasar.. kamu harus mengikuti perintah ibumu itu yaa”
Sebenarnya bukan mereka lah yang memulai perkelahian itu, yang memulainya adalah diriku sendiri karena aku begitu kesalnya dengan ejekan mereka karena aku tidak mempunyai orang tua, mereka mengejkku dengan sebutan anak terlantar dari ayah dan ibu, mereka mengejek keluargaku yang mereka ucapkan kata ‘ibuku dan ayahku aneh’ ‘keluarga berantakan’ ‘broken home menjijikan’ aku tidak bisa menahan rasa amarahku hingga aku nekad meninju salah satu laki-laki yang menghinaku itu.
“tuuhh kan melamun lagi”
“kakak kenapa sih.. cerita dong ke adek”
“adek kepo taukk”
**
Hari ini adalah hari terakhir aku menghadapi ujian semester 1, sebelumnya aku sudah mempersiapkan diri tuk belajar jauh-jauh hari alhasil cukup mudah aku menghadapi beberapa ujian terutama matematika aku begitu kikuk ketika Fael selalu menjemputku dan mengantarku pulang selama lebih dari 10 hari ini. Ada perasaan senang bahagia ketika aku bersamanya secara terus-menerus, kini aku dan Fael cenderung lebih akrab layaknya sebuah persahabatan yang terjalin lama dan ditambah lagi Fael yang sangat perhatian denganku, dia selalu menanyakan apakah aku lapar, apakah aku capek dan sebagainya. Sekarang waktu ujian telah habis, aku meletakan kertas jawabanku di atas meja lalu merapikan alat tulis yang aku gunakan, Fael tepat berada di belakangku saat ini karena duduk kami berdekatan yang sesuai dengan urutan abjad.
“Raffa..” aku mendengar suara Fael memanggil namaku.
“iyaa kenapa?” sahutku tanpa melihatnya. Aku masih fokus memasukan barang-barang ke dalam tasku.
“luu laper gak?”
“pulangan nanti makan yuuuk” sambungnya.
“aku masih kenyang, kamu aja yang makan”
“ohh gitu.. ya udah deh”
Aku sudah selesai dengan urusan merapikan barang kemudian aku menggopoh tasku, aku memperhatikan Fael yang sedang menerima panggilan telpon entah dari siapa itu. aku bergegas keluar kelas dan duduk di dekat pot bunga.
“haloooo cakep” Misca datang menghampiriku.
“halo Misca” sahutku.
“Nanda masih di dalam yaa?”
“hmm iyaa, masuk aja”
“guaa masuk yaa”
“iyaa silahkan” ketika Misca masuk ke kelas Faelpun berpapasan dengan Misca dan menabraknya.
“ehh nyai kalau jalan hati-hati dong!!”
“ehh yang nabrak eluu yaa bukan guaa!!”
“kalian tidak lihat saya masih berada di dalam kelas ini!!!”
**
“luu beneran masih kenyang?”
“iyaa”
“luu gak sakit kan?” aku jadi senyum sendiri ketika mendengar perkataan Fael itu. Fael selalu mengatakan hal itu jika aku sedang tidak ingin makan alias kenyang.
“aku masih kenyang Raffa” kilahku.
“gak mau makan sepiring berdua sama guaa?” ahh pasti pipiku memerah sekarang. Aku di buatnya malu. Ya ampun Fael!
“hahaa pipimu merah Raff.. ayook laah makan sepiring berdua sama guaa yaa”
Aku begitu malunya tertangkap basah akibat pipiku yang terlihat merah dan Faelpun tersenyum puas memperhatikan pipiku, kemudian pipiku di cubitnya pelan hingga sukses membuat wajahku merah. Lagi-lagi dia meledekku.
“hahaaa yaa ampun sampe merah gitu yaa muka luu”
“niih.. ayook makan!” sambung Fael sambil menyodorkan bubur ayamnya itu.
“iyaa yaa aku makan.. ini buatku aja yaa”
“naaah gitu dong.. yaa kalau luu mau makan semua makan aja Raff ntar guaa pesan lagi buburnya buat guaa”
“pesan dulu sana buburnya Raffa”
“iyaa yaa.. bentar yaa”
Fael berdiri dari duduknya yang berhadapan denganku menuju ke penjual bubur yang sedang menerima pesanan dari orang lain. Kini aku berada di kedai kaki lima pinggir jalan bersama Fael, aku tidak menyangka jika Fael mau makan-makanan seperti ini yang padahal tidak sesuai dengan apa yang dia punya.
‘ternyata kamu benar-benar tidak memandang keadaan seseorang ya Fael’ gumamku sambil memperhatikannya yang berdiri di dekat mas-mas penjual bubur sesekali dia menoleh ke arahku dengan senyumannya.
‘Fael.. apakah kamu sayang denganku? Apakah rasa sayangmu ber-angsur-angsur berubah menjadi cinta?’
‘apa kamu tidak ingat apa yang pernah aku katakan sebelumnya?’
@lulu_75 @Abdulloh_12 @awi_12345 @QudhelMars @Aurora_69 @Llybophi @AdzamSudrajat @StevenBeast @abyyriza @Secreters @andrik2007
Oh ya part ini bgiku agak sedikit membingungkan, atau aku lagi kurang fokus membacanya? Ada beberapa adegan yg tidak dijelaskan dg rinci sehingga agak membingungkan. Selebihnya top markotop.
Ditunggu kelanjutannya dek @rama212. Titip salam buat Fajar.