It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mengoyak-ngoyak emosi *halaah, bahasanya*, dari ketawa, senang, sedih, renungan-renungannya, pas banget (
Sayang banget, gak dilanjutin
Kembali ke Parung
Panasnya udara Cengkareng kurasakan sejak turun dari pesawat tadi. Tidak sabar rasanya ingin segera tiba di Parung, menghirup udara segarnya, dan terutama merebahkan tubuh di kasur setelah perjalanan jauh lewat darat Bontang - Balikpapan yang disambung dengan penerbangan pertama ke Jakarta pagi tadi.
Aku berdiri diantara kerumunan penumpang yang sedang menunggu bis damri. Sebenarnya ada pilihan lain, bisa langsung cari taksi dan diantar langsung ke Parung. Tapi setelah dihitung-hitung, ongkosnya bisa lebih separuh dari tiket Balikpapan - Jakarta. Sayang banget, kupikir. Banyak yang bisa kubeli untuk oleh-oleh dengan uang sebanyak itu.
Akhirnya kuputuskan untuk menunggu Bis jurusan Lebak Bulus yang ongkosnya cuman lima belas ribu rupiah. Berhenti sebentar di PI Mall untuk membeli donat J.Co beberapa kotak, oleh-oleh untuk teman-temanku di asrama, lalu nyambung pake taksi ke Parung.
Suasana Bis Damri yang nyaman membuatku tenang, sehingga aku bisa berfikir banyak hal.....
Aku mengingat ke masa lalu, ketika pertama kali aku kuliah di Bandung, setelah menyelesaikan pendidikan menengah di Bontang.
Tadinya aku menginginkan kuliah di kedokteran, dan aku memilih Bandung sebagai tempat kuliah karena kuanggap sangat kondusif untuk sebuah tempat belajar. Tapi karena takut tidak diterima di Kedokteran dan masuk di pilihan kedua yang aku tidak sukai, maka atas masukan dari kakakku kutempatkan Kedokteran sebagai pilihan kedua dan Informatika sebagai pilihan pertama, dengan asumsi bahwa sebuah keajaiban kalau aku bisa masuk ke Informatika.
Ternyata takdir menentukan lain, dengan takjub aku mendapatkan namaku tertulis di koran, dan aku berhasil masuk ke Informatika, yang waktu itu dan sampai sekarang adalah jurusan yang paling sulit dimasuki (bersama Elektro).
Antara kecewa dan bangga, aku akhirnya memutuskan untuk melangkahkan kaki ke kampus Ganesha itu. Yah, kecewa, karena cita-citaku dari dulu adalah dokter. Tapi bangga juga, bahwa ternyata aku ini ga bodoh.....haha, bisa mengalahkan beberapa temanku yang jauh lebih pintar daripada aku. (Yang sekarang kufahami, ternyata itu adalah kebanggaan semu. Beberapa tahun setelah aku terjun di dunia kerja, aku lihat bahwa ternyata kesuksesan itu tidak bisa ditentukan hanya oleh seberapa sulit jurusan yang dulu pernah ditempuh. Banyak sekali faktor untuk menjadi sukses, kuliah itu hanya sebagian kecil daripadanya. Dan perlu dicatat : banyak orang bisa sukses tanpa harus susah-susah kuliah)
Kuselesaikan studiku secepat mungkin dengan mengambil kredit maksimal dalam setiap semester, sehingga dalam waktu empat tahun aku bisa melangkah keluar dari kampus.
Begitu lulus, ayahku memintaku untuk kembali ke Kalimantan, tetapi aku punya pilihan lain. Kuputuskan diriku untuk terjun di dunia pendidikan, karena sebelumnya aku merasa enjoy ketika menjadi guru honorer di sebuah SMA Swasta di jalan Panatayuda Bandung selama dua tahun terakhir sebelum lulus.
Ada sedikit trauma dalam diriku untuk bekerja di sebuah perusahaan besar, terutama BUMN. Dua kali kerja praktek di dua buah perusahaan yang berbeda di Jakarta, bagiku cukup untuk tahu bahwa dunia kerja itu penuh dengan intrik dan kecurangan. Dan sebagai mahasiswa KP mau tidak mau harus mengikuti prosedur atasan, jika ingin nilainya bagus. Sehingga aku mencoret BUMN sebagai tempat aku bekerja nantinya. Dan untuk sementara aku merasa lebih aman kalau aku berada di sebuah lembaga pendidikan saja.
Ketika suatu hari aku membaca sebuah iklan di koran tentang boarding school yang membutuhkan guru IT, hari itu juga aku langsung menuju Bogor untuk mengajukan lamaran. Ternyata prosesnya sangat singkat, tidak lama kemudian aku diharuskan mengikuti basic training selama tiga bulan. Maka kemudian aku tercatat sebagai seorang guru tetap di sekolah tersebut sejak tahun 2005. Sebuah sekolah setingkat SLTA, dengan sistem asrama. Guru-guru yang berstatus bujangan, selain harus mengajar di kelas, juga harus membimbing dan mengontrol aktivitas harian di asrama.
Dan inilah yang kurasakan sangat melelahkan, sedikit waktu istirahat dan santai-santai. Dari waktu ke waktu sangat terikat dengan jadwal. Jadwal kontrol asrama, jadwal bimbingan siswa, jadwal guru pengganti dan beberapa jadwal lainnya diluar jadwal tetap mengajar di laboratorium komputer. Kami hanya diberi waktu satu pekan bebas setiap bulannya.
Sesuai dengan kompensasi yang kuterima, pekerjaan sebagai guru di sebuah sekolah berasrama benar-benar menyita waktu, tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya, yang mana tugas guru hanya mengajar saja. Inilah yang membuatku sempat berfikir untuk resign dan mencari pekerjaan lain. Namun sebelum aku mengambil keputusan, sosok Nicky hadir membuatku membatalkan niat resign tadi.
Karena sudah terlambat untuk resign pada tahun ini, kubulatkan tekadku untuk bekerja lebih serius lagi, mendedikasikan diriku pada pekerjaan, menguji diriku sampai mana aku bisa bertahan sebagai seorang guru. Jika aku tidak tahan, maka mungkin aku akan mengikuti saran ayahku untuk kembali ke Kalimantan, mencoba mencari peruntungan di bidang pertambangan. Tentang Nicky, biarlah berjalan sejalan dengan berjalannya waktu. Aku tidak mempunyai rencana apapun tentangnya.
Aku teringat petuah ibuku tentang berbagai ujian yang sudah pasti akan dilalui oleh setiap manusia. Dan sebagai manusia biasa, banyak sekali kelemahan-kelemahan yang kumiliki, sehingga sudah pasti tidak semua ujian itu akan berhasil kulewati. Kuanggap saja Nicky adalah ujian yang harus kuhadapi saat ini. Tidak tahu apakah aku akan lulus dengan Nicky atau tidak. Meskipun aku sudah memiliki hatinya, tapi tetap dia bagiku hanyalah angan-angan yang tak mungkin kugapai.
makanya kalo komment itu jangan melakukan QUOTES YG BERLEBIHAN (QUOTES YG BER"QUOTE2") di edit dulu kalo mau quote diambil bagian yg ingin DIKUTIP. jangan asal pencet tombol quote trus lgs komment. apalagi kalo komment nya seuprit (cuma beberapa kata ato 1 2 kalimat. kan bisa flood jadinya.
maap jadi curhat peace
tapi maap, ga bisa cepet yaa...
udah lama gw ga mampir ke forum ini lagi...
Sore hari aku tiba di Asrama guru, langsung disambut oleh teman2 yang sudah duluan datang. Mereka sedang berkumpul berkelompok-kelompok, membongkar oleh-oleh dari daerah masing-masing. Kusodorkan beberapa kotak J.Co yang langsung diserbu oleh mereka.
"Wah, ini sih bukan dari Kalimantan, singgah dimana tadi, Pak Andi?"
"Aku ga sempet singgah beli oleh2 di Balikpapan, dari Bontang langsung ke Bandara Balikpapan. Tadi sengaja ke Pondok Indah cuman buat beli ini, ga enak kalo ga bawa apa-apa...."
"Memang di Bontang ga ada makanan enak?"
"Ikan kering, mau?" kataku bercanda.
"Ya, mau lah....., biarpun ga bisa dimakan disini, paling ngga bisa dibawa ke rumah, lumayan kan...."
"Nanti lah, kalau aku pulang lagi...., tapi ikan kering tuh sering kena karantina di bandara, susah keluarnya...." Aku serius menanggapi permintaan temanku itu.
"Ooooh, ada caranya, taburi bubuk kopi, supaya bau ikannya tersamar..."
"Enak banget donatnya, empuk lagi...... hmmmm." seorang teman mengomentari donatku.
"kayaknya sebentar aja bakalan habis...., aku ambil dua biji ah...., buat temanku di kamar." teman yang lain menimpali.
Teman-temanku saling bersahutan mengomentari oleh-oleh yang kubawa. Saling berebut pilihan satu sama lain.
Dari tadi pun aku sudah tau, tidak ada Nicky di tengah-tengah mereka. Tapi kuedarkan juga pandanganku satu-persatu kepada mereka, dan kupastikan memang tidak ada sosok Nicky. Hhmmm...., mungkin lagi di kamarnya, pikirku.
"Aku permisi dulu, mau simpan koper dan mandi..." Kataku sambil menarik koper dan satu kotak J.Co yang sengaja kusisakan untuk kumakan di kamar nanti. Kulawan kerinduan yang terus mengusik hati....., kupikir dicari ataupun tidak, nantipun akan ketemu dengan Nicky. Jadi aku langsung menuju ke kamarku.
"Kesini lagi setelah mandi, Pak Andi, nanti kehabisan oleh-oleh dari yang lain."
Aku tertawa saja, tidak menanggapi, karena terasa lelah badanku setelah perjalanan seharian ini.
Selesai mandi, kulihat jam masih menunjukkan pukul lima sore. Kurebahkan tubuhku di dipan, meluruskan urat-urat tubuh setelah seharian duduk, mulai dari taksi, pesawat, bis dan terakhir taksi.
Aku tertidur sampai adzan maghrib berkumandang. Ketika aku bangun, beberapa saat aku bingung, dimana aku ini? Di Bontang? di Bandung? Jam berapa ini? subuh kah?
Begitulah, makanya orang tua dulu sering melarang kita tidur sore hari, bisa cepat pikun katanya. Sebenarnya memang, setiap aku bangun tidur sore hari, yang kudapat adalah diriku yang linglung.
Perlu waktu beberapa menit, sehingga aku sadar bahwa saat ini aku sedang di Parung. Kembali untuk melaksanakan tugasku sebagai seorang guru.
Aku langsung bangkit dan keluar kamar menuju musholla untuk sholat maghrib. Ada sedikit harapan, akan bertemu Nicky disana.
Aku duduk bersama teman-teman guru selesai sholat berjamaah, saling bercerita, menanyakan kabar. Tak kulihat Nicky di Musholla.... Ah, dia mungkin sholat di kamarnya, pikirku. Asyik juga ngobrol dan tertawa bersama teman, sambil menunggu waktu Isya.
Selesai sholat Isya, kami ke kantin untuk makan malam, dan tidak ada juga Nicky disana.... Kemana ya? Biasanya dia tidak pernah absen kalau makan malam. Tapi lagi-lagi teman-teman guruku yang lain mengalihkan perhatianku dari Nicky, dengan obrolan-obrolan seru.
Setelah makan, tadinya aku mau ke kamar Nicky, tapi aku teringat, bahwa aku belum menyelesaikan bahan-bahan untuk rapat kerja besok. Jadi, kubatalkan niatku itu, kulangkahkan kakiku kembali ke kamarku. Besok saja ketemu Nicky.
Aku terbenam dalam pekerjaanku, menyiapkan segala sesuatu untuk tahun ajaran baru : kurikulum, silabus, lesson plan, LKS, lembar evaluasi, blangko-blangko portofolio, program kerja dan anggaran. Kertas-kertas berserakan di lantai, di meja dan di kasur satunya lagi yang tidak berpenghuni. Printerku masih bekerja sendiri, mencetak blangko-blangko untuk dibahas besok.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, ketika aku selesai dengan pekerjaanku. Kubiarkan kertas2 berserakan di kamarku, aku tertidur kelelahan di atas kasurku yang nyaman.
Seperti biasa aku terbangun dini hari karena Morning Wood (istilah lain dari Morning Erection). Sakitnya kandung kemihku membuatku terbangun, dan secara otomatis aku langsung bangkit menuju kamar mandi untuk melepaskan hajat.
Keluar dari kamar mandi, mataku yang masih berat menuntutku untuk kembali rebah di kasur. Tapi kemudian aku baru sadar, ada yang aneh di kamarku. Seingatku, tadi semua masih dalam keadaan berantakan. Kok, sekarang begitu rapi? Kertas-kertasku tertumpuk rapi di atas meja kerja, laptopku yang tadi terbuka di lantai, kini terlipat di samping tumpukan kertas. Baru kemudian aku dapati ada orang lain di kamar ini sedang tidur di dipan satunya lagi, tertutup selimut sampai ke leher. Tidur menghadap ke tembok, sehingga aku hanya bisa melihat rambut kepalanya saja. Sebuah koper dan tas hitam tersimpan rapi di dekat kaki tempat tidur.
“Nicky....” Nama itulah yang langsung terlintas di kepalaku. Membuatku bergegas menghampiri tempat tidur itu, untuk mengamati lebih dekat.
Tapi aku terhenti dan kecewa, karena aku yakin itu bukan Nicky. Rambutnya keriting kecil-kecil, seperti saudara kita dari Indonesia Timur. Kulit lehernya terlihat gelap, sangat berbeda dengan Nicky yang berkulit putih cerah. Tercium aroma asing dari tubuhnya, yang belakangan aku baru tahu bahwa itu adalah bau kayu cendana.
Siapa ya?
Penghuni baru, pikirku. Besok saja, kalau mau kenalan. Masih mengantuk, harus tidur, kalau tidak, alamat tidak konsentrasi pas rapat kerja besok.
Senin, 11 Juli 2006
Namanya Muhammad Irfan, asalnya dari Flores Nusa Tenggara Timur. Disini hanya singgah satu hari saja, karena besoknya dia akan meneruskan perjalanan ke Padang Sumatera Barat, di sebuah sekolah berasrama juga, yang masih satu group dengan sekolahku ini.
Ramah dan banyak bertanya, tetapi agak pemalu, begitulah kesan yang kudapatkan dari Irfan. Pagi itu dia mengikuti aku terus, ke Musholla dan ke Kantin. Tiba tadi malam jam dua-an, oleh petugas keamanan langsung dibawa ke kamarku, karena kamar-kamar lainnya terkunci atau sudah penuh. Karena melihatku tertidur lelap, para petugas keamanan itu tidak berani membangunkan aku, tetapi bersama-sama Irfan langsung merapikan kertas-kertas dan peralatan kerjaku yang berserakan.
Pagi itu di Kantin, aku kembali mencari Nicky, namun tetap tidak kutemukan batang hidungnya. Hal ini membuatku bertanya-tanya, ada apa dengan Nicky? Apakah dia sakit lagi? kok tidak pernah muncul di tempat-tempat yang biasanya berkumpul. Aku berniat mendatangi kamarnya, tapi tidak enak meninggalkan Irfan sendirian di Kantin, sementara secara otomatis, aku adalah tuan rumahnya, selama dia tinggal di kamarku. Sehingga kuputuskan nanti ketemu pas pembukaan rapat kerja di Aula.
Irfan kutinggal di kamar, dia melanjutkan tidurnya, sebab siang ini harus berangkat lagi melanjutkan perjalanan. Aku memasuki Aula tempat Rapat Kerja diselenggarakan. Di dalam sudah separuh kursi terisi, sebagian besar adalah guru cewek, hanya lima orang saja guru cowok yang sudah hadir. Seperti biasa memang biasanya wanita itu lebih rajin daripada pria. Aku segera mencari posisi di sudut belakang, berlawanan arah dengan pintu masuk, agar bisa melihat siapa-siapa saja yang masuk setelah aku.
Satu persatu peserta rapat memasuki ruangan, tetapi sampai menjelang acara rapat dimulai, tidak kulihat Nicky memasuki ruangan, padahal rapat kerja ini wajib dihadiri oleh seluruh civitas akademika sekolah.
Kembali berbagai pertanyaan muncul di kepala. Kemana Nicky? Sakit kah?
Sudah tidak sempat bagiku untuk keluar dari ruangan mencari Nicky, karena acara sudah dimulai. Protokol sudah membacakan susunan acara pembukaan. Disusul dengan pengarahan ketua Yayasan dan Kepala Sekolah. Kupaksakan diriku untuk fokus pada apa yang disampaikan oleh para Pimpinan, dengan menuliskan poin-poin intinya di dalam agenda kerjaku. Tapi sementara itu, aku tidak dapat duduk dengan tenang, selalu bergerak-gerak karena gelisah.
"Kenapa Pak Andi? kok, kelihatannya gelisah dari tadi?" seorang rekan kerja yang duduk di sebelahku bertanya.
"Oh, ga.........., ga apa apa kok."
Aku cepat-cepat memperbaiki posisi duduk, supaya terlihat lebih fokus pada acara. Namun tetap saja fikiranku selalu terarah pada ketidakhadiran Nicky.
Begitu protokol selesai mengumumkan coffee break, aku langsung bangkit dan keluar dari ruangan rapat dengan satu tujuan...... kamar Nicky.
Kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju ke gedung asrama dan langsung ke arah kamar Nicky.
"Assalaamu'alaikum...., Nick!" Aku berdiri di depan kamar Nicky sambil mengetuk pintu.
Tidak ada jawaban...... Kuulangi lagi salam dan ketukanku sampai tiga kali....., tetap tidak ada jawaban.
Akhirnya kuberanikan diri memegang pegangan pintu dan memutarnya............... Terkunci !!
Kuputar tubuhku langsung kembali menuju ruang rapat, dengan satu tujuan, mencari Pak Syukri, teman sekamar Nicky untuk menanyakan keberadaan Nicky.
Di Ruang rapat guru-guru nampak duduk berkelompok sambil menikmati snack. Seseorang melambai tangan kepadaku, mengajakku bergabung. Aku langsung menghampiri kelompok itu, sambil langsung mengajukan pertanyaan :
"Maaf, ada yang lihat Pak Syukri?" kuedarkan tatapanku kepada mereka.
Semua terdiam beberapa saat, beberapa saling berpandangan, dan salah seorang kemudian berkata :"Lho, bukannya Pak Syukri sudah tidak mengajar lagi disini?" kata seseorang.
"Iya, sebelum liburan kemarin, beliau pamit, katanya surat pengunduran dirinya sudah disetujui oleh Yayasan." kata teman yang lain menimpali.
"Oooh, begitu ya? terima kasih kalo gitu Pak." Aku permisi sambil berbalik ke arah meja minuman dan snack.
Semangatku langsung drop. Pikiranku kacau, dengan sejuta pertanyaan. Aku tidak berani langsung menanyakan tentang Nicky di muka umum. Khawatir rahasia hatiku terbaca oleh teman-teman guru yang lain. Snack yang sebenarnya lezat rasanya lewat begitu saja di tenggorokanku seperti tidak berasa apa-apa.
Sore itu setelah kucoba mendatangi lagi kamar Nicky dengan hasil yang sia-sia, aku duduk melamun di kamarku. Irfan sudah pergi siang tadi meneruskan perjalanan ke Padang setelah sebelumnya memberikan minyak kayu cendana sebagai kenang-kenangan untukku.
Ada rasa sesal yang begitu mendalam, kusalahkan diriku yang begitu egois tidak merespon sms Nicky yang terakhir. Namun begitu, banyak pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab atas ketidak-hadiran Nicky di sekolah saat ini.
Kemana Nicky pergi? Kok hapenya tak pernah bisa dihubungi? SMS-ku tak pernah terbalas? Apa yang menyebabkan dia pergi? Apakah dia pergi meninggalkan sekolah ini seterusnya?
Ah, Tuhanku, apakah ini pengaturan-Mu?
menjauhkan Nicky dariku untuk menyelamatkanku dari kenistaan?
Tapi kenapa dengan cara seperti ini kami dijauhkan?
Kenapa tidak pisahkan kami dengan cara yang lebih baik?
Memang benar aku berniat untuk memperbaiki hidupku.
Tapi tidak secepat ini ya Tuhanku.
Aku belum siap kehilangan dia.
Ah, kuremas rambutku, sambil menghela nafas panjang.
Pusing kepalaku!!
Aku seperti diperhadapkan pada permainan puzzle, dan kehilangan banyak sekali potongan puzzle itu sehingga sama sekali tidak tahu harus mulai dari mana untuk memulai menyusun puzzle itu menjadi sebuah gambar yang sempurna.
Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus menerima keadaan ini begitu saja? Adakah dalam hatiku menginginkan seperti itu? Ketika kutelusuri dalamnya hatiku, yang kutemukan adalah sebuah perasaan sakit, seperti terluka karena merasa dicampakkan?
Serba salah, begitu yang kurasakan sore itu. Rapat kerja selesai tadi jam dua siang, aku dan tim IT-ku melanjutkan diskusi sampai menjelang ashar. Sebenarnya banyak PR kerjaan yang harus kuselesaikan sore dan malam ini. Tapi fikiran dan perasaanku sedang tidak normal. Selalu ditarik-tarik untuk bad thinking tentang Nicky. Gelisah dan resah dengan berbagai prasangka memenuhi hati.
Tapi kemudian logikaku menyadarkanku. Aku tidak bisa membiarkan diriku jatuh dalam keterpurukan ini. Aku harus bisa mengendalikan diriku, banyak sekali tanggung jawabku disini yang harus kujalankan. Aku harus tenang.......