It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Tiba-tiba kepalaku pusing. Gat tau kenapa? Apa mungkin darah rendah?”
“Masih pusing?”
“Ga terlalu. Xie-xie.”
“No problem. What’s your name?”
“My name is Guang Tan Ho. But my friend usually call me Allan.”
“Nice to meet u Allan. Call me Jason.”
“Jason, allright. I’ll remember it.”
“Where do u live Allan?”
“I live at Hung Hom.”
“I live at Mong Kok. Aku antar kamu di rumah ya? Aku kuatir tiba-tiba tekanan darahmu drop lagi.”
“Maka dari itu makanya gue nganterin kamu. Jangan sungkan. Rumah gue dari tempat elo paling cuman 15 menit. Lagian sekarang baru jam 8 malam. Belum terlalu larut. Besok juga hari Minggu. Lagian gue merasa ga enak kalo pulang tapi inget elo udah sampe selamat atau belom.”
“Ya udah. Perhentian berikut ini adalah rumah gue.”
“Kamu udah kuat? Ayo bersiap.”
“C’mon……….”
Sesampai di apartemen, aku berpamit kepada Allan untuk pulang.
“Kalau tidak keberatan boleh aku tahu nomor teleponmu and emailmu, Jason?”
“Boleh aja. My number are 9213xxx. My email is Jason_Chang@xxx.com And yours?”
“9228xxx juga Allan_Guang@xxx.com ”
“Keep in contact yah………”
Kutinggalkan apartemen Allan menuju ke apartemenku di Mongkok. Kutunggu beberapa saat bus menuju ke apartemenku. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu dan aku kembali berada di bus namun kali ini aku harus menuju ke tingkat dua untuk mendapatkan bangku kosong.
Kejadian sederhana ini masih berkelanjutan.
‘Hi, Jason. Gue Allan, trims buat bantuanmu kemarin. Ada waktu lunch together?’
‘No problem Allan. Boleh kita lunch bareng. When?’
‘Siang Ini?’
‘I’m sorry, I can’t. Kerjaan numpuk-numpuk nih. Hari ini merupakan dateline buat aku. How about does tomorrow?’
‘Saturday is holiday. It’s okay. We have a long day to pass on. And I think tomorrow is better if we don’t get lunch…. We can go Yam Cha in the morning’
‘Okay. It’s a great idea. Where?’
‘In Palace Restaurant, at Jordan? We meet at 9 a.m.’
‘Ok. Bubye. See you tomorrow.’
‘Fine. Bubye……….’
Dan berlalulah hari itu dengan energi diriku yang terkuras habis. Aku sampai di apartemen tepat pukul delapan dengan kelelahan yang mendera. Sehabis mandi kurebahkan diriku di kamarku dan kubiarkan diriku memasuki alam mimpi menggapai ketenangan sementara yang masih bisa kudapatkan.
KRINGGGGGGGGG
WEITSSSSSSSSS
Kulihat kamar Ivan masih tertutup. Kutinggalkan pesan di lemari es kalau aku akan pergi seharian. Jadi kalau Ivan menyiapkan masakan untuk makan siang nanti sebaiknya untuk dirinya sendiri. Dan tidak perlu menyiapkan lebih untuk diriku.
Kusambar dompet dan jam tanganku dan kupastikan pintu apartemenku terkunci dengan baik. Dua puluh menit kemudian aku sampai di Palace Restaurant. Terlambat lima menit nih. Kunaiki tangga menuju tempat restaurant tersebut berada. Dan segera kulihat Allan sudah menunggu di meja dekat pintu masuk.
“Zhao San. Duduklah.”
Kemudian Allan menuangkan teh untuk diriku. Kuketukkan jari telunjuk dan jari tengahku ke meja sebagai tanda terima kasih.
“Mau pesan apa?”
“Terserah. Kamu biasa makan sini kan? Kamu aja yang pilih…….”
“Mau bubur?”
“It’s ok. Pilih aja.”
Kemudian dia memanggil pelayan dan memesan beberapa menu. Kuamati wajah Allan yang menarik diriku. Kulihat kembali matanya yang mencorong seperti mata harimau. Hidungnya yang lumayan mancung serta bibirnya yang tipis namun berisi menambah daya tarik pemuda ini.
Kaos V-neck yang dikenakannya semakin menonjolkan kematangan tubuhnya yang memang dimiliki oleh pemuda berusia 20 tahun. Lengannya yang menggenggam poci memberi efek otot tangan yang mengeras sehingga tersembul keluar. Dia menuangkan teh bagi diriku.
“Ga, ngamatin orang di belakang elo.”
“Lho emangnya ada apa?”
“Ya menarik aja. Aku suka mempelajari banyak karakter orang sambil mempertajam insting penilaianku terhadap mereka. Adi melatih dengan melihat penampilan orang-orang tersebut mampukah diriku mengenali karakter mereka.”
“Seperti apa contohnya?”
“Lihat keluarga di samping kiri kita?”
“Ada apa dengan keluarga itu?”
“Bagaimana kamu bisa tahu?”
“Lihat koran yang dibawa sang istri? Meski dia tidak membaca karena repot mengurusi anak mereka, namun sang suami pun tidak membaca Koran, ataupun membawanya.”
“Bagaimana bisa kau berkesimpulan seperti itu?”
“Lihat sekitar kita. Para lelaki dalam keluarga kebanyakan membaca koran. Namun keluarga di samping kita, sang suami tidak melakukan. Kemungkinan adalah suami kalau mau memaca koran harus dengan seijin istri.”
“Hebat analisamu. I’m surprised. Two thumbs up to you.”
My parents are from Fo Shan. But they move to this country. And now they make factory and shop in Ta Lu again.”
“Orang tuamu sering bepergian ya? Jadi kamu sering sendiri?”
“Iya mereka kadang harus mengurus sesuatu di gerai maupun di perusahaan di Ta Lu. Namun mereka pasti berusaha ada di rumah selama ada waktu senggang. Dan aku tidak menuntut mereka lebih dari itu. Aku sudah senang dan aku menyadari hal tersebut karena mereka melakukan kerja keras adalah demi diriku sendiri.”
“Hebat. Aku salut pada pemikiranmu. Pemikiran dewasa yang sudah matang. Tidak menunjukkan umurmu. Namun jangan besar kepala yah. Ini hanya sedikit pujian.”
“Trims atas pujianmu. Namun itu benar. Ga tau mengapa aku menyadarinya. Kadang aneh juga. Gue terlalu dewasa yah?”
“Ga lah. Hal itu malah bagus.”
Kemudian topic pembicaraan kami berkembang lebih lanjut berganti menjadi topic tentang all about myself.
“Aku ga ada keluarga tinggal di sini. Aku ditugaskan di Hongkong untuk 5 tahun ke depan oleh kantor pusat di Aussie.”
“Elo pernah mengalami homesick ga?”
“Ya lah. Tiga bulan pertama aku tiba di sini merupakan masa-masa berat bagiku. Karena bahasa yang digunakan di sini berbeda dengan bahasa yang biasa kami gunakan sehari-hari. Sehingga selama tiga bulan, aku harus mempelajari bahasa yang digunakan disini. Untunglah hanya satu bulan yang kuperlukan untuk mempelajari bahasa daerah sini secara intensif. Dan pekerjaanku lebih banyak menggunakan komunikasi gambar sehingga meskipun aku mengalami kendala dalam bahasa namun pekerjaan yang kulakukan tetap jalan terus.”
“Well….Actually I’m from Indonesia. My parents move to Oz when I’m in College. In Indonesia we usually speak Indonesia. And my parents are from lost generation. After 1960’s Indonesia forbid Chinese school. So we can’t speak Chinese anymore. I’m usually Indonesian and English.”
“Is Indonesia a part of Bali?”
“Sorry, I don’t know about Indonesia. Anyway you are great becoz u can speak Chinese in three months”
“I can learn it faster becoz I learn Chinese in Aussie before.”
“Where do you live in Oz?”
“I live in Melbourne. It’s a beautiful city. And I wanna go back there. Next month I’ll go to Melbourne in furlough.”
“Ic. So you can meet your dad and mom.”
“Of course. Sudah setahun aku ga bertemu dengan mereka. Apalagi selain sibuk belajar bahasa juga sibuk dengan pekerjaan. Kantorku di sini merupakan cabang perusahaan baru di Asia. Jadi kami harus bekerja keras untuk mengerti dan memadukan selera Asia dengan selera kaukasia yang lebih mengejar fungsionalitas.”
“I haven’t married yet.”
“Oups sorry. Don’t know.”
‘No probem. Emang gara-gara kesibukan sampai aku ga sempet mencari pacar.”
“Waduh tapi kan ada pacar di Aussie?”
“Ga ada. Semasa kuliah aku bukan termasuk anak yang populer.”
“Tapi elo pernah punya pacar kan?”