It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Saat aku sampai di kelas, aku melihat temen-temenku sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Mereka bergerombol di meja-meja. Satu meja bisa mencapai lima anak.
Aku berjalan mendekati Anton yang ikut bergerombol.
"Ngapain? Memangnya ada PR ya?" tanyaku.
Pluuukk...dia menimpuk wajahku dengan buku.
"Oh ini...." desisku saat ikut melihat PR apa yang bisa membuat temen-temen sekelasku kalang kabut.
Kayaknya aku sudah ngerjain sih.
Aku mengecek isi tasku. Dan ternyata benar. Aku sudah selesai dengan jawaban yang mungkin benar mungkin salah.
Akhirnya aku fokus dengan hpku. Main game yang selama ini aku mainkan. Saat di laptop aku pakai aplikasi. Tapi gambarnya jadi jelek. Patah-patah.
"Ton," panggilku.
"Hmm??" Anton menyahut tanpa menatapku.
Dia sibuk dengan PRnya.
"Jenus ini...kok beda ya," kataku saat melihat Jenus dari guild Hyper membantai beberapa player.
"Maksudnya beda?" kini Anton duduk di kursinya.
Dia masih menyalin PR punya Santi.
"Inget nggak sih dia dulu nggak sekuat ini? Maksudku, emang levelnya dan powernya besar tapi dia nggak bisa perang. Kalau pvp pasti dia kalah. Kalau nggak gitu dia pasti kabur," Anton langsung menatapku.
Jenus orang yang cuma modal duit untuk menaikkan power dan level tapi nyatanya nggak bisa apa-apa. Cemen. Lawan character dengan power di bawahnya saja dia dulu selalu kalah. Dia nggak tahu tak tik dan cara menggunakan skillnya dengan baik. Tapi itu dulu. Sekarang jangan ditanya.
"Iya juga ya," desisnya, "kalau nggak salah dia jadi kuat sejak beberapa bulan terakhir kan?!"
"Apa mungkin dijoki'in?" tanyaku.
"Mungkin tapi masa yang punya nggak pernah nongol? Tapi nggak ada kabar di jual juga sih akunnya."
"Kalau nggak salah, si Upin pernah chat dia tapi nggak di bales. Terus siapa itu...istrinya, chat juga nggak di bales. Tapi tetep dia naikin level intim sama istrinya."
"Jadi sok cuek gitu ya? Padahal si Jenus kan orangnya cerewet banget. Dulu kalau nggak vn juga pasti triak-triak di word kan?"
Aku manggut-manggut.
"Tapi keren juga lo," kataku sambil mencoba mengintip kelengkapan yang dimiliki Jenus, "menurutku dia jadi semakin keren. Cocok aja sama level dan powernya."
"Kamu itu benci atau ngidolain doi sih?"
"Ya benci juga tapi ngidolain juga hahahahaha....soalnya dia keren. Moga aja doi hode. Sapa tau dia cewek cakep yang demen ngegame."
"Moga aja.... Aaahhh!! PRku nggak kelar-kelar."
Sekarang yang jadi raja di seluruh server adalah si Jenus. Dia nggak cuma nomor satu di serverku tapi juga di semua server. Keren kan?!
Sampai ada yang teriak-teriak Jenus i love you di word. Kalau Jenus sedang perang, pengikutnya banyak. Kalau pvp sekarang jadi keren banget.
Oohh....
Ada chat masuk.
Dari....Jenus???
-jangan ngintip charku terus. Aku masih perang-
!!
Aku langsung tersenyum.
Semakin usil, aku mengintip charnya beberapa kali.
Dan dia....
Off....
Saat bel istirahat berbunyi, salah satu teman Erry datang kekelasnya. Cahyo langsung mendekati Erry.
"Erru tuh dihukum," lapor Cahyo.
Erry menatap temannya itu.
"Huh?" nampaknya Erry tidak paham dengan kata-kata Cahyo.
"Dia telat o'on."
"Kok bisa? Dia nggak pernah te...." kata-kata Erry terputus saat di memikirkan sesuatu, "Ervan."
"Huh? Sapa??"
"Ervan, cowok yang tinggal di rumahku. Pasti papi nyuruh Erru buat nganter dia."
"Waduh anaknya mami barumu ya?! Emang dia sekolah dimana?" tanya Anton yang daritadi menyimak obrolan mereka.
"Nggak tau. Nggak penting juga."
"Tuh si Erru masih dilapangan. Dia sendirian noh. Kasian, keringatnya sebiji jagung. Netes-netes."
"Gila...matamu canggih juga ya Yo, sampai tau ukuran keringat yang netes-netes."
Cahyo terkekeh.
"Ke kantin nggak?" tanya Erry sambil memasukkan bukunya ke dalam laci.
"Yuk," Anton mengecek uang di sakunya.
"Nggak liat Erru dulu?" tanya Cahyo.
"Nggak. Ngapain aku liatin dia?"
Erry menepuk bahu kedua temannya itu lalu mendorong mereka sampai kaki mereka bergerak.
Mereka beberapa kali bercanda sambil menendang-nendang pantat. Saat melewati kelas Rudi, cowok dengan rambut bergelombang itu keluar kelas untuk bergabung dengan ketiga temannya.
Erry melihat ke arah lapangan saat Cahyo memberitahu keberadaan Erru.
"Sendirian apanya?! Lagi pesta sex gitu di tengah lapangan," ocehan Erry membuatnya terkena pukulan di kepala oleh Rudi, "apa siiiii???"
Erry mengusap kepalanya.
"Samperin kek!! Kasih minum!!" Rudi mencoba memberi nasehat.
"Nggak penting," dengus Erry, "nggak bakalan mati juga."
Anton terkekeh.
"Parah kalian ini. Saudara tapi kok kayak gini," oceh Anton.
"Kembar lagi," Cahyo ikut buka suara.
"Terus? Masalah???" Erry nampak geregetan.
Mood Erry mendadak menjadi jelek. Dia mengeluarkan hp nya dan memainkan game.
~ Ervan ~
Mbak Ayu orangnya cantik kalau saja dia sedikit kurus. Masakan yang aku suka darinya itu sambal goreng pindang. Enaknya mak nyus.
"Makanmu banyak juga," om Yan tersenyum.
Aku langsung tersenyum malu.
"Masakannya mbak Put enak," kataku memuji.
"Iya memang enak. Cuma dia kurang latihan saja. Kalau dia ada waktu mau papi khursusin masak."
Aku tersenyum. Biarpun om Yan sudah membiasakan untuk memanggilnya papi, tapi aku masih susah memanggilnya papi.
Pembicaraan kami terhenti saat Erry dan Erru baru pulang dari sekolah. Tadi pulangku di anterin sama Septi.
"Makan dulu Erru, Erry, bun...mami tadi bikin agar-agar juga."
"Nggak usah tante, aku tadi sudah makan di luar kok," sahut Erry sebelum melenggang pergi.
Sedangkan Erru mencoba mengambil piring dan memotong agar-agar lalu membawanya ke lantai atas.
"Ya...gitu itu anak-anak papi. Nggak pernah mau makan di meja makan kalau nggak papi suruh dulu. Kalau nggak papi marahin dulu," kata-kata om Yan terdengar sangar.
Aku tersenyum datar.
Sudah sifat mungkin ya?
"Nggak masalah kok mas," bunda menuangkan air ke gelas kosong om Yan, "namanya juga masih muda. Biasa kalau kayak gitu. Kita yang harus ngertiin mereka."
"Kamu memang ibu yang baik," om Yan memuji.
Itu membuatku tersenyum.
"Aku sudah selesai makan," kataku, "mau ke atas dulu."
"Aku ikuuutt," Lena langsung turun dari kursi.
Senyumnya merekah.
Lena berlari lebih dulu menaiki tangga saat om Yan memanggilku.
"Kalian tadi telat?" tanya om Yan.
"Iya om. Erru mungkin lebih telat lagi sih. Besok aku berangkat sendiri aja om."
"Kamu itu kelas sebelas sama kayak Erru Erry kan?"
"Iya om."
Om Yan nampak berfikir.
"Pindah sekolah aja gimana?"
"Huh?"
Yang terlintas di otakku saat ini adalah...Anna.
"Ng...nggak usah buru-buru mas," bunda nampaknya mengerti, "pindah sekolah nggak segampang itu lo. Lagian Ervan harus berpisah sama teman-temannya."
"Kan cuma sekolahnya. Dia masih bisa ketemu di luar sekolah."
Bunda tertawa pelan.
"Kita bisa bahas itu lain kali. Ervan kan baru pindah di sini, dia juga butuh beradaptasi juga sama saudara-saudara barunya. Mungkin setelah Ervan terbiasa, bisa kita bicarakan lagi soal pindah sekolah."
Aku mencoba tersenyum.
AKU NGGAK MAU PINDAH. DEMI APAPUN JUGA AKU NGGAK MAU PINDAH SEKOLAH. Di sini saja aku sudah nggak nyaman. Apalagi kalau sampai pindah sekolah. Frekuensiku ketemu Anna saja berkurang banyak setelah aku pindah di rumah ini. Tadi juga aku nggak ketemu sama Anna. Dia ada rapat guru. Dan aku hanya bisa menghubunginya lewat bbm. Kalau aku sampai pindah sekolah juga. Aku nggak bisa....
"Anter Lena kekamar. Dia harus tidur siang setelah ini," perintah bunda membuatku seolah lepas dari tuntutan yang...
Aku menyusul Lena yang sudah ada di lantai atas.
"Gimana rasanya?"
Aku kaget saat mendengar suara Erry. Dia sedang berdiri di depan kamarnya.
"Gimana rasanya hidupmu diatur orang lain? Enak?" Erry yang sedang memegang hp kini menatapku.
"Maksudmu gimana?"
"Ini baru hari ketiga kamu ada di rumah ini. Dan itu tadi cuma awalnya."
"..."
"Kalian masuk kerumah ini tanpa tau apa-apa kan?!" Erry tersenyum.
"Aku nggak masalah kalau bunda senang."
"Gimana kalau nggak sesuai harapanmu? Kamu mau minta bundamu cereiin papiku?"
"..."
"Atau...papiku yang cerein bundamu?"
Aku menghela nafas.
"Kamu itu kebanyakan mikir," tanganku menyentuh pucuk kepalanya dan langsung dia tepis.
Panas...
"Nggak usah sok akrab."
"Sorry..." desisku.
Kebiasaanku kalau sama Lena. Habisnya si Erry tadi kayak lagi cari perhatian.
Suara berdesir cukup menggangguku. Bukan karena ada rasa cinta di dada. Karena aku tahu ada yang sedang mengejarku. Yang pasti itu bukan suara langkah kaki cewek. Suara berdesir ini dari sulur-sulur yang bergerak untuk menangkapku.
"Aaaarrgghh!!!" satu sulur berhasil melingkar di kakiku.
Sihirku berpendar setitik sebelum membesar melenyapkan segalanya tanpa sisa.
Sulur tadi adalah sihir untuk para pengecut yang nggak mau nunjukin dirinya. Petarung jarak jauh yang nyusahin.
Baru saja aku berfikir bisa menghindari jangkauan sihir para pengecut, sesuatu yang keras menghantam tubuhku. Aku terpental cukup keras. Untung saja aku sempat mengaktifkan perisai. Tapi pukulan itu memberi efek yang lumayan. darahku turun hampir setengah.
Ketek Bau.
Si gebleg yang pakai nama Ketek Bau itu nyebalin tingkat dewa. Dia selalu jadi biang kerok kalau event antar server. Atau dia selalu menyerang player, bukan monsternya.
Me : -Fak...fak...fak....-
Aku mencoba mengetik di chat server.
Irie : - :v -
Sialan.
Kutu : -wa g mw bantu lo ya-
Kutu : -lgi misi.-
Me : -fak fak fak!!!-
Kutu : -wkwkwkwkwkwk si ketek bau butuh bedak biar jd burket-
Semprol : -hahahahaha.... lol-
ISU : JENUS SUDAH ONLINE
Me : -bantuin bego!!! Koor 0012701644619 buruan!!-
Me : -wa d kepuung. Fak!!-
Irie : -g deh i pas.-
Irie : -mereka kamvret tw g. Males ladenin mereka.-
Irie : -udah pake peta. Pindah tempat-
ISU : DEMON SUDAH ONLINE
ISU : DEMON SUDAH OFFLINE
Me : -kehabisan peta. Gak bisa kluar dr zona ini. Mati jg prcma hidupx ttp d tmpt ini. Bego.-
Irie : -off la. Agak nnti br on lagi.-
Karen : -lu dinana.-
Karen : -dimana?-
Karen : -mw beli petaq?-
Me : -2 dmd wa beli.-
Semprol : -2 dmd aku jg mau loh-
Karen : -batal jual hahahaha-
Cih!!!
Aku akhirnya mencoba untuk lebih fokus.
Saat mencoba melarikan diri dari mereka. Tapi mereka nggak akan tinggal diam sebelum target mereka mati.
!!!
Sebuah kilatan pedang terlihat. Dan...
Craaaazzz...
Darah ketek bau langsung turun drastis.
Eh??
Jenus?
Dia berdiri beberapa langkah di dekatku. Dia mengarahkan pedangnya ke ketek bau. Satu tusukan membuat ketek bau musnah.
ISU : JENUS MEMBUNUH KETEK BAU DI KOORDINAT 0012701644619
Seketika itu juga chat serverku menjadi ramai.
!!
SPEAKER ANTAR SERVER- KETEK BAU - S3 : -JENUS G USAH IKUT2!! CACAT LU!!!-
Irie : -wah cacat teriak cacat hahaha.-
SPEAKER ANTAR SERVER - SEMPROL - S5 : -LU BRANIX CM MAIN KROYOKAN. SAMPAH LU TEK!! AMPAS!!!-
Karen : -lu ngapain buang2 dmd buat ledenin ampas?-
Semprol : -sebel jg liatx. Kmrn aq jg di kroyok mati2an.-
Irie : -lol.-
Ada PM masuk.
Dari Jenus.
Jenus : -Knapa bisa terlibat sma anak s3??-
Me : -perhatian?-
Jenus : -g. Aq pnya hutang nyawa ke mreka. Mw aq byr lunas.-
Me : -trims-
Jenus : -kluar km dr situ.-
Me : -g ada peta-
Nggak disangka-sangka dia mengirimiku hadiah peta tiga puluh lembar. Tanpa ba bi bu langsung aku gunakan.
Karen : -cieeee yg ditolongin jenus-
Karen : -wkwkwkwkwkwk.-
Semprol : -kaget jg liat isu td.-
Karen : -kok bisa sih di tolongin jenus?-
Karen : -cie cie trnya kalian...-
SPEAKER ANTAR SERVER - KORBAN HAMIL MUDA - S1 : -wkwkwkwk...ketek mah mainx slalu kroyokan. G seru kali klo g gangbang wkwkwkwk.-
Irie : -wkwkwkwk...nickx mantab jiwa.-
Semprol : -ihir jenus diam2
Semprol : -menjijikkan lol-
ISU : XxX SUDAH ONLINE
ISU : JENUS MEMBUNUH SWee DI KOORDINAT 0012701645678
ISU : JENUS MEMBUNUH THE ONE DI KOORDINAT 0012701572894
Apaan sih mereka ini.
Kutu : -benci tp...
Semprol : -wkwkwkwk.-
XxX : -apaan ni? Ktinggalan brita w.-
XxX : -lg perang ya?-
Irie : -si jenus nolongin uhuukk ethoa
XxX : -ihiirr ethoa...trnyata...
XxX : -tak kuduga.-
DureX : -wew. Da apa da apa?
Semprol : -pasangan br telah lahir.-
Aku terkekeh.
Me : -kamvret dah kalian.-
Me : -gossip. Cwo2 tukang gossip kalian.-
Karen : -wa cwe.-
Irie : -i jg.-
Semprol : -wa jg cwe ciiinn.-
Me : -gila y prol???-
Irie : -lol.-
ISU : JENUS MEMBUNUH RABBIT DI KOORDINAT 001275728010
XxX : -nus!! G usah repot2 nus.-
XxX : -yg km tolong jg ngeselin kok. Wkwkwk-
Me : -wa ngeselin?.-
Me : -drmn nya?-
ISU : JENUS SUDAH OFFLINE
Irie : -pangeran idaman.-
Irie : -nolongin tuan pitru.-
Irie : -eh typo.-
Irie : -putri.-
Xiaxia : -g ush hina leaderku.-
Xiaxia : -setan kalian.-
Irie : -i g hina. I mengagumi.-
Irie : -bca pake mata ya!-
Semprol : -wkwkwkwkwkwkwk.-
Irie : -ada yg cmburu krn leaderx nolongin Ethoa.-
Xiaxia : -bangke kalian.-
Viola : -Xia, udah biasa kan, mreka org2 bar2 g tw trima ksh.-
Irie : -lol kita di katain bar2.-
Xiaxia : -ditolongin malah njelek2in jenus.-
XxX : -spa sih yg jelek2in?-
XxX : -cm apa bnr junus homo?-
XxX : -Lol.-
Choki-choki : -udh xia.-
Choki-choki : -yuk lnjut misi aja.-
Choki-choki : -biarin mreka ngoceh g jelas.-
Karen : -kalo d pikri2 kalian jg ska kroyokan.-
DureX : -pikir2 Ren bkn pikri2 wkwkwkwk.-
Viola : -tapi jelas itu event. Musuhx jelas. G asal main kroyokan kyk td.-
Viola : -bisa bedain g? Asal njeplak aja jari2 jempolx.-
XxX : -wkwkwkwk bisa2. Klo di ketik bukn mulut yg njeplak tap jari jempol.-
Irie : -Lol.-
Me : - apaan sih. Nggak penting bngt kalian ini.-
Tok...tok...tok...
Suara ketukan pintu kamar membuatku meletakkan hpku.
Kepala seseorang menyembul dari balik pintu yang di buka tanpa izin.
"Ry, ini mami bawain agar-agar. Dari siang tadi kamu belum makan kan?!"
Apaan-apaan?
Aku menyunggingkan sebuah senyum.
"Nggak usah tante. Aku nggak suka agar-agar."
Wajahnya berubah drastis. Seperti ada rasa kecewa.
"Oh ya udah kalau gitu. Aku kira kamu suka."
"Oh ya tante."
"Iya?"
"Kalau kekamarku cukup ketuk pintu saja. Nanti aku keluar."
"Ah...!! Maaf-maaf. Mami ganggu ya? Maaf-maaf."
Setelah itu tante pergi sambil menutup pelan pintu kamarku.
"Ganggu aja."
Ruangan ini masih sama. Selalu sama saat aku kesini. Aroma kopi yang gurih tercium saat pintu ruangan ini terbuka.
Anna, wanita itu duduk seperti biasanya. Menatap kearah pintu, kearahku saat pintu terbuka.
Aku kembali menutupnya sepelan mungkin.
"Ada apa?" tanyanya kembali fokus dengan pekerjaannya.
Aku mengunci mulutku. Yang aku lakukan adalah duduk berseberangan dengannya. Dibatasi oleh meja tebal.
Anna menatapku lagi.
"Apa aku nggak boleh di sini? Kesini nggak harus konsultasi kan? Atau aku harus bikin masalah dulu?" tanyaku sebelum dia mengusirku.
Anna menghela nafas.
"Ada masalah apa? Kamu ini...kalau ada masalah kelihatan lo."
Aku tersenyum.
"Kamu kok perhatian sih."
"Aku perhatian pada semua murid," Anna kembali menatap bukunya.
"Aku murid spesial kan?!" kali ini Anna terdiam, "aku mungkin bakal pindah sekolah."
"Huh???" Anna kembali menatapku.
Aku nggak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.
"Takut aku tinggal yaaaaa...."
"Nggak usah bercanda!"
"Aku serius. Mungkin aku bakal pindah sekolah. Om Yan nyuruh aku pindah."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Kapan?"
"Kemungkinan akhir bulan ini. Bisa molor dua bulan lagi."
Anna menghela nafas.
"Apa kamu yakin? Pindah sekolah itu nggak gampang. Butuh penyesuaian diri. Sedangkan kamu masih berusaha menyesuaikan diri di rumah barumu, keluarga barumu."
"Kalau aku bilang yakin jelas itu bohong. Aku nggak nyaman di rumah om Yan. Aku pengen balik ke rumahku sendiri."
Gimana aku bisa nyaman di rumah yang terasa asing buatku. Om Yan mungkin orang baik, oke...dia baik. Aku nggak meragukannya. Tapi sikapnya yang tegas salah sasaran kalau menurutku. Belum lagi anak-anaknya. Erry yang terlihat nggak suka sama kedatanganku dan keluargaku. Dan jalan pikiran Erru yang sulit ditebak.
Aku menghela nafas.
Anna tersenyum.
"Kamu suka ya lihat aku menderita?" sindirku.
"Nggak...nggak gitu. Lucu aja. Bukan kayak kamu yang biasanya. Kamu kayak capek gitu."
"Beban mental ini."
Akhirnya dengan sabar Anna mendengar keluh kesahku. Sesekali dia memberi nasehat dan masukan. Dia bilang kalau aku harus bisa masuk ke tengah-tengah keluarga itu sebelum aku merasa asing dan makin tidak nyaman. Kemungkinan Erru dan Erry seperti itu ada hubungannya dengan masalah orang tuanya yang sampai bercerai. Kalau itu aku tahu. Mungkin kalau aku ada di posisi mereka berdua, keadaaku nggak akan jauh beda.
~ Author ~
Pintu tebal itu terbuka. Sosok Erru muncul dari balik pintu itu. Dia langsung berjalan masuk. Dan...
Brruuughh....
"Ngghh!!"
"Aaa...aaaduh...Erru??"
Kemunculan Ervan yang tiba-tiba dari pintu dapur membuat mereka bertubrukan. Kantong plastik yang dibawa Erru pun terlepas dan jatuh, membuat isinya berserakan.
Ervan yang melihat itu langsung membungkuk untuk mengambilnya. Tapi baru saja dia menyentuh satu botol obat, Erru langsung merebutnya.
"Sorry nggak sengaja," kata Erru yang masih memunguti botol-botol obat.
"Kamu...sakit?"
"..."
Erru tidak menjawab dan hanya memunguti obatnya.
"Banyak sekali obatmu. Sakit apa? Nggak kedokter?"
"Aku nggak sakit. Ini vitamin," sahut Erru sambil berlalu pergi.
Ervan hanya menatap Erru yang menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
"Itu tadi vitamin? Vitamin...lima botol? Banyak banget."
Mataku terbuka tiba-tiba. Dorongan mau buang air kecil. Aku bergegas keluar kamar dan langsung masuk ke toilet yang memang tersedia di lantai atas.
"Fuuuhh..." aku bergidik saat melepas beban berat di bawah perutku.
Cuuurrrrr.....
Suara khas mungkin.
Saat mau kembali ke kamar aku melihat lampu di ruang tengah menyala. Padahal kalau malam di matikan. Apalagi ini sudah jam...
Aku melihat jam dinding.
Jam dua pagi. Seharusnya lampunya mati. Apa mbak Putri lupa?
Mau nggak mau aku turun kebawah menuju ruang tengah, ruang keluarga. Langkahku sempat terhenti saat melihat satu sosok bertelanjang dada sedang tiduran di sofa. Butuh beberapa detik buatku untuk menebak pemilik tubuh itu.
"Erru??"
Benar saja, dia langsung menjauhkan lengannya yang menutup ke dua matanya. Dia juga nampak terburu-buru mengambil sesuatu di atas meja dan memasukkannya ke dalam kantong celananya.
"Oh...kamu," desisnya setelah sadar kalau yang memanggilnya itu aku.
Aku berjalan mendekatinya sambil melihat ruang tengah dengan seksama. Lampu yang menyala adalah lampu malam, redup.
"Kenapa kamu di sini? Nggak tidur?" tanyaku.
Wajahnya nampak lelah. Kantung matanya makin menghitam saja tiap hari. Padahal dia punya wajah cakep. Sayang...dia tidak merawatnya dengan baik.
"Aku nggak bisa tidur."
"Banyak pikiran?"
Dia terdiam. Aku memilih duduk di sampingnya.
"Aku juga gitu kok kalau banyak pikiran. Susah tidur."
"..."
"Waktu ayah meninggal dulu, aku nggak bisa tidur beberapa minggu. Hampir sebulan. Tidur beberapa menit terbangun lagi...terbangun lagi."
"..."
"..."
"..."
"..."
"..."
Aku menatap Erru. Dia menyandarkan kepalanya ke sofa. Matanya lurus menatap ke atas.
"Kamu...nggak suka kami ada di sini?" tanyaku dengan hati-hati.
Dia masih mematung. Hanya sesekali menghela nafas.
"Aku...tahu itu. Erry juga nggak suka kami di sini. Tapi...apa bisa kalian...kamu bertahan?"
Jujur saja kata-kata yang aku ucapkan ini juga untukku sendiri. Mau nggak mau aku juga harus bertahan. Demi bunda...demi Lena.
Erru menatapku.
"Gimana caranya biar bisa tidur?"
"Huh??"
Kenapa yang ditanyain...
"Aku susah tidur. Gimana caramu tidur saat nggak bisa tidur?"
Aku menatap Erru yang masih menatapku.
...
...
...
Oke dia serius.
"Gimana ya....aku dateng ke kamar bunda, terus minta peluk sambil tidur. Atau...aku tidur dipangkuannya. Tangan bunda yang membelai kepalaku...bisa bikin aku tertidur."
"..."
"Biasanya bunda ikutan tidur. Tapi...nggak mungkin kan kamu tidur sama bundaku?!"
Bisa aku hajar dia nanti.
!!!
Tanpa disangka-sangka Erru sudah meletakkan kepalanya di pangkuanku.
Plak!!!
Spontan tanganku menghalaunya dan tanpa sengaja mengenai pipinya dengan keras. Dia hanya memejamkan matanya sambil memegang pipinya.
"Aauu...sorry-sorry. Lagian kamu ngapain sih?? Bikin kaget aja!!" ocehku sambil mendorong-dorong tubuhnya pelan.
"Aku pengen tidur. Biarin aku tidur beberapa menit."
"..."
Apa sih yang dia pikirin?
Wajahnya menghadap ke arah perutku. Kedua matanya terpejam.
Apa yang aku pikirkan saat ini??
SUMPAH AKU JIJIK!!! AKU MERINDING. TENTU SAJA AKU MERINDING. Bagus kalau yang tidur di pangkuanku ini Anna, atau cewek cantik.
Rasanya pengen nampol wajahnya pakai bantal sofa. Atau aku ingin berdiri mendadak sampai di terjatuh. Tapi semua itu aku tahan saat menyadari mata pandanya.
Mungkin...nggak masalah kalau cuma sekali ini saja.
Tanganku bergerak membelai rambutnya. Tapi gerakan tubuhnya membuatku kesal. Dia melingkarkan tangannya di pinggangku dan mendekatkan wajahnya ke perutku.
BRENGSEEEKKK...!!!
AKU JIJIIIIKK!!!
Tanganku mengepal. Kedua mataku tertutup. Aku menghela nafas berkali-kali.
Sabar...sabar...jangan emosi..jangan membantingnya.
Aku kembali menghela nafas panjang sebelum membelai rambutnya lagi.
...
...
...
Dengkuran halus mulai terdengar darinya.
Dia tertidur. Padahal baru sebentar dia tidur dipangkuanku.
Aku menatapnya dengan seksama. Wajahnya nampak tenang. Wajahnya yang tertidur lucu. Wajah dinginnya sama sekali menghilang. Seperti anak kecil yang polos. Tidur dengan wajah polosnya
Aku tersenyum.
Nggak apa-apalah.
Sekali ini saja aku biarkan ada cowok yang tidur dipangkuanku.
Sekali saja.
"Mas...kok wajahnya..."
"Jatuh dari motor," sahutku sekenanya saat pak Yoyok mengomentari wajahku.
Motorku aku parkir di depan pintu rumah. Pak Yoyok yang nanti mindahin ke kandang.
Kalau nggak salah dirumah cuma ada tante sama Lena. Papi jelas masih kerja, kalau Ervan...
Mereka pasti tanya-tanya kenapa wajahku jadi seperti ini. Males jawabnya.
Ruang tamu kosong, ruang tengah juga kosong. Tumben sepi. Sejak mereka datang, tempat ini jadi ramai. Apalagi Lena yang teriak-teriak kalau pagi nggak mau di mandiin. Belum lagi teriak untuk yang lainnya. Anak kecil berisik.
"Wajahmu kenapa?"
Shit...
Si Ervan yang baru keluar dari kamarnya langsung bertanya.
"Jatuh," jawabku singkat.
"Itu bukan jatuh. Kamu dipukul? Apa kamu berkelahi?"
Aku menghela nafas sebelum tersenyum.
"Kalau nggak salah ingat aku sudah pernah bilang ke kamu dulu, kamu boleh melakukan apapun di rumah ini tapi jangan menggangguku. Itu artinya jangan mencapuri urusanku," kataku tanpa mengalihkan pandanganku padanya.
"..."
Aku menunjuk luka di wajahku.
"Ini bukan urusanmu."
Bibirku kembali menyunggingkan senyum. Aku harap dia mengerti. Aku harap dia sadar. Kedatangannya dirumah ini...
Menggangguku.
!!!
"HEI !!!!!" Ervan tanpa izin langsung menggelandangku ke kamarnya.
Bruuugghh!!!
"Uugghh...."
Si brengsek itu melemparku ke tempat tidurnya.
Aku berdiri tapi dia dengan cepat sudah menghadangku dan kembali melemparku ke tempat tidurnya.
"Breeeng....uuuhh..."
Dia memegang ujung bibirku yang sobek.
Plak!!
Aku menepis tangannya.
"Perih beeee....go."
"Harus diobati. Darahmu mengering."
"Aku..bis...uuuhhh...jangan disen....TUH!!!" Kakiku menendang perutnya.
Dia jatuh terduduk di depanku.
Rasa bersalah? Nggak. Aku nggak punya itu.
Aku langsung bergegas pergi. Tapi dia menahan tanganku. Dia menahanku sambil memegangi perutnya sambil meringis menahan sakit tentunya.
"Aku minta maaf sudah ada dirumah ini. Tapi apa kamu nggak bisa bertahan sedikit saja?"
Aku menarik tanganku.
"Bertahan dengan kalian?" aku menghela nafas, "banyak tuntutan ya..."
Brak...
Aku menutup pintu kamarnya sekeras mungkin. Sosok Erru yang baru menaiki tangga membuatku menghela nafas.
Dia menatap kamar Ervan sebelum kembali menatapku.
"Apa kelakuanmu nggak bisa dirubah?"
Aku tertawa dingin.
"Coba lihat siapa yang ngomong," sindirku sambil berlalu pergi.