It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Liburan semester 1 telah usai dari 1 bulan yang lalu, sikap Rega sudah kembali normal, gak aneh seperti dulu. Dia juga sudah sering ke kantin bareng dengan ku dan Lydia. Mario di sekolah masih bersama gengnya yang menurutku hanya membawa pengaruh buruk untuk dia. Semua sudah kembali normal, kecuali rasa penasaranku akan file di komputer Rega yang berjudul “Mario Pujaswara”.
Hari ini aku putuskan untuk main kerumahnya Rega, mencari celah agar aku bisa bertanya langsung ke Rega tentang file itu.
“Gaa... gw ke rumah lu yahh?” tanyaku ke Rega
“boleehh,,, tapi jangan kesorean ah, lu agak cepet anter Lydianya” kata rega
“ssipp,, tar gw nyampe rumah lu palingan jam 3 kurang, gw gak mampir ke rumahnya kok sekarang”
“yodahh,, gw tunggu yaah” kata Rega
Setelah aku mengantarkan Lydia ke rumahnya, aku menuju ke rumah Rega. Rasa penasaran ini gak bisa aku abaikan, sudah terlalu lama mengganggu fikiran. Sekarang saatnya untuk mengobati rasa penasaranku, agar semuanya menjadi jelas. Mungkin file itu dapat menjelaskan sepenuhnya, kenapa Rega terlihat sangat membenci Mario.
Rega langsung mempersilahkan aku untuk masuk langsung ke kamarnya ketika aku sampai di rumahnya. Untuk sesaat aku gak tahu harus memulai dari mana, agar bisa mendapatkan celah untuk bertanya tentang file itu. Kami hanya terlibat obrolan ringan yang sama sekali tidak mengarah ke arah yang mengantarkan aku ke pertanyaan yang akan aku ajukan ke Rega.
“Gaa... gw numpang online yaah?? Mau buka friendster” kataku tiba-tiba
“pakelahh... kaya pernah gw larang aja... pake ijin segala”
Setelah menekan tombol power komputer, aku menuju icon internet untuk menuju friendster yang sudah lama gak aku buka. Terakhir aku membuka friendster pada saat 1 bulan sebelum kelulusan SMP. Banyak notifikasim dari pemberitahuan testimonial ke akun ku, yang isinya salam perpisahan dan terima kasih dari beberapa teman SMP yang pernah aku bantu belajar untuk menghadapi Ujian akhir saat SMP. Salah satu dari notifikasi ada permintaan pertemanan dari seseorang yang kelihatannya aku kenal. Permintaan pertemanan dari Rega Habibi. Rega yang sama dengan Rega Habibi, yang saat ini ada di belakangku.
“Gaa.. lu add gw?” tanyaku
“iyaahh... gak lu approved.. padahal udah lama” kata rega kecewa
“sorry gaa,, gw udah gak pernah buka dari pas mau lulus SMP” ......”tapii lu tau dari mana nama akun FS gw??” tanyaku menyelidik
“coba-coba aja”....”gw ketik nama lengkap lu...ketemu deh” kata Rega menjelaskan
Dulu aku pernah iseng untuk ketik namaku di menu pencarian Friendster, yang keluar ratusan nama sejenis. Tentunya hal itu juga di alami oleh Rega. Dia memilah beratus-ratus nama hanya untuk mencari akunku. Dengan alasan coba-coba, karena dia gak tahu sebelumnya aku memiliki akun friendster, sikap dia perlu di acungi jempol dalam menjadikan aku sebagai sahabatnya.
Setelah aku klik tombol accept, lalu membuka profile Rega, yang pertama aku cari adalah tanggal lahir dia. Aku berniat akan memberinya kejutan kecil saat dia berulang tahun nanti. Ulang tahunnya 20 April, itu artinya 2 bulan lagi dari sekarang. Berikutnya aku menelusuri list pertemanannya. Sayangnya gak ada nama Mario di list itu. Ada 2 kemungkinan yang aku langsung tangkap. Pertama Mario memang tidak memiliki akun friendster, dan yang kedua Rega memang tidak pernah berteman dan membenci Mario. Tapi apa penyebabnya? Benci tanpa alasan? Itu adalah hal paling konyol yang pernah aku fikirkan.
Jariku semakin lincah menari di atas mouse, saat menoleh ke belakang, Rega terlihat tertidur pulas. Sepertinya dia kelelahan dengan aktifitas latihannya belakangan ini. Dia mengaku sudah 1 bulan gak pernah sempat tidur siang. Pantas saja hari ini, dia bisa tertidur lelap di saat aku ada di kamarnya untuk bermain. Aku klik icon “My Recent Document” , sialnya file yang aku maksud gak ada didalam list itu. Mungkin sudah lama tidak dia buka. Tidak ada clue yang aku punya, untuk menunjukkan lokasi penyimpanan file yang akan aku buka. Lebih sialnya lagi, aku gak begitu paham komputer, sampai menu pencarian cepat untuk mencari file saja, aku gak tahu. Terpaksa aku telusuri folder demi folder untuk mencari file itu.
Akhirnya file itu aku temukan juga. File itu ada di dalam folder berjudul “Sweet Moment”. Folder itu berisi foto-foto Rega, Mario dan beberapa orang yang belum pernah aku kenal. Di foto-foto itu terlihat kedekatan Mario dengan Rega. Dari bahasa tubuh yang aku tangkap saat itu, Mereka sangat bersahabat. Tapi kenapa sekarang berbanding terbalik, sekarang Rega membencinya seolah Mario gak pernah ada di list orang terdekatnya.
Jariku terus menari di atas mouse menuju file berjudul “Mario Pujaswara” itu. Telunjukku dengan lincahnya mendobel klik file itu, dan selanjutnya sebuah file words terbuka di layar monitor. Isi file words itu hanya 1 halaman, dengan susunan penulisan mirip sebuah puisi tanpa judul. Hanya barisan kata-kata yang kelihatanya mempunyai makna khusus. Dengan hati-hati aku membaca deretan kata itu, mencoba mendalami arti dan makna dari tiap katanya.
Dear alam bumi, aku mencintainya karena dia sepertimu..
Ketegarannya memberi pijakan pada telapakku saat berjalan....
Dear lembah, aku mencintainya karena dia sepertimu...
Senyumnya membuatku memandang jauh, misteri apa yang ada didalamnya...
Dear Sungai, aku mencintainya karena dia sepertimu..
Langkahnya membawaku ke sebuah tempat bernamakan hati...
Dear matahari, aku mencintainya karena dia sepertimu..
Pemikirannya membuatku dapat berlari di tengah kegelapan...
Dear bintang, aku mencintainya karena dia sepertimu...
Semangatnya tak pernah terlihat redup di tengah cahaya bintang lain yang lebih terang..
Dear Angin, aku mengharapkan kemampuanmu saat ini....
Tolong bisikkan semua ini kehatinya, agar dia mendengarnya di tengah gemersik merdumu.....
Saat itu juga, jemariku yang lincah menjadi kaku, tergetar oleh kenyataan yang baru saja di bukanya. Kini aku hanya berharap, aku telah kehilangan kemampuanku untuk mengolah kata. Tiap-tiap kata yang tertulis begitu jelas. Menggambarkan situasi yang dulu telah di alami oleh Mario dan Rega. Begitu banyak fikiran yang mendesak otakku, untuk menerka apa yang sudah terjadi. Satu yang sangat aku yakini, tapi tak berani untuk mempercayai seutuhnya adalah Rega seorang Gay. Keyakinan yang memukul hebat otakku, sehingga aku tak mampu berfikir lagi, apa yang harus aku lakukan untuk mencari kebenaran atas keyakinan itu, agar aku bisa memperecayainya dengan penuh.
Aku bangkit dari meja belajar Rega, menoleh dan melihat wajah Rega yang sedang tertidur pulas. Aku masih melihat sosok pria yang gagah di dalam dirinya. Rasanya hal ini mustahil untuk dapat ku percaya dengan penuh. Hari ini rasa kecewa telah meluap di dalam hati ini. Seorang sahabat yang dulu aku elukan, ternyata terjebak di dalam kehidupan yang tak satupun orang mengira seorang Rega terjebak di dalamnya. Langkahku gontai meninggalkan Rega yang tertidur pulas di kamar birunya, bersama monitornya yang kini sudah menghitam lagi.
Kini aku sudah ada di rumah, berfikir tentang rahasia besar Rega yang baru saja aku ketahui. Bayangan tentang hari esok di sekolah, duduk dengan Rega yang sama sekali rahasia besarnya telah aku ketahui. Aku gak tahu harus berbuat apa, bersikap bagaimana? Rasanya gak mungkin aku bersandiwara untuk bersikap biasa-biasa saja. Aku bukan aktor yang hebat,aku bukan pemain sandiwara, bahkan berlatih sandiwarapun aku tak pernah. Tiba-tiba tepukan kecil dipundak membuyarkan lamunanku.
“Tonn... kamu melamun??... ada apa???” tanya ibuku
“gak melamun kok bu..” kataku mengelak
“kalo gak melamun, kenapa dari tadi ibu panggil diam saja??” cecar ibu
“anuu buu... kau lagi mikir sesuatuu”
“mikirin apa sihh?? Ampe anak ibu bengong gitu”
“mikirin temen buu”
“memang kenapa temanmu??”
“hmmm... bu...kalo ibu tahu kalau sahabat ibu melakukan sesuatu yang seharusnya gak boleh dilakukan, tapi dia gak tahu kalo ibu udah tahu hal itu... sikap ibu gimana??” tanya ku ke ibu
“Ooh.. tentunya hal pertama yang bakal ibu lakukan adalah, mencoba untuk membuat dia gak melakukan kesalahan itu”...”tapi sebelumnya dia harus tahu dulu, kalo ibu udah tau hal yang dia lakukan”...”dengan begitu prosesnya bisa lebih mudah”... kata ibu mencoba bijak
“Hmmm,,, makasih ya bu” kataku lalu meninggalkan ibu sendiri di ruang TV
Nasihat ibu memang benar jika di fikir-fikir, tapi untuk hal yang satu ini pasti pengecualian. Hal ini sama sekali berbeda dari hal umum yang lainnya, yang masih bisa di tolerir oleh norma yang berlaku, meskipun hal tersebut menyimpang dari normanya. Aku yakin nasehat ibu bakal berubah, kalau tadi aku menceritakan yang sesungguhnya. Bahkan aku berani bertaruh, ibu akan melarangku bergaul dengan Rega, jika dia tahu yang sesungguhnya.
Kini aku berada di ruangan biru pribadiku, langit-langit kamarku ini begitu terlihat suram, rasanya kamar ini tiba-tiba tak mampu lagi memberikan kenyamanan padaku untuk saat ini. Sayup aku dengar suara ibu memanggilku dari ruang bawah.
“Toniiii... ada telfon dari Regaa” teriak ibu memanggilku
Rega menelpon? Apa mungkin tadi dia pura-pura tidur dan melihat semuanya? Aku belum siap mendengar pengakuan Rega dari telepon. Hati ini gak mampu untuk menampung lebih banyak rasa kecewa. Lebih baik aku gak menerimanya dulu. Sampai aku siap mendengarkan pengakuannya.
Aku turun ke ruang bawah, lalu menghampiri ibu yang sedang menonton tayangan tv kesukaannya.
“buu,,, bilang sama Rega,, aku sudah tidur” kataku berbisik ke ibu, lalu kembali ke kamar.
Dikamar aku melihat di atas meja belajarku, nokia mungil 8250 milik ku berkedip biru dan bergetar. Ada sms masuk dari Rega. Untuk membukanya saja aku takut, apalagi mendengar pengakuannya langsung?
“Tonn... tadi lu kenapa pulang gak bilang2 sihh?? Btw sorry yahh, gw tadi ketiduran.. abis lu asik bgt ma FS” msg received
Pesan singkat biasa, itu artinya Rega belum tahu kalo aku sudah mengetahui rahasia besarnya. Tapi tetap saja hal ini gak membuatku tenang. Besok adalah hari di mana aku harus duduk sebangku dengannya, sepangjang hari melihat wajahnya. Sepanjang hari itu pula aku harus berpura-pura sampai Rega jujur akan yang sebenarnya. Entah hal ini dapat berlangsung sampai kapan? Selamat datang “pretender”. Mungkin aku perlu menambahkannya sebagai nama tengahku, agar aku terbiasa dengan kata itu.
WELCOME PRETENDER
“Selamat pagi pretender” gumanku saat berkaca di pagi hari, untuk bersiap berangkat ke sekolah. Sebelum ke sekolah seperti biasa, aku menjemput Lydia dulu di rumahnya. Sejak aku berpacan dengannya, otomatis kewajibanku bertambah, yaitu menjemput dan mengantar ke rumahnya. Ibuku sudah mengetahui kalau aku sudah mempunyai pacar di sekolah, tapi aku belum pernah mengenalkannya secara langsung. Mario yang menceritakannya, dia memang selalu semangat jika bercerita dengan ibuku, sampai-sampai aku gak tahu siapa anak ibu dan ayahku sebenarnya jika Mario ada di rumahku. Memang Mario sangat dekat dengan kedua orang tuaku, mungkin karena ayahnya yang seorang pelaut, yang otomatis jarang di rumah, sedangkan ibu tirinya hanya peduli terhadap anak kandungnya saja, meskipun Mario tidak pernah mempersoalkan itu, aku yakin dia tetap membutuhkan perhatian seperti yang dia dapat dari keluargaku.
SMA 1 Persada, kubaca papan nama petunjuk sekolahku sekali lagi di pagi itu. Hanya memastikan kalau aku benar-benar siap untuk bersandiwara di hari ini. Bukan hanya hari ini saja, lebih tepatnya sampai waktunya Rega membongkar sendiri rahasia besarnya, karena aku gak mungkin mengungkit rahasia besarnya tanpa membicarakan tentang puisi yang aku cari tahu sendiri. Tapi aku yakin, suatu saat Rega akan memberitahu aku, atau rahasia itu akan terungkap dengan sendirinya.
Sampai di kelas, aku masih punya waktu 15 menit lagi sebelum bel pelajaran dimulai. Rega biasanya datang paling telat 5 menit sebelum bel sekolah. Aku membuka ponselku, aku cari nama Rega di phonebook, lalu mengecek pesan, dan membaca ulang pesan singkat yang Rega kirimkan semalam. Apa benar Rega belum mengetahuinya??. Pada awalnya memang aku berharap Rega tidak mengetahui ketidaksopanan ku untuk mencari tahu kehidupan pribadinya dari file yang ada di komputernya itu. Apa lagi hasilnya seperti ini, jelas hal ini sudah diluar kapasitasku sebagai sahabat. Tapi sekarang aku malah bingung, bagaimana caranya agar Rega bercerita tentang dirinya.
Tidak berapa lama aku dikagetkan oleh kedatangan Rega yang tiba-tiba sudah ada di sampingku. Dia sempat menoleh sejenak dan tersenyum, lalu mengeluarkan buku Bahasa Indonesia, pelajaran Ibu Pondang hari ini. Artinya di pelajaran pertama aku selamat, karena tidak harus menyapa Rega, karena bu Pondang tidak senang jika ada murid yang mengobrol selama pelajaran dia di mulai.
“Ton... kemarin kenapa pulang gak bilang2? Marah yahh gw tinggal tidur” secarik kertas bertuliskan kalimat itu di geser ke arahku oleh Rega. Yah.. ini awal yang lebih baik, berkomunikasi lewat tulisan. Jadi Rega gak usah mendengar nada gugup ku saat bicara.
“Gak marah kok.. kemaren udah sore, jadi gw balik aja,,, lu gw liat juga cape banget kayanya, jadi gw gak tega bangunin buat pamit” ku balas tulisan itu dengan tulisan ku dan menggesernya ke arah Rega
“Oohh,,, gw kira lu marah gw tinggal tidur.. hehhehee...”
“Gakk lahh ”
Entah materi apa yang di beri oleh Bu Pondang saat ini, fikiran ku terlalu banyak cabang untuk menangkap yang dia berikan. Pelajaran berakhir dengan sia-sia kali ini, karena aku gak mengerti materi apa yang sedang dijelaskan. Setelah Bu Pondang selesai mengajar, datang Guru berikutnya, hingga akhirnya waktu istirahat datang juga. Waktu istirahat yang biasanya aku nantikan, kini jadi enggan dia datang, karena pasti aku dan Rega akan ke kantin bersama. Tapi untunglah nanti ada Lydia bersama ku, jadi aku fikir gak akan terlalu canggung dengan Rega.
Kususuri lorong kelas bersama Rega, menuju kelas dimana Lydia dan Mario belajar. Seperti biasanya Lydia sudah ada di depan kelas menungguku untuk mengajaknya ke kantin bersama. Hari ini aku ingin makan mie ayam. Letak tukang mie ayam dekat dengan gerombolan geng Mario biasa nongkrong. Rega sibuk mencari tempat duduk yang kosong untuk kami bertiga, sedang aku memesan Mie ayam untuk kami makan.
Saat ini, tanganku masih memegang nampan berisi tiga mangkuk mie ayam yang sudah selesai dibuat dari lima menit yang lalu. Tetapi kelihatannya Rega masih belum mendapat tempat duduk untuk kami. Saat aku sendiri kebingungan mencari dan menunggu meja yang sudah selesai, ada tangan yang menarik kemeja sekolahku.
“belum dapet duduk juga??” tanya Mario, yang ternyata menarik kemejaku
“belumm yoo”
“Yodaah sini aja, temen2 gw juga udahan bentar lagi” kata Mario menawari
“eeeehhh.. enak aja lu yoo,, ngusir kita lu!!!” kata Gandi, temannya yang berkulit hitam, yang mangkoknya sudah terlihat kosong.
“udah sih ngalahh... lagian lu kan udah kelar dari tadi!!”....”lagipula lu gak mungkin kan nanti belajar di kantin, jadi mendingan lu lanjutin aja istirahatnya di kelas” kata Mario santai
“iyeeeee....” kata Gandi meninggalkan Mario, lalu dia mengajak 3 temannya untuk ikut.
Sekarang bangku panjang di sampingku benar-benar kosong. Hanya ada aku dan Mario beserta 3 orang lainnya didepanku.
PROOOKK....PROOKKK “Regaaa... Lydiiaaa” panggil ku ke mereka dengan menepuk tanganku
Rega dan Lydia menghampiri aku yang sudah dapat duduk berkat Mario. Ini adalah moment yang langka, di mana Rega dan Mario duduk bersama dalam satu meja, walaupun sebelum ini, pernah juga terjadi. Bedanya kali ini aku yang sudah paham akan situasinya mencoba menerka, sejauh mana pertengkaran mereka dulu, hingga hubungan mereka dingin seperti ini. Beberbeda sekali dengan foto-foto yang aku lihat, disana mereka lebih terlihat hangat dan dekat.
Dimeja kantin saat ini, hanya terdengar suara dari Mario, Lydia, dan aku. Rega dari tadi memilih diam. Sempat aku menoleh ke Rega, dia menatap tajam Mario. Entah dendam apa yang dia simpan.
“Jadi kapan niih toon?? Lu bawa Lydia ke ibu lu” tanya Mario
“ehkkk” Lydia tersedak mendengar ucapan Mario
“tuhh kann... pacar gw keselekkk!! Lu si yooo....”......” minumm yankk” kataku sambil menyodorkan gelas
“hahhaaa.., romantis amat sih kalian”....”jadi pengen punya pacar satu sekolah” kata Mario
“hahhaa... berani-beraninya lu yoo ngomong gituu...” .....”dipelototin nohhh ama sepupunya” kataku
Rega yang tadinya menatap tajam Mario, menjadi santai menatap mangkuknya yang sudah hampir habis.
“hahhaaa... becanda Gaa...”.....”jangan di aduin yaaakkk” kata Mario sambil memohon dengan menyeringai tepat di depan wajah Rega
“Iyeee” kata Rega singkat
“horeeee.. Rega ngomong juga akhirnyaa” kata Lydia tiba-tiba
Serentak kami bertiga yang sudah paham akan situasi sebelumnya menjadi salah tingkah. Lydia memang tidak tahu kalau ada permusuhan antara Rega dan Mario. Sedangkan aku walaupun sudah tahu dari awal sekolah, baru sedikit mengerti keadaannya belakangan ini.
Hari ini berjalan mulus, sepertinya besok dan seterusnya akan lebih mudah untuk menjalani sandiwara ku. Bagaimanapun Rega sahabatku, walaupun dengan pribadi dia yang seperti itu. Hari demi hari aku jalani dengan sandiwara, sedikit demi sedikit tabir kebingunganku terkuak. Mario sepertinya sudah tidak menganggap ada masalah antara dia dan Rega, tetapi Rega sepertinya masih menganggap mempunyai masalah dengan Mario. Entah apa sebenarnya yang dipermasalahkan, semuanya harus jelas, sebait atau dua bait puisi itu sebenarnya belum bisa memastikan tentang duduk persoalan yang sebenarnya saat ini sudah ada di kepalaku.
Bersambung....
PS: doakan agar semua masalah gw segera usai... T.T
Terima kasih untuk respon positifnya. Btw, ada salah ketik pas dialog Toni dgn ibunya dia bilang kau seharusnya aku. Lydia nyeletuk gitu pasti kondisinya jadi canggung. Hm, masih penasaran dgn masa lalu Rega dan Mario.
wuah, mudah mudahan masalahnya cepet selesai dan gak nambah panjang [-O<
thanks buat infonya jg bro, jd waspada sama yg namanya loveometer itu.
anyway, toni dan jockoni jadi galau bersama nieh >-
Yaaaahhh kirain aku, si tonny ini yng awalnya jadi gay nya, ternyata malah s reega.
Hehe
Kerenlah, semoga masalah nya cepet selesai, n cerita nya juga biza cepet d update.
Hehe
lanjutttt,,
Btw critanya bagus , jalan critanya dluar dugaan bener . Keep spirit ya bro !
soal tante lu, kenapa ngga coba ngomongin baik-baik, karena gue yakin semua gay itu ngga pengen dilahirin sebagai gay, semuanya terjadi secara natural kan?
Btw ceritanya masih bagus kok, chapter ini tuh jadi semacam "turning point", hehehe
@dhie_adram wahh linknya langsung gw apus pas tampilannya bikin jengkel...
@broe hhahaa... galau bareng ama titi dj lebih tepatnya..
@05nov1991 @andre_patiatama @dollysipelly @yuriz_Rizky @emoniac lanjutannya di bawah yaaahh
@the_jack19 hmmm *ekspresi jack mania memang sulit di tebak *
@trinity93 haiii.. makasih yah buat semaangatnya, tapi buat ngomongin lagi??? lebih baik diem dan nurut kayanya kalo ama dia mah.. T.T
@ardiardianz miripp ama novell mana??? mudah2an endingnya beda yah