BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mermaid Boy (satu)

2456714

Comments

  • Slah satu TS yang mengesampingkan fungsi mention hhehe.. Nice story :)
  • Slah satu TS yang mengesampingkan fungsi mention hhehe.. Nice story :)


    Maklum, soalnya msh g bgtu ngerti sih hehe.. Pokoknya nulis z
  • Oke (ง'̀⌣'́)ง" ya TS, jangan stop ditengah jalan, awas lo ya he
  • Malam semakin larut, malam ini adalah malam ke tiga belas aku berlibur di pangandaran, dan itu artinya ini malam terakhirku di Pangandaran besok adalah hari kepulanganku ke Jakarta, masa liburanku telah habis jadi mau tak mau aku harus pulang dan kembali bekerja, sudah lama aku meninggalkan pekerjaanku disana.

    Malam ini aku benar-benar tak bisa tidur, sejak pagi hatiku gelisah terus, di selimuti kebingungan yang benar-benar membuat kepalaku terasa berat dan sulit berpikir.

    Masalahnya jika besok aku harus pulang ke Jakarta itu berarti aku harus meninggalkan Nemo, rasanya berat meninggalkan cowok tampan itu, tapi mau tidak mau aku harus melakukannya, aku tidak mungkin terus cuti dari pekerjaanku, aku harus kembali bekerja apalagi tabunganku sudah menipis juga, lagian pihak perusahaan tidak mungkin ngasih waktu cuti lagi kecuali aku cuti selamanya alias di pecat, nyari pekerjaan yang menjanjikan itu susah jadi aku tidak mungkin mengorbankan pekerjaanku karena hidupku tergantung dari pekerjaanku.

    Hanya saja sanggupkah aku berpamitan pada Nemo. Sanggupkah aku meninggalkannya sendiri disini, yang Nemo kenal hanya aku disini, dan dia sepertinya sudah sangat tergantung sama aku, apalagi dia masih belum dapat pekerjaan dan tempat tinggal, tega kah aku meninggalkannya?
    Hatiku mengatakan aku tidak bisa melakukannya, aku benar-benar tak bisa meninggalkan dia terlunta, walau aku tahu dia tak mungkin terlunta, dia cowok dewasa yang banyak di sukai, dia pintar dan supel siapapun mungkin mau saja menampung cowok setampan dan segagah Nemo, jika aku beralasan takut dia terlunta itu hanya alasanku saja pada kenyataannya aku hanya takut kehilangan dia, setelah kebersamaan yang ku lalui selama ini bersamanya aku tahu perasaanku semakin dalam padanya.
    Aku mencintainya dan itu tulus dari hatiku, rasanya berat harus berpisah dengannya, karena aku sudah terlalu menyukai pemuda itu. Aku takan mungkin mampu mengucapkan kalimat perpisahan padanya.

    Oh Tuhan apa yang harus ku lakukan kini, pusing rasanya kepalaku, inginnya aku mengajak dia ke Jakarta, tapi mungkinkah dia mau ikut bersamaku? Apakah sebaiknya aku mencoba mengajaknya saja besok? Tapi aku tidak siap kecewa jika dia menolak ajakanku..

    Ku coba pejamkan mata namun tak mengantuk jua, malah kepalaku semakin puyeng saja, sebaiknya aku cari angin saja di luar, biasanya duduk merenung di halaman belakang bisa menenangkan hatiku, di sana suasananya sangat sepi dan tenang, apalagi di teras belakang ada kursi bambu yang sengaja di siapkan buat bersantai.

    Langkahku sedikit berhati-hati di keremangan, sengaja tak ku nyalakan lampu dapur saat aku melewati dapur, saat aku keluar dari pintu dapur sesaat telingaku seperti mendengar suara aneh dari arah kolam renang, seperti terdengar suara kecipak-kecipak air disana seakan disana ada yang sedang main air atau mungkin berenang, tapi siapa juga yang tengah malam begini ada orang mau berenang, airnya pasti dingin sekali. Lagipula disini kan cuma ada aku sama Nemo, tidak mungkin juga si Nemo berenang tengah malam buta begini, kayaknya sejak sore dia sudah tidur, lagian dia itu walau jika sedang mandi suka lama banget sebenarnya dia manusia yang takut air, buktinya pernah suatu kali saat sedang jalan-jalan dan makan di cafe tiba-tiba hujan turun, dan usai makan si Nemo tidak mau pergi dari cafe hingga hujan reda karena takut basah padahal hanya tinggal berlari dikit hingga ke Mobil di parkiran, tapi di paksa pun dia keukeuh gak mau, hingga aku lumutan di cafe itu dengan cukup bete harus menunggui hujan reda.

    Pernah juga saat aku mengajaknya ke pantai barat suatu sore dan si Nemo hanya mau berjalan-jalan di pasir yang lumayan jauh dari sentuhan hempasan ombak, sepertinya ia takut sekali kakinya basah oleh air laut, dia beralasan kulitnya suka gatal jika kena air laut, benar-benar aneh banget, makanya jika si Nemo sedang mandi dan itu lama banget, aku curiga dia pasti ketiduran di bak mandi, dia kan orangnya cukup pelor juga alias jika nempel langsung molor, gampang banget kalo urusan tidur.

    Tunggu..

    Jangan-jangan itu suara maling? Tapi ngapain juga sih ada maling koq malah berenang, ah sebaiknya aku segera memeriksanya, walau sedikit ngeri dan deburan di dada sudah mengalahkan deburan ombak di laut sana aku pun mengendap menuju kolam renang, namun sialnya karena gak melihat jalan dengan benar tiba-tiba saja aku menabrak kursi bambu yang ada di teras hingga menimbulkan suara berdecit yang cukup kencang, bersamaan dengan itu terdengar juga kecipakan air cukup kencang dari arah kolam renang, mungkin ada yang kaget mendengar suara decitan kursi yang ku tabrak.

    Tanpa pikir panjang aku segera berlari menuju kolam renang karena penasaran dan takut sesuatu yang berada di sana keburu kabur, tak lupa aku menyambar sapu yang teronggok di lantai untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang membahayakan.

    Saat tiba di kolam renang aku malah jadi terbengong, dengan hati kesal aku merutuk-rutuk tak jelas, namun aku cukup bernafas lega juga karena ternyata suara di kolam renang itu bukan berasal dari maling ataupun hal berbahaya lainnya, disana hanya ada beberapa ekor angsa yang sedang berenang, dengan kesal aku segera menghalau angsa-angsa itu menggunakan sapu yang ku pegang sejak tadi, angsa-angsa liar yang kaget itu segera berterbangan kabur ke segala arah.

    Setelah angsa-angsa itu tidak ada aku segera kembali menuju teras, namun aku cukup heran juga koq bisa-bisanya di kolam renang ada angsa liar ikut numpang berenang, darimana datangnya asal angsa-angsa itu muncul yah? Kenapa banyak sekali keanehan akhir-akhir ini di Villa yang ku tempati ini.

    Soal Gempa saja itu benar-benar aneh dan membuatku terheran-heran, pasalnya saat aku bertanya pada beberapa orang soal gempa itu ternyata orang-orang tidak ada yang mengetahuinya ataupun merasakan gempa itu, padahal sewaktu gempa itu terjadi kan masih sore dan cukup besar volume-nya untuk di rasakan, aku bahkan bertanya hingga pada sepuluh orang yang ku temui tapi tak satupun dari mereka yang tahu dan merasakannya. Masa sih hanya di Villaku saja terjadi gempa itu dan hanya aku saja yang merasakannya?

    Bahkan sewaktu aku bertanya pada si Nemo tentang gempa itu dia juga bilang tidak tahu, padahal jelas-jelas dia baru saja masuk ke kamar sewaktu gempa terjadi, ataukah semua itu hanya halusinasiku saja seperti saat aku melihat perubahan mata Nemo yang jadi merah menyala.

    "BRUGHH.."

    Tiba-tiba saja aku menabrak seseorang, hingga aku sedikit terjerembab, karena berjalan sambil melamun aku jadi tak memperhatikan jalan dan menabrak sesuatu saat ku lihat ternyata aku menabrak Nemo yang sedang berdiri di teras.

    "Bikin kaget saja Mo, ku pikir siapa? Sedang apa disini, koq belum tidur?" Tanyaku sambil mengelus dada untuk meredakan rasa kagetku

    "Kamu tuh jalan sambil ngelamun, ampe gak lihat aku berdiri di sini, nah kamu juga kenapa belum tidur?" Ucapnya malah balik bertanya

    "Di tanya koq malah balik nanya sih.." Sewotku bete

    "Aku tadi kebelet pipis trus denger ribut-tibut disini, jadi keluar buat meriksa.." Jawabnya menjelaskan sambil menatapku

    "Emangnya ada apa sih, nah kamu kenapa belum tidur?" Ucapnya lagi mengulang pertanyaannya tadi.

    "Aku tadi gak bisa tidur saat mau cari angin di belakang eh ada suara aneh dari kolam renang, saat ku periksa ternyata ada beberapa ekor angsa liar sedang berenang jadi ku usir mereka barusan.." Jelasku sebenarnya

    "Koq bisa ada angsa liar disini?" Tanya Nemo tampak heran

    "Sumpah deh, aku aja masih kepikiran dan merasa aneh kenapa bisa ada angsa-angsa itu disini.." Balasku

    "Angsa nyasar kali tuh, atau mungkin tuh angsa kayaknya betina semua trus lihat ada dua cowok ganteng disini jadi mereka ngedeketin kesini haha.." Canda Nemo sambil tertawa ngakak sendiri, aku jadi ikut tersenyum mendengarnya.

    "Kamu habis keramas tengah malam begini Mo?" Tanya ku saat tak sengaja melihat rambutnya tampak basah dan lepek, mendengar pertanyaanku dia nampak kaget dan meraba rambutnya

    "Oh tidak kok, aku tadi sengaja membasahi rambutku biar gak mengantuk sebelum aku memeriksa kesini.." Jelasnya tergagap, aku memutar bola mata dasar emang orang aneh nih cowok kalau dia gak ganteng sudah ku pikir dia gila sejak awal, selalu ada-ada saja tingkahnya yang aneh.

    "Kalo gitu aku tidur lagi saja ya.." Pamitnya sambil menguap lebar, lalu segera berbalik meninggalkanku

    "Tunggu Mo.." Tahanku segera, Nemo berhenti dan kembali menoleh padaku sorot matanya menyiratkan tanya kenapa aku menahannya

    "Aku ingin bicara hal penting denganmu.." Ucapku padanya, dia terlihat terkejut lalu kembali menghampiriku

    "Tentang apa?" Tanyanya

    "Sebaiknya kita ngobrol disana.." Jawabku sambil menunjuk kursi bambu dan pergi lebih dulu kesana, Nemo segera mengikutiku. Sesaat saja kami berdua sudah duduk di kursi itu.

    ***
    Bersambung dulu yaa...
  • Tinggal tunggu tokoh Dory eh.. #salahCerita he.. Nice story lah keereen
  • Kren critax,lnjtanx jgn lma bung
  • Mudah2an yah hehe..
  • Seru juga,,,hehe dilanjut y mas :))
  • udh pernah baca diFB, tp endingnya doang sih :D
  • Lanjutkan....
  • Teruskanlah.....
  • Untuk sejenak tak ada yang berkata-kata di antara kami, keheningan menyelimuti malam yang semakin dingin, di sampingku Nemo yang duduk di kursi sebelahku menatapku dengan wajah penasaran, sedang aku di selimuti kegundahan di dalam dadaku, rasanya begitu berat untuk bicara saat ini namun ini adalah kesempatan baik untuk aku bicara padanya, membicarakan kepulanganku besok.

    "Ada apa teman? Jangan buat aku penasaran dengan aksi diam kamu itu, apa yang ingin kau bicarakan denganku.." Akhirnya Nemo tak mampu membendung rasa penasarannya sepertinya, ia memulai bertanya padaku, aku menghela nafas dalam, ku coba merangkai kalimat di otak ku.

    "Mo.. Sepertinya besok aku sudah harus pulang ke Jakarta, masa liburanku sudah habis, pekerjaanku disana sudah menantiku.." Dengan berat hati keluar juga kalimat itu dari celah bibirku, Nemo tampak terkejut, mata teduhnya menatapku lekat-lekat, warnanya tampak hitam pekat dan mengilat.

    "Maksudmu, kamu akan pergi meninggalkanku?" Tanyanya bergetar, aku mengangguk lemah padanya.

    "Apakah kau akan pergi lama dan tidak akan kembali kesini?" Dia kembali bertanya, suaranya seakan tertahan di tenggorokannya, aku tahu dia terlalu terkejut dan tak menyangka dengan perpisahan ini, pilu rasanya hatiku di hadapkan dengan keadaan ini. Aku menunduk sedih.

    "Entahlah, mungkin cukup lama aku tidak kesini lagi, aku tak bisa terus meninggalkan pekerjaanku.." Jawabku perlahan

    "Jadi kita akan berpisah dan tak bertemu lagi, begitu?" Gumamnya seakan pada dirinya sendiri, ku coba menatap wajahnya yang tampak terlihat murung, kesedihan dan kekecewaan tergambar di rona wajahnya, hal yang sama seperti yang ku rasakan saat ini.

    "Kita tak harus berpisah jika kamu mau ikut aku ke Jakarta.." Ucapku perlahan memberanikan diri memberikan tawaran padanya, ku pandangi dirinya penuh harap dia mau menerima ajakanku. Ku lihat lagi-lagi Nemo tampak terkejut mendengar ajakanku, dia terdiam tak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, sepertinya dia bimbang memikirkan keputusannya atas ajakanku. Entah apa yang dia pikirkan.

    "Bagaimana, kau mau ikut aku ke Jakarta, disana aku bisa dengan mudah mencarikanmu pekerjaan karena aku punya koneksi, dan kita juga bisa tinggal bersama untuk sementara waktu.." Tanyaku lagi padanya tak sabar menanti jawabannya, Nemo hanya mendesah dan tetap terdiam. Ku coba sabar tetap menunggu jawabannya.

    "Aku tidak tahu harus jawab apa sekarang, beri aku waktu untuk berpikir.." Ujarnya setelah cukup lama terdiam, aku mendesah kecewa, namun ku hargai keputusannya, ini tentang hidupnya sudah sewajarnya dia harus memikirkannya dengan matang.

    "Baiklah, tapi sebaiknya aku menerima jawaban darimu esok pagi karena aku harus pulang saat Matahari masih di timur.." Jawabku padanya

    "Yah aku tahu, jika begitu sebaiknya sekarang aku kembali ke kamarku dan mulai memikirkannya.." Pamitnya, lalu berdiri dan mulai meninggalkanku

    "Mo.." Tanpa sadar aku kembali memanggilnya, langkahnya segera terhenti, dia menoleh padaku, ku tatap matanya yang terlihat berkaca-kaca, mungkinkah Nemo menangis, rasanya hatiku semakin pilu dan turut ingin menangis pula, tenggorokanku terasa tercekat oleh kepiluan itu.

    "Aku harap kamu bisa bijaksana dalam memikirkannya, ini demi kebaikanmu dan aku ikhlas serta tulus mengajakmu tanpa harapkan apapun.." Ujarku bersungguh-sungguh walau mungkin aku telah mendustai perasaanku, pada kenyataannya aku terlalu berharap memiliki cintanya ataupun dirinya, walau aku tahu aku tidak bisa memaksakan diri untuk bisa mendapatkannya. Biar itu hanya tersimpan dalam hati saja. Saat ini aku benar-benar ingin menolongnya dengan setulus hati tanpa harapkan apapun.

    "Terimakasih teman, ku coba memikirkannya dengan baik.." Balasnya terdengar datar dan lemah, tersenyum samar padaku lalu segera berlalu dan menghilang di balik pintu dapur.
    Sedangkan aku terpekur sendiri di kursiku, kegundahan ini benar-benar menyita perasaanku, aku tak sanggup lagi bertahan dan aku menangis sendirian di tengah kesepian dan dinginnya malam yang hening.

    Air mata menjadi teman setia bagi hidupku akhir-akhir ini. Setelah Dennis kini aku juga harus menangis karena Nemo walau kini orang yang ku tangisi bukanlah yang bersalah, kasusnya kini berbeda namun alasannya sama karena cinta.

    ***
    Pagi-pagi sekali aku sudah bersiap dengan koperku, sejak dari pukul lima setelah shalat Subuh aku sudah sibuk beres-beres, karena memang semalaman aku sama sekali tak bisa memejamkan mata, aku terlalu galau sehingga tak sedikitpun rasa kantuk menghampiriku.

    Usai bebenah segera ku cari Nemo untuk mengetahui keputusannya, namun saat ku cari di kamernya aku tak menemukan sosoknya, bahkan tempat tidurnya begitu rapi seakan semalam tak ada yang menempatinya tidur disana. Kemana gerangan dia, tiba-tiba saja aku merasa khawatir memikirkannya, aku harus segera mencarinya. Mungkin saja dia pergi ke pantai seperti tempo hari saat ku pikir dia marah padaku. Tak menunggu waktu aku pun segera pergi mencarinya menuju pantai barat Pangandaran.

    Tiba di Pantai suasana di sana masih sangat sepi, saat ini masih pukul setengah enam, bahkan matahari pun belum muncul kehidupan masih belum terlihat di mulai, hanya terlihat beberapa perahu Nelayan yang muncul di Lautan sana menuju pulang ke daratan, namun masih terlalu jauh di tengah lautan sana. Mataku dengan awas mencari-cari sosok pemuda gondrong nan tampan bernama Nemo itu di hamparan pasir pantai, dan segera ku temukan sedang berdiri mematung di hamparan pasir, menatap jauh ke arah samudera biru dan gelombang yang tak henti menghempas pasir, rambut coklatnya yang panjang mengurai sesekali mengibar tertiup angin laut.

    Dengan perasaan yang tak menentu ku hampiri dirinya, ikut berdiri di sampingnya di temani suara deburan ombak dan tiupan angin laut yang dingin menusuk kulit. Tak ada yang berani memulai kata-kata.

    "Sepertinya aku tak bisa ikut denganmu.." Setelah cukup lama terdiam akhirnya ku dengar suaranya, namun bukan yang ku harapkan, mataku terpejam menahan kecewa, ku coba mengurai pedih dan berusaha menghargai keputusannya.

    "Baiklah jika itu keputusanmu, aku menghormati keinginanmu, mungkin takdir kita memang berpisah di sini, terimakasih telah menemaniku selama disini dan untuk semua keceriaan yang ku dapat, kau akan selalu menjadi teman terbaikku, semoga ke depan kita masih bisa di pertemukan oleh takdir.." Lirihku mencoba berpamitan padanya, rasanya dadaku seakan tersayat-sayat sembilu, namun ku coba bertahan untuk tak menangis di hadapannya.

    "Aku yang seharusnya berterimakasih teman, kau orang baik karena telah banyak menolongku sedang aku selalu saja menyusahkanmu.." Balasnya tak kalah lirih

    "Sudahlah, aku ikhlas melakukannya tidak usah ungkit itu, tapi sebelum kita berpisah bisakah aku tahu alasanmu sehingga kau tak mau ikut denganku?" Tanyaku karena di balut rasa penasaran

    "Maaf, sepertinya aku tak bisa mengatakannya.." Ucapnya membeku, aku kembali kecewa namun tak bisa apa-apa.

    "Baiklah, sepertinya tak ada yang bisa ku lakukan lagi disini, aku pamit sekarang Mo, jaga dirimu baik-baik.." Pamitku dengan sangat berat hati, ku pejamkan mata sekali lagi dan mencoba mengatur nafasku, menarik segala kekuatan yang ada di tubuhku agar aku mampu melangkah saat meninggalkannya, dan aku pun mulai melangkah, meninggalkan indah dirinya, dan mungkin meninggalkan cinta yang tertanam di hati ini, di temani pilu yang membeku, dan aku kembali rapuh, aku hampir terjatuh namun ku coba merengkuh pertahanan tubuh namun itu tak cukup berhasil aku terlalu lemah, aku melayang ke hamparan luka yang dalam hingga tiba-tiba sesosok kekar merengkuhku dari belakang, menahan tubuhku dengan dekapannya yang kokoh. Menyusupkan rahangnya yang kuat di antara leher dan bahuku dan dia terisak.
    Nemo memelukku dan dia menangis, aku begitu terkejut hingga hanya mampu mematung terdiam, mencoba menalar apa yang telah terjadi padanya.

    "Aku mencintaimu teman, aku menyukaimu sejak awal kita bertemu, untuk alasan itu aku tak bisa pergi denganmu karena aku tahu cinta ini tak memiliki asa, ku mohon maafkan aku.." Suaranya begitu nyata terdengar di tengah isaknya, aku semakin membeku oleh rasa terkejut yang menghantam jiwaku, tidak kah ini mimpi yang begitu indah? Tuhan jangan bangunkan aku jika ini mimpi, tapi deburan ombak meyakinkanku jika ini adalah nyata dan aku tak tahu harus percaya atau menganggapnya hanya halusinasiku seperti setiap kejadian aneh yang ku alami. Aku masih menunggu kemungkinan lain sebelum menentukan langkahku.

    "Awalnya aku tak ingin mengatakannya karena aku takut saat melihatmu nanti menjadi membenciku karena cinta yang salah ini, namun kau akan pergi dan entah nanti kita bisa bertemu lagi, aku tak ingin menyesal karena menyimpan rasa ini sendiri, aku ingin kau tahu walau mungkin kau akan jadi membenciku, ini kejujuranku dan ini nyata ku rasakan, maafkan aku jika semua ini terjadi dan itu tak kau harapkan, aku telah merusak semua kebaikanmu, aku merusak arti pertemanan kita, namun aku sungguh sangat mencintaimu temanku, aku hanya berusaha jujur pada hatiku.." Kata-katanya kembali terucap setelah di jeda isak tangisnya, aku semakin terbuai oleh rasa bahagia di dada, jiwaku melayang di antara dunia nyata dan surga khayalan, ini indah, seperti indah sosok dirinya di mataku, sangat indah ku dengar dan ku rasakan walau aku kini berlutut di tengah kebimbangan atas rasa percayaku pada kenyataan yang ku alami.

    "Katakan sesuatu teman, bencilah aku karena pantas itu kau lakukan agar aku tenang saat melepasmu.." Bisik lirihnya kembali mengalun di telingaku

    "Apa yang harus ku katakan Mo, sedang aku masih tak yakin apakah ini mimpi ataukah nyata?" Ucapku dalam ragu

    "Ini adalah kenyataan teman, kenyataan pahit yang mesti ku hadapi, namun aku tak menyesal memilikinya karena ini adalah ketulusan cinta dari hatiku.."

    "Jika memang ini adalah nyata, maka ini bukanlah kenyataan pahit untukmu dan untukku karena aku memiliki perasaan yang sama untukmu, aku pun mencintaimu.." Hanya itu kalimat yang mampu ku rangkai dan ku lukis lewat celah dua bibirku, selebihnya aku membalikan tubuhku menghadapnya dan memeluknya erat-erat. Aku pun menangis bahagia di dekapannya.

    "Ka.. Kamu serius?" Ucapnya bergetar

    "Bukankah kita sedang bicara tentang kenyataan dan apa yang ku katakan pun nyata adanya.." Jawabku, menatap matanya meyakinkan dirinya dengan sorot kejujuran dari dalam mataku. Bukankah mata mampu menunjukan kejujuran walau tanpa di ucapkan.

    "Andai kau tahu selama ini akupun tersiksa karena memiliki perasaan itu padamu, hanya saja aku terlalu pengecut untuk mengakui kejujuran yang ku lihat mustahil terjadi ini.." Tambahku bersungguh-sungguh, saat itu kembali keanehan ku lihat di bola mata Nemo, warna hitam di matanya kembali berubah warna, kali ini biru cerah mengkilat memenuhi bulatan tengah di matanya, dan mata itu terlihat penuh binar. Namun kali ini tak ku pedulikan lagi keanehan itu, biarlah ku anggap halusinasi pikiranku karena itu yang sering terjadi padaku akhir-akhir ini, saat ini yang aku ingat adalah betapa bahagianya diriku.

    "Aku bahagia teman, aku sangat bahagia sekali.." Nemo membalas pelukanku erat.

    "Dan aku lebih bahagia dari yang sedang kau rasakan.." Balasku sejujurnya yang ku rasakan.
    Seiring semburat matahari terbit yang keluar dari dasar laut pangandaran, cintaku pun terbit. Cinta yang indah seindah semburat jingga di langit pangandaran. Hembusan angin membelai-belai kebahagiaan kami hingga membuat kami semakin terlena, dua tangan menyatu seperti dua hati yang juga menyatu, dan akhirnya tanpa di minta dua bibir beradu berlagu syahdu.
  • Kentang... Lanjutkan ^o^
  • Matahari mulai meninggi, empat kaki melangkah seirama di hamparan pasir yang lembut, menuju kebahagiaan yang mulai terajut, dua tangan berpaut dalam genggaman yang erat, biarlah tak ku pedulikan siapapun yang melihat ke anehan ini, karena cinta memang aneh, bahkan sesungguhnya cinta itu memang buta tak melihat pada siapa dia menancapkan panah asmaranya untuk di satukan dalam ikatan kebahagiaan.

    Aku mencintai Nemo, walau dia lelaki, dan kini dia juga mencintaiku, apa salahnya cinta kami, aku bahagia bersamanya hanya itu yang ku pedulikan saat ini, tidak hal lain.
    Hanya ingin menikmati anugerah kebahagiaan yang Tuhan sedang berikan kepadaku kini.

    "Jadi sekarang kau mau kan ikut denganku?" Tanyaku

    "Sebelum ku jawab apa boleh aku bertanya sesuatu?"

    "Apa itu?" Ku hentikan langkahku dan menatapnya, ada rasa takut tersirat

    "Apakah di rumahmu di Jakarta sana memiliki bak besar di kamar mandi atau kolam besar untuk berenang?" Itu jawabnya, aku bernafas lega

    "Yah ada, kenapa memangnya?"

    "Jika begitu aku mau ikut denganmu.."

    "Hei.. Jadi kau mau ikut karena kolam renangnya ya bukan karena aku?" Rajuk ku gemas

    "Tentu saja karena kamu, tapi aku juga suka sekali berenang jadi harus ku tanyakan itu.." Jawabnya dan kembali menarik langkahku lebih cepat

    "Dasar aneh, bukankah kau takut air.." Ucapku menggodanya.

    "......."

    "......."

    Tak ada kata-kata lagi, tak ada jawaban darinya, entah apa yang dia pikirkan, ku biarkan dia membisu namun ku rasakan genggaman jemarinya yang semakin erat di jemariku, aku percaya cintanya, aku percaya ketulusannya, dan aku pun tulus mencintainya walau terkadang cukup banyak keanehan dalam sipatnya.
    Sekali lagi cinta itu sendiri memang sangat aneh.

    ***
  • Nyimak terus, ngalir.
Sign In or Register to comment.