It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
iya mas,,saya juga jd iri,,
wah senangnya,, semangat setiap hari mas,. Mksh ya mas sudah mau tetap membaca
saya juga iri mas,, nanti pas udah tamat aku ksh penjelasan mas tentang cerita ini,,semangat ya mas
makasih mas,, terima kasih mas sudah mau membaca dan bergabung dgn cerita ini
okeh-okeh mbak,,hehehe,,mksh ya msh setia membaca
waduh mas terlalu berlebihan,,hehehe,, mksh ya mas sudah mau bergabung dan membaca ceritaku,,
oalah,,ngerti ngerti sekarang mas.,mungkin suasana disini lg romantis mas dari kemarin,,hehehe,,jd ikutan romantis dah
makasih mas mau meluangkan waktu untuk membaca cerita ini,,semangat juga mas
@totalfreak
@Yogatantra
@erickhidayat
@adinu
@z0ll4_0II4
@the_angel_of_hell
@Dhika_smg
@LordNike
@aii
@Adra_84
@the_rainbow
@yuzz
@tialawliet
@Different
@azzakep
@danielsastrawidjaya
@tio_juztalone
@Brendy
@arieat
@dhanirizky
@CL34R_M3NTHOL
@don92
@alamahuy
@jokerz
@lian25
@drajat
@elul
@Flowerboy
@Zhar12
@pujakusuma_rudi
@Ularuskasurius
@just_pie
@caetsith
@ken89
Selamat siang teman-teman,,
“ Memberi Tanpa Pamrih Takkan Membuatnya Kehilangan Apa-Apa,, Bunga Alamanda Tahu Itu “
Satu persatu aku mengabsen peserta Spritual Healing, program rutin MF. Begitu sampai pada seseorang perempuan bernama Putri, aku berhenti sejenak.
“ Putri Herliyanti?? “ tanyaku memastikan
“ Iya, Bu,,” sahut perempuan muda itu
“ Akhirnya kamu datang juga ya,,” sambutku sambil tersenyum gembira.
Aku mengamati siluet ramping di hadapanku. Hari itu untuk pertama kalinya Putri dan aku bertemu secara langsung. Sebelumnya kami hanya berkomunikasi melalui SMS. Dalam beberapa pembicaran, aku sempat mengajak Putri bergabung dengan MF. Putri tak pernah menolak, namun tidak juga mengiyakan.
“ Bagaimana keadaan kamu?? “ tanyaku
“ Yah,,, begitulah Mas,,,” jawab Putri tidak terlalu semangat.
Putri adalah singel parent dengan tiga orang putra. Ia di diagnosis mengidap lupus yang menyerang sendi sejak tahun 2001. Pada 2004, ia mendapat remisi total dan diperbolehkan berhenti minum obat. Namun, hamil putra kedua tahun 2005 memicu lupus di tubuhnya aktif kembali. Sejak saat itu keselamatan jiwa dan janinnya bertarung dengan kondisi kesehatannya. Putri yang seharusnya disuntik setiap hari untuk menyelamatkan diri dan bayinya, tak sepenuhnya mematuhi anjuran dokter. Biaya penyuntikan tersebut terbilang mahal, lebih dari dua ratus ribu rupiah untuk sekali suntik. Namun Tuhan Yang Maha Baik. Bayi Putri lahir dengan sehat dan selamat. Sesudahnya, justru berbagi permasalahan rumah tanggalah yang lebih menderanya. Kesehatan mental Putri jadi lebih mengkhawatirkan dibandingkan kesehatan fisiknya secara umum. Dokter Raditya Gunawan yang menangani putri kemudian memperkenalkan putri kepadaku.
Sejak saat itu Putri dan aku mulai menjalin komunikasi. Cobaan yang dihadapi membuat Putri begitu rapuh. Meski demikian, sebagai anak bungsu dan single parent yang baru berusia tiga puluh tahun, Putri terbilang tidak manja dan dewasa. Ada bagian dalam diriku yang percaya bahwa Putri akan melewati fase penuh perjuangan tersebut dan menjadi seseorang yang lebih kuat. Acara Spritual Healing hari itu rampung. Satu per satu peserta pamit pulang. Hanya Putri yang tetap tinggal di dalam ruangan, berdiri di dekat pintu tanpa berkata apa-apa.
“ Bagaimana Put, kamu dapat sesuatu hari ini?? “ tanyaku.
Seketika tangis Putri pecah. Aku langsung merengukuhnya. Itu adalah kali pertamaku menghadapi tangsinya secara langsung. Kali pertama aku dapat memeluk dan mendengarkan detak jantungnya dari dekat. Kali pertama Putri dapat membalas pelukanku erat-erat dengan kedua lengannya. Putri membenamkan wajahnya dan air matanya terasa hangat di bahuku.
“ Satu-satunya yang bisa menolong kita Cuma Tuhan, Put,,” Ujarku sambil mengusap-usap punggung Putri.
Dibahuku, aku dapat merasakan anggukan Putri.
Tangis Putri mereda. Sambil menyeka sisa air matanya dengan tisu, ia mengatur napasnya untuk mulai berbicara.
“ Mas, terima kasih Spritual Healing hari ini menguatkan saya,,”
Aku tersenyum menanggapi.
“ Ada satu titik ketika kita betul-betul sudah tidak berdaya, Kegelisahan, kecemasan, dan ketakutan tetap ada meskipun kita sudah makan obat,,” ujar Putri.
Aku mengangguk, mengisyaratkan bahwa aku terus memperhatikan dan mendengarkan.
“ Nggak ada yang bisa menolong kita, termasuk orang-orang terdekat. Di situ seharusnya kita sadar bahwa satu-satunya yang bisa menolong kita hanya Tuhan. Sakit justru membuat saya menemukan arti hidup, Mas. Lagi pula, sakit itu penggugur dosa. Masa kita menolak digugurkan dosa-dosanya?? “ tutup Putri sambil mencoba tersenyum.
Aku menggenggam tangan Putri. Memberi kekuatannya dan dukungan. Aku berdoa semoga apa yang dikatakannya menjadi bibit yang tertanam di dalam hatinya. Semoga bibit itu tumbuh subur dipelihara ibadah dan pengalamannya. Sejak hari itu, Putri rajin menghadiri Spritual Healing. Ketangguhan Putri tumbuh perlahan-lahan. Aku terus memperhatikan bagaimana ia berproses.
*********************************************************************************************************************************
Pada suatu hari, selepas Spritual Healing, Putri duduk di sebelahku. Ia tidak langsung bicara, tapi aku merasa ada hal serius yang ingin disampaikannya.
“ Kenapa Put?? “ aku bertanya terlebih dahulu.
“ Mas, saya rasa saya butuh pekerjaan lagi,,” ungkapnya sungguh-sungguh.
Aku terdiam. Putri memang telah membaik secara fisik maupun mental. Bnamun, bekerja adalah urusan lain.
“ Anak kamu masih kecil-kecil, apa nggak sebaiknya kamu tunda dulu saja niat bekerja itu?? “ tanyaku.
Putri tak langsung menjawab. Ia membuang pandang keluar jendela.
“ Saya bekerja untuk mereka juga Mas,,” ujar Putri hampir seperti menggumam, tapi masih bisa kudengar jelas.
Aku tahu bagaimana Putri berusaha untuk selalu menjadi Ibu yang baik bagi ketiga anaknya. Keterbatasan membuatnya memaknai kualitas dalam arti yang sebenar-benarnya.
“ Anak itu titipan Tuhan. Banyak berdoa, kembali serahkan mereka kepada-Nya “ nasihatku.
Putri terlihat agak resah. Jarinya memilin-milin sedotan yang masih tertusuk di gelar air mineralnya yang sudah kosong. Aku tahu ia tak langsung berterima. Aku sendiri berusaha menimbang-nimbang solusi terbaik apa yang bisa kusarankan pada Putri. Bekerja menurut banyak konsekuensi. Mulai dari waktu, sampai ketangguhan fisik maupun mental yang cukup prima. Di lain pihak, aku tahu Putri pun membutuhkan pemasukan untuk rumah tangga dan anak-anaknya. Mungkin ia juga membutuhkan kegiatan untuk membangun aktualisasi dirinya. Selain itu, siapa pun yang mulai berkembang dan tercerahkan mempunyai keinginan untuk berbagi. Aku tak boleh memupuskan semangat tersebut.
“ Bagaimana kalau kamu mulai aktif dulu di MF, Put?? “ tawarku.
*********************************************************************************************************************************
Seorang perempuan muda memasuki ruang serba guna MF. Spritual Healing baru akan dimulai. Para peserta sudah duduk tertib melingkar menanti materi yang akan disampaikan sang fasilitator.
“ Hai, selamat siang, nama saya Yulianti....”
“ hai Yulianti. Senang sekali kamu bisa datang langsung ke sini,,” sambutku sambil bergeser, memberi tempat duduk untuk Yulianti.
Yulianti yang akrab dipanggil Yanti adalah sahabat odapus yang tinggal di Papua. Suaminya seorang polisi yang bertugas di sana. Ia sendiri bekerja sebagai guru TK. Bulan Mei 2009, ia bergabung dengan MF. Meski hanya melalui dunia maya, persahabatan kami terjalin akrab dan hangat. Yanti sendiri merasa senang menemukan sahabat-sahabat sesama odapus. “ Saya jadi tidak merasa sendiri,,” begitu ungkapnya pada suatu ketika.
Tak sampai setengah tahun setelah perkenalan kami, suami Yanti mendapat kesempatan pulang sejenak ke Pulau Jawa. Yanti yang ikut bersama Suami tak menyia-nyiakan waktu. Ia menyempatkan diri untuk mampir ke MF dan bertemu langsung dengan kami.
“ Capek, Mbak dari Papua ke sini?? “ tanya Putri
“ Ah,, nggak juga. Capenya kalah sama senangnya,,” sahut Yanti.
Yanti duduk diantara aku dan Putri. Sebentar saja ia dan Putri terlihat akrab. Saat itu Putri baru mulai aktif menjadi relawan MF. Dan aku segera yakin bahwa Yanti akan didampingi dengan baik oleh Putri.
*********************************************************************************************************************************
“ Mas, kondisi Yanti memburuk,,” Lapor Putri.
“ Oh, ya?? Seperti apa keadaannya sekarang?? “ tanyaku
“ Jantungnya terendam. Katanya dia harus operasi. Tapi nggak ada tenaga ahli di Papua, dia harus berangkat ke Jakarta,,”
“ Suruh dia bersegera, ya, dia berpacu dengan waktu. Kamu dampingi dia terus lewat SMS, Put,,” pesanku.
Akibat reaksi peradangan, cairan menggenang dan merendam jantung Yulianti. Dada Yanti sesak, nyeri dan ia kesulitan bernapas. Aku terkenang dengan pengalamanku sendiri, berpacu dengan waktu untuk menyelamtkan abses otak yang menjalan tanpa menunggu ataupun saat cairan juga terjadi di jantungku. Bagaimana nasib Yanti nantinya?? Perjalanan dari Papua menuju Jakarta tidak dekat dan fasilitas rumah sakit di papua pasti tak terlalu lengkap. Aku menoleh pada Putri yang tengah duduk di sofa ruang sebaguna MF. Ia tidak bersandar, serius menghadapi layar ponselnya. Jarinya mengetik dengan cepat dan intens.
“ Kalau ada apa-apa kabari saja ya Put,,” pesanku lagi.
“ Pasti Mas,,” sahut Putri.
Sebentar kemudian perhatian Putri kembali dicurahkan kepada ponsel di genggamannya. Pesan singkat dari Yanti masuk ke ponsel Putri.
“ Put, sakitnya luar biasa, lemas. Aku nggak tahu kuat atau nggak melanjutkan perjalanan ke jakarta,,”
Putri membaca pesan singkat itu beberapa kali. Ia berpikir keras. Apa yang kira-kira ia bisa sarankan untuk meringankan keadaan Yanti. Pada pesan-pesan singkat sebelumnya, Putri sudah mengirimkan beruntai-untai kata penguatan dan doa. Namun, kali ini Putri tahu Yanti juga membutuhkan saran lain yang lebih praktis sifatnya. Beberapa saat kemudian, akhirnya Putri memutuskan untuk membalas pesan singkat Yanti seperti ini,
“ Yan, mungkin nggak kamu transit di satu tempat dan cari pertolongan pertama dulu?? “
Tidak ada balasan. Putri mulai cemas. Berkali-kali ia menengok ponselnya meski ponsel itu tidak berbunyi. Di dalam hati, Putri tak putus-putus berdoa. Lalu tiba-tiba ponsel Putri berbunyi. Yanti!!
“ Halo Yan?? Kamu nggak apa-apa kan?? “
“ Nggak ap.... Put, ak....t ....s ...d... sb...”
“ Kenapa Yan?? Suaranya putus-putus “ tanggap Putri
“ Aku,,,, trr,,, nn sst di Sur,,,, ya“
“ Sorry apa tadi....??
Setelah berjuang menghadapi gangguan sinyal, akhirnya Yanti dapat menjelaskan situasinya kepada Putri. Ia transit di Surabaya. Seorang Professor bersedia menangani dan mengeluarkan cairan yang menggenang di jantungnya.
“ Semoga berhasil, Yan. Jangan lupa berdoa terus,,,,”
“ Iy,,,, mm ...k ... sih....”
Lalu telepon terputus.
Putri baru dapat menarik napas lega dan menggenggam ponselnya tanpa mencengkeram. Setidaknya ia tahu saat itu Yanti sedang ditangani.
“ Sampai bertemu di Jakarta setelah operasi nanti Yan,,” Putri bergumam sendiri.
*********************************************************************************************************************************
DUA hari kemudian aku mendapat kabar Yulianti tak bisa diselamtkan. Ketika baru akan ditangani, ia tak sanggup bertahan dan menghembuskan napas terakhirnya di Surabaya. Aku menyampaikan berita itu kepada sahabat-sahabat MF saat Spritual Healing. Bersama-sama kami mendoakan Yanti.
“ Saya masih sempat mengobrol dengan dia di telepon, Mas, pertama kali dan terakhir kalinya,,” ungkap Putri dengan suara gamang. “ Tadinya saya pikir dia akan sembuh dan kita akan bertemu lagi di Jakarta,,” lanjut Putri.
Aku merangkul Putri,, “ Tuhan tahu ini yang terbaik untuk Yanti. Lagi pula aku percaya Yanti sudah berbuat banyak hal baik,,”
Putri mengangguk,, “ semoga Yanti diberikan tempat paling mulia di sisi Tuhan,,”
“ Amin “,, sambutku.
Putri terdiam beberapa saat. Ia mencermati layar ponselnya. Sepertinya membaca kembali pesan-pesan singkat antara dia dan Yulianti.
“ Bu saya percaya ini yang terbaik buat Yanti. Yanti membuat saya belajar menjadi orang yang lebih tegar. Dia titipan Tuhan untuk kita dan Tuhan berhak mengambilnya kapan saja,,” simpul Putri akhirnya.
Aku tersenyum, merasa ikut terkuatkan dengan kata-kata Putri.
Ada banyak hal yang tak berlangsung lama namun meninggalkan kesan yang mendalam. Yulianti hanya lima bulan bergabung dengan kami, tapi ia menitipkan pesan dan pelajaran kepada kami semua. Ia menjadi seseorang yang berarti bagi dirinya maupun sesama. Ia adalah istri yang setia bagi suaminya, guru yang dikasihi murid-muridnya, dan sahabat yang baik bagi MF. Itulah yang paling berharga dari sebuah kehidupan, seberapa pun singkatnya. Saat itu bulan Oktober. Musim hujan sedang berlangsung dan kota Jakarta lebih sedikit dingin membuat terasa menjadi sendu. Jika Putri seperti bunga alamanda, ia sedang tunduk kepada hujan yang melelahkan matahari tetapi memberinya asupan dalam bentuk lain. Dan jika Yanti adalah kupu-kupu, aku percaya saat itu lah ia terbang ke negeri para bidadari.
*********************************************************************************************************************************
Secara rutin aku mengirimkan pesan singkat yang memotivasi kepada sahabat-sahabt odapus. Namun, ketika hendak mengirimkannya kepada Putri, aku tiba-tiba berpikir. Masihkah perlu?? Ada empat fase yang biasanya dilalui odapus : denial (penyangkalan) – anger (kemarahan) – bargain (tawar-menawar) – acceptance (penerimaan). Setiap orang melewati fase itu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Beberapa bergerak dengan cepat, beberapa lainnya bergerak lebih lambat, bahkan aku mengenal beberapa orang yang hanya sampai pada fase “ anger “ hingga akhir hayatnya.
Putri seperti bungan alamanda yang tumbuh dengan cepat. Ia melintasi fase-fasenya dengan sangat cepat. Ia menyerap dan mengolah dengan baik setiap hikmah yang ditemuinya sehari-hari. Hanya dalam waktu tak sampai setahun. Putri tidak lagi begitu rapuh dan banyak mengeluh. Sebaliknya, sering kali justru dialah yang melontarkan pemikiran-pemikiran yang menguatkan aku dan teman-teman odapus lainnya. Siang itu, aku memutuskan untuk tidak lagi menyuapi Putri, karena sudah seharusnya ia “ naik kelas “
Melihat perkembangan Putri, pada 2010 aku memercayakan posisi Program Officer kepadanya. Tugas Program Officer adalah mengordinasikan relawan dan menyelenggarakan program-program rutin. Dengan menjadi Program Officer, Putri sekaligus menjadi pegawai tetap di MF. Ternyata bekerja memberi pengaruh yang baik untuknya. Bekerja semakin menjauhkannya dari berbagai pikiran negatif dan memotivasinya untuk terus berkarya. Dengan bekerja, Putri memberi. Dan memberi merupakan bentuk kebersyukuran Putri atas apa yang diterimanya. Putri adalah pekerja yang bersemangat. Totalitasnya sangat tinggi. Ia selalu terlibat penuh dengan odapus yang ia tangani. Terlalu penuh. Sehingga seringkali aku harus memperingatkannya. Menjelang World Lupus Day 2010, MF menjadi jauh lebih sibuk, selaku Program Officer kami, Putri tentunya menjadi salah satu yang paling sibuk.
“ Pu, pembicara buat besok sudah dikonfirmasi lagi?? “ tanyaku sehari sebelum hari H.
“ Aduh, Mas lupa. Habis ini langsung saya hubungi,,” sahut Putri.
“ Sekarang kamu sedang apa put?? “ tanyaku lagi.
“ Ini sedang cari lagu yang kira-kira cocok dinyanyikan solo sama meilinda di World Lupus Day nanti,,” sahut Putri sambil sibuk mencatat-catat.
“ Meilinda kan bisa cari sendiri, kenapa harus kamu?? “
“ Kasihan dia lagi sibuk di kampus. Namanya juga mahasiswa,,”
“ Kalau bicara soal sibuk, memangnya kamu nggak sibuk?? “
Meilinda adalah salah satu Odapus yang didampingi Putri. Berkebalikan dengan Putri si bungsu yang mandiri, Meilinda adalah si sulung yang terbilang manja. Ia bergabung dengan MF, tetapi jarang sekali terlibat langsung dengan program kami. Justru Ibunda Meilinda lah yang terjun langsung menjadi relawan di MF, mengumpulkan informasi dan menyuapi segala kebutuhan Meilinda. Over service yang diterima Meilinda otomatis membuat dirinya tidak mandiri, bahkan cenderung rewel karena tidak memahami situasi di lapangan. Apalagi Putri seakan-akan menyepakati kemanjaan yang dicurahkan ibunya kepada Meilinda, apapun yang dibutuhkan Meilinda, Putri berusaha memenuhinya, sampai hal-hal kecil seperti memilih lagu. Mungkin naluri sebagai Ibu membuat Putri selaku pendamping merasa bertanggung jawab penuh pada Meilinda.
“ Saya paham kamu ingin total mendampingi Meilinda Put, tapi kita juga harus sadar kemampuan kita sendiri. Makanya kita harus jadi smart worker bukan hard worker,,” aku menasihati.
Putri sejenak berhenti mencatat-catat.
“ Kita harus tahu bagaimana bekerja secara efektif supaya semua odapus tertangani. Jangan sampai kita terkonsentrasi pada satu orang saja, sementara yang lainnya terlupakan,,” sambungku.
*********************************************************************************************************************************
Pada suatu ketika, sahabat-sahabat odapus tumbang hampir bersamaan. Dalam perjalanan pulang ke Jakarta setelah menjenguk salah seorang sahabat di Bandung, tiba-tiba aku teringat kepada Putri. Spontan aku meneleponnya.
“ Halo,, Put,,”
“ Iya Mas,,”
“ Kamu jaga kesehatan ya. Belakangan ini sahabt odapus banyak yang tumbang. Kamu jangan ikut – ikutan....”
“ Sebetulnya,, Mas....saya juga sedang di rumah sakit, kena demam berdarah,,”
“ Hah?? Yang betul?? “
Setelah menutup telepon, aku menyandarkan punggungku di jok mobil. Pantas saja beberapa saat belakangan ini Putri jarang kelihatan. Kupikir ia hanya kelelahan seperti biasanya. Kondisi tubuh yang turun dan tuntutan untuk beristirahat sejenak cukup sering dialami odapus. Ternyata ia terkena demam berdarah. Bukan penyakit yang dapat dibilang ringan, terutama untuk kami para penyandang odapus.
“ Pak Ade, besok pagi kita jenguk Putri ke rumah sakit ya,,” kataku pada Pak Ade yang mengantarku.
“ Mbak Putri kenapa Mas?? “
“ Kena demam berdarah Pak,,”
“ Hah?? Yang betul?? “
Keesokan harinya aku pergi menjenguk Putri. Ia terbaring di atas tempat tidur dengan lengan bertaut slang infus. Sang kakak duduk di sisinya mendampingi.
“ Gimana keadaan kamu?? Kok bisa-bisanya kami sampai kena demam berdarah Put?? “ tanyaku.
“ Kecapaian dia Mas, makannya drop,,” sambut kakaknya Putri.
“ Aduh, Putri....” aku bersidekap.
“ Iya, Bu maaf. Waktu sehat saya memang agak lupa diri...” tanggap Putri.
Seperti yang sudah kukatakan, Putri seorang hard worker. Dia terlihat penuh dalam segala hal yang ia lakukan dan mengerahkan seluruh tenaganya tanpa banyak berhitung.
“ Rasanya saya sudah nggak kuat untuk terus, Mas,,” kata Putri mulai putus asa.
“ Eh, Put, kamu jangan menyerah begitu dong. Kamu pasti bisa. Masalahnya Cuma strategi, kok. Kan saya sudah pernah bilang. Kamu harus jadi smart worker, pilih apa yang perlu kamu kerjakan dan apa yang tidak. Kadang-kadang orang-orang yang kamu dampingi pun perlu dibiarkan supaya mandiri,,” ujarku.
Selintas kulihat kakak Putri mengangguk-angguk mendukung perkataanku. Ia lebih mengenal adik bungsunya daripada aku, jadi aku yakin ia sudah mengerti persis sifat Putri.
“ Pokoknya kamu cepat sembuh dulu aja, Put. Sesudah itu pelan-pelan belajar susun startegi supaya bantuan kamu efektif ya,,” pesanku.
*********************************************************************************************************************************
Di bawah sinar matahari yang tercurah tanpa halangan, bunga alamanda tumbuh sendiri dengan cepat. Setelah keluar dari rumah sakit, kulihat Putri mulai melatih diri menjadi smart worker. Perlahan-lahan ia belajar memilah-milah pekerjaan dan mengistirahatkan tubuhnya jika memang perlu. Itu membuatnya jadi lebih ringan dan pekerjaan-pekerjaannya terselesaikan secara lebih maksimal. Pada suatu hari, ketika Putri sedang santai, aku menghampirinya.
“ Put, kelihatannya kamu mulai bisa jadi smart worker nih,,” ujarku.
“ Insya Allah, Mas, masuk rumah sakit membuat saya banyak merenung,,” sahut Putri.
“ Jadi dapat apa kamu selama sakit kemarin?? “ tanyaku.
“ Waktu anak-anak datang menjenguk, saya sadar bahwa Tuhan menjaga anak-anak saya. Sejak awal saya sadar bahwa anak-anak adalah titipan Tuhan. Saya selalu berdoa, jika Tuhan mengizinkan saya berbagi kebaikan dengan orang lain, saya titip anak-anak. Saya lakukan yang terbaik bagi mereka, sisanya saya serahkan kepada-Nya,,”
Aku mengangguk-angguk.
“ Seperti anak-anak, sahabat-sahabat odapus yang saya dampingi juga titipan. Seharusnya doa saya untuk anak-anak juga berlaku untuk pekerjaan saya di MF ini. Kesadaran itu membuat saya merasa lebih ringan dan menyadari keterbatasan saya sebagai manusia,,” tutut Putri.
*********************************************************************************************************************************
ALAMANDA adalah bunga yang mandiri. Bibitnya singgah di tanah-tanah, kemudian menyerap air dan cahaya matahari dengan sendirinya. Tingginya dapat mencapai empat meter, berseri sepanjang tahun dan memberi banyak manfaat. Selain cantik seperti lonceng kuning, alamanda dapat diolah menjadi obat yang mencegah berbagai penyakit, mulai dari malaria hingga sakit kuning. Di MF, tumbuh sekuntum bunga alamanda. Namanya Putri Herliyanti. Lupus yang ia sandang membawanya singgah ke yayasan ini, kemudian secara mandiri, ia tumbuh tinggi dan memberi manfaat. Sebagai Odapus, Putri mengolah kembali pengalamannya untuk dibagi kepada odapus lain. Ia menguatkan sahabat odapus, menemani mereka menempuh perjalanan, membantu mereka menyandang beban dan menyembuhkan batin mereka sebisanya.
Saat ini Putri adalah salah satu konseler yang paling kuandalkan. Bagi sahabat-sahabt odapus, ia adalah seorang pendamping yang sabar dan kasih. Bagiku, ia adalah inspirasi sahabat. Bagi anak-anaknya, ia adalah Ibu yang menjadi teladan. Meski berada dalam keterbatasan, memberi takkan membuat kita kehilangan apa-apa. Sebaliknya, memberi membuat kita merasa memiliki lebih banyak. Putri sadar itu, karenanya, lonceng kuningnya tak henti-henti berbunga lagi dan lagi.