It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Yoshi membantah keras kata
kata ku, aku tersenyum kecut
kalian berdua sebenarnya ada
hubungan apa? Kekasihkah
atau hanya sebatas teman?
Menundukkan kepala menatap
lantai keras di bawah kaki ku,
rasanya kepala ku pening
sekali jika memikirkan ini.
"Sya? Ada apa?"
Yoshi menyibak poni ku ada gurat kecemasan di wajahnya,
aku menepis tangannya pelan
Yoshi kaget saat tangannya
ku singkirkan untuk menyentuh
kening ku.
"Aku tidak apa apa. Kalian
makanlah dulu.."
aku duduk di atas kasur dan
mulai merapihkan sprei yang
terlihat berantakan, menyusun
beberapa bantal dan guling
yang berserakan di lantai.
Menghela nafas berat berulang
kali mencoba menetralisirkan
perasaan sesak yang kini semakin mengganjal di hati
ku.
****
Sungguh terlalu letih jika
ku harus berlari mengejar
waktu.
Tiada ruang untuk ku sekedar
melepas lelah yang semakin
menggerogoti diri.
Peluh membanjiri sekujur tubuh
yang lemah tanpa pertahanan.
Matahari seakan memanaskan
jiwa yang gersang akan keputus asaan.
Jika memang harus ku hentikan
saat ini pun akan ku lakukan.
Hati pun tak bisa bertahan
lama karna sangat mudah
kau hancurkan saat ku seorang
diri tanpa siapa pun disini.
.
.
.
Kost, 15.00 pm.
Levi sudah pulang sekarang hanya ada aku dan Yoshi disini,
tak ada yang berniat untuk
berbicara salah satu diantara
kami pun hanya diam tanpa
ada kontak mata.
Aku memainkan ponsel di tangan ku, menghilangkan bayang bayang yang terjadi
siang itu, aku menyibukkan diri
dengan memainkan game yang
ada di ponsel ku.
"Sya.."
aku mendongkakkan kepala
memandangnya yang berada
di depan ku.
"Maaf.."
ia meraih tangan ku lalu
meremasnya kuat, sorot matanya semakin sendu.
"Untuk apa?"
jawab ku sekenanya, sungguh
mood ku benar benar tidak
baik sekali untuk membicarakan
hal itu.
"Aku dan Levi hanya teman"
"Lalu hubungannya dengan ku
apa? Untuk apa kamu sampai
menjelaskannya seperti itu"
"Aku hanya takut ada salah
paham saja diantara kita"
ia mendudukkan dirinya di sebelah ku, memeluk lututnya
dan menenggelamkan kepalanya
disana.
Aku mencoba tersenyum, aku
menaruh ponsel ku disisi bantal
kemudian ku angat tangan kiri ku untuk mengelus lembut
kepalanya.
"Buat ku tersakiti atau pun
terluka sama saja Shi, mungkin
jika aku ada di posisi seperti
itu yang bisa ku lakukan hanya
mengusap dada dan bersikap
merelakan meskipun terkadang
semua hal yang terjadi itu
sebuah kenyataan yang sangat
menyedihkan sekali pun.."
"Maksud mu?"
Yoshi mengerutkan keningnya,
aku tersenyum kecil menatap
wajahnya.
"Aku akan selalu terima dengan
apa yang sudah di gariskan
tuhan untuk ku Shi, sekali pun
itu menyakitkan.."
ucap ku pelan.
Yoshi menindih tubuh ku, menatap ku tajam matanya berkilat penuh amarah
saat kata kata itu meluncur keluar dari bibir ku.
"Yos.. Hey sadar.."
tubuh ku menggeliat tak nyaman saat tatapan matanya
yang memandang ku berbeda,
tangannya mencengkram kedua
tangan ku erat.
"Yoshi.. Sakit"
sepertinya pergelangan tangan
ku memerah akibat cengkraman
tangannya, aku meringis pelan.
"Aku ingin jujur Sya.."
ia mencondongkan tubuhnya
pada ku, wajahnya hanya berjarak beberapa senti saja.
"Apa..."
aku menatap lekat bola matanya, disana hanya terpantul
bayangan ku.
"Aku mencintaimu.."
ucapnya jujur, mengerjapkan
mata tak percaya, nafas ku
seperti tertahan di tenggorokan
mendengar perkataannya.
"Percayalah, Levi hanya masa
lalu ku. Dia bukan siapa siapa
lagi.."
Mata ku berkaca kaca, ada
setetes embun jatuh menetes
jatuh ke bantal yang menjadi
sandaran kepala ku.
"Benarkah? Apa semua itu benar?"
kata ku terisak pelan, jebol sudah pertahanan ku menahan
air mata ini sejak tadi.
Yoshi menganggukkan kepala
lalu melepaskan cengkramannya
pada kedua tangan ku.
Aku menutup wajah ku dengan
sebelah tangan ku, terserah
jika saat ini aku di tertawai
olehnya aku tidak peduli yang
jelas rasanya hati ku senang
sekali ternyata cinta ku terbalas.
"Haha.. Cengeng"
ia tertawa menyingkirkan
tangan ku yang menghalangi
pandangannya pada wajah ku.
"Berisik.."
aku memukul bahunya pelan,
sudut bibir ku terangkat ada
sebuah senyuman tulus disana
yang aku tunjukkan hanya
untuknya.
"Kamu gak becanda kan?"
"Tidak, itu tulus dari hati ku"
ia tersenyum, tiba tiba bibirnya
menekan bibir ku lembut. Aku
mengerang kecil saat lidahnya
menjilat bibir bawah ku.
Aku merespon tandanya dengan
membuka mulut ku, memberi
izin lidahnya memasuki rongga
mulut ku mengeksplor di dalam
mulut ku.
Menutup kedua mata menikmati
yang ia berikan, tangan kirinya
menyangga badannya di sisi
kepala ku sedangkan tangan
satunya ia masukkan di balik
kaos yang ku pakai.
Yoshi memagut bibir ku rakus,
tangan kanannya terus bekerja
memilin dan menarik puting
ku yang sudah mengeras.
"Akhh.."
aku melepaskan ciuman itu dan
menjerit kecil saat tangannya
mencubit keras permukaan
kulit di dada ku, peluh pun
membasahi tubuh ku yang
semakin panas oleh aktivitas
kami.
Yoshi melepas kaosnya dan
melemparnya ke sembarang
tempat, kini terpampanglah
dadanya yang putih, matanya
menatap liar tubuh ku yang
pasrah atas kendalinya.
Ia melepas kaos ku dengan kasar lalu tangannya mengelus
tonjolan pada selangkangan ku.
Aku menutup mata ku erat
bibir ku terbuka menjerit lirih
saat tangannya menggenggam
erat benda yang sudah tegak
di balik celana boxer ku.
"Akhhh, Shi.. Hahh"
yoshi menjilat daun telinga ku
mencoba menenangkan ku yang
ketakutan karna ini pertama kalinya untuk ku.
"Teruskan?" bisiknya.
Tangannya mengurut benda ku
yang terus saja mengeras akibat rangsangannya pada alat vital ku.
Aku mengangguk ragu, yang
bisa ku lakukan hanya memeluk
tubuhnya erat.
hadeh, tangan gemeter bikin
adegan beginian..
Maaf kalau rada kaku ya.. ==;
lanjutinnnnn....
PUK PUK PUK PUK PUK.
Aku merasakan sebuah tangan
besar menepuk nepuk pipi ku
keras, aku mengerjapkan kedua
mata ku membiasakan sinar
lampu di dalam kamar yang
menyala, aku mengucek mata
ku yang sayu akibat efek dari
bangun tidur.
"Sya, kamu sudah bangun kan?"
suara itu dekat sekali dengan
sisi wajah ku, badan ku terlonjak ke samping.
"Eh? Yoshi? Dari jam berapa tadi aku tidur?"
Yoshi menolehkan wajahnya
melihat jam dinding.
"Sepertinya sih setelah Levi
pulang kamu langsung tidur"
"Ha? Masa sih? Terus yang tadi
kita lakukan apa?"
aku menatapnya polos, lalu
yang aku dan yoshi lakukan
berciuman dan err semacamnya
itu apa?
Yoshi mengerutkan keningnya
bingung, wajahnya ia tundukkan ke bawah celana
yang ku pakai.
"Spreinya basah"
jarinya menunjuk cairan putih
berlendir di sekitar sprei yang
ku duduki, wajah ku pucat
saat itu juga menyadari jika
ternyata aku melihat cairan
seperti sperma yang menempel
menodai kain sprei.
Aku dengan cepat berdiri dari
duduk ku kemudian dengan beringasnya menarik kain sprei
itu lalu berlari menuju kamar
mandi.
"Arghhhhhh....."
teriak ku frustasi, memalukan
kenapa hal seperti ini harus
ku perlihatkan di depannya, dan
dan jadi yang kami lakukan
itu hanya mimpi ku saja.
Yoshi menggedor pintu kayu
kamar mandi dengan keras, aku
menutup wajah ku dengan sebelah tangan ku, sungguh
wajah ku saat ini tidak bagus
sekali untuk ku perlihatkan di
depannya, memalukan arggh!
Aku terus merutuk kejadian
memalukan itu, kenapa kenapa
itu hanya mimpi sih.
"Sya, hei buka pintunya.."
"........"
aku diam, aku tak mau bersuara atau membalas sautannya, aku malu jika berbicara di depannya. Apa
yang harus ku katakan?
Masa iya kau harus bilang yang
sebenarnya jika dia lah obyek
fantasi liar ku didalam mimpi. Tidak bunuh saja aku
sekarang juga dari pada aku
harus menanggung malu berkata jujur seperti itu.
Aku menatap seonggok kain
yang ternoda cairan berlendir
itu kemudian memasukannya
dengan kasar kedalam ember.
KLEK.
Pintu kayu itu terbuka menampilkan sosok Rasya yang
terlihat kacau setelah bangun tidur, Yoshi menatapnya heran
aneh melihat mimik wajah
temannya yang muram.
"Sudah?"
tanya Yoshi dengan senyuman
kecilnya, tangannya ia angkat
membelai lembut helaian rambut hitam Rasya.
Rasya makin menundukkan
wajahnya semakin dalam, pipinya memerah menahan malu.
"Tidak apa apa. Aku tidak akan
bilang pada siapa pun "
tangannya tetap setia mengusap helai demi helai
rambutnya, Rasya hanya diam.
"Ayo"
Yoshi menarik tangan Rasya
membawanya kembali masuk
ke dalam kamar sekaligus
tempat biasa mereka makan
bersama.
Yoshi menghela nafas berat
melangkahkan kakinya menuju
lemari besar dan mengambil
sprei baru untuk di pasangkan
pada kasurnya, Yoshi menepuk
pelan permukaan kasurnya dan
memasangkan sprei baru itu.
"Kamu tau, sewaktu kamu
tidur bibir mu terus saja
mengigau.."
yoshi terkekeh pelan mencoba
mencairkan keheningan di
dalam ruangan, Rasya melirik
sekilas wajah orang di depannya diam diam.
"Sudahlah, tak apa. Aku akan
melupakan kejadian itu dan
pura pura tidak melihat"
"Tapi ngomong ngomong siapa
orang yang menjadi objek
mu di dalam mimpi itu?"
pertanyaan Yoshi dengan suksesnya membuat Rasya menjadi salah tingkah.
"A..aku tidak tau, semuanya
terlihat samar samar"
Yoshi mengucapkannya dengan
terbata bata, Yoshi tersenyum
kecil lalu tangannya mengacak
helaian rambut pemuda di depannya.
"Haha, pasti perempuan cantik"
seru Yoshi mantap, Rasya
menatanya lalu mengangguk
ragu.
"Sudah ku duga, kita makan
malam sekarang ini sudah jam
7 lewat"
Yoshi berdiri melepas celana
santainya dengan jeans pendek
selutut.
"Kita kemana?"
tanya Rasya pelan tanpa memandang Yoshi, Yoshi
terkekeh pelan.
"Bakso, katanya di sekitar
sini ada tempat makan bakso
yang paing enak.."
Yoshi menarik tangan Rasya
keluar dari dalam kamar kost,
ia menepukkan kepalanya.
"Sebelum itu, kamu coba ganti
celana mu dulu. Tidak mungkin
kan kau keluar dengan keadaan
celana yang basah.."
"Ah. Iya baiklah"
dengan cepat Rasya masuk
kembali kedalam dan mengganti celananya dengan yang baru.