It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tpi kraktristik pmeranny krag dlem nih, alurny cpet bgd jd ngrangin feel.. prbhan emsi tiap pmainny jg... tlg diprbaiki ya
********
Alvian Pov.
"Jadi..." Kelvin membuka pembicaraan ini setelah tidak
ada lagi yang berbicara diantara
kami berempat.
"Jadi kalian ini adik kakak?"
"Iya" ucapku singkat.
"Kenapa lo ga bilang Ndra"
tanya Kelvin melirik Indra
di depannya.
"Lo ga tanya" jawabnya dingin.
"Lo udah tau Van?" dia hanya
menganggukkan kepala.
"Curanggg! Jadi cuma gue yang
belum tau semua ini" Kelvin
menengokkan kepalanya menghadapku. Aku hanya
mengedikkan kedua bahu ku.
"Udahlah Vin, yang penting lo
udah tau kan" sembur lelaki
yang bernama Evan kepada
Kelvin. Evan menatapku dan
mengulurkan tangannya kepada
ku. Indra menatap Evan bingung.
"Gue Evan" ucapnya dengan
senyuman hangat. Aku diam
saja dan melihat uluran
tangannya. Aku melirik Kak
Indra sesaat. Aku tau lelaki
disebelahnya ini bukan sekedar
teman biasa, tapi lebih dari
itu. Aku menjabat tangannya
dan menunjukkan ekspresi
tidak bersahabat.
"Alvian" aku tersenyum paksa.
"Wow, kamu berbeda sekali ya
dengan kakak mu" katanya.
"Maksud mu?"
"Kamu manis untuk ukuran
seorang lelaki, di tambah dengan wajah mu yang imut"
Evan tertawa sembari melirik
ke arah Indra. Aku hanya
tersenyum tipis.
"Kami memang berbeda, sampai
tidak ada yang percaya jika
kami ini sebenarnya bersaudara
kandung" aku menatap Kak
Indra, dia pun menatapku lalu
membuang pandangannya ke
arah lain.
"Aku juga awalnya begitu, Indra kan dari fisik berbeda sekali
dengan mu" ucap Evan.
"Kalian dekat sekali ya?"
tanya ku.
"Eh, dibilang dekat sebenarnya
tidak..."
"Iya kami dekat" ucap Kak Indra memotong perkataan
Evan. Aku menghela nafas
berat, entah kenapa rasanya
sakit mendengar itu dari mulut
kakak sendiri.
"Evan ini sahabatku Ian"
Kelvin menyela pembicaraan.
Aku memandangnya, jadi orang
yang bernama Evan ini adalah
orang yang disukai Kelvin ya?.
"Jadi..." ucapku, Kelvin hanya
tersenyum lirih dan mengangguk. Oh jadi begitu.
Kelvin sama seperti ku rasa
cintanya tak terbalaskan.
"Alvian lebih baik kamu pulang"
Ucap kak indra.
"Aku tidak mau"
"Jangan keras kepala Ian, kamu
tidak tau ya seberapa khawatirnya Deka saat mencari
mu" Kak indra mulai tersulut
emosi karna jawabanku.
"Aku tau, lalu apakah kakak
khawatir juga?" tanya ku, kak
indra hanya diam. Sudahlah
aku tau jawaban mu kak.
"Aku sudah tau jawaban mu
kak" aku tersenyum tipis.
"Tanpa kakak jawab pun aku
sudah tau" aku menahan air
mata yang mulai menggenang
di pelupuk mata ku.
"Deka yang selalu menjaga ku
jadi wajar jika dia lebih
khawatir jika aku tak ada"
aku meremas ujung baju ku.
"Aku juga khawatir dengan mu
Ian" ucap kak indra, bohong
sekali ucapannya jelas jelas
dia lebih menyayangi lelaki
disampingnya. Pembohong rutuk
ku dalam hati.
********
Alvian Pov.
"Jadi..." Kelvin membuka pembicaraan ini setelah tidak
ada lagi yang berbicara diantara
kami berempat.
"Jadi kalian ini adik kakak?"
"Iya" ucapku singkat.
"Kenapa lo ga bilang Ndra"
tanya Kelvin melirik Indra
di depannya.
"Lo ga tanya" jawabnya dingin.
"Lo udah tau Van?" dia hanya
menganggukkan kepala.
"Curanggg! Jadi cuma gue yang
belum tau semua ini" Kelvin
menengokkan kepalanya menghadapku. Aku hanya
mengedikkan kedua bahu ku.
"Udahlah Vin, yang penting lo
udah tau kan" sembur lelaki
yang bernama Evan kepada
Kelvin. Evan menatapku dan
mengulurkan tangannya kepada
ku. Indra menatap Evan bingung.
"Gue Evan" ucapnya dengan
senyuman hangat. Aku diam
saja dan melihat uluran
tangannya. Aku melirik Kak
Indra sesaat. Aku tau lelaki
disebelahnya ini bukan sekedar
teman biasa, tapi lebih dari
itu. Aku menjabat tangannya
dan menunjukkan ekspresi
tidak bersahabat.
"Alvian" aku tersenyum paksa.
"Wow, kamu berbeda sekali ya
dengan kakak mu" katanya.
"Maksud mu?"
"Kamu manis untuk ukuran
seorang lelaki, di tambah dengan wajah mu yang imut"
Evan tertawa sembari melirik
ke arah Indra. Aku hanya
tersenyum tipis.
"Kami memang berbeda, sampai
tidak ada yang percaya jika
kami ini sebenarnya bersaudara
kandung" aku menatap Kak
Indra, dia pun menatapku lalu
membuang pandangannya ke
arah lain.
"Aku juga awalnya begitu, Indra kan dari fisik berbeda sekali
dengan mu" ucap Evan.
"Kalian dekat sekali ya?"
tanya ku.
"Eh, dibilang dekat sebenarnya
tidak..."
"Iya kami dekat" ucap Kak Indra memotong perkataan
Evan. Aku menghela nafas
berat, entah kenapa rasanya
sakit mendengar itu dari mulut
kakak sendiri.
"Evan ini sahabatku Ian"
Kelvin menyela pembicaraan.
Aku memandangnya, jadi orang
yang bernama Evan ini adalah
orang yang disukai Kelvin ya?.
"Jadi..." ucapku, Kelvin hanya
tersenyum lirih dan mengangguk. Oh jadi begitu.
Kelvin sama seperti ku rasa
cintanya tak terbalaskan.
"Alvian lebih baik kamu pulang"
Ucap kak indra.
"Aku tidak mau"
"Jangan keras kepala Ian, kamu
tidak tau ya seberapa khawatirnya Deka saat mencari
mu" Kak indra mulai tersulut
emosi karna jawabanku.
"Aku tau, lalu apakah kakak
khawatir juga?" tanya ku, kak
indra hanya diam. Sudahlah
aku tau jawaban mu kak.
"Aku sudah tau jawaban mu
kak" aku tersenyum tipis.
"Tanpa kakak jawab pun aku
sudah tau" aku menahan air
mata yang mulai menggenang
di pelupuk mata ku.
"Deka yang selalu menjaga ku
jadi wajar jika dia lebih
khawatir jika aku tak ada"
aku meremas ujung baju ku.
"Aku juga khawatir dengan mu
Ian" ucap kak indra, bohong
sekali ucapannya jelas jelas
dia lebih menyayangi lelaki
disampingnya. Pembohong rutuk
ku dalam hati.
@Marukchan: ok..
@Fazlan_Farizi: iya.. ^^
@woonma: makasih udah mampir baca cerita ini, iya
pasti aku perbaiki lagi.. ^^
thanks sarannya ^^
@ElninoS: lanjut bang :DD haha
lewat hp bang bukan pc, males ke warnet penuh terus..
@Ren_S1211: thanks udah mampir kesini ^^
salam kenal juga kawan.. ^^
@Just_PJ: ok bro.. ^^b
********
Indra Pov.
Aku menatapnya lekat, aku
melihat ada setetes air mata
yang menggenang di pelupuk
matanya. Dia menahannya agar
tak menangis saat ini juga.
Aku menghela nafas berat,
melihatnya yang seperti ini
aku benar benar tak tega.
Aku bangkit dari duduk ku
mendekati Alvian dan menarik
tangannya.
Evan Dan Kelvin menatap ku
bingung.
"Kami mau berbicara berdua
saja bolehkan?" ucap ku.
Kelvin dan Evan hanya
menganggukkan kepalanya
mencoba mengerti dengan
keadaan yang sepertinya
tidak mendukung.
"Kalau begitu kami keruang
tengah ya, kalian bicara saja
dulu" Aku melihat Evan dan
Kelvin meninggalkan ruangan
ini. Setelah mereka berdua
tidak terlihat lagi aku
menarik tangan Alvian dan
menyeretnya masuk ke dalam
dapur. Aku menghadapkan
tubuh ku di depannya.
"Kakak mau bicara apa lagi?"
ucapnya dengan nada suara
tertahan.
"Tolong kamu jangan membahas masalah kita ini
di depan mereka Ian"
"Aku tidak membahasnya tapi
kakak yang selalu saja
menghindarkan" ucapnya
dengan emosi yang ia tahan
sejak tadi.
"Kakak mencoba menutupi
semuanya, kakak tidak mau kan kalau dia sampai tau?"
"Tolong hentikan pembicaraan
ini Ian" jawabku.
"Kenapa?!" desisnya.
"Itu masa lalu Ian, kakak tidak
mau mengingat kejadian itu
lagi"
"Kakak pikir dengan pindahnya
aku keluar kota dan tinggal
bersama ayah bisa mengurangi
perasaan ku yang dulu? Itu
semua salah besar kak" dia
menangis dan tubuhnya
bergetar.
"Perasaan itu salah Ian, yang
kamu rasakan itu hanya
sebatas rasa sayang kepada
seorang kakak bukan cinta"
"Tapi kenapa kakak seolah
menjauh dari ku, mana janji
kakak dulu saat di
pemakaman ibu"
"Mana janji kakak yang akan
selalu menjaga ku, jika kakak
memang tak bisa membalas
perasaan ku setidaknya
penuhi janji kakak itu"
"Aku... Aku takut ayah marah
jika aku terlalu dekat dengan
mu" aku menatapnya lekat.
Dia menunduk dan menangis
dalam diam, tubuhnya
terguncang. Aku tidak tega
melihatnya seperti ini.
Aku berjalan mendekatinya
dan merengkuh tubuh
rapuhnya. Badan ini terlalu
kecil saat ku peluk begitu
lemah. Seolah jika aku
memeluknya terlalu kuat dia
akan hancur perlahan.
"Putuskan laki laki itu kak
aku tidak suka kakak
bersama dengan orang lain"
Alvian memeluk ku erat.
"Aku tidak bisa, dia begitu
berarti untuk ku Ian"
Alvian terdiam kemudian dia
melepaskan pelukannya dan
memandangku sendu.
"Apakah dia lebih berarti
di bandingkan aku kak?
Apakah kakak lebih
menyayangi dia?" aku hanya
dia, Alvian menatapku.
Tidak bisakah kakak membalas
perasaanku walau sesaat kak?
Aku terlalu mencintai mu"
Ucap Alvian lirih.
Prang..
Aku mendengar suara pecahan
gelas yang terjatuh didekat
pintu dapur, aku menengok
ke asal suara itu tubuhku
seolah kaku saat itu juga
dia mendengarnya dia
mendengar pembicaraan ku
dengan Alvian. Dia menatap
ku dan Alvian dengan wajah
yang terkejut.
Kasian evan'nya