It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Lanjut...!
Kok gw yang deg2an ya..
bang remy, ketemuan ama opienya gmn!!!
lanjot ceritanya bagus2!!!
gw juga deg deg an bacanya!
Engga takut apa diliat sama pengunjung yang lain (selain si Nuzul)?
Agak kurang masuk akal...
Kalo ketauan sm satpam, bisa2 digrebek tuh...(kalo ada satpam)...
Paling2 endingnya putus sama si iqbal (menurut gw loh)....
konfliknya baru terasa nih....
kalo gw produser...udah gw jadiin film neh..hehehehehe
entah kenapa ya...gw lebih setuju kalo tokoh utama tetep sama iqbal..
IMO...
dasar sinis!
dan pesimis!
:P :P :P
Sinis apaan tuh, ga ngerti....
Pesimis kenapa?
Ga apa2 dong kalo gw berpendapat si remy bakalan putus sm si iqbal...
Kalo orang lain setuju si remy dan si iqbal bakal lanjut lg, itu hak mereka juga, gw gak ikut campur...
Bebas kok mengeluarkan pendapat....tp jangan nyerang ke pribadi dong...
ceritanya yg tuntas gt donk,. kt nya pas di kebun raya break dulu 8)
nuzul ngeliat kalian berdua? terus yang telp pagi-pagi tuh siapa ya? jadi penasaran...
"Kalo elu masih ngejar dia... kita berdua selesai sampai di sini..." Kata Iqbal tajam.
Aku tidak menyangka Iqbal akan berkata seperti itu. Kakiku mendadak susah digerakkan. Tanganku terkepal dan perlahan aku membalikkan badanku ke arahnya.
"Apa?" tanyaku.
Iqbal tidak mengulangi perkataannya, tangannya terkepal dan ditekankan ke pagar besi. Rahangnya dia katupkan erat-erat seperti menahan amarah.
Aku bingung harus berbuat apa, akhirnya dengan perasaan kacau aku memutuskan meninggalkan Iqbal dan menyusul Nuzul.
"Remy!!" Aku tidak menggubris panggilan Iqbal, sampai di luar aku mencari-cari kira-kira ke arah mana Nuzul pergi. Aku memutuskan mengambil salah satu jalan setapak yang tertutupi tumbuhan di kanan-kirinya. Akhirnya kudapati Nuzul sedang duduk di salah satu Gazebo yang terlindung oleh semak rimbun. Sesaat kukira dia sedang menangis, namun rupanya hanya wajahnya saja yang terlihat kemerahan. Dia duduk diam sementara tangannya memegang HP. Matanya lurus menatap ke depan tidak memedulikan aku yang menghampiri dan kemudian duduk di sebelahnya. Sampai kira-kira satu menit kami hanya terdiam. Akhirnya Nuzul memulai percakapan.
"Kenapa mas bohong? kenapa mas bilang enggak ada hubungan dengan salah satu dari mereka?" tanyanya.
lama Aku tidak menjawab, "sori.." cuma itu yang akhirnya bisa kuucapkan sambil memandangi jari-jari kakiku sendiri.
"Yah... gua juga sadar mas, kita baru kenal... harusnya gua enggak terlalu berharap... bener kata mas." lanjut Nuzul pelan.
Angin berhembus menggoyangkan pepohonan dan mengenai tubuhku. Entah mengapa aku merasa lebih dingin dari yang seharusnya kurasakan. Perasaan bersalahlah yang kukira menyebabkan aku seperti saat ini. Akulah yang menyebabkan Nuzul terlibat dalam situasi ini karena keegoisanku dan sifat kekanak-kanakanku yang hanya ingin membuat Iqbal kesal. Tenggorokanku kering. Aku merasa menjadi orang yang sangat jahat.
"Ane berharap kita bisa temenan Zul..."
"Gua juga berharap begitu mas... tapi gua ngerasa enggak bakalan sanggup ngeliat orang yang kita sukai... bersama orang lain. Mas ngerti kan?"
Aku mengangguk. Kemudian Nuzul melompat dari tempat duduknya. Dengan senyum yang dipaksakan dia memandangku. "Oya... Pak Iqbal Jangan ditinggalin kelamaan mas! gua sekarang mau pulang duluan. Barusan gua telepon Fifi supaya jemput."
"Zul..." panggilku tak tahu lagi harus berkata apa.
"Yah... gua pergi dulu ya mas? kita berdua ketemu karena kebetulan. Kalau emang kita masih berjodoh.... sebagai teman, pasti kita akan ketemu lagi secara kebetulan juga..." Nuzul berkata sambil tersenyum sementara tangannya menepuk-nepuk tanganku. Lalu dia pergi meninggalkanku sendiri di Gazebo dan memandang sosoknya yang menghilang dibalik rindangnya pepohonan.
Aku berlari terengah-engah menuju rumah anggrek, karena aku sudah keluar dan harus membayar lagi jika hendak masuk kembali, aku memutuskan bertanya pada cewek penjual tiket.
"Mbak, temenku yang pake kemeja kuning masih ada di atas?"
Si cewek penjual tiket saling berpandangan dengan rekan cowoknya. Akhirnya si Cowoklah yang menjawab. "Kayaknya udah pergi enggak lama abis Mas keluar tadi..."
"Oh, gitu... makasih ya!" kataku.
Aku kembali berlari menuju lapangan tempat kami beristirahat, aku berdiri di tengah lapangan berputar-putar berusaha mencari sosok-sosok yang aku kenal. Tapi tidak ada Iqbal, tidak ada Mbak Dini, Kayla bahkan Fauzi dan Lis... Aku melihat ke arah yang aku yakini sebagai tempat Mbak Dini tadi berteduh. Yang tertinggal hanya selembar tikar plastik hitam yang bergerak-gerak tertiup angin. Dengan gemetar aku mengambil handphone ku dan dalam kegugupan aku mencari-cari nomor HP Iqbal. Jantungku berdetak kencang mendengarkan nada sambung yang menunggu untuk dijawab. Namun setelah dering ke empat, tiba-tiba langsung terdengar nada sibuk. Iqbal telah menolak menjawab panggilan telepon dariku!. Aku memandang layar HP ku dengan tatapan kosong.
Tak lama HP ku berbunyi. Sebuah SMS masuk dari Iqbal. Aku membukanya dan membaca isi SMS itu.
"Gue anggap lo udah menentukan pilihan waktu di rumah anggrek."
Dengan lemah aku mengantungi HP ku, kakiku kembali tidak dapat bergerak. Aku berdiri di tengah lapangan di bawah terik sinar matahari, namun yang kurasakan hanya rasa dingin yang menusuk di hati. Walaupun aku kini berada di tengah keramaian lapangan, aku merasakan perasaan lain... Tiba-tiba aku merasa sangat kesepian...
Dari balik selimut yang menutupi wajahku aku dapat mendengar walau samar-samar adik perempuanku sedang berbincang dengan mama diluar kamar. Dia belum berangkat kerja karena dia berangkat agak siang. Aku memutuskan mengambil cuti hari seninnya karena merasa tidak enak badan dan memilih menginap di rumah orangtuaku.
"Kenapa sih si A'a?" tanya adikku.
"Enggak tahu... enggak cerita. Tadi malam abis minta dipijit sama mama, dia langsung tidur."
"Ada masalah apa sih?" adikku kini mulai berbisik.
"Putus sama pacarnya kali?"
"Iya kali..."
Akhirnya kudengar mereka menjauh dari pintu kamarku. Aku kemudian melempar selimutku dan turun dari ranjang. Aku bercermin, kudapati wajah kuyu terpantul disitu. Rambut berdiri, Mata membengkak dengan kantungnya yang menghitam akibat tidak dapat tidur semalam. Saat aku mengecek ponselku, tidak ada telepon maupun sms dari Iqbal, tetapi aku melihat 3 panggilan tak terjawab dari nomor yang sama dengan nomor yang menghubungiku ketika aku di Kebun Raya.
Saat aku sedang mengetik SMS untuk menanyakan nomor siapa itu, tiba-tiba ponselku bergetar dan nomor itu menghubungiku lagi.
Aku menekan tombol jawab dan kemudian berkata "Halo? ini siapa ya?"
Lama tak ada jawaban sampai akhirnya seseorang berkata di seberang, "Lu masih inget gue Rem? gue Oppie..."
(Cepak//botak//orchid house END OF STORY For now....) Thanx 4 reading...
Note: penjelasan soal Oppie ada di thread ane yang "Boyzlove - He wants me to marry his sister..." but that's just another story....
tadinya gue berharap ini cuma cerita fiktif. tapi begitu masuk ke konflik ini, gue jadi inget, semua temen-temen gue yang berperilaku kayak lu ( senggol kiri-kanan ) hasil akhirnya gak dapat siapa-siapa karena mereka tau orang seperti apa elu. tapi gue masih tetap membayangkan kalo ini cuma fiktif, secara sedih banget kalo pas ngeliat temen-temen gue berakhir seperti ini. ( kalo kisah nyata, gue sedih lagi dech. ditambah dengan wacana merid sama adiknya Oppie ). cobalah untuk setia, Remy
berati ini cerita sekitar 2 minggu yang lalu yah kejadiaannya? sekarang gimana nih urusan sama oppie?
iqbal kaga ngontak-ngontak lagi?...halah..halah..its complicated