It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
X pov
*
"Aku suka lagu ini," ucap Steve tiba-tiba saat kamu baru sampai di apartment. Aku tidak tahu kapan dia pemutar musik dan memutar lagu yang dia bilang sukai.
"Sebaiknya kita tidur Steve," tolakku entah tak begitu suka melihat Steve dalam kondisi seperti ini. Dia terlihat menahan rasa tak nyamannya.
"No Brian, I want to dance," jawabnya mulai menggerakan badannya untuk mengikuti alunan musik.
"Steve,?"
"Come,! Ini akan menyenangkan" jawabnya.
Melihat tingkahnya membuatku kembali ingin menikmati sesuatu bersama. Aku mengikuti alunan musik dan menari sesuka hati, sama sepertinya. Melihat gerakannya yang sedikit kaku kadang membuatku tersnyum menyadari bahwa manusia seperti Steve bisa berbuat konyol. Lima menit musik mengalun dengan menyenangkan dan musik berganti dengan lagu lembut.
"Hai," sapa Steve mendekat.
"Hai," jawabku. Ini percakapan konyol kukira.
"I love you," ucapnya kini mendekapku sambil sedikit menggerakan badan mengikuti musik.
"I said I love you, say that,!" Selanya karena sedari tadi aku tidak membalas ucapannya. Aku hampir lupa, bahwa apa yang dia ucapkan aku harus mengikutinya.
"I love you," ujarku menuruti perintahnya.
"Why do you love me?" Tanyaku kembali memulai percakapan.
"I like everything on you. Your eyes, your smile, your voice, your lips, your touches, everything... I love them."
"When you fall in love with me?"
"I don't know exactly."
"Kenapa?"
"Aku belum pernah jatuh cinta sebelumnya, dan aku tidak tahu bahwa aku sedang jatuh cinta."
"Lalu kenapa sekarang kamu berani mengatakan kamu mencintaiku?"
"Karena aku merasakannya,"
"So, you can't find the meaning of love until you feel it?" Tanyaku yang langsung mendapat hadiah kecupan darinya.
Aku mengeratkan pelukanku, dia juga merespon dengan hal yang sama. Kutaruh kepalaku bersandar nyaman di dadanya. Kurasakan beberapa kali bibirnya mengecupi kepalaku. Detak jantungnya berpacu cukup kencang, mungkin karena tarian konyolnya tadi di tambah efek alkohol yang ditenggaknya.
Kutaruh telapak tanganku tepat pada detak jantungnya. Detaknya sekarang terasa di telapak tanganku, aku menyukainya. Bibirku tersenyum menyambut hal yang baru kurasa. Berlahan kudekatkan bibirku untuk mencium dadanya. Lama aku merasakannnya hingga kurasa detak jantungnya berlahan menuju detak normal. Aku kembali tersenyum, karena boleh kusimpulkan apa yang tadi kulakukan membuatnya nyaman.
"Apa tujuan kamu mencintaiku?" Tanyaku saat kembali kutaruh kepalaku di dadanya, dengan detak jantungnya yang mengalun normal.
"Aku ingin membuat semuanya menjadi bahagia, aku ingin menyelesaikan segala kekacauanmu."
"Kekacauan?" Tanyaku yang kali ini mendongak melihat wajahnya.
"Yeah, kamu sangat kacau, aku ingin menyelesaikan semuanya Brian. Terlalu banyak yang kamu kacaukan, aku ingin kembali nyaman." Jawabnya memelukku kembali dengan lebih erat.
"Dan kamu tahu? Sekarang aku merasa nyaman. Aku nyaman kamu dipelukanku sekarang." Lanjutnya.
"Kamu tidak merasakannya Steve, ini bukan nyaman. Kamu......" ucapku terpotong karena Steve melepaskan pelukannya dan langsung berjalan menuju tempat tidur.
"Steve?" Panggilanku bahkan tak dia hiraukan. Aku hanya bisa terus mengikutinya dan melihat dia kini berbaring meringkuk. Dia terlihat menyedihkan.
"Aku ingin tidur, aku lelah" gumamnya langsung menutup mata.
semua barang berhargamu raib.wkkwkwkwkwkk
inspirwd by france gay movie, hahaha
"Aku harus menemukan sesuatu," gumamku masih terus meneliti ruangan untuk mendapat apa yang aku butuhkan. Steve masih berada di kamar mandi dan ini saat yang tepat untukku.
Aku sudah kehilangan prinsipku dalam bekerja, dan terima kasihlah pada Steve yang membawaku di dunia Brian. Aku tidak pernah mau ambil pusing dengan kondisi mereka yang membayarku, dan semuanya kini berubah. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi denganku, yang jelas kini aku peduli dengan Steve.
"What it is?" Ujarku melihat benda hitam berada di atas buku yang kemarin aku lihat.
"Recorder?" Tak ingin buang waktu, aku langsung menyakan ala itu, dan kini suara lelaki menyambutku.
"Hi beeb, apa kabarmu? Kenapa kamu tidak datang? Aku ingin sekali bertemu. Aku janji tidak akan berteriak lagi di depanmu. Aku janji akan jadi lebih baik. Aku akan menuruti semua yang kamu katakan.Aku janji... Aku akan melakukan apapun.... Beeb? Aku sakit... Aku ingin pulang. Aku sakit... Sakit sekali.... Tolong aku...aku tidak mau sendiri...aku sakit...aku tidak mau berada di tempat ini... Aku ingin pulang....Aku sakiiit. I love you Steve... I love you..."
"What are doing with my stuff?" Suara Steve terdengar jelas tidak suka.
"Who is this?" Tanyaku menunjuk recorder di tanganku.
"That not your business," geramnya langsung merebut benda di tanganku.
"Who is that? That's Brian?" Tanku masih belum menyerah.
"I said it's not your business. And don't you dare touch my things." Ujarnya penuh dengan penekanan dan kemarahan.
"I'm paying you, not to mess my things." Sambungnya memberi uang bayaranku. Aku tetap diam tak memberi respon untuk mengambil uangnya. Jujur kalimat itu menyakitkan untuk kudengar.
"Take it,!" Ujarnya benar-benar marah dan aku tak punya pilihan untuk menolaknya.
"Pakai ini sekarang,! Kita akan pergi." Sambungnya melempar kasar setelan baju yang seperti biasa dia siapkan ke arahku.
*
Perjalanan yang entah akan kemana ini tetasa sangat membosankan. Aku dan Steve memilih untuk diam. Aku tidak mau makin memperkeruh suasana, aku masih butuh jawaban siapa sebenarnya sosok Brian.
Aku memilih memperhatikan jalan sekitar untuk membunuh kebosanan. Sudah tiga jam mobil ini bergerak dan belum ada tanda untuk berhenti. Lama baru kusadari jika jalanan ini adalah jalan yang sudah kami lewati. Namun kembali, aku memilih diam.
"What the f**k you doing?" Geramku setelah menyadari mobil yang kami kendarai melewati mungkin empat kali jalan yang sama. Dia hanya melirikku sekilas tanpa niat menjawabnya.
"Kemana kita akan pergi sebenarnya?" Tanyaku lagi namun masih tak mendapat respon.
"Hey!!! Jawab pertanyaanku!" Masih nihil jawaban dan kesabaranku hampir habis.
"Steve,!!" Bentakku tak bisa lagi mengontrol.
Steve tidak memberi respon dari mulutnya, namun laju mobil yang dua kali lebih cepat kukira sebagai reaksinya. Jujur ini sedikit menakutkan, Steve dalam kondisi tidak baik.
"Hey! What you doing? Slow down the car!" Geramku kembali bersuara.
"Stop it,!!" Usahaku masih tak membuahkan hasil.
"STEVE,!!!" Teriakku saat mobil hampir menabrak pohon besar, beruntung Steve masih cukup cekatan untuk menghindar.
"What the fu....."
"AKU BILANG BRIAN TIDAK MENGUMPAT,!!" Teriak Steve menghentikan niat umpatanku.
"Shit, what you doing,?" Geramku ketika tiba-tiba Steve dengan brutal menghampiriku dan menghimpit tubuhku menekan keras pintu mobil.
"Do everything I want is your main job!.. I'm paying you. Remember that!!." Geramnya dengan lengan menahan dadaku kuat. Ini cukup menyesakkan, percayalah. Seluruh badanku terkunci oleh tubuhnya, dan tekanan di dadaku semakin kuat, membuatku sulit bernafas.
"You....."
"Sakit," lirihku tak tahan dengan tekanan di dadaku. Nafasku kini benar-benar sudah tidak teratur.
"Sakiit Steve," kembali lirihku.
Bagai jurus ajaib, Steve langsung melepaskanku. Dia bahkan terlihat sangat panik melihatku yang kini cukup sulit untuk kembali mengambil oksigen.
Aku tidak peduli pada reaksinya, yang kubutuhkan sekarang adalah menormalkan kembali nafas. Steve sangat kuat dan efeknya sangat terasa. Kulirik sekilas pada Steve dan dia seperti ingin mengatakan sesuatu padaku tapi selalu ia urungkan. Ini gila.
"Are you fu**ing nut huh? Did you want to kill me?" Kesalku setelah berhasil membuat nafas kembali normal.
"NO,!" Bantahnya tegas.
"So why you that to me huh? You almost kill me." Geramku masih kesal.
"I said that I won't kill you, I just...I... Shit!!" Geramnya entah kenapa sekarang dia yang terlihat lebih marah.
Tanpa kata lagi yang keluar Steve langsung kembali melajukan mobil. Selama perjalanan tak ada suara diantara kami. Aku memutuskan kembali pada suasana jalanan.
Aku bukan pertama kali mengalami hal buruk dengan clientku, namun kali ini terasa berbeda. Aku sadar aku terlalu dalam masuk hidup Steve, tapi aku tidak bisa menghentikannya.
*
"Ini,!" Ujar Steve memberikan rokok yang sama seperti hari lalu. Sekarang kami akhirnya kembali ke apartment.
"Aku tidak mau," tolakku.
"Bukankah sudah aku katakan jika aku tidak butuh pendapatmu,?" Kilahnya.
"I said I won't,!" Tegas ku.
"Take it,! Just smoke,!" Steve masih memaksa.
"I WON'T" ujarku mengambil rokok dari tangan Steve dan mematahkannya menjadi dua bagian.
"You,!" Geramnya.
"Why you did it?"
"Huh, did what?" Tanyanya mulai berubah menjadi nada meremehkan.
"Who is Brian actually?" Tanyaku berusaha tak terpancing emosi.
"Kamu tidak perlu tahu. Aku membayarmu untuk melakukan apa yang aku inginkan." Ujarnya menolak menjawab.
"Aku perlu tahu, apa yang terjadi padamu benar-benar sudah di luar nalar,"
"APA PEDULIMU HUH!!! AKU MALAKUKAN INI UNTUK ORANG YANG AKU CINTAI...!!" Teriaknya sudah mulai kembali tak terkenadali. Dia bahkan ingin kembali menyerangku, namun aku tak membiarkan terjadi untuk kedua kalinya.
"Hey, stop,! Stop,! Kendalikan dirimu," ujarku berusaha menenangkan sambil terus menghindarinya yang terus mencoba mendekat.
"I just want make him happy. But I can't... I can't..." ujarnya kini terlihat semakin menyedihkan. Tubuhnya bahkan sekarang terduduk lemas di depanku.
"Hey, tenangkan dirimu Steve, I'm here," kataku berusaha menenagkan. Kuhampiri Steve untuk memberi pelukan.
"I really love him,"
"I know,"
"Lanjutkan peranmu, kumohon... Aku nyaman denganmu." Pintanya.
Aku memang sangat menikmati peranku sebagai Brian, tapi aku harus menghentikan semuanya jika aku peduli dengan Steve. Dan ya, aku cukup peduli dengannya.
"No, I can't Steve. Wake up, please. You deserve to be happy" tolakku berusaha membuatnya berubah pikiran.
"No, no, no I need you. I feel comfortable with you. Please, I'm begging you," ujarnya masih memohon.
"No Steve," tolakku.
"Please,.." mohonnya yang membuatnya semakin terlihat menyedihkan.
"You need to smoke this,!" Suara Steve berubah kembali garang. Aku cukup terkejut dengan perubahan singkatnya ini.
Dia kini bahkan langsung berdiri dan mencengkaram tanganku untuk menerima batang rokok darinya.
"I won't smoke this fu*king stuff anymore. I know what is it actually." Jelasku kesal.
"You know exactly what this stuff, why then you keep going?" Sambungnya seolah menang debat.
"I...." ucapanku terpotong oleh Steve.
"I'll fix you,"
"What?"
"I said that I'll fix you. You came to me with suck a big mess. Night life with drugs is terrible problem you make. And you know, I have make big impack after bring you here just days past...I.."
"YOU NOT FIXED ANYTHING STEVE. You just mess your own life,.. This is crazy, you're sick."
"Who you thing you are? You just stranger. I'm paying you," bantahnya kembali dengan kalimat yang sangat menyebalkan.
"Ok then, enjoy your fu**ing life.." geramku langsung beranjak dari apartment Steve.
Steve pov
"Ok then, enjoy your fu**ing life." Ucapan itu yang terakhir aku dengar darinya, hingga aku tak melihat lagi wajahnya.
Sedikit lagi semuanya berakhir dan dia mengacaukannya. Dia masuk terlalu dalam.
Mataku menatap nanar sekeliling apartment. Dua kejadian paling tidak aku sukai harus terjadi di tempat yang sama. Aku berjalan mendekat pada benda yang selalu bisa menghubungkanku dengannya. Ku tekan tombol on....
"Hi beeb, apa kabarmu? Kenapa kamu tidak datang? Aku ingin sekali bertemu. Aku janji tidak akan berteriak lagi di depanmu. Aku janji akan jadi lebih baik. Aku akan menuruti semua yang kamu katakan.Aku janji... Aku akan melakukan apapun.... Beeb? Aku sakit... Aku ingin pulang. Aku sakit... Sakit sekali.... Tolong aku...aku tidak mau sendiri...aku sakit...aku tidak mau berada di tempat ini... Aku ingin pulang....Aku sakiiit. I love you Steve...I love you..."
"Aaggghhh" geramku melempar apapun benda di dekatku kecuali benda yang sedang kupegang.
"Sorry, I'm so sorry beeb,"
Tok Tok Tok
Kuabaikan itu.
Tok Tok Tok
Kembali aku tak ingin merespon.
Tok! Tok! Tok!!!
"Shit,!" Geramku mengalah dan membuka pintu.
"What make you so long?" Suara itu kembali. Wajahya yang sejenak menghilang sekarang ada di hadapanku.
"Nothing,"
"You said in the morning that we will go somewhere, did it's too late to go?"
"No,"
"Then we can go right now?"
"Yeah"
"So let's go"
*
"Did we arrived already?"
"Yeah, come on!"
"Ok"
"It's just dark here," ujarnya ketika keluar dari mobil.
"Come here,!" Ajakku yang sekarang duduk di kap depan Mobil.
"What?" Tanyanya saat mendekat.
"Look up,!"
"Beautiful," gumamnya dengan senyum yang kusukai. Matanya terlihat kagum dengan ribuan bintang yang terlihat indah dari bukit ini.
"So, this place is your favorite?"
"No, It's you... I mean Brian."
"He's a cool guy with good taste, right?."
"Yeah, he's love here. He spend much time here with his guitar,"
"You must be good listener?"
"Yeah, he sing a lot. I like his voice"
"What make you decided to come back to me?" Ujarku mengalihkan topik pembicaraan.
"Guess what?"
"The money?"
"Sometimes I have no money thinking on my head." Jawabnya sambil merebahkan tubuh.