It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tul2 stuju!!! gw juga tiap kali gak ada Iqbal gw skip... balikin Iqbal ke crita dunk!! hahahaha... gw juga kangen ama Iqbal rem... ^^
judes gitu malah lebih seru! palagi klo lagi ... pasti bakalan seru tuh! :P
Aku sendiri heran, mengapa buih-buih soda minuman rootbeer yang melayang-layang pada gelas kaca yang berada didepanku itu menjadi sangat menarik untuk kuperhatikan. Mungkin karena aku masih belum berani menatap Iqbal lama-lama yang kini sedang duduk dihadapanku. Aku tidak sedang berselera makan, bahkan saat memesan di kasir beberapa saat yang lalu, aku lupa meminta mbak pelayan untuk menukar rootbeer dengan seven up kesukaanku.
Sebelum turun dari kereta Iqbal meminta waktu untuk berbicara dengannya. Barusan aku menelepon kantor dan bilang kalau aku akan datang agak telat pagi ini. Sudah lima menit lebih kami berdua diam.
"Elu kurusan Rem.." kata Iqbal akhirnya. Aku cuma tersenyum lemah. "Agak diem lagi..." tambahnya.
"Yah.. seperti yang ente liat. Gue lagi enggak jadi diri sendiri belakangan ini. Nge-geng.. lesehan..." aku mendengus sambil tertawa kecil "...bahkan sekarang sering pake kata 'Gue' bukan 'Ane' lagi." Aku melanjutkan.
Iqbal terdiam sambil memandangku. Aku sedikit marah karena aku merasakan tatapan kasihan yang terpancar dari pandangan Iqbal, namun aku tidak berdaya melawannya. Kemudian aku mengalihkan perhatian.
"Gimana Kayla? Mbak Dini? sehat?" tanyaku basa-basi.
"Sehat. Alhamdulillah.. Dini sering nanyain kamu."
Aku tersenyum senang. Namun beberapa saat kemudian kami berdua kembali terdiam. Aku yang tidak nyaman dengan suasana seperti ini akhirnya memutuskan untuk pergi.
"Kalau enggak ada yang kita omongin, gue mau langsung ke kantor." ujarku sambil mengambil ranselku dari kursi sebelah.
"Rem.. Tolong duduk bentar dulu." Kata Iqbal yang nadanya terdengar lebih seperti perintah daripada memohon. Aku mengurungkan niatku dan meletakkan kembali ranselku di sebelah. Kami terdiam kembali.
"Rem.. gue minta elo berangkat pagi bareng gue lagi."
"Apa ini artinya..."
Iqbal menggeleng.
"Trus... kenapa gue harus?" tanyaku.
Iqbal menarik nafas panjang. Dia menatap mataku lama sekali hingga aku mengalihkan pandanganku.
"Tau gak? sejak kita..." aku tidak berani mengucapkan kata putus,"... gue ngerasa gue berubah. Cuma gue enggak tahu! gue berubah lebih baik atau malah lebih buruk..."
"Gue juga! elu enggak merhatiin gue sekarang enggak lagi ngerokok? atau ngunyah permen karet?" Potong Iqbal.
Benar juga! aku tidak menyadari saat di gerbong tadi Iqbal yang biasanya tidak tahan kalau tidak merokok hingga harus mengunyah permen karet, hari ini dia tidak melakukannya.
Aku benar-benar putus asa karena pembicaraan kami tidak mengarah pada apapun. Aku tidak tahu apa yang diinginkan oleh Iqbal.
"Gue udah punya suasana baru. Gue suka, dan gue enggak berpikir buat ninggalin." Kataku akhirnya.
"Nge-geng? Lesehan di gerbong? temen-temen baru?" tanya Iqbal.
Aku mengangguk.
"Ini yang elu mau?"
"Gue sendiri gak tau apa yang gue mau sekarang ini." sahutku Lemah.
"Lu enggak mau nyoba.... dari awal?"
Aku memberanikan diri menatap langsung ke matanya."Dari awal? gue ngebayangin kalo gue bakalan ngerasa enggak nyaman. Gue takut... setiap kali kita berpisah jalan di stasiun... gue bakalan ngerasain berulang-ulang apa yang gue rasain waktu di kebun raya."
Iqbal tidak bereaksi.
Memang ini yang aku khawatirkan. Kalau aku menerima ajakan Iqbal untuk berangkat bersama kembali pagi-pagi aku bakal selalu dihantui perasaan ketakutan, ketakutan yang tidak masuk akal, setiap kali aku melihat Iqbal pergi berpisah jalan denganku di Stasiun aku akan selalu bertanya-tanya, apakah aku akan bertemu lagi dengannya besok? Bagaimana kalau dia memutuskan kalau besok dia tidak mau bertemu lagi denganku dan menghilang begitu saja seperti halnya dia menghilang saat di Kebun Raya? Aku tidak mau mengalami perasaan seperti itu lagi. Kalau kita berdua tidak lagi bersama, buat apa bersama-sama? pikirku.
Namun ternyata hatiku tak sekeras dulu, Keinginanku yang lebih besar untuk bersama Iqbal sanggup membuatku menyingkirkan segala kekhawatiranku. Aku berjanji untuk memikirkannya dua-tiga hari ke depan. Kalaupun nantinya aku bersedia, aku pasti tidak akan pergi begitu saja dari teman-teman segengku, pasti aku akan berpamitan dulu pada mereka.
Pikiranku penuh malam itu saat mengendarai motorku dari stasiun menuju ke rumah. Seperti biasa aku harus melewati komplek perumahan yang cukup luas. Komplek satu dan dua dipisahkan oleh sungai ciliwung dengan lembahnya yang dalam, dan hanya dihubungkan oleh satu jembatan saja. Daerah sekitar jembatan itu dikelilingi oleh hutan bambu yang tumbuh lebat sehingga apabila malam tiba suasananya menjadi sangat gelap.
Motorku terguncang-guncang saat melewati jalan yang rusak di komplek pertama. Tak jauh dibelakangku ada sebuah motor bergerak dengan kecepatan yang sama. Aku melihat melalui spion. Rupanya lampu depan motor itu telah diganti dengan lampu putih menyilaukan, sehingga aku tidak bisa melihat motor maupun pengendaranya dengan jelas. God! Aku membenci semua orang yang mengganti lampu motor mereka dengan jenis lampu putih itu! tidak tahukah mereka bahwa tindakan mereka itu sangat berbahaya dan mengganggu pengendara lain? Seperti jumlah kecelakaan lalu-lintas masih kurang banyak saja! gerutuku dalam hati.
Aku mencoba menepikan motorku memberi jalan pengendara itu untuk mendahuluiku, namun saat kecepatanku melambat, dia melambat pula! hingga ketiga kalinya aku melakukan itu, kesabaranku mulai hilang. Aku menghentikan motorku di tengah jembatan. Sebenarnya hal ini sungguh beresiko. Bagaimana kalau orang itu adalah perampok? namun aku memberanikan diri untuk menghadapinya kalau dia berani turun. Benar saja! si pengendara motor itu ikut menghentikan motornya. Aku turun dan membuka Helmku namun tidak berani mendekatinya. Lalu kulihat orang itu turun dari motor kemudian membuka helmnya. Astaga! dibantu penerangan dari lampu jalan yang hanya berpijar lemah, aku melihat wajah yang beberapa hari ini selalu kulihat. Si cowok yang mirip Tommy Tjokro! Apa dia sengaja mengikutiku dengan motornya? aku mendadak khawatir.
Tanpa bicara dia menghampiriku. Tidak sadar aku mundur ke trotoar dan tubuhku tertahan oleh pagar besi jembatan. Aku menoleh kebelakang. Brrr... aku merinding melihat permukaan gelap air sungai yang jauh dibawah. Si cowok kini sudah ada didepanku, aku tidak bisa mundur lebih jauh lagi.
"Kenapa kamu malah berhenti??" tanyanya.
pastih malam itu kejadian juga deh...
dia BHH yg merasa kalo Iqbal yg ada di cerita itu adalah dia sendiri.
padahal....... 8)
ato ngga bikin casting list... kalo ini dibikin film siapa yang meranin?
gue jadi supir busway deh
Foto2nya Anggota BF yang di Boyz Album ajh...hehehehe