It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Basket.................., aku adalah penggemar berat basket. Sejak SD, olah raga yang paling aku sukai adalah basket. Sempat beberapa kali ikut kejuaraan ketika masih SMP dan SMA di Bontang dulu. Bahkan PON Kaltim tahun 2008 yang lalu sempat dipanggil untuk mewakili Kaltim, meskipun ditempatkan sebagai pemain cadangan karena faktor umur, hanya saja aku tolak sebab perusahaan tempatku bekerja tidak meluluskan permohonan izin untuk off selama latihan dan PON berlangsung.
Sore itu, selepas sholat Ashar, meskipun dengan perasaan agak malas aku sudah duduk di pinggir lapangan basket dengan training sportku. Belum ada satu pun teman guru pun yang hadir, sehingga aku hanya duduk diam memandang hijaunya lapangan basket. Di lapangan ini aku pernah berhari-hari hanya bermain berdua saja bersama Nicky.
Nicky adalah lawan terberat yang aku hadapi di sekolah ini. Aku ingat bagaimana dengan lincah dia men-dribble bola sambil kakinya bergerak kesana-kemari. Sulit sekali aku bisa mencuri bola itu dari tangannya yang bergerak lincah, sementara dia lebih banyak kesempatannya untuk mencuri bola dari tanganku ketika dribble. Sehingga aku berusaha sesedikit mungkin untuk dribble ketika berada di dekatnya. Untungnya aku memiliki kelebihan dalam shot, menembak bola ke ring dengan berbagai posisi, sehingga tidak sempat terjadi travelling.
Biasanya kami akhiri permainan basket itu dengan saling memberi komentar memuji satu sama lain. Saling menepuk bahu atau saling bersandar karena kelelahan. Momen-momen seperti itu yang kurindukan saat ini. Momen-momen yang pernah mencairkan kekakuan komunikasi diantara kami.
Tapi ingatan itu kemudian berakhir pada peristiwa terkilir kakinya. Aku langsung berdiri dan berjalan ke dekat ring, memeriksa lapangan. Ternyata lubang yang dulu membuat terkilirnya kaki Nicky sudah tidak ada lagi. Rupanya sudah diperbaiki, tertutup oleh semen dan dicat hijau seperti sekitarnya.
Berdebar jantungku, ketika teringat bahwa aku pernah menggendong Nicky ke kamarnya. Dan setelah itu aku menjadi perawatnya selama lebih dari satu minggu.
Oh, Nicky, lagi ngapain kamu Nick? dimanakah kamu saat ini? Apakah kamu juga sedang memikirkan aku?
"Ooooiii.... Pak Andiii, sore-sore kok melamun? Hahaha.........apa lagi yang dipikir?" Teriakan Pak Roland mengagetkanku. Tapi kemudian aku tersenyum melihat Pak Roland dan beberapa teman sudah siap untuk bermain basket.
Sebenarnya tidak jelas juga apa yang membuatku resah dan gelisah setiap terpikir tentang Nicky. Karena realitasnya, dimanapun dia dan apapun yang dia kerjakan sekarang, tidak perlu dikhawatirkan, karena dia sudah dewasa.
Feeling lonely…………. Itulah yang membuatku seperti serba tidak jelas. Perasaan kesepian karena ditinggalkan dan diabaikan.
Ya….
Aku gelisah, karena aku tidak tahu bagaimana pikiran dan perasaannya kepadaku.
Aku resah, karena takut kepergiannya adalah karena kecewa kepadaku.
Aku gundah, karena bahkan mungkin saja dia sama sekali tidak memikirkan aku.
Aku sedih, karena aku merasa kehilangan, merasa apa yang aku miliki direnggut dari sampingku.
Aku tersiksa, karena aku rindu kepadanya,
Karena nafsuku yang lapar..… yang membuat mataku ingin melihatnya, membuat telingaku ingin mendengar suaranya, membuat tanganku ingin memeluknya…..
Ya….
Nafsu…..
Itulah yang membuatku gundah.
Untungnya aku tidak terlupakan untuk selalu berdialog dengan Tuhan dalam setiap masalahku. Sehingga malam itu, meskipun tubuh lelah, kupaksakan diriku untuk bangun malam mengadukan keluh kesahku.
Ya Tuhanku yang Maha membolak-balikan hati
Dimana hatiku ada dalam genggaman-Mu
Tetapkanlah hatiku untuk selalu lebih mengingat-Mu
Berikanlah ketenangan dalam hidupku
Ya Tuhan, bila kedekatanku dengan Nicky membawa banyak kebaikan untukku, maka dekatkanlah aku dengannya.
Berilah kekuatan kepadaku agar tetap membina hubungan yang baik pada batasan-batasan-Mu.
Tetapi jika kedekatanku dengannya akan banyak membawa banyak kemudhorotan, maka jauhkanlah aku dari dirinya
Berikan aku kelapangan dada, sehingga aku bisa ikhlas menerima kepergiannya.
Sibukkanlah aku dengan hal-hal lain sehingga aku bisa segera melupakannya.
aq pngmar warung ini stlah warungnya bloody mery..
“Lo tuh sok sibuk banget………, padahal gue tau lo ga sibuk-sibuk amat.” Mukhlis kesal, karena beberapa kali mengajak jalan, selalu kutolak dengan alasan sibuk.
Dia berdiri di ambang pintu kamarku, sementara aku duduk di belakang meja, menghadap ke pintu, sehingga posisi kami berhadapan. Laptopku terbuka, aku pura-pura sibuk dengan file power point yang kebetulan sedang kuedit. Sebenarnya tadi aku sedang memainkan game “onet”, sejenis mahyong dengan gambar-gambar kecil lucu. Cepat-cepat kututup game itu, padahal sedang seru-serunya, scorenya sudah lebih dari sepuluh ribu di layar yang ke-enam. Hah!! Ganggu aja ..., padahal aku belum pernah dapat score segitu banyak.
Mukhlis ini adalah teman satu tim di IT. Umurnya sebaya denganku, satu angkatan ketika masuk menjadi guru disini. Lulusan Gunadarma dan asli Jakarta, kalau bicara ceplas-ceplos seperti kebanyakan orang Betawi.
Aku tidak mengomentari kekesalannya, kubalas saja dengan senyuman. Mau ngomong apa lagi, kupikir. Memang benar aku selalu cari alasan untuk menolak ajakannya. Kemarin-kemarin pas kebetulan selalu ada pekerjaan yang harus diselesaikan, meskipun sebenarnya tidak terlalu banyak. Tapi sore ini sudah tidak ada lagi pekerjaan yang mendesak, jadi terasa tidak enak untuk mengarang alasan lagi. Akhirnya aku diam saja.
“Ga biasanya lo kayak gini…. Sumpeee!! Lama-lama gue empet punya temen kayak lo.” Dia tambah kesal karena aku silent mode on..
Aku ketawa : “Kenapa sih lo juga….., maksa terus dari kemaren, cari temen yang laen, kan bisa.”
“Gue ga ada urusan sama yang laen. Gue cuman mo ngajak lo doang……..” katanya dengan kening berkerut..
Aku diam tak bergeming. Kembali pura-pura sibuk dengan laptop.
“Ayolah Diiii……….., lo kayak perawan aja, ngerem terus di kamar.” Kemudian ekspresi wajahnya berubah drastis jadi memelas.
“Emangnya lo mo ajak gue kemana?” Tanyaku. Pertahananku runtuh juga.
“Kemana aja laaaah…. yang penting jalan…. Suntuk gue kalo musti disini terus. Mumpung anak-anak belom pada dateng. Minggu depan udah susah buat jalan bareng, jadwal kita kan beda.”
“Ya udaaah……udaaah……. Cerewet amat lo!! Gue mandi dulu, lo tunggu aja di parkiran….”
Mukhlis berlalu sambil menatap dan mengarahkan telujuknya ke mukaku. Matanya dipicingkan dengan bibir dikatup rapat. Seolah-olah mengancam untuk memberi peringatan jangan sampai aku tidak jadi pergi. Aku tertawa melihat ekspresi wajahnya itu.
Ini adalah hari ke-lima setelah aku berada di sekolah lagi. Jadi sudah hampir dua minggu aku tidak ketemu Nicky, yang sampai sekarang tidak pernah ada kabarnya sedikitpun.
Baru dua minggu, tapi rasanya seperti sudah lewat bertahun-tahun. Aku sudah pasrah saja, sepertinya kemungkinan kecil untuk ketemu Nicky lagi. Informasi yang aku dapat dari Pak Roland, tim guru olah raga sudah membuat jadwal cadangan untuk mengantisipasi ketidak-hadiran Nicky. Bahkan sudah mencari guru tambahan freelance dari luar. Artinya, ada kemungkinan Nicky akan diberhentikan kalau belum ada kabar sampai mulai pembelajaran.
“Boncengan? ato gue bawa motor juga?” Tanyaku pada Mukhlis yang sudah duduk di atas motornya. Dia menepuk-nepuk boncengan motornya, sambil bicara sesuatu. Tidak jelas bicara apa, karena kepalanya sudah tertutup oleh helm.
Aku mengerti dan langsung duduk di boncengan motornya. Mukhlis langsung menjalankan motornya keluar dari gerbang kampus.
“Kemana kita?” aku bertanya sambil teriak
“Margonda!!!” Dia balas teriak, sambil menoleh dan membuka kaca helm-nya.
“Jauh amat!!” Teriakku. Dia tidak menjawab, terus saja mengemudikan motor dengan laju. Perjalanannya cukup jauh, untung aku tidak lupa pake jaket.
Angin sore menerpa wajahku. Motor melaju dengan kencang, membuatku merapatkan tubuh ke Mukhlis. Tanganku memeluk pinggangnya.
Sebulan yang lalu…………..….., rasanya seperti sudah lama sekali. Aku juga pernah dibonceng oleh Nicky pakai motorku dengan tujuan sama, ke Margonda. Tapi waktu itu aku tidak berani memeluk pinggangnya, karena kami belum terlalu akrab. Masih ada sekat-sekat formalitas dalam komunikasi kami. Dan setelah akrab, aku belum pernah punya kesempatan untuk dibonceng olehnya. Mungkinkah aku akan bisa mengalaminya bersama Nicky? Aaaghhhh………, kok aku jadi ingat dia lagi? Padahal aku kan sudah berusaha melupakannya.
“Ngga…, emang napa?” tanyaku heran.
“Kerasa aja……..., waktu lo melukin gue di motor, serasa ngebonceng engkong gue waktu sakit.”
“Hehehe………., sialan lo Lis…., Tapi lo suka kan gue pelukin?”
“Najiss!!!” Katanya, sambil mencibir.
Tapi kemudian dia merangkul bahuku . “Lo keliatan loyo akhir-akhir ini, Di. Makanya gue pikir lo lagi sakit.”
Perhatian banget temanku yang satu ini. Tapi aku tidak heran, memang sejak dulu dia seperti itu pada semua orang. Dia paling tidak suka kalau ada temannya yang kelihatan sedih. Dia akan mencari cara untuk membuat orang itu jadi gembira dan semangat.
Kami kemudian berjalan memasuki mall, dan seakan-akan sudah sepakat sebelumnya, kami langsung menuju ke Gunung Agung.
Setelah satu jam muter-muter di Gunung Agung dan berhasil memilih beberapa buah buku, akhirnya kami keluar menuju musholla untuk sholat, dan setelah itu langsung cabut mencari warung sate kambing.
Mukhlis membawaku ke jalan Juanda, disana ada warung sate langganannya ketika masih kuliah.
Enak katanya. Dia meyakinkanku sehingga membuatku penasaran. Begitu aku duduk di warung, tiba-tiba terdengar sebuah lagu dangdut Rhoma Irama dari lapak penjual CD bajakan tidak jauh dari situ.
……………………
…………………… (Aku tidak hafal liriknya)
Mengapa dulu ku terlalu sayang
Baru kini aku alami
Betapa sakitnya patah hati
…………………….
…………………….
Ufffhhhhh…………. Aku menghela nafas. Musik dangdut bukan seleraku, tapi suara bang Haji memang keren dan lirik lagu itu begitu pas dengan perasaan hatiku.
“Udaaaah ….…., ga usah terlalu dipikirin, gue trima kasih banget ke elo, yang udah cape-cape mikirin gue terus…” Kata Mukhlis tiba-tiba, memecah kesunyian diantara kami di sela-sela waktu menunggu nasi goreng kambing. Wajahnya memperlihatkan ekspresi ga enak hati sambil berterima kasih.
Aku sempat tulalit, tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Perlu beberapa detik untuk menyadari kalau dia sedang bercanda.
“Yeeee…………., siapa yang mikirin elo? Rugi tau ngabisin waktu buat mikirin lo. Mendingan mikirin kucing.”
“Sialan lo, masak gue dibandingin ama kucing…………. Eh, Di….lo tuh dari tadi melenguh dan melenguh aja kayak sapi. Kenapa sih lo? apa yang lo pikirin? Beda banget ama lo yang dulu. Sekarang kalau diajak ngomong banyak ga nyambungnya.”
“Alaaah…. lo aja yang sok perhatian, gue ga apa-apa kok, serius!!” Kataku meyakinkan.
“Beneran nih? Siapa tau aja lo lagi kebelit utang sampe bingung mo bayar pake apa, gue bisa bantu ……….” Katanya serius juga.
“Emang kalo gue punya utang, lo bener mo bantuin gue?” Aku jadi excited dan sedikitnya tersentuh juga hatiku.
“Pasti dong!!” katanya dengan suara yang meyakinkan, dan kemudian dia menatap mataku dengan tajam, terus menjabat tanganku sambil berkata lagi dengan sungguh-sungguh: “Gue bantu dengan doa.”
“Hahahahahaha……………, dasar lo!! Gue sampe terharu tadi, kirain beneran.” Aku kibaskan tangannya yang sedang menjabat tanganku.
“E… e… e….eeeh, jangan suka nganggep remeh doa ya. Apalagi nama gue Mukhlis, orang yang ikhlas. Doa orang ikhlas pasti terkabul, bukan begitu sodara?”
“Konyol lu ah…..” Aku tertawa geli.
“Tapi bener, lo memang lagi punya utang?”
“Ngga….., sueerrr.”
“Kenapa tadi lo antusias banget, waktu gue bilang mo bantu lo?”
“Gue heran aja dan mau nguji elo………, hahaha.”
“Ya udah, makan tuh nasi gorengnya, biar gemuk….lo keliatan kurusan. Jarang gue liat lo di kantin. Kalo lo mo nambah, bilang aja sama si abang. Jangan takuuuut…., gue yang bayarrrrrr.”
Dalam hati, sebenarnya aku berterima kasih banget kepada Mukhlis yang sudah dengan tulus memberi perhatian. Sedikitnya jalan sore-sore ke Margonda ini mengalihkan pikiranku dari Nicky.
Aku baru tau juga, bahwa ternyata kesedihanku nampak jelas di mata Mukhlis, bahkan mungkin juga di mata guru-guru yang lain. Hhhhhhh, memang susah menutupi perasaan di dalam hati. Padahal aku sudah mencoba menyembunyikannya dengan sikap biasa saja. Aku sedang berusaha menyusun ulang puing-puing hati yang sempat hancur.
“Nah tuh kan, lo melenguh lagi…..!!! Jangan-jangan lo kerasukan sapi, Di?” Mukhlis membuyarkan lamunanku.
Aku tidak pedulikan komentar Mukhlis yang konyol itu. Walaupun sejujurnya komentar itu membuatku sadar, bahwa memang aku sudah terlalu berlebihan menyikapi masalah ini, sampai mempengaruhi tarikan nafasku. Perasaan hatiku yang seperti terasa sesak, memang membuat cara bernafasku menjadi pendek-pendek, sehingga setiap beberapa selang waktu, secara tidak sadar aku menghela nafas, untuk mengeluarkan rasa sesak di dalam hati.
“Bagus banget, Di………, gue dua ya…., bingung nih mo milih yang mana…. bagus-bagus semua.” Katanya sambil membolak-balikkan bungkusan kaus itu.
“Satu aja Lis……., ntar yang laen ga kebagian. Sudah untung gue masih inget buat ngasih ke elo.”
“Tega lo ya sama temen sendiri.” Katanya sambil tetap sibuk membanding-bandingkan kaos. “Ya udah gue yang merah ini aja………… thanx banget yaa…., lo emang baek ………. mu… mu… mu…mu….mmmuaachhh….” katanya sambil merem dan memonyongkan bibir, kakinya melangkah maju ke arahku seolah-olah mau menciumku.
“Gila lo!!………, hahahaha.” aku menimpuk mukanya dengan bantal.
Mukhlis keluar dari kamar sambil melambai-lambaikan kaosnya kepadaku. Aku menarik nafas panjang………… “Thanks Mukhlis….. lo udah menghidupkan lagi semangat gue yang sempet redup.” Kataku dalam hati.
Beberapa saat kemudian, aku kaget, karena pintu kamarku terbuka lagi. Mukhlis muncul lagi di depan pintu.
“Astaga!! Gue hampir lupa …….. ada pesan dari ibu Kokom, gue dan elo kudu tampil besok pas malam inaugurasi guru baru.”
“Tampil!!!?............... Bercanda aja lo…..!! Apa yang musti gue tampilin?”
“Terserah elo………, yang jelas gue mau monolog. Lo jangan nyontek yaaa.” Katanya sambil berjalan menjauh dari kamarku.
Setiap tahun, menjelang tahun ajaran baru dimulai, sudah menjadi tradisi di sekolah ini untuk mengadakan malam inaugurasi. Penerimaan secara resmi guru-guru yang baru bergabung pada tahun ini. Tujuannya sebenarnya adalah untuk membangun keakraban antara guru baru dengan guru lama, karena biasanya acara formalnya hanya berlangsung setengah jam saja, seterusnya dilanjutkan dengan acara santai non formal. Nah, guru-guru angkatan sebelumnya harus tampil sendiri-sendiri, tidak boleh berjamaah. Jenis performance-nya diserahkan kepada kemampuan masing-masing. Tahun lalu, aku lihat beberapa seniorku menampilkan permainan pantomim, puisi, menyanyi, monolog lucu dan satu teman wanita bahkan menari jaipong.
Setelah berpikir dan menimbang, akhirnya kuputuskan untuk memainkan sebuah lagu klasik dengan gitar. Sangat mudah dan praktis.
Besok pagi saja aku latihan………. Malam ini aku ingin istirahat, menikmati keceriaan yang ditinggalkan oleh Mukhlis sejak sore tadi.
Hore!!!
Rapat kerja sudah berakhir Jumat kemarin. Hari ini semua guru diberi kebebasan untuk kerja individual mempersiapkan teknis pembelajaran untuk satu minggu ke depan. Aku sendiri sudah selesai dengan rencana pembelajaran untuk beberapa minggu, jadi kuhabiskan waktuku di kamar untuk mempersiapkan diri buat tampil nanti malam.
Kubongkar koleksi CD-ku, untuk mencari beberapa CD klasik. Agak sulit memilih diantara lagu-lagu itu, karena aku belajar gitar bukan untuk ditampilkan di muka umum, tetapi hanya untuk kesenangan pribadi saja. Ini untuk pertama kalinya aku akan bermain di depan orang banyak, sehingga membuatku sedikit nervous. Aku tidak tahu mana yang pantas ditampilkan, karena banyak sekali lagu-lagu yang menurutku bagus. Sempat aku memutuskan untuk memainkan Koi - Kitaro, tapi setelah didengar-dengarkan, kayaknya agak jika sulit dimainkan hanya dengan gitar. Perlu latihan yang cukup lama untuk bisa memainkannya dengan sempurna, sementara waktuku hanya satu hari ini saja. Jadi kubatalkan saja lagu itu, aku harus memilih lagu yang pernah kumainkan.
Rrrrrrrrrt............... pikiranku langsung meluncur ke lagu Romance D'amour. Tapi dengan cepat kutepis ide itu, karena lagu itu terlalu mengingatkanku kepada Nicky. Romance D'amour memang indah, sederhana dan aku sudah sangat menguasainya. Tapi tidak!! aku tidak mau menjadi cengeng ketika harus tampil di muka umum.
Setelah menyeleksi lagu-lagu itu, akhirnya aku mendapat empat buah lagu yang bisa jadi alternatif, dan setelah kucek di arsipku, ternyata partiturnya masih tersimpan lengkap di dalam map folder.
La Primavera - Antonio Vivaldi
Recuerdos de la Alhambra - Francisco Tarrega
Air - Jason Becker
Stairway to Heaven - Led Zeppelin
Keempat-empatnya pernah kumainkan. Yang pertama adalah lagu klasik jaman Baroc, sudah sangat tua sekali. Yang kedua memang diciptakan oleh pemusik klasik gitar akhir abad 19. Yang ketiga adalah lagu yang ditulis oleh Jimmy Page untuk Band Rock Led Zeppelin sekitar tahun 1970-an. Sedangkan yang terakhir dirilis sekitar tahun 1990-an, dikenal sebagai lagu neo klasikal, tidak kalah indah dengan lagu-lagu klasik. Aku selalu mengagumi mereka, karena telah menciptakan lagu-lagu yang begitu indah. Terutama Jason Becker, yang meskipun mengidap penyakit ALS, sampai saat ini dia masih berkarya dengan bantuan komputer.
Harus kucoba satu-satu untuk menentukan satu diantara empat lagu itu. Kuambil gitar yang tersimpan di atas lemari. Kubersihkan debu yang menempel di kulit tasnya, karena sudah lebih dua minggu gitar ini tidak kumainkan lagi.
Waktu aku mulai memetik senar gitar, pikiranku langsung terbawa pada saat-saat aku memegang jari-jari Nicky ketika dia minta diajari bermain gitar. Kuajari dia bagaimana memetik dan menekan senar gitar. Dan aku ingat bagaimana gembiranya dia ketika berhasil memainkan lagu Burung Kakak Tua, meskipun masih terdengar kasar.
Aaaaaghh........... Ya Tuhan, kenapa Engkau hadirkan terus dia di dalam pikiranku?
Aku terdiam......... kesal karena kehilangan konsentrasi............
Kukibaskan kepalaku untuk menghilangkan bayangan itu dari benakku.
Aku kembali mengarahkan perhatian kepada gitarku, sambil membaca partitur. Kucoba merangkai nada untuk memulai lagu La Primavera, tapi tidak berhasil!! Kucoba lagi beberapa kali, dan hasilnya semakin hancurrrr... Hah!! Aku menyerah....tidak jadi aku memainkan lagu ini. Susah sekali.
La Primavera memang sebenarnya bukan untuk dimainkan dengan gitar, tetapi harus dengan konser lengkap, atau kalaupun dimainkan dengan gitar maka lebih bagus kalau menggunakan gitar listrik. Tapi guruku pernah memainkannya dengan indah hanya dengan gitar klasik, sehingga aku mendesaknya untuk mengajariku. Aku pernah mencoba memainkannya beberapa kali, walaupun masih tersendat-sendat. Sudah terlalu lama aku tidak memainkannya lagi, jadi lupa.
Walau begitu aku masih penasaran dengan lagu indah ini. Kumainkan saja CD-nya di laptopku. Dengan headset terpasang di kepalaku aku mulai menikmatinya sambil memejamkan mata.
Kepalaku ikut bergoyang mengikuti irama ceria di awal lagu.
Ketika lagu itu dimulai, imajinasiku pun langsung ikut bermain. Terbayang dalam pikiranku tentang Sang Waktu.
Sang waktu dengan irama yang konstan menghampiri sebuah keluarga yang sedang berbahagia, ikut gembira menyambut kelahiran seorang bayi laki-laki......... kemudian bayi itu belajar merangkak, berjalan dan berlari.
Waktu terus berjalan…… Dia tumbuh menjadi anak laki-laki lincah yang senang melompat-lompat.
Tiba-tiba anak itu terjatuh, sehingga dia menangis sedih……., tapi seseorang menghiburnya membuat dia kembali ceria……. Anak itu tidak mau diam, rasa ingin tahunya begitu tinggi. Dicobanya segala sesuatu yang dia temukan…………, banyak kesenangan yang dia dapatkan dari temuannya itu.
Waktu terus berjalan dengan ketukan yang tidak pernah berubah. ………. Anak itu terus tumbuh menjadi lebih besar, menjadi seorang remaja ………. Cinta pernah hinggap di dalam hatinya sehingga terasa baginya dunia begitu indah. Di tengah perjalanan hidupnya, banyak misteri kehidupan yang harus dia pecahkan. Kesusahan dan kesenangan datang silih berganti.
Sang waktu memang tidak pernah berhenti, iramanya tetap…………… Tanggung jawab mulai dipikulkan kepadanya. Berbagai tantangan hidup dihadapinya dengan semangat, sehingga dia menjadi seorang yang matang, siap untuk menjadi seorang lelaki dewasa.
Ketika sang Waktu mengantarnya ke ambang pintu kedewasaan, dia terjebak dalam sebuah tragedi kesedihan yang begitu memilukan, sehingga dia tidak tahan untuk tidak menjerit…………… dia putus asa………………. Seseorang datang kepadanya mengajarinya tentang makna kehidupan, meyakinkan dirinya bahwa sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, bahwa kesulitan yang dia hadapi itu akan membuatnya lebih dewasa lagi.
Dia sadar bahwa waktu akan berjalan terus, tidak akan pernah berhenti hanya untuk menunggu dia. Akhirnya dia bangkit lagi, dan dengan sabar dia mencoba mengurai benang kusut kesedihan dalam hidupnya, dan mengubah benang-benang itu menjadi tambang yang kuat, yang akan dia jadikan pegangan dalam hidup selanjutnya, sehingga dia yakin bahwa kebahagiaan akan dia peroleh pada akhirnya. Menemaninya sampai sang waktu beranjak pergi darinya.
Indah sekali, luar biasa....!!! Begitu rumit komposisi musik yang dibuat oleh Antonio Vivaldi ini. Dan bagiku sepertinya tidak mungkin bisa dimainkan hanya oleh sebuah gitar saja. Pintar sekali guruku, yang mampu memainkannya dengan gitar klasik, namun tetap tidak kehilangan spirit dari lagu tersebut.
Begitu musik berhenti, aku bernafas lega...... , kurasakan dadaku begitu lapang. Aku kembali merenungi imajinasiku tadi. Lagu itu telah memberiku sebuah pengertian baru yang begitu mendalam : Sesudah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan! Ya, luar biasa kalimat sederhana itu masuk ke dalam hati dan logikaku, membuat perasaanku terasa lepas. Benar!! Bukankah Tuhan sendiri mengatakan sampai dua kali berturut-turut dalam kitab suci-Nya yang indah : Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti akan ada kemudahan.
Kini kurasakan kelegaan di dalam dadaku. Kuisi rongga dadaku sebanyak-banyaknya dengan udara Parung yang segar, lalu kuhembuskan nafasku itu semua, sehingga tidak ada lagi ganjalan yang tersisa di dalam hatiku.
Kurasakan rasa syukur yang mengalir deras di dalam dadaku ketika aku menyadari akan dalamnya pengertian itu. Menambah keyakinanku akan pertolongan Tuhan dan membuatku berpandangan positif akan masa depanku. Hilang sudah segala rasa sedih, gundah dan gelisah berganti dengan semangat baru untuk menghadapi hari esok.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan Antonio Vivaldi yang dengan kelebihan yang telah Engkau berikan sehingga mampu membuat karya seindah ini.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan pengertian dan pemahaman yang begitu mendalam tentang bagaimana menghadapi kehidupan ini.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengisi kekosongan hatiku dengan semangat yang baru.
Aku bersyukur, bahwa dengan kesedihan yang Engkau berikan kepadaku, kurasakan bertambah dekatnya hubunganku dengan-Mu Ya Tuhan.
Aku bersyukur, bahwa dengan kondisi ini aku semakin sering membuka kitab suci-Mu.
Dan Aku bersyukur, bahwa dengan kondisi ini aku menjadi lebih sering mengadu pada-Mu.
Kulirik jam di sudut kanan bawah layar laptopku menunjukkan pukul sepuluh lewat. Masih pagi. Aku kemudian segera ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Aku harus mensyukuri karunia ini, betapa mudahnya bagi Tuhan membalikkan hatiku yang tadinya goyah menjadi kuat. Dan kupikir ini adalah saat yang tepat untuk memohon sesuatu kepada Tuhan.
Kubentangkan sajadah di atas karpet. Aku berdiri untuk memulai sholat hajat sebanyak empat rokaat. Hatiku mantap sekali waktu itu, yakin bahwa Tuhan sudah berada di hadapanku, siap untuk menerima segala permohonanku. Kuucapkan doa-doaku dengan penuh kesungguhan.
Aku memohon kepadaMu segala yang bisa mendatangkan rahmat dan ampunan-Mu,
Aku memohon kepada-Mu untuk mendapatkan setiap kebaikan dan keselamatan dari setiap dosa.
Janganlah Engkau tinggalkan diriku dalam keadaan berdosa kecuali telah Engkau ampuni,
Jangan Engkau beri aku rasa gelisah kecuali Engkau beri jalan keluar,
Wahai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
dulu pas baru masuk bf.. uda smpet baca.. tapi krna skrg uda d lanjtin.. jdinya baca lagi dri awal.. lanjuttttt terussss ya kang..