It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Terlalu banyak Faktor KEBETULAN di cerita ini
"Kalo emang kenal, dimana ya? soalnya aku gampang lupa..." tanyanya lagi.
"Ng.. enggak, tadi kupikir temen SMA... tapi gue salah... sorry" Kataku gugup.
Si Tommy tanpa berbicara apapun lagi langsung pergi, tapi dia tetap memperhatikan aku dengan pandangan menyelidik selama beberapa saat.
Keesokan harinya di gerbong dua, aku menceritakan pertemuan dengan si Tommy Tjokro pada teman segengku."Gitu aja? gak ngomong apa-apa lagi?" Tanya Yeyen penasaran. Indra mencondongkan badannya dan menatapku antusias.
Aku menggeleng, "enggak.. begitu gue bilang kalo dia mirip temen gue tapi ternyata bukan, dia langsung ngeloyor pergi..."
"Salam aku elo sampein?" tanya Yeyen.
"Enggak lah.. enggak sempet. Entar dia mikir apa lagi... lagian belum tentu dia cowok yang ente maksud kan?"
Ci Reany berdeham lalu berkata, "Jangan kentara ya.. tapi cowok itu duduk di ujung tuh.."
Aku, Indra dan Yeyen langsung menoleh ke arah yang dimaksud Ci Reany, si Tommy yang kemarin kulihat memang sedang duduk di situ, menyadari tiga pasang mata menoleh tiba-tiba padanya dia menatap ke arah kami curiga sehingga kami bertiga langsung mengalihkan pandangan.
"AKU BILANG JANGAN KENTARA... BEGO!!" Geram Ci Reany.
"Tunggu-tunggu! sekarang kan hari Selasa... biasanya dia di gerbong dua tuh hari senin, kamis ama Jumat!" Yeyen berkata dengan tampang orang yang berpikir keras.
"Gantian hari sama kemaren kali Jeung... kan kemaren senen dia gak di sini..." Kata Indra.
"Hmm.. tapi dari tadi sih gue perhatiin tu orang nglirik berkali-kali ke mari..." kata Koh Liong.
"Masa sih?" Yeyen berkata antusias, "Jangan-jangan dia udah mulai naksir aku..." lanjutnya.
"Diana naksir ekke lagi Jeung!" sambung Indra.
Aku tertawa, namun otakku berpikir. Mungkinkah seseorang yang biasanya menganggap orang-orang ini tidak pernah ada mendadak menjadi memperhatikan? Rasa Ge-er mulai menjalar di pikiranku. Jangan-jangan si cowok ini merhatiin aku lagi! tanpa sadar aku tersenyum-senyum sendiri.
"Heh.. lo kenapa senyum-senyum?... Dra! lo nyari apaan sih??!" Yeyen mendadak membentak Indra yang tanpa seijinnya mengaduk-aduk tas jinjing yang dibawa Yeyen.
"Nah.. ketemu!" Indra berkata sambil mengangkat sebuah benda yang sepertinya adalah kotak makan plastik kecil.
"Itu buat ngemil aku di kantor Dra!" protes Yeyen sambil berusaha merebut kotak itu dari tangan Indra.
"Pelit amat sih Jeung? mending sama-sama makan di sini, french-fries gorengan elo kan wueanak tenan..."
Akhirnya walau sedikit tak rela Yeyen membiarkan kentang gorengnya dimakan sama-sama (sebagian besar dimakan Indra). Aku mencomot beberapa batang dan mulai memakannya. Saat Yeyen sibuk mengobrol sesuatu dengan Indra, aku penasaran dan mencoba menoleh ke arah si cowok mirip Tommy Tjokro itu. Aku kaget saat melihat ke arahnya , si cowok sedang menatap tajam ke arahku. Tidak menyangka akan tertangkap basah, aku yang masih mengunyah kentang goreng menjadi tersedak dan terbatuk-batuk.
"Eh.. lo kenapa Rem?" tanya Yeyen Cemas. Aku tidak bisa menjawab dan masih terbatuk-batuk. Yeyen kemudian mengambil botol plastik air mineral dan menyuruhku meminumnya.
"Makanya kalo makan tuh jangan langsung ditelen... elo kan bukan buaya.." Kata Indra. Mendengar kalimat yang dilontarkan Indra aku mendadak tertawa karena aku tahu dari mana kutipan itu dia dapat.
"Ente nonton Coklat Stroberi?"
"Lima kali! gosh... Marsha Timothy... gue rela deh jadi normal lagi kalo doi jadi pacar gue..." Kata Indra sambil menerawang.
"Heh! elo lupa? elo kan punya pacar cewek?" Sahut Yeyen.
"Eh.. iya ya? sebenernya gue tu gay bukan sih?" tanya Indra tak yakin.
"Lu Gay jadi-jadian!!" Kata Yeyen.
Aku tertawa bersama mereka, walaupun jantungku masih deg-degan akibat tatapan tajam si cowok tadi.
Setelah tinggal aku sendirian lagi di Gerbong tanpa teman-teman, aku bersiap memasang earphone ponsel walkman ku. Lumayan deh mendengarkan lagu sampai stasiun kota daripada bete. Si cowok itu sekilas kulihat masih betah duduk di tempatnya. Kemudian aku berkonsentrasi pada layar ponselku mencari-cari playlist lagu yang akan kuputar. Ketika aku menoleh ke depan, Si cowok ternyata sudah duduk di seberangku, lagi-lagi berkali-kali tanpa sungkan dia menatapku tajam. Aku menjadi jengah juga ditatap seperti itu, tapi aku tidak berani memprotes dan hanya berpura-pura tidak menyadari saja. Aku kemudian mengeluarkan ponselku yang tadi telah kumasukkan ke dalam ransel dan berpura-pura mengetik sesuatu padahal diam-diam aku mengambil gambarnya. Kereta tiba di stasiun kota dan kami sama-sama keluar tanpa saling berbicara.
"Mana? Mana?" Yeyen bertanya dengan semangat sambil merebut ponselku. Hari Rabu ini aku menunjukkan foto si cowok yang berhasil kuambil gambarnya. "Kirim ke aku dong..."
"Ke ekke juga dong.." pinta Indra.
"Ntar kalo cewek lo liat mau bilang apa?" Yeyen mengingatkan.
"Oh iya. Enggak jadi deh..."
Hari ini juga si cowok itu ikut lagi di gerbong yang sama. Yeyen pun kembali bingung karena menurut dia hari Rabu bukan termasuk jadwal si cowok itu naik gerbong dua. Ci Reany pun berkata kalau dia sendiri agak heran dengan si cowok itu yang saat di stasiun Bogor selalu mencuri-curi pandang ke arahnya dan Koh Liong.
"Pengen ikutan geng kali?" tebak Indra.
"Mungkin, tapi dianya malu-malu." Kata Ci Reany.
"Pokoknya Rem, lo harus sampein salam dari aku!!" Tuntut Yeyen
Tentu saja aku tidak bilang pada mereka kalau si cowok kemarin memandangku dengan tatapan misterius. "Iya-iya... kalo bisa ya.."
"Salam dari ekke juga!!" Kata Indra tak mau kalah.
Setelah stasiun juanda aku sendirian lagi. Entah kenapa aku jadi berdebar-debar tidak nyaman dengan adanya si Cowok itu. Benar saja! si cowok itu kini berpindah tempat dan duduk tepat di sebelahku. Cukup lama aku berpikir untuk memulai percakapan, setelah keberanianku terkumpul aku menoleh ke arahnya.
"Mmm.. mas! sori nih... aku dititipin salam sama..."
"Kenapa sih kalian hobby nge-geng? aku enggak suka sama orang yang suka berkumpul begitu..." tanpa terduga si cowok memotong kalimatku. Aku menelan ludah kaget.
"Eh, apa?"
"Iya! kalian tuh enggak membaur!" cecarnya. Astaga! galak betul nih cowok. Pikirku dalam hati. Sayang, belakangan hari ini aku sedang tidak menjadi Remy yang dulu. Kini aku memilih menjadi orang yang tidak emosian dan tidak mendominasi orang lain lagi seperti yang biasa kulakukan. Maka itu walau aku tergoda untuk "nyolot" aku berusaha keras menahan diri.
"Ya.. pendapat orang kan beda-beda, lagian aku cuma mau sampe-in amanah dari temen aja." Kataku tenang.
"Amanah apa?" tanya si cowok.
"Aku dititipin salam sama temenku se-geng yang cewek. Salam buat Mas katanya.Ng... sebenernya dari temenku yang cowok juga.." kataku sambil nyengir.
Si cowok terdiam cukup lama sambil menatapku.
"Oh.. salam balik deh.. buat temenmu yang cowok..." katanya sambil bangkit dari duduknya menuju pintu gerbong.
Rasa Ge-er ku yang dari kemarin sempat menjalar mendadak lenyap.
"Gulingan!" kata Indra takjub.
"Gilingan!" Yeyen mengkoreksi.
"Beneran dia bilang gitu? salam balik buat ekke?" Indra bertanya lagi masih tak percaya pada apa yang kuceritakan. AKu mengangguk.
"Gila! gue cuma bercanda lagi... yah... gimana dong? emang gue cowok apaan?" Indra kini berkata dengan nada khawatir biasa, kemayunya hilang entah kemana.
"Lagian elo pake ngegaya bencess segala sih.. ditaksir beneran ama cowok langsung jiper lo!" Kata Yeyen.
"Kan buat seru-seruan aja bo! cewek-cewek di kantorku pada seneng sama gaya gue belagak bencess."
"Lo sih suka cari perhatian!"
"Bukan suka cari perhatian... tapi seneng jadi pusat perhatian..." Bantah Indra.
"Udah terima aja.. katanya elu pengen belajar jadi gay.." Koh Liong berkata sadis.
"Haha.." aku tertawa kering. Tapi terus terang aku merasakan harga diriku sedikit terkoyak, sekali lagi aku memperhatikan Indra, memang dia lebih tampan dari aku. Pantas saja, kalau si cowok itu lebih memilihnya kalau memang benar cowok itu serius. Hmm.. tapi kan ganteng itu relatif! egoku mulai muncul. Indra boleh saja ganteng dengan tipikal kebule-buleannya, tapi kan aku tipikal oriental! Pasti ini hanya soal selera! Pikirku tak mau kalah.
"Gimana dong? gimana dong?" Indra berkata cemas sambil mengibaskan tangannya seperti burung mengepakkan sayapnya, bergantian dia memandang aku dan Yeyen. Beberapa orang di gerbong tersenyum geli melihat tingkahnya. Si Cowok itu hari ini juga berada satu gerbong dengan kami.
"Ya elo jangan kemayu lagi! jantan dikit kek!" Kata Yeyen.
"Susah Jeung! udah kerasukan.." keluh Indra.
"Huh.. susyah ya jadi cewek jomblo sekarang? Udah jumlah cowok lebih dikit, yang bagus-bagus pada jadi gay, sisanya cuma cowok brengsek atau cowok enggak jelas kayak di sebelah.." Yeyen berkata sambil mendelik ke arah Indra.
"Enggak jelas apaan bo? emang ekke mahluk halus?"
"Tuh kan! balik lagi bencess nya!"
Hasilnya, hari kamis itu aku kebagian sial mendapatkan tugas berat dari Indra. Indra memintaku untuk menjelaskan pada si cowok kalau kemarin dia hanya main-main mengirim salam dengannya.
"Plis..? plis-plis-plis..." Ratap Indra sambil memonyongkan bibirnya.
Aku tidak dapat menolak permintaan teman baruku ini, aku anggap saja ini sebagai sebuah ujian inisiasi masuk geng.
"Just tell him... I am totally straight!!"
"susah percaya lagi Dra! apalagi ngeliat gaya lo..." Sahut Yeyen.
Sambil mengetuk-ngetukkan kakiku, aku berharap-harap cemas. Apakah hari ini si cowok itu akan pindah tempat lagi disampingku? Sebab bila dia tidak pindah, aku tidak akan repot-repot menghampirinya dan memberikan penjelasan padanya sesuai dengan yang Indra minta.
Si cowok akhirnya pindah juga di sampingku. Sama seperti kemarin, dia tidak berkata apa-apa hanya duduk diam disebelahku hingga kembali membuat aku sangat tidak nyaman. Aku merasakan ada sesuatu tentang cowok ini yang auranya bisa membuat udara sekitarnya seakan menekan paru-paruku hingga aku sulit bernafas. Sikapnya yang jutek membuatnya seolah diselubungi dinding tak nampak yang membuatnya tidak dapat disentuh oleh siapapun. Jangan-jangan orang ini psikopat? tebakku dalam hati.
Aku berdeham mencoba meluruskan pita suaraku sebelum memulai percakapan. "Ng.. sori mas, soal kemaren... temenku... yang cowok... cuma becanda waktu nitip salam. Ng.. jangan salah sangka ya?" Aku kemudian menghela nafas cukup kuat seakan lega baru saja meletakkan benda yang sangat berat.
Reaksi si cowok setelah mendengar perkataanku hanyalah menoleh dengan kedua tangannya yang masih terlipat di dada. Dia menatapku dengan pandangan aneh seperti menyelidik. Aku melihat wajahnya dan berfikir mungkin seperti inilah tampang Tommy Tjokro saat sedang jutek.
"Aku juga enggak serius..." ujarnya pendek. Kemudian dia kembali menatap ke depan.
Astaga... benar-benar nih cowok! huih... pantasan saja tak ada yang mau negor dia di kereta. Aku membayangkan satu atau dua orang penumpang yang pernah menegurnya sekadar mengajak bicara akan langsung dipelototinya dengan galak hingga mereka akan kapok untuk mencobanya lagi.
Aku tidak tahan berlama-lama disampingnya. Walau kereta akan tiba di stasiun kota masih beberapa menit lagi, aku beranjak dan berjalan menuju pintu yang ada di gerbong satu. Dan Oh My God! si cowok itu tak lama kemudian juga berdiri dan berjalan dibelakangku. Saat aku mendekati pintu dan berpegangan pada salah-satu gantungan, aku merasakan udara yang kembali menekan. Aku yakin betul si cowok berdiri tepat dibelakangku dan perasaan kuat memberitahu otakku kalau dia sedang menatapku tajam. Jantungku berdebar kencang! ini jelas bukan karena aku naksir padanya, melainkan ketakutan. Ya! aku mulai takut padanya. Apalagi saat kami berpisah jalan setelah keluar dari stasiun, setelah agak jauh aku menoleh ke belakang dan melihat cowok itu sedang berdiri memandang ke arahku selama beberapa saat sebelum akhirnya dia berbalik arah.
Sore harinya saat aku pulang kerja, aku baru mendapatkan tempat duduk setelah kereta masuk di stasiun Depok. Gerbong kereta kelas ekonomi yang tadinya sesak oleh penumpang, kini menjadi agak kosong. Aku mengelap keringatku dengan sapu tangan dan mengeluarkan botol plastik air minum karena kehausan setelah bersusah-payah menahan desakan penumpang lain dalam gerbong. Saat aku minum mataku tertumbuk pada sosok seseorang yang sedang duduk di pojokan yang sedang melihat ke arahku. Aku yang kaget, tersedak oleh air yang kuminum hingga terbatuk-batuk. Jantungku berdebar kencang. Sejak kapan cowok itu ada? mungkinkah kebetulan dia naik kereta dan gerbong yang sama denganku sore ini? Aku bertanya-tanya namun rasa takut mulai menjalar kembali. Aku berusaha mengabaikan kehadirannya yang membuat perjalanan kereta yang hanya tinggal dua stasiun lagi menjadi terasa sangat lama.
Saat aku turun, aku menoleh ke tempat dia duduk. Ternyata dia juga hendak turun. Setengah berlari aku menyusuri peron menuju pintu keluar, aku menoleh ke belakang dan melihatnya sedang berdiri tak bergerak melihat ke arahku. Bukankah seharusnya dia turun di stasiun Bogor? aku tidak habis pikir. Buru-buru aku menuju tempat penitipan motor. Sial! Aku merasa dibuntuti!
Are You Sure About That??
ya, kalaupun gak jadian, minimal seperti yg dulu terjadi antara remy dan hasan (klo gak salah, pokoknya anak yg jaga konter hp yg kakaknya meninggal itu)
bener kan?
Indra meraup kacang mede cukup banyak dari kantung plastik yang erat digenggamnya sementara Yeyen menatapnya jengkel. Hari Jumat pagi itu Indra berhasil menemukan sekantung kacang mede yang Yeyen pikir telah disembunyikan dengan baik olehnya. Hari berpakaian bebas rupanya tidak hanya diberlakukan oleh kantorku di Hari Jumat. Indra hari itu tampak santai namun trendy dengan kemeja krem kotak-kotak dan celana kargo coklat susu yang dikenakannya. Sementara Yeyen memakai kaus polo biru gelap dan celana bahan hitam dan rambut yang biasanya terurai hari ini dia kuncir kuda. Bahkan Koh Liong dan Ci Reany yang memakai batik pun tampak lebih kasual hari itu. Aku sendiri memakai jeans bootcut dan kaus putih film Nagabonar pemberian adikku saat premire peluncuran ulang film tersebut. Namun aku sedikit menyesal memakai kaus itu, rupanya kalimat "Apa kata dunia?" yang tertulis di belakang kaus membuat beberapa orang di stasiun meledekku dengan membaca kalimat itu keras-keras sambil mengikik.
"Rheakshinya githu ajha?" tanya Indra tak jelas karena mulutnya sibuk mengunyah kacang mede.
Yeyen menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Indra. "Kalo kebanyakan bisa jerawatan loh..." kata Yeyen. Indra mendadak berhenti mengunyah. Perlahan dia gulung kembali plastik kacang mede itu dan menyerahkannya kembali kepada Yeyen. Dan dengan sekali tegukan ludah dia menelan sisa kacang mede yang masih tersisa di mulutnya.Rupanya membayangkan wajahnya yang mulus itu menjadi jerawatan sangat menakutkan bagi Indra.
"Iya.. dia bilang dia juga enggak serius." Kataku. Aku tidak menceritakan pada mereka kalau aku merasa dibuntuti dan bahwa dia naik gerbong yang sama denganku saat aku pulang kemarin sore.
"Lha? kalau gitu dia serius enggak nanggapin salam dari aku?" tanya Yeyen.
Aku mengangkat bahu.
"Belum tentu lah Jeung! bisa aja dia malu hati dan langsung bilang cuma becanda." Kata Indra.
Yeyen mengangguk-angguk.
"Tapi hari ini dia enggak ada tuh..." Indra berkata sambil menoleh kesana kemari memastikan kalau cowok itu memang tidak ikut satu gerbong yang sama.
Aku juga berkali-kali memastikan kalau hari ini si cowok tidak ada di gerbong ini. Tapi anehnya aku merasakan selalu diawasi oleh seseorang. Aku mencoba mencari diantara para penumpang mencoba menangkap basah seseorang yang mengawasiku, namun tidak kutemukan.
"Secara pribadi sih, gue enggak bakalan lagi negor-negor tuh cowok. Gue ngerasa ada yang nakutin sama dia selain tampangnya yang jutek itu!" kataku.
Indra dan Yeyen menatapku serius.
"Ganti topik yuk..." kata Indra tiba-tiba setelah kami terdiam beberapa saat. "Lo sekarang ngaku aja deh Rem... apa alasan elo yang sebenernya tiba-tiba ganti jadwal. Gue yakin bukan karena lo bosen dateng kepagian. Iya kan? cerita dong.."
Ci Reany dan Yeyen seperti baru mendengar gosip terhangat memandangku antusias menunggu jawaban, bahkan Koh Liong yang terlihat serius membaca koran Tempo-nya mendadak terdiam sementara matanya dipicingkan melihat ke arahku.
Indra Sialan! kutukku dalam hati. Topik inilah yang sangat kuhindari untuk dibicarakan. Aku terdiam beberapa lama.
"Tuh kan.. dia mikir... pasti ada apa-apa!" kata Indra bersemangat.
"Hmm... dugaan aku sih kayaknya elo lagi ngehindarin seseorang. Bener gak?" Tebak Yeyen sok tahu.
Aku terpaksa mengangguk lemah. Indra menepuk tangan dan mengacungkan kedua lengannya yang terkepal ke udara seolah-olah dia telah memenangkan sesuatu. Aku kemudian menceritakan kisahku yang telah kumodifikasi sedemikian rupa dan tidak menyebutkan kalau yang kuceritakan itu adalah seorang pria.
"Kasihan banget sih elo Rem?" Kata Yeyen dengan nada prihatin. Yah! kepandaianku bersilat lidah telah membuat mereka percaya bahwa aku sama sekali tidak bersalah dan seolah-olah aku telah menjadi korban dari sebuah ketidak-adilan hubungan percintaan. Rupanya sifat manipulatif belum sepenuhnya dapat aku singkirkan.
Indra menggigit jarinya dan memandangku dengan penuh simpati. "Cewek itu bener-bener gak tahu diri! kalo gue jadi cewek itu udah pasti gue gak bakalan mutusin elo Rem..." Hiburnya.
"Kalo elo cewek.. atau kalo elo gay!" kata Yeyen.
Aku langsung menggigit lidahku diam-diam mencoba mengingat-ingat jangan-jangan tadi aku keceplosan bicara mengaku gay. Ucapan Yeyen yang blak-blakan memang sering membuatku terkaget-kaget.
Aku memejamkan mataku sambil mendengarkan musik melalui earphoneku. Hari ini aku merasa lega tidak melihat si cowok itu sehingga waktu yang tersisa sampai tiba di stasiun kota kumanfaatkan untuk sekadar mengistirahatkan pikiranku. Namun ketenangan itu hanya sementara. Aku merasakan seseorang duduk di sebelahku. Aku kembali cemas namun tidak berani membuka mata. Entah mengapa setiap tarikan nafas orang yang duduk disebelahku itu membuatku merasa sangat terganggu hingga aku melepas earphone dan membuka mata lalu menoleh ke arahnya.
Bukan si cowok menakutkan yang kulihat duduk disebelahku melainkan wajah seseorang yang terasa sudah sangat lama tidak aku lihat. Wajah yang kurindukan beberapa minggu terakhir ini. Wajah Iqbal yang sedang memandang lurus ke depanlah yang kini ada disebelahku.
"Elu cepet juga ya dapet temen baru? gue emang selalu kagum sama bakat elu yang satu itu." katanya tanpa menoleh ke arahku. "Tapi gue heran... katanya elu paling anti nge-geng..." lanjutnya lagi.
Ah... kenapa aku mendadak jadi cengeng begini? pikirku saat merasakan mataku memanas dan pandanganku memburam.
Ditantang tuh, berani gak?
Ada bonusnya lagi
ogah ah...takut dicakar...
(canda lho,vire)