It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@boyszki
@Aurora_69
@lulu_75
Tubuh Raiz merah dan melepuh, aku makin panik saat Raiz gak menjawab panggilanku.
"Yas, cepat ikut denganku" Toni lalu mengendong Raiz dipunggungnya. Dia berlari cepat, membuatku kewalahan mengejarnya.
Toni membawa Raiz kesebuah mobil entah milik siapa? Lalu menarik ku masuk kedalam mobil itu. Dia mengemudi seperti kesetanan, dalam hitungan menit kami sampai disebuah rumah.
Toni kembali menggendong Raiz masuk kedalam rumah besar itu.
"Ma, Maa!!" ucap Toni setengah berteriak. Lalu membaringkan Raiz dikursi panjang. Gak lama, keluar seorang wanita seumuran dengan mamaku, itukah orangtua Toni? Cantik sekali.
"Ma cepat tolong aku" ucap Toni lagi, sambil menarik tangan wanita paruh baya itu, wanita itu tampak sangat terkejut saat menatap Raiz.
"Ya Tuhan! Apa yang sudah kamu lakukan Toni" jerit wanita itu lalu menampar Toni.
"Aku... Aku gak sengaja, ma" jawab Toni sambil memegangi pipi kanannya.
"Mama sudah peringatkan, kontrol kekuatanmu!!" bentak wanita yang dipanggil mama oleh Toni.
Btw kangeun nih
Baik kan?
Aku menatap bingung keduanya. Mama Toni lalu menghampiri Raiz, menempelkan dua jarinya ke kening Raiz. Dari kedua jarinya muncul cahaya yang berpendar menyelimuti tubuh Raiz. Aku melongo.
Benar-benar melongo. Bahkan saat mama Toni meraih tanganku yang juga terluka karena berusaha memadamkan api yang membakar Raiz. Cahaya itu juga melingkupi tubuhku, dan luka-luka ditubuhku sembuh begitu aja.
Mereka ini apa? Manusia atau alien? Darimana mereka punya kekuatan seperti itu?
"Jangan takut, dia akan baik-baik aja" jelas mama Toni lalu menutup mataku dengan telapak tangannya.
"Gak perlu membuatnya lupa ma. Diaz akan lupa sendiri" ucap Toni. Wanita setengah baya itu menatap anaknya.
"Diaz seperti kakek, alzhaimer" sambung Toni. Mama Toni tersenyum sambil menatapku.
"Kamu anak laki-laki yang manis" wanita setengah baya itu menepuk pipiku lembut, dia terlihat anggun dan berkelas. Tidak seperti mama ku, usai mengucapkan itu mama Toni kemudian berlalu dari hadapan kami bertiga.
"Iz bangun"
"Di? Kita dimana?" Raiz bangun lalu mengurut keningnya.
"Kita harus kembali ke asrama sekarang" ucap Toni.
"Kamu !!" Raiz langsung menerjang Toni. Hingga tubuh Raiz menindih Toni. Gerakan Raiz yang cepat membuatku gak bisa menghalanginya.
"Lepaskan aku!!" bentak Toni seraya berusaha mendorong Raiz yang duduk diatas perutnya dengan tangan mencengkram bahu Toni.
"Iz, hentikan. Toni yang menolong kita" ucapku sambil menarik Raiz.
"Tapi dia yang...." Raiz tampak berpikir, aku menarik lengannya. Raiz menatapku lalu beranjak dari tempatnya.
"Di sepertinya aku melupakan sesuatu yang sangat penting. Tentang dia" Raiz menunjuk Toni sambil menatapnya tajam. "Dia sangat berbahaya" sambung Raiz tanpa mengalihkan pandangannya dari Toni.
Toni berdecih lalu menarik lenganku, mengabaikan teriakan keras Raiz.
"Jangan, jangan lakukan lagi" ucapku lalu melerai cengkraman Toni dilenganku. Toni menutup matanya sejenak lalu menghela nafas panjang.
"Cepatlah, aku tunggu dimobil" ucap Toni lalu pergi menuju tempat dimana mobil terparkir.
Aku berpandangan dengan Raiz.
"Iz, kita harus ikut dia supaya bisa pulang ke asrama" ucapku.
"Gak usah, kita jalan kaki aja" jawab Raiz.
"Iz, kita bahkan gak tau ini dimana"
"Jangan takut, Di. Ada aku"
"Aku gak takut Iz, tapi aku gak mau jalan kaki ke asrama. Kita bisa ketauan penjaga" ucapku sambil mikir, tadi waktu ketempat ini kami lewat mana? Kok gak ada penjaga?
"Aku gak mau semobil sama orang aneh itu" ucap Raiz kesal.
"Tapi cuma Toni yang bisa bawa kita ke asrama sekarang, Iz"
"Gimana kalo dia berbuat jahat sama kita, Di?"
"Dia gak akan seperti itu, Iz. Tenang aja" kuraih tangan Raiz lalu membawanya menuju mobil. Meski gak setuju dengan keinginanku tapi Raiz tetap mengikuti langkahku.
"Hentikan itu" ucap Toni saat Raiz terus saja menatapnya.
"Aku akan mengawasi mu" jawab Raiz.
"Kamu gak perlu melakukan itu. Aku gak akan berbuat apa-apa" ucap Toni kesal.
"Kamu cukup diam dan fokus menyetir saja" jawab Raiz.
"Tapi tatapan mu itu mengganggu ku" Toni semakin gusar.
"Kamu pikir, surat-suratmu selama ini gak mengganggu" Raiz terus saja menjawab, aku hanya bisa menghela nafas melihat keduanya.
"Surat apa maksudmu?" tanya Toni.
"Jangan pura-pura gak tau. Aku memergokimu hari itu" jawab Raiz.
"Harus berapa kali kubilang, itu bukan perbuatanku! Aku hanya memasukan surat itu ke loker mu karena surat itu jatuh!" jelas Toni nyaris teriak. Jadi bukan Toni pengirim surat kaleng ke loker Raiz? Lalu siapa?
"Wow alasan yang bagus" ucap Raiz datar.
"Itu benar!!" Toni terlihat geram.
"Cih, lalu untuk apa kamu lari waktu dirumah sakit hari itu?" cecar Raiz.
"Itu karena..." Toni gak melanjutkan ucapannya.
Kok samaan ya
Tandanya apa ya??
jodoh *wink @boyszki
@lulu_75 bro lulu, lanjut baca lg ya ^^
maaf kalo makin gaje
Dia tampak menyembunyikan sesuatu.
"Karena apa?" tanya Raiz. Toni diam, dia hanya menghela nafas lalu menghembuskannya dengan cepat.
"Liat kan, kamu gak bisa jawab berati kamu bohong" ucap Raiz.
"Aku gak bohong!!" bentak Toni keras. Aku waspada ditempatku. Aku takut Toni mengeluarkan api lagi dari tangannya.
"Kamu gak bisa jelaskan karena apa, berati kamu bohong" Raiz semakin menjadi, bahkan saat aku memberinya isyarat untuk diam, Raiz gak peduli.
"Aku hanya gak ingin terbawa emosi, karena aku bisa aja membakarmu dan Diaz. Aku gak peduli kalo kamu yang terbakar, tapi Diaz. Aku gak mau melukainya" mendengar penjelasan Toni membuatku deg-degan, wajahku bahkan terasa hangat. Aku menyentuh pipiku, tapi saat mataku bertemu pandang dengan Raiz. Raiz justru mengarahkan dua jarinya ke mataku lalu kematanya sendiri. Aku mengerutkan keningku, bingung. Apa maksud Raiz?
"Membakar ku??" Raiz memegangi kepalanya. Dia kesakitan.
"Toni hentikan" ucapku panik.
"Tapi aku gak melakukan apapun" ucap Toni bingung.
"Aku benar-benar gak melakukan apa-apa, Yas?" Toni menatap Raiz bingung.
"Kamu !! Siapa kamu sebenarnya? Kamu membakar ku dikoridor tadi" ucap Raiz sambil meremas rambutnya sendiri.
Toni menghentikan mobilnya tiba-tiba, membuatku terdorong kedepan. Membentur dada Raiz.
"Kamu ingat?!" ucap Toni kaget.
"Kamu juga yang membakar Diaz dibelakang sekolah" ucap Raiz.
"Benar. Aku memang bisa mengeluarkan api dengan tanganku" ucap Toni seraya menatap Raiz lekat. Dia lalu mengemudikan lagi mobilnya.
"Jadi kamu ini apa? Manusia gak mungkin bisa melakukan itu, apa kamu alien?" tanyaku penasaran. Toni menatapku sekilas, lalu tersenyum. Senyum yang manis.
"Aku manusia Yas, sama sepertimu" jawab Toni masih dengan senyumannya.
"Manusia gak bisa membuat api dengan tangan kosong" ucapku kembali duduk ditempatku.
"Kamu monster" ucap Raiz.
"Aku manusia" jawab Toni.
"Manusia special" ucapku, Toni senyum. Raiz merengut.
"Makasih Diyas" ucap Toni, aku nyengir.
"Aku gak tau harus menjelaskan seperti apa soal kekuatanku imi sama kalian. Yang kutau sejak kecil aku sudah memiliki kekuatan ini. Aku akan membakar apa aja yang ada didekatku saat marah" jelas Toni.
"Sampai sekarang aku gak bisa mengendalikannya. Karena itu aku lari waktu membesuk Diyas dirumah sakit. Kamu membuatku kesal" sambung Toni seraya menatap kesal Raiz. Tapi Raiz mengabaikannya.
"Cih jelas-jelas kamu tersipu malu waktu itu, masih ngelak juga" ucap Raiz sambil mencibir. Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Raiz.
"Aku tersipu? Iyuuh... Apa menariknya dirimu sampai aku harus tersipu. Kalaupun aku tersipu, itu bukan karena mu" omel Toni.
"Hih maling mana mungkin ngaku" jawab Raiz jutek. Gigi Toni gemeretak menahan emosinya.
Aku menghela nafas bosan. Tapi beberapa pertanyaan yang ada dalam pikiranku terjawab sudah, meski masih belum jelas.
Seperti cerita yang beredar disekolah tentang Toni si cenayang.
Lalu cerita tentang pengirim surat kaleng ke loker Raiz, itu juga bukan Toni. Tadi Toni jelas-jelas menyangkalnya, dia gak mungkin bohong. Mungkin ada orang lain yang melakukannya. Siapa ya kira-kira pengagum rahasia Raiz itu?
Dan soal Toni lari saat membesuk ku. Dari sikapnya aja aku tau kalo Toni gak suka Raiz. Jadi kalo dia gak tersipu karena Raiz, apa mungkin karena aku? Mendadak aku deg-degan. Bukankah seru kalo bisa pacaran dengan orang seperti Toni. Aku cekikikan sendiri membayangkan hal itu.
Tanpa kusadari kalo Raiz dan Toni memperhatikan gerak gerik ku.
"Kamu kenapa, Di?" tanya Raiz, aku cengengesan gak jelas. Malu kepergok lagi cekikikan sendiri, meghayalkan hal gak jelas.