It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lulu_75
lanjut lagi yuk ^^
Kucoba menyingkirkan lengannya tapi gagal. Raiz belum tidur, karena saat aku duduk disisi dipannya Raiz langsung memunggungiku.
Aku menghela nafas berat, rasanya dada ku sesak.
Aku membaringkan diri dibelakang Raiz. Memeluk pinggangnya erat, meski tangan Raiz berusaha menyingkirkan lenganku. Aku tetap gak bergeming.
"Jangan marah" ucapku setengah berbisik. Raiz bangkit dari posisinya yang semula berbaring menjadi duduk. Lalu mendorongku hingga terguling ke lantai.
"Aku bilang, aku mau sendiri" ucap Raiz kesal.
"Tapi aku gak mau" jawabku lalu bangkit dan naik kembali ketempat tidur Raiz.
"Di, tidur ditempatmu!"
"Gak mau, aku mau tidur disini"
"Di !! Ck! jangan membuatku tambah kesal!" ucap Raiz sambil mendorongku. Aku menarik tubuh Raiz hingga rebah diatas tubuhku.
"Aku suka Toni, dia teman yang menarik meskipun kekuatannya berbahaya. Aku tetap suka" ucapku, Raiz menatapku kesal.
"Suka seperti teman" sambungku.
"Kamu bohong,Di. Aku bisa liat kamu suka Toni hanya dari bahasa tubuhmu"
"Kamu salah Iz. Aku akui Toni memang keren tapi yang aku suka cuma kamu" ucapku mencoba meyakinkan Raiz.
"Aku gak bisa memaksamu supaya suka sama aku, Di" Raiz menghela nafas berat.
"Aku gak pernah ngerasa terpaksa suka sama kamu, Iz. Aku memang suka juga sayang kamu" ucapku sambil memeluk Raiz.
"Suka dan sayang seperti saudara kan? Bukan suka karena kamu cinta aku, kan?" tanya Raiz. Aku menatap Raiz lekat.
"Iz, aku..." Raiz memeluk ku, aku mendekapnya lebih erat.
Sebenarnya aku sayang Raiz, sayang sekali. Kadang-kadang aku berpikir kalo Raiz adalah milik ku. Tapi entah kenapa saat Raiz bilang, dia mencintaiku, aku justru enggan untuk bersamanya. Aku lebih suka bebas, gak terikat oleh hubungan apapun.
Aku bisa memilih teman sesuka hatiku. Bisa dekat dengan siapapun tanpa khawatir membuat pasanganku terluka, kecewa dan lainnya.
"Aku cinta kamu, Di" bisik Raiz, aku mengecup pipi Raiz lembut.
Menempelkan keningnya dikeningku.
"Aku sangat menginginkan mu, Di" ucap Raiz sambil mengecup bibirku sekilas. Aku menahan tengkuk Raiz, lalu melumat bibir Raiz.
Raiz tampak terkejut dengan ulahku tapi kemudian merespon ciumanku.
Cukup lama kami berciuman, mungkin masih akan berlanjut kalo aja pintu kamar ku dan Raiz gak ditendang dari luar. Membuat kursi yang tadi kugunakan untuk mengganjal pintu terlempar.
Sebenarnya aku ingin mencari tau, siapa yang menendang pintu kamar ku dan Raiz. Tapi Raiz sepertinya enggan beranjak dari tempatnya yang duduk manis diantara kedua paha ku, membuatku gak bisa bergerak.
"Iz, pindah dulu aku mau liat siapa yang tendang pintu tadi" ucapku. Raiz gugup, wajahnya bersemu. Sambil turun dia berusaha menarik turun kaos yang dikenakannya untuk menutupi bagian pinggang kebawah.
"Kenapa, Iz?" tanyaku heran.
"Iz...." ucapku sambil mendekati Raiz.
"Jangan mendekat" jawab Raiz panik.
"Kamu kenapa??" tanyaku bingung.
"Aku gak apa-apa, cepatlah tidur ini sudah hampir dini hari" jawab Raiz sambil mendorongku. Aku berniat menarik pinggang Raiz dari belakang, tapi tanganku gak sengaja menyentuh milik Raiz. 'Benda' itu hidup.
"Iz, kamu...."
"Diaam!! Cepat lepaskan tangan mu dari sana!!" Raiz menatapku horor, aku buru-buru melepaskan tanganku dari milik Raiz.
"Besar" ucapku
"GYAAAAA !!! Menjauh dariku" hardik Raiz sambil mendorongku. Aku terkekeh melihat tingkah Raiz.
Jadi tadi Raiz menarik kaosnya kebawah untuk menutupi miliknya yang sudah tegang dibawah sana.
"Kamu yakin bisa tidur dengan keadaan seperti itu, Iz?" goda ku masih tertawa, Raiz menatapku 'lapar', aku berniat menjauh darinya tapi Raiz sudah lebih dulu mendorong dan menindih tubuhku, 'semuanya terjadi' tanpa bisa ku tolak.
saya lupa kasih penjelasan soal itu, anggaplah sudah ditutup ya. Terimakasih.
@lulu_75
Aku capek sekali, tubuhku jadi terasa sakit semua. Terutama 'ditempat itu' rasanya panas dan perih.
"Iz" panggilku, tapi Raiz gak jawab. Dia terlihat tidur dengan damai, sambil memeluk ku. Aku merubah posisiku dari telentang jadi menyamping menghadap Raiz.
"Iz..." panggilku lagi. Raiz mengerjap lalu menatapku.
"Sakit" rengek ku, Raiz malah senyum sambil mengusap punggung telanjangku. Aku memukul wajahnya kesal, Raiz justru makin tergelak.
Aku menatapnya marah.
"Maaf Di, kalo tadi kamu gak godain aku, aku gak akan khilaf" ucap Raiz menyebalkan. Dengan kesal ku tarik pipi Raiz hingga membuatnya menjerit.
"Aww... Iya iya maaf" jerit Raiz kesakitan.
"Cepat carikan aku obat" ucapku sambil duduk. Aku meringis lalu kembali berbaring, bagian bawah tubuhku benar-benar sakit.
"Di !! Tahan sebentar" Raiz buru-buru beranjak dari tempat tidur menuju laci mejanya. Mengaduk-aduk isi lacinya, setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Raiz segera memberikannya padaku.
"Minum ini cepat" ucap Raiz.
"Udah minum aja" ucap Raiz sambil mengusap rambutku.
Gak lama setelah minum obat dari Raiz, aku tidur.
Gak tau berapa lama aku tidur. Tapi saat mataku terbuka matahari sudah bersinar terang.
Raiz juga sudah gak ada dikamar. Kenapa dia gak bangunin aku? Aku bangun perlahan, sakit dibagian itu sudah berkurang. Aku melangkah menuju lemari ku, mengambil handuk dan pakaian ku. Mungkin sebaiknya aku mandi.
Koridor asrama sepi sekali, ku langkahkan kaki ku menuju kamar mandi yang letaknya ada diujung kamar-kamar asrama. Diasrama ini ada enam kamar mandi. Kupilih kamar mandi yang paling ujung, kugantungkan pakaian dan handuk ku pada kapstok. Lalu mulai menyalakan shower membiarkan air mengguyur kepalaku. Aku menyingkirkan perban yang membalut keningku, ada sedikit rasa perih tapi ku abaikan.
Tanganku meraba bagian bawahku, menekan tepat ditengah. Aku begidik saat cairan Raiz keluar dari sana.
Setelah bersih, aku buru-buru berpakaian dan kembali ke kamar ku.
Siswa itu menatapku tajam. Dia terlihat sangat marah. Lalu tanpa kusangka, dia mendorongku hingga tersudut ke tembok.
"Jauhi Raiz!" ucap siswa itu tepat didepan wajahku.
"Beri aku alasan, kenapa aku harus menjauhi Raiz?" tanyaku.
Tapi bukannya menjawab pertanyaanku. Siswa itu justru menendang tepat ke uluhati ku dengan lututnya, aku yang gak siap dengan ulahnya langsung tersungkur ke lantai. Uluhati ku sakit bukan main.
"Jauhi dia atau kamu mati" ucap siswa itu lagi sambil mencengkram kaos ku lalu menghempaskan ku kembali ke lantai. Dan bodohnya, aku sama sekali gak bisa melawan semua perbuatan siswa itu. Hingga dia bisa melenggang bebas, keluar dari kamarku tanpa luka sementara aku dibuatnya gak bisa berkutik.
Aku berusaha bangkit tapi uluhati ku benar-benar sakit. Aku berusaha berdiri tapi gagal.
Kucoba mengingat nama siswa yang memukulku tadi tapi sulit sekali. Aku harus lebih tenang dan fokus agar bisa mengingat semuanya.
"ARGGH !! Menyebalkan" dengan kesal ku benturkan keningku ke tembok. Sesuatu menciprat ke wajahku, aku mengusap wajahku dengan tangan. Untuk beberapa detik aku diam memandangi telapak tanganku yang terdapat bercak darah.
Ha?? Darah darimana? Kuraba perlahan bagian yang terasa sakit pada keningku. Sepertinya keningku luka karena tadi kubenturkan ke tembok.
Sedikit tertatih aku melangkah menuju meja belajarku. Untuk mengambil beberapa helai tisu lalu menempelkannya pada keningku. Kubuka laci meja belajarku, mengamail cermir seukuran piring yang kusimpan disana.
Untuk beberapa detik aku diam, sambil memandangi bekas luka jahit dikeningku yang berdarah. Rentetan ingatan saat aku tertabrak motor, lalu dirawat dan akhirnya pulang lagi ke asrama bermunculan dalam pikiranku.
Dia siswa yang tadi memukulku. Surya, namanya Surya Permana. Orang yang sepertinya tau banyak hal tentang Toni. Tapi, kenapa dia menyuruhku menjauhi Raiz? Apa dia menyukai Raiz? Atau jangan-jangan dia orang yang mengirimi Raiz surat kaleng selama ini.
Aku harus mencari tau supaya semuanya jelas. Aku gak bisa asal tuduh, apalagi aku gak punya bukti.
"Haloo.... Aku datang mau memperbaiki pintu" aku tersentak saat sebuah suara membuyarkan lamunanku. Aku memandangi laki-laki besar yang berdiri diambang pintu. Dia tampak shock saat melihatku.
"Keningmu kenapa?" ucapnya. Oh iya hampir aja aku lupa dengan luka dikeningku. Ku ambil kotak P3K diatas meja belajarku. Aku berniat menutup luka dikeningku dengan plester tapi laki-laki itu mencegahku.
"Ah tunggu. Biar aku saja yang mengobati luka mu itu"
Aku menatap lekat laki-laki dengan perawakan lebih besar dariku itu. Dia, orang yang tadi malam sudah membantu ku mendobrak pintu. Kalo aku gak salah ingat, namanya Iwan. Dia kakak kelas yang menyerang Toni dikelas waktu itu. Dia juga orang yang sudah memukul wajahku.
Kenapa tiba-tiba, dia jadi baik padaku? Aku memandanginya dari atas ke bawah. Dia, ganteng. Badannya berotot.
"Tapi kalo kamu gak ijinkan, ya udah gak apa-apa" ucapnya salah tingkah. Aku memberikan kotak P3K ditanganku padanya.
"Tolong" ucapku.
"Dengan senang hati" jawabnya sumringah. Lalu mulai mengobati luka ku.
"Apa gak sebaiknya kamu ke UKS aja. Luka mu ini butuh penangan dokter" jelasnya sambil mengoleskan obat luka di luka ku. Aku meringis menahan perih.
"Apa kelihatan parah?" tanyaku.
"Sangat, kita ke UKS aja. Biar kuantar" ucapnya sambil menatapku. Lalu mengusap pipi ku dengan punggung tangannya.
"Singkirkan tanganmu dari wajahnya!" aku spontan menoleh ke arah sumber suara.
"Ck. Kamu lagi" ucap kak Iwan bosan.