It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Biasa aja lagi Bal... Ane cuma becanda... itu foto yayang ane... bukan foto ane!!
Sabtu pagi jam 9.20
Aku memerhatikan ujung-ujung sepatu kets Puma ku sendiri saat sedang duduk sambil berpikir di sebuah bangku panjang yang ada di stasiun kereta Pondok Cina. Seorang pria tua kumal duduk agak jauh dariku dibangku yang sama. Sesekali dia meremas gelas-gelas plastik yang sepertinya telah dia kumpulkan dalam sebuah karung butut yang berlubang disana-sini hingga menimbulkan suara 'Plok' berkali-kali. Aku memandang pria tua itu dan dia balik menatapku galak. Aku tidak yakin kalau pria itu orang gila, akan tetapi akhirnya aku memilih untuk menyingkir dan duduk di bangku yang ditempati beberapa orang mahasiswa.
Pagi ini aku ada janji dengan Iqbal untuk jalan-jalan di daerah Depok sekaligus memberitahu dia bagaimana keputusanku tentang ajakannya untuk berangkat bersama kembali pagi-pagi. Aku belum pernah turun di stasiun Pondok Cina ini sebelumnya. Aku tahu kalau di situ ada sebuah Mall karena aku melihat gedung tempat parkir yang berbatasan langsung dengan dinding stasiun, tetapi aku tidak tahu Mall apa itu. Kemudian Iqbal meneleponku.
"Halo?"
"Elu dimana?"
"Udah nyampe..." kataku
"Kan dah gue bilang! tungguin gue di stasiun. Kita berangkat sama-sama."
"Tadi pas gue nyampe ada kereta datang, karena kosong ya udah gue naik aja." kataku beralasan. Padahal aku masih belum nyaman kalau harus berangkat bersama Iqbal.
"Ya udah.. tungguin! gue baru sampe Depok lama."
"Iya.. gue enggak kemana-mana!" Aku menutup pembicaraan.
Sepuluh menit kemudian dari pengeras suara terdengar pengumuman bahwa kereta ekonomi dari arah selatan akan masuk. Pasti ini kereta yang ditumpangi oleh Iqbal! Kenapa sih mesti naik kereta kalau hanya ke Pondok Cina? kenapa enggak naik motor aja sih? Aku terus menerus bertanya dalam hati namun tidak punya keberanian untuk mencoba menanyakannya pada Iqbal nanti.
Penumpang yang turun di stasiun ini tidak terlampau banyak. Kebanyakan dari mereka adalah Mahasiswa yang kampusnya tidak jauh dari situ seperti UI atau Universitas Pancasila. Oleh karena itu aku dengan mudah bisa menangkap sosok Iqbal yang turun dari kereta. Dia memakai kemeja lengan pendek kotak-kotak oranye dengan celana khaki serasi dengan sepatu kets coklat yang dia pakai. Bayangkan! di usianya yang awal tiga puluhan itu dia masih menarik perhatian beberapa mahasiswi yang ikut turun bersamanya untuk memperhatikan atau sekadar curi-curi pandang ke arahnya. Tetapi sepertinya Iqbal tidak menyadarinya, tak lama setelah turun dia langsung merogoh saku kemejanya dan mengeluarkan sebatang rokok yang kemudian dinyalakannya. Dia kelihatan mencari-cari aku, ketika Iqbal melihatku dia langsung berjalan menuju tempatku duduk.
Aku tadinya menyangka Iqbal akan ikut duduk didekatku begitu sampai, namun dia malah lewat begitu saja didepanku. Begitu sadar aku tidak mengikutinya, dia menoleh dan berkata, "Ngapain masih duduk di situ? cepetan!"
Aku bersungut-sungut kesal namun akhirnya aku bangkit dan mengikuti dia juga.
Aku benar-benar tidak tahu tempat ini saat aku mengikuti Iqbal menyusuri jalan setapak sempit di belakang stasiun menuju sebuah bangunan yang tampaknya adalah bagian belakang sebuah Mall.
"Lewat sini! kalo lewat dalam masih tutup." ajak Iqbal ketika dia melihatku berusaha membuka sebuah pintu kaca.
Kemudian aku mengikuti Iqbal mengambil jalan di sisi gedung. Setelah sampai di jalan raya, baru aku sadari bahwa gedung disampingku ini adalah DETOS alias Depok Town Square. Diseberangnya berdiri Margo City yang biasa kulihat di acara musik live di sebuah stasiun televisi.
"Oh...!" kataku baru tersadar sambil menunjuk-nunjuk paham.
"Jangan norak deh!" kata Iqbal.
"Ya gue kan belum pernah ke sini!"
Iqbal geleng-geleng kepala melihat tingkahku dan kemudian dia berlalu hendak menyebrang jalan. Aku berlari kecil mengikutinya.
"Seminggu?" tanya Iqbal. Aku mengangguk sambil tanganku sibuk memotong-motong chicken steak gordon bleu dengan pisau dan garpu. Kita berdua adalah pelanggan pertama di sebuah restoran yang walaupun namanya restoran mereka meminta kita membayar terlebih dahulu seperti layaknya kedai ayam goreng cepat saji.
"Lama amat?" Protes Iqbal.
"Kan gue harus pamitan dulu sama temen se-geng gue yang baru..." kataku.
"Lu mau ngaku dulu?"
"Enggak lah! gue bilang aja udah balikan sama mantan.... eh... sori.. kalo emang kita udah balikan..." ralatku buru-buru.
"Habis itu?"
"Ya, mulai senin depannya gue bareng lagi sama ente..." lanjutku.
Iqbal tampak berpikir keras. Kemudian dia berkata, "oke seminggu... tapi ada syaratnya!"
Aku berhenti mengunyah karena heran. "Syarat? syarat apaan?" tanyaku bingung.
Tapi Iqbal tidak menjawab dia malahan memakan menu pesanannya dengan lahap sambil tersenyum-senyum penuh misteri.
"Ini??" kataku tak percaya. Iqbal mengangguk. Wajahnya diliputi senyum kemenangan.
Setelah kami selesai makan, kita berdua berada di lapangan pelataran mall tempat wahana flying fox berada. Iqbal benar-benar keterlaluan! padahal dia tahu persis aku takut ketinggian. Apalagi harus meluncur di seutas tali dari atas tempat itu.
"Kalau elu berani naik ini, syarat lu yang seminggu gue terima!"
"Ente gila ya?" protesku.
"Terserah..."
Aku berpikir agak lama. Yah.. mungkin tidak terlalu menakutkan, pikirku.
"Tapi ente ikut juga ya?"
"Iya... gue duluan malah!" kata Iqbal sambil berjalan menuju seorang cowok yang bertugas menerima uang.
"Loh kok empat puluh ribu? bukannya tiketnya cuma sepuluh ribu?" tanyaku heran melihat Iqbal menerima kembalian selembar sepuluh ribuan.
"Iya... gue sekali. Elu naik tiga kali.." ujar Iqbal santai.
"Tiga kali??" sahutku tak percaya. Iqbal tersenyum jahat.
Setelah aku dan Iqbal dipasangkan helm dan pengaman tubuh lainnya, kami berdua naik ke atas menara. Kakiku gemetar, perutku yang baru diisi seakan ingin dimuntahkan kembali karena khawatir. Iqbal kemudian meluncur lebih dulu. Neraka sebanyak tiga kali itu akhirnya bisa kulalui, pada luncuran pertama aku sempat membentak si cowok flying fox karena berusaha mendorong-dorong aku yang belum siap, namun pada luncuran ke tiga aku menjadi terbiasa.
Akhirnya kami berdua kembali pulang setelah berkeliling mall. Aku benar-benar mengalami hari yang menyenangkan dengan Iqbal. Sampai di penitipan motor Iqbal mengambil motornya dan hendak berpamitan. Tapi aku merasa tidak bisa membiarkan Iqbal pergi begitu saja. Tidak setelah pertemuan hari ini! Kemudian aku melompat dan duduk diboncengan motor Iqbal. Iqbal keheranan.
"Loh.. motor lu gimana?" tanyanya.
"Gampang.. besok gue naek angkot kemari.." kataku. "pokoknya anterin gue pulang..."
Iqbal tidak menjawab, dia menyalakan motornya dan dia membiarakan aku memeluk pinggangnya erat-erat selama perjalanan ke rumahku.
bang remy langsung mengabulkan request penggemar nih...hahaha (gua yang emailnya corrigan.berger itu bang)...hahahah
setuju banget....
from me... good luck tooo.......
n still waiting 4 ur next chapter of life....
itu mah judulnya bukan berantem lagi...
tapi perang....
Gak lah... kan penitipan 24 jam bro... pernah pulang jam 2 pagi, yang nungguin masih ada....
BTW yang milih Iqbal di Polling makin banyak ya?? apa gara2 dah liat mukanya di Avatar YM ane??
:? :?
Sori belom update....