It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Ko Obet saja yang istirahat. Felix biar disini menemani Ko Son ya. Lagian besok kalau Pak Andi ingin bertemu sama koko lebih mudah. Oke ko?”
“Perkataan Felix ada benarnya Bet. Sebaiknya kamu istirahat saja. Biar malam ini koko ditemani ama Felix saja.”
“Baiklah ko. Robert pulang dulu ko.”
Kemudian kulihat Robert mencium kening Papa sambil berpamit. Perlahan Robert meninggalkan lorong. Kupandangi punggungnya yang menjuntai karena menahan kelelahan yang dialaminya.
“It’s Okay. Nothing special. There’s many challenge but I can take over it.”
“Wow dalam setahun koko sudah bisa handle kantor cabang baru di negara asing yang berbeda budaya dan bahasa begitu hebat. Daya adaptasi koko yang bikin kagum. Padahal belajar bahasa Mandarin sangat sulit,”
“Ya kalo titi di sana, koko rasa Felix akan bisa beradaptasi. Dalam keadaan terpaksa akan memacu kecepatan adaptasi kita. Apalagi koko harus bisa berbahasa Mandarin dalam menghandle bawahan koko.”
“Off course. I must get loyalty of my customer. And I must search a new customer every month. Nine dragons, the biggest of nine company, are my target. Koko have gotten two of them. I must get seven others.”
“I see. Koko sudah setahun ini tidak bertemu. Terakhir waktu Felix berlibur ke Melbourne bersama Mama kita ketemu. Koko sudah hampir tiga tahun tidak bertemu Papa sejak wisuda koko. Koko juga sudah tidak bertemu sama Ko Robert hampir empat tahun. Sudah lama kita beerpisah. Koko ga kangen sama kami di sana ta?”
“Sejak kantor cabang kita yang di Melbourne ditutup dan pindah ke Surabaya, kita lumayan kebanjiran order. Apalagi sejak setahun lalu dipegang sama ko Robert perusahaan berkembang dengan pesat. Apalagi saat ini Cie Olive juga mulai terjun ke perusahaan membantu administrasi.”
Rasa kebanggan kini menyelimuti hatiku. Adikku kini sudah besar dan mereka sudah mulai mengenal rasa tanggung jawab dan mampu memajukan perusahaan.
Pertanyaan klasik yang membingungkan. Perlahan semenjak saat perdebatan dengan ayahku, aku mulai dapat berpikir dengan jernih bahwa perkataan ayahku tidak ada salahnya. Kenapa aku merendahkan diriku sebagai pegawai bila di rumahku sendiri aku dapat menjadi bos pemilik perusahaan.
“Ga tau Lix. Mungkin saat itu koko masih ingin meluaskan pandangan saja. Kini rasanya untuk melepaskan pekerjaan koko, koko masih merasa sayang dan ragu-ragu. Ga taulah Lix.”
“Eh ko, sudah punya pacar belum di sana?”
Terbersit rasa bersalahku kepada Allan. Apakah statusnya dia di dalam hatiku.
“Koko belum deket sama seorang cewek pun? Bukannya banyak cewek-cwek cantik di sekitar koko? Kulitnya pasti putih-putih dan halus-halus?”
“Koko mencari pasangan hidup tidak berdasarkan dari penampilan fisik saja Lix. Yang terpenting adalah hatinya apakah dia tulus mencintai koko. Inner beauty is the most important thing for me, bro.”
“Tapi setidak-tidaknya, tidak adakah gadis yang mampu mencuri sekelumit perhatian koko di sana?”
“Koko normal ga sih. Masa sampai sekarang Felix belum pernah mendengar sekalipun kalau koko pacaran.”
“Ya kali koko belum bertemu jodoh yang tepat Lix. Sudah ah koko capek. Mau tidur sebentar. Kamu jagain Papa dahulu ya. Nanti setelah tengah malam kamu bangunin koko ya kita gantian jaga.”
“Ya sudah koko istirahat saja. Nanti kalau Felix ingin tidur pasti koko akan Felix bangunin.”
“Felix ga ngantuk ko. Koko saja yang lanjutin tidur koko. Tadi koko pulas sekali tidurnya. Koko capek sekali pastinya habis perjalanan jauh.”
“Koko sudah segar nih. Kamu istirahat saja Lix. Sudah tidur lima jam sudah cukup buat koko untuk mengembalikan tenaga.”
Kuanggukkan kepalaku sambil menepuk bahu adikku menyuruhnya dengan bahasa tubuh untuk menyingkir dari kursi di sebelah ayahku.
“Ya sudah ko, Felix tidur dulu ya ko.”
Kembali kuanggukkan kepalaku menyetujui pendapat adikku. Kembali dengan isyarat kumeletakkan jari telunjukku ke bibir menandakan agar Felix jangan terlalu ribut karena Papa sedang istirahat.
Mungkin gue akan coba tulis beberapa bagian sehingga ada yg fresh deh. Mungkin juga ada beberapa cerita selingan yg gue masukin disini.
Thx all.
Ho Do Tuhan
Boi ahu mardalan di ngolungkon
Aut unang Ho na dilambungki
Tung so boi ahu songson on
Ho do hagogoon manungkoli ahu
Hubereng bohim laos martangiang ahu
Mangido pangurupion di ahu
Sai tiop tanganku sai togu ma ahu
Ai Ho do Tuhan pargogo di ahu
“Ko, pulang dulu ko.....”
Tanpa terasa, Robert sudah berdiri di sisiku bersama Mama. Kulihat Felix terbangun dari tidurnya sembari mengusap matanya.
“Koko istirahat dulu. Biar Mama dan Robert di sini. Koko tidur di rumah dulu saja.”
“Semalam koko sudah tidur nyenyak Ma. Koko biar disini menemani Mama dan Papa. Robert bisa mengurus urusan kantor.”
“Koko paling tidak pulang dan mandi. Nanti siang Koko bisa gantiin Robert. Biar Felix yang mengantar Koko pulang.”
“Urusan kantor kamu gimana Bet?”
“Take it easy ko. Nanti kalau ada apa-apa Robert akan ditelepon kok.”
“Koko memang tidak melihat Mama ini. Mama masih kuat dan belum pikun. Masih bisa mengurusi Papamu. Sudah sana pulang.............”
Kekerasan kepalaku menurun dari watak Mamaku. Tanpa kusadari aku kembali melakukan kesalahan Mama pada malam sebelumnya.
“Bye ko.”
“Bye. Bye Ma.” Kemudian kucium kedua pipi Mama. Tak lupa kucium kening Papa yang terbaring masih belum sadar.
“Ayo Lix kita pulang.”
“Oce ko.”
Kami berdua menyusuri lorong rumah sakit menuju lapangan parkir. Melewati taman RKZ yang tertata rapi kemudian kulihat sebuah patung di tengah taman. Patung Yesus. Tiba-tiba aku rindu ingin ke gereja.
“Wah ga tau ko. Koko pengen ke gereja ta?”
“Iya Lix. Ga tau tiba-tiba ingin ke gereja.”
“Nanti malam sepertinya ada doa malam ko. Tapi Felix juga belum pasti. Coba Felix cari info.”
Sambil berjalan menuju mobil kami, Felix sibuk mengirim sms untuk mencari info. Kubiarkan adikku menyetir karena sudah lama aku tidak berada di Surabaya sehingga aku tidak yakin apakah lalu lintas kota ini masih sama seperti ketika aku berada di sini. Hampir sepuluh tahun mungkin aku tidak menginjakkan kakiku disini.
“Ada ko. Ada doa malam nanti di Nginden.”
“Gereja apa Lix?”
“Bethany ko.”
“Kamu juga ke gereja sana?”
“Iya ko. Cuman Felix ke gereja setiap Minggu saja sih. Jarang ikut persekutuan. Kalau koko di sana ke gereja?”
“Ya kadang-kadang Lix.”