It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Apa yang musti gue lakukan? Pertanyaan yang mengambang dikepala gue 2 minggu ini.
Perkataan Miki membuat gue terhenyak. Sejak kapan dia berpikir seperti itu? Gue menghela napas panjang, rasanya tidak butuh ilmuwan untuk tahu jawabannya.
Baru sekarang perasaan bersalah menghinggapi batin gue. Gue yang udah ngerusak Miki dan gue juga yang mengikat dia. Urgh!!! Andai..., andai..., gue tidak ceroboh, andai gue menutup pintu rapat, andai gue menolak tegas kemauan Miki, andai Miki bukan adik gue.
Apa yang musti gue lakukan sekarang?
"Woi..., ngelamun aja lo," teriak Damar membuyarkan lamunan gue.
"Iya nih...," timpal Borne, "...kerjaan lo tuh belakangan ini ngelamun mulu, apa sih yang lagi lo pikirin?"
"Ga ada apa-apa," jawab gue malas.
"Kalau gak ada apa-apa tumben banget beberapa hari ini lo pulang sekolah ngajak kita jalan, biasanya juga lo langsung pulang kerumah," Ujar Borne.
Gue garuk-garuk kepala, "Ck..., lagi suntuk aja gue."
Borne menatap gue dengan seksama. "Kayaknya gue bisa tebak masalah lo apa."
"Apa?" Tanya Damar penasaran.
"Masalah cinta."
Gue menyemburkan minuman yang lagi gue minum.
"Yang bener Bor?" Tanya Damar dengan tampang serius.
"Apaan sih lo Bor sok tahu banget sih loh," Gue lempar french fries gue ke muka Borne. "Dan lo juga Mar percaya aja."
"Abisnya apa dong? Yang gue tahu kalo cowok udah kerjaannya bengong pasti gara-gara cewek, tapi sepengetahuan gue elo belum punya cewek terus kalau bukan gara-gara cewek so pasti elo lagi dilanda yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan," Dengan sok tahunya Borne menganalisa gue.
"Sok tahu banget lo Bor, kayak lo pernah ngalamin aja."
"Tentu saja," Jawab Borne mantap.
"Huh?"
"Masa lo enggak inget Melisa?" Damar mengingatkan gue.
Oh iya, baru inget gue sekarang. Bornekan pengagum rahasianya Melisa, cewek yang udah dia taksir dari kelas 2 SMP. Tch..., terus kalau Borne pernah naksir cewek bikin dia ahli dalam hal percintaan gitu?, "Elokan cuma jadi penggemar rahasia Borne..., kalau lo udah jadian sama Melisa boleh dah lo sotoy."
"Weks..., lo kagak tahu apa Kebo?" Tanya Damar bingung."
"Tahu apa?"
"Bornekan udah jadian sama Melisa."
Gue membelalakkan mata, "Apa?"
"Yah elah kemana aja lu, udah dari kemarin kali Kebo...," Damar tertawa mengejek gue.
"Yang bener Borne? sejak kapan? gimana caranya?" Gue acuhin si Damar.
Borne mengangguk pelan, "3 bulan yang lalu. Caranya? gue beraniin diri gue buat deketin dia, soalnya gue khawatir banget kalau-kalau Melisa digaet duluan sama cowok yang ada disekolahnya dan untungnya gayung pun bersambut." Borne senyum kemenangan
Ah..., gila juga si Borne. Borne yang biasanya cuma berkutat dengan buku dan buku ternyata punya nyali yang gede juga.
"Nah benerkan lo lagi punya masalah cinta?"
Cinta....?
"Gak mungkinlah Borne si Kebo punya masalah cinta kalau beneran, bisa pada pingsan cewek-cewek disekolah."
"Apa hubungannya Mar?"
"Yah ada, emangnya lo gak tahu apa sebutan cewek-cewek buat lo?"
"Enggak," Gue menggeleng-gelengkan kepala.
"Ck..., ck..., ck..., cewek-cewek nyebut lo tuh sebagai 'Ice Prince', nyaho lo sekarang?"
Gue menaikkan alis, "Apa tuh maksudnya?"
"Maksudnya lo tuh lebih dari kata cool, tapi dingin akut."
"Makin gak ngerti gue."
"Ah..., bener lo sih terlalu. Nih yah gue kasih tahu penggemar lo tuh banyak banget Bo disekolah dan diluar sekolah kita. Menurut mereka lo gak cuma cool, tapi dingin tingkat akut."
"Gak segitu juga kali Mar, kayaknya gue masih wajar-wajar aja deh, masih suka nyapa, ngobrol dan becanda sama anak-anak cewek."
"Iya justru itu yang bikin lo disebut Ice Prince. Sepintas lo tuh emang kelihatannya supel tapi..., cewek-cewek dibuat sakit hati tiap kali mereka berusaha ngedeketin lo. Udah capek-capek nih mereka deketin lo, nah lonya tuh kayak yang ngebuka diri lo gitu, contoh banyak nih anak-anak cewek yang ngajak lo jalan, tapi lonya tuh ada aja seribu satu alasan buat nolak dan yang bikin mereka lebih sakit hati lagi pas mereka nembak, udah lo tolak mentah-mentah eh udah gitu sikap lo cuek banget." Damar menjelaskan dengan menggebu-gebu.
Masa sih gue kayak gitu...? "Eh, tunggu dulu, ada kok cewek yang main kerumah gue itu si Tiara," Gue protes.
"Hmm..., kalau Tiara sih agak susah kalau dia disebut sebagai cewek."
"Hush, jangan gitu lo Mar, Tiara cewek juga kali."
"Ih gue-"
"Jadi bener gak masalah lo masalah cinta?" Celetuk Borne memotong pembicaraan Damar.
Masalah cinta? apa yang lagi gue hadapin ini termasuk masalah cinta? Gak mungkinlah MIki adik gue dan terlebih lagi dia laki-laki, Miki..., MIki..., cuma salah paham.
"Jadi bener gak?" Borne tidak sabar.
"Au ah...."
"Ternyata bener."
"Et dah..., Borne elu budeg apa? tadi gue bilang au ah." Ucap gue geram.
"Bolehlah lo menyangkal, tapi mata lo sama sekali gak bisa bohong karena gue juga pernah seperti lo."
Gue terhenyak. Benarkah?
"Bener Bo yang dibilang Borne?"
Gue hanya terdiam.
"Terserah sih kalau lo gak mau bilang, tapi alangkah lebih baiknya lo keluarin aja daripada lo jadi makin pusing." Ucap Borne santai.
Mungkin Borne benar. Gue menghirup napas dalam-dalam. "Gue gak tahu sih ini masalah cinta apa bukan," Gue memulai pelan. "Yang gue tahu ada seseorang, sorry gue gak bisa kasih tahu lo berdua siapa orangnya. Dia menyatakan sesuatu yang bikin gue bingung-"
"Dia bilang dia suka sama lo?" Damar menyela gue.
"Udeh diem dulu," Gue menatap tajam Damar.
"Sorry..., sorry."
Gue melanjutkan, "Ya, kira-kira sperti yang Damar bilang. Nah persoalannya gue kaget banget pas dia bilang gitu dan sekarang gue bingung harus gimana."
"Lo suka dia gak?" Tanya Borne.
"Hmm..., gimana yah Bor? Gue udah kenal lama dia dan bagi gue dia itu udah kayak adik gue sendiri. Emang sih sering gue bilang gue sayang dia, tapi gue selalu bilang gue sayang dia sebagai adik, apa sikap gue yang kayak gitu buat dia udah salah paham."
"Bisa jadi sih. Seperti yang tadi Damar bilang lo tuh emang baik, tapi seringkali kebaikan lo bisa bikin orang salah paham, salah satunya Tiara."
Eh, "Tiara?"
"Ternyata benerkan," Celetuk Damar.
"Eh? Elo juga tahu Mar?"
"Kalau tahu sih gak cuma ketebak aja dari sikapnya Tiara. Hmm, Borne lo kok bisa tahu?"
"Awalnya sih gue cuma curiga doang terus akhirnya gue tanya langsung ke Tiara dan iya, Tiara bilang dia suka Kebo."
"Stop..., stop..., stop..., gue tambah pusing. Borne lo bilang Tiara suka sama gue? Gak mungkin kali Borne kita tuh temen deket gak mungkin dia nganggep gue begitu."
"Kan tadi lo sendiri yang bilang Bo kalau si Tiara itu cewek pastinya wajar banget kalau dia punya perasaan sama lo."
Aduh gue makin pusing aja..., masalah yang satu belum selesai masalah yang lain udah muncul lagi. "Ya udahlah kita omongin masalah Tiara lain waktu aja, jadi gimana soal masalah gue yang pertama."
"Ya elo harus tegaslah Bo. Elo bilang langsung ke cewek itu bilang lo cuma anggap dia adik."
Begitu aja? "Gimana kalau dia gak terima? Gue gak tegaan sama dia Borne."
"Ya elo bilang baik-baik dan gue yakin dengan kedekatan lo berdua dia bisa terima."
Miki mungkin bisa terima, tapi apa akan semudah itu Miki melepas perasaannya.
"Yang kayak gitu sih cuma bakal bikin parah suasana Borne," Celetuk Damar.
"Bikin parah gimana?" Tanya gue bingung.
"Emang cewek tuh bakal terima kalau lo bilang lo anggep dia adiknya? yang gue tahu cewek tuh kalau udah sayang banget sama cowok gak langsung bisa terima, malah yang ada dia bilang gini 'kamu yakin? kitakan udah kenal lama, kamu sendiri sering banget bilang sayang sama aku jadi gak mungkin kamu gak suka aku' gitu."
Gue berasa ditonjok diperut.
"Emang lo pernah begitu Mar?" Tanya Borne.
"Pernah, itu Wiwie sepupu gue. Udah lama banget gue gak ketemu dia dan satu hari dia telepon gue. Awalnya dia cuma bilang kalau dia kangen gue, eh lama-lama dia nembak gue. Berkali-kali gue tolak dia, tapi tetep aja dia keukeuh banget."
"Terus akhirnya lo gimana Mar?"
"Ya saking gue udah keabisan akal nolak dia baik-baik gue bilang aja gue udah punya pacar. Untungnya waktu itu gue lagi pedekate sama Ayu dan Ayu terima gue. Dengan terpaksa Wiwie mundur."
Apakah gue harus melakukan hal yang sama?
"Kalau menurut gue sih lo tetep harus bilang baik-baik." Ujar Borne.
"Gue ketoilet dulu," Gue bangkit dari kursi gue dan melangkah jauh dari Damar dan Borne.
Bilang baik-baik?
Sedikit ragu gue ambil handphone dari kantong kemeja seragam gue. Gue masuk kedalam daftar nama. Apa yang gue cari? Tapi jari-jari gue sibuk mencari-cari. Gue terpaku dengan satu nama.
Gue tatap cermin. Gue harus melepas Miki.
Gue tekan tombol hijau dan nada sambung pun bergema di handphone gue. Beberapa saat tidak ada jawaban sampai akhirnya suara yang sangat gue kenal menjawab.
"Halo, Tiara?"
Maaf agak lama soalnya banyak banget turbulensi #:-S
oke selamat menikmati.
Tadi siang nyokap dan kakak Miki datang untuk membicarakan mengenai kembalinya Miki. Tentunya gak lupa mereka juga akan menjelaskan situasi keluarga Miki sejelas-jelasnya.
Ketimbang diawal perasaan gue sudah sedikit lebih tenang. Miki mau mendengarkan penjelasan nyokapnya dan gue sudah bisa nerima kalau Miki pergi.
Mungkin diakhir nanti saat Miki benar-benar pergi gue akan sangat sedih. Gak ada lagi Miki yang bisa gue ajak curhat, gak ada lagi Miki yang bisa gue manja, dan gak ada lagi Miki yang bisa gue peluk erat. Tapi gue akan lebih sedih kalau Miki masih tetap tinggal disini. Kalau Miki masih tinggal disini dia akan terbelenggu dengan perasaan yang salah.
Gue harus membebaskan Miki. Gue harus membebaskan diri gue.
Setelah Miki dan keluarganya selesai, Miki datang ke gue untuk minta pendapat dan gue hanya bisa menjawab.
"Mamah Miki sangat membutuhkan Miki sekarang. Dia butuh Miki berada disampingnya untuk tersenyum saat dia menangis dan pelukan Miki untuk menghangatkannya disaat dia kesepian. Aa gak akan pernah lupa Miki begitu juga mamah dan papah. Bagi aa, Miki tetaplah adik aa satu-satunya yang paling aa sayang dan itu gak akan pernah berubah."
Miki terkejut mendengar perkataan gue, tapi Miki ini untuk yang terbaik buat Miki.
Kasian Miki, jadi korban perasaan
Sumpah hari ini gue deg-degan. Hari ini, hari yang gue tentuin sebagai deadline buat Tiara.
Saking gugupnya gue sama sekali gak bisa diem. Semenit gue dilantai bawah, menit lainnya gue kelantai atas. Bonyok cuma bisa memandang gue aneh, sedangkan Miki.... Sejak perkataan gue waktu itu Miki lebih banyak diam dan mengacuhkan gue. Gue sudah mengantisipasi Miki akan bersikap seperti itu, tapi gue tahu lambat laun Miki bisa menerima perkataan gue karena Miki anak yang baik.
Akhirnya handphone gue bergetar. Gue sengaja menyetel handphone gue bergetar supaya menghindari gue kena penyakit jantung. Gue buka satu pesan dari Tiara.
>Kebo gue main yah kerumah lo sekarang.
Loh kok malah main kerumah?
>>Tiara gimana jawaban lo?
Sebentar gue menunggu.
>Duh bawel deh, gue juga kesitu buat kasih jawabannya. Udah yah gue udah dijalan nih, sampai ketemu nanti Kebo.
Agak sedikit senewen terpaksa gue menunggu. Untungnya gue cuma butuh lima belas menit buat nunggu.
"Assalammu'alaikum," Salam Tiara.
Gue yang sengaja nunggu diruang tamu bernapas lega saat gue melihat sosok Tiara. "Wa'alaikumsalam. Lama banget sih lo," Kata gue sewot.
"Ih nih orang, bukannya disuruh masuk atau duduk kek malah dimarahin," Sahut Tiara gak kalah sewot.
"Iya, sorry. Silahkan masuk tuan putri Tiara kedalam rumah hamba yang reyot ini."
Tiara cekikikan, "Apa sih lo Bo? gak jelas."
"Eh, ada Tiara? Kebo kok kamu enggak bilang Tiara mau main kesini?" Tiba-tiba nyokap muncul dari dalam.
"Iya tante aku mendadak kok kesininya," Tiara melangkah masuk lalu berjalan mendekati dan mencium tangan nyokap.
"Oh gitu..., ya udah sini masuk Tiara. Ya ampun kamu udah gede sekarang tambah cantik lagi. Gimana mama Tiara sehat?"
"Ah tante bisa aja. Alhamdulillah tante mama sehat dan mama juga titip salam buat tante sama om." Gue yang kesilap nyokap cuma bisa ngikutin mereka dari belakang.
"Pah, nih ada Tiara," Panggil nyokap ke bokap yang lagi nikmatin kopinya sambil nonton tv.
"Eh ada Tiara, sehat?" Bokap bangkit dari tempat duduk dan menyapa Tiara.
"Sehat om," Tiara mencium tangan bokap.
"Kok baru sekarang main kesininya?"
"Biasa tante sibuk sekolah, ekskul, sama les dan udah gitu aku sama Kebo gak sekelas jadinya jarang bisa ketemuan."
"Oh, gitu. Sok mangga atuh duduk Tiara."
"Iya tante. Oh iya ini tante kue dari toko."
"Ih ngerepotin aja Tiara." Dan berlanjutlah acara basa-basi hampir setengah jam. Duh, si Tiara lo kesini buat ngobrol sama bonyok atau ngasih gue jawaban sih.
Gue yang udah geregetan akhirnya memotong pembicaraan mereka. "Mah, pah, Kebo pinjem Tiaranya dulu ada pelajaran yang mau Kebo tanya sama Tiara," Tanpa menunggu jawaban dari bonyok gue tarik Tiara ke tangga.
"Om, tante, Tiara ikut Kebo dulu."
"Iya Tiara," Jawab nyokap.
"Pelan-pelan napa Kebo."
"Gak ada pelan-pelan, lagi salah lo sendiri pake acara basa basi dulu."
"Itu namanya sopan malleeehh."
Sesampainya dilantai atas bukannya langsung masuk kekamar gue eh si Tiara malah belok dulu kekamar Miki.
"Bentar napa, gue juga kepengen ketemu Miki." Tiara ketuk kamar Miki, "Miki..., ini kak Tiara nih. Kakak boleh masuk gak."
Gak lama Miki membukakan pintu kamarnya, "Eh..., kak Tiara lagi main?" Miki tersenyum, tapi mata Miki sama sekali gak tersenyum.
"Iya nih, Miki tuh dibawah kakak bawain kue sus kesukaan kamu."
"Iya kak."
"Tiara ayo buruan," Gue beneran udah gak sabaran.
"Iya-iya bawel. Miki nanti kita ngobrol yah?"
"Iya," Miki menatap gue lama, tapi gue memalingkan muka.
Akhirnya gue bisa berduaan dong, tapi gak tahu kenapa gue malah gak tahu harus ngapain.
"Ja-"
"Gue punya pertanyaan buat lo Kebo," Ucap Tiara.
"Pertanyaan?"
"Iya. Gue cuma mau tanya kenapa gue?"
Gue garuk-garuk kepala. "Darimana yah gue mulainya. Yang pasti lo beda dari cewek-cewek yang pernah gue kenal. Elo tuh dewasa, mandiri, pintar, gak kecentilan dan yang pasti lo ngerti gue."
Tiara terlihat menerawang, "Sejak kapan lo suka gue?"
"Umm...,kalau tepatnya gue gak inget, tapi yang gue tahu pikiran gue penuh sama lo Tiara."
Lagi-lagi Tiara menerawang, "Lo yakin mau sama gue Bo? Gue gak cantik dan gak feminin kalau dibandingin cewek-cewek yang lain."
Gue tertawa kecil, "Cantik itu relatif, lagian yang gue suka dari lo kepribadian lo bukan penampilan lo, " Kata gue mantap.
Tiara mengalihkan pandanganya dari gue. Gue tertawa dalam hati. Lucu banget sih kamu Tiara, sekuat apapun lo menutupi gue masih bisa melihat jelas tanda merah yang terpulas indah diwajah lo.
"Gue..., gue..., juga sayang lo," Ucap Tiara pelan.
"Apa tadi kata lo? Kalau ngomong yang kenceng dong biar kedengeran," Goda gue.
"Ih Kebo auk ah," Protes Tiara sampai termanyun-manyun.
"Hahaha..., becanda dong sayang," Sekarang wajah Tiara semakin memerah. Gue raih tangan Tiara dan membawanya ke dada gue. "Aku juga sayang kamu."
Gue tatap mata Tiara lamat-lamat dan Tiara pun balik menatap gue. Waktu seakan terhenti hanya menyisakan ruang bagi gue dan Tiara. Gue dekatkan wajah gue ke wajah Tiara. Tiara memejamkan matanya lalu mencondongkan bibirnya yang merah. Gue dekati dan semakin mendekat. Hanya tinggal secenti lagi bibir gue menyentuh bibir Tiara hingga suara gebrakan pintu dari luar mengagetkan gue dan Tiara.
"Kayaknya dari kamar Miki. Ada apa yah?"
"Gak..., gak ada apa-apa."
"Gak ada apa-apa gimana? Kalau Miki kenapa-kenapa gimana?"
"Gak Miki gak apa-apa, semuanya baik-baik aja." Ya semuanya akan baik-baik saja.