It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Malam ini adalah malam minggu. Malam yang indah untuk pergi ke luar bersama pasangan entah itu pergi nonton di bioskop, jajan di warung bakso, atau hanya sekedar window shopping dan nongkrong di taman. Tapi malam minggu kali ini lain daripada malam minggu yang lain. Bagiku malam minggu kali ini benar-benar suram. Bagaimana tidak hujan mengguyur tempat tinggalku sejak sore tadi. Memang sih hujan kali ini tidak mengikut sertakan sang petir tapi percayalah ini bukan waktu yang tepat untuk keluar. Angin di luar sebenarnya juga tidak terlalu kencang hanya saja hawa dingin yang dibawanya sangat menusuk kulit.
Beruntung aku berada disini, di dalam rumah yang begitu nyaman. Sebuah rumah yang baru kubeli 2 bulan lalu. Aku membelinya karena tuntutan pekerjaan, harganya begitu murah untuk seukuran rumah seperti ini. Aku tak tahu kenapa itu bisa terjadi, desas-desus rumah ini dijual murah karena angker tapi sepertinya itu hanya omong kosong. Pasalnya selama aku disini aku tidak merasakan ada yang aneh. Saat ini aku berada di dalam kamar. Tepatnya di atas tempat tidur empuk dengan sebuah bantal dan guling dengan warna sama, pink. Hehehe aku lelaki tulen tapi harus aku akui warna tersebut
nyaman untuk tidur.
Aku sedang bersms ria dengan pacarku, yah buat tombo kangen karena tidak jadi malming bersama. Sedang asiknya aku smsan tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Aku heran siapa yang datang saat hujan seperti ini. HP kuletakan di atas bantal dan akupun pergi menuju pintu. Aku membuka pintu dan begitu terkejutnya aku setelah mengetahui tidak ada siapa-siapa di luar. Kutebar pandanganku untuk mencari tahu siapa yang mengetuk tadi. Tidak ada, benar-benar tidak ada orang bahkan suarapun tak ada yang ada hanya suara hujan yang tak kunjung henti ini. Aku kembali masuk ke dalam setelah mengetahui tidak ada siapa-siapa diluar. Aku pergi sebentar ke dapur untuk minum, hingga akhirnya aku menyadari sesuatu yang aneh. Udara di dalam mendadak dingin tapi aku tetap positif thingking barang kali ini terjadi karena aku baru dari luar. Aku masuk kembali ke dalam kamar, sial udara di kamar justru semakin dingin. Akupun mengambil selimut dan melanjutkan sms. Sial lagi bagiku karena pesanku tidak bisa terkirim, sinyalnya mendadak hilang padahal tadi sinyalnya masih ada meskipun turun hujan. Aku jadi merinding, ketukan pintu, hawa dingin, sinyal hilang. Tidak tahan langsung saja kupejamkan mataku untuk tidur. Mungkin memang malam ini aku ditakdirkan untuk beristirahat lebih awal. Sebuah selimut, guling putih yang empuk, serta hawa yang dingin membuatku cepat terlelap. Good bye malming suram.
Seorang laki-laki pergi ke hotel untuk menginap, dia menemui seorang wanita di lobby untuk check-in. wanita itu memberikan kunci kamar dan memberi tahu bahwa di koridor saat dia ke kamarnya, dia akan menemukan sebuah pintu yang tidak ada nomor kamar dan terkunci dari dalam, tidak ada yang boleh masuk kesitu, dia juga tidak boleh mengintip ke dalam kamar dalam keadaan apapun. Laki-laki itu mengangguk mengerti, kemudian menuju kamarnya dan langsung tertidur. besok malamnya, laki-laki itu sangat penasaran, dia menuju pintu itu dan mencoba membukanya, "benar-benar terkunci" pikirnya. kemudian dia berjongkok dan mengintip dari lubang kunci. udara dingin menerpa wajahnya, dia melihat persis sama dengan kamarnya, dan disudut kamar ada seorang wanita berkulit sangat putih duduk dengan kepala bersandar didinding menghadap keluar jendela. Laki-laki itu menatap bingung, dia hampir mengetuk pintu, tapi kemudian membatalkanya.
besok malamnya lagi, dia kembali ke pintu tanpa nomor tersebut dan mengintip ke lubang kunci lagi. kali ini, semua yang dia lihat merah, dia tidak bisa melihat apa2 kecuali warna merah, mungkin wanita dalam ruangan ini sadar ada yang mengintip dan menutup lubang kunci dengan sesuatu benda berwarna merah. penasaran, laki-laki itu pergi bertanya pada wanita dilobby. wanita dilobby terdiam dan berkata "apakah kamu mengintip pintu itu dari lubang kunci?", laki-laki itu mengangguk, "baiklah, akan saya ceritakan, dulu ada seorang pengusaha yang membunuh istrinya diruangan itu, sampai sekarang arwah istrinya masih sering muncul. pasangan suami istri itu bukanlah orang biasa, mereka berdua keturunan berkulit sangat putih, kecuali mata mereka, matanya berwarna merah".
Kebetulan tahun ini aku jadi pengurus inti Rohis di SMA ku. Akhir minggu ini kami akan mengadakan jurit malam untuk anggota pria dari kelas 1 (anak2 baru). Tujuh orang dari angkatanku termasuk aku menawarkan diri untuk jadi hantu yang akan menakut-nakuti adik2 kelas. Acara dimulai dari sore, sampai setelah sholat isya dan tausiyah, mereka kami tempatkan di aula untuk tidur disana, karena pas tengah malam, mereka akan dibangunkan satu-persatu, jurit malam dimulai. Tengah malam pun tiba. Sementara panitia lain menyiapkan masing2 pos mereka, kami yang jadi hantu berkumpul untuk sekedar berkoordinasi. Mereka semua sudah berpakaian putih2 dengan dandanan yang juga putih2 menyeramkan, persis pocong atau kuntilanak lah, begitu juga aku tentunya. Setelah briefing selesai, kami bubar ke tempat masing2. Tempatku tidak jauh dari tempat kami berkumpul. Sambil duduk aku masih bisa melihat ketujuh temanku berjalan ke tempatnya masing2. Malam ini akan sangat menyenangkan.
Bus Sumber Kencono. Bus ini memang cukup terkenal di kalangan masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Timur. Armada bus ini terkenal karena kebiasaan ugal-ugalannya. Selain itu, angka kecelakaannya juga termasuk tinggi. Tak heran nama Sumber Kencono ini sering dipelesetkan oleh masyarakat menjadi "Sumber Bencono" alias "sumber bencana". Bahkan, suatu ketika bus ini pernah dibakar di daerah Ngawi oleh massa karena menabrak pengendara sepeda motor hingga tewas. Mungkin karena ingin mengubah image, nama armada ini akhirnya diganti menjadi seperti itu (Sumber Selamat).
Dingin, aku merapatkan jaketku. Entah sudah berapa batang rokok yang kuhabiskan menunggu bis sialan ini. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 12 malam. Mataku sampai bosan melihat ke arah jembatan layang Janti. Sudah hampir dua jam aku menunggu di sini, bener-bener brengsek, tak satupun bis yang mau berhenti. Mana sendirian pula, jadi agak-agak merinding, campuran antara takut ada preman kesasar sama aroma mistis malem Jumat Kliwon yang dikenal orang Jawa sebagai malam keramat. Dari arah barat kulihat sepeda motor melambat, nampaknya dia mau nunggu bis juga. Yang dibonceng seorang pemuda gondrong dengan jaket bergambar lambang salah satu perguruan tinggi di ringroad utara, dia turun sambil melepaskan helmnya. "Ati-ati dab!" Si pengendara motor muter balik sambil melambaikan tangannya. Lumayan, ada barengan di sini, minimal kalo sampe ada yang mau malak bisa kabur ke arah berlainan, biar premannya bingung mau ngejar yang mana. Hehe.. Bukannya takut, tapi aku males berantem sama orang yg ndak mikir masa depan macem preman jalanan, sedikit trauma juga gara-gara dulu aku pernah ribut sama preman, dan mereka seenaknya ngeluarin pisau. Lha siapapun yang kena kan pasti berurusan sama polisi. dia mungkin mikirnya masuk tahanan ndak masalah, bisa makan gratis. Kalo aku? Bisa digebuki bapakku!
"Mau pulang ke mana Mas?" Sapaku mencoba beramah tamah. Tapi bagaimana responnya? Blah! Sombong sekali mas satu ini, berapa kali aku menyapa tak sekalipun dia menjawabnya, pura-pura gak denger, sok-sok sibuk ngliat arah datangnya bis di arah jembatan layang. Ini mungkin yang pernah dibilang Simbah di kampung, wong Jowo ilang Jowone, sudah ndak tau tata krama. Untunglah tak berapa lama kemudian bisnya datang, Sumber Kencono, bis legendaris jurusan Jogja-Surabaya, dan kali ini bisnya mau berhenti. Si Mas gondrong naik duluan. eh lha kok ketika aku baru naik satu kaki si bisnya udah jalan lagi, bener-bener gak sopan! Tapi mungkin memang sudah jadi kebiasaan, karena jadwal keberangkatan antar bis yang kadang cuma selisih 5 menit membuat mereka ndak bisa berhenti lama-lama, kuatir mepet sama yang belakang.
Tumben baru sampe Janti saja bisnya sudah penuh, ada satu dua kursi yang kapasitasnya tiga orang baru ditempati dua orang tapi penumpang yang di situ gak ada yang menawarkan tempat duduk padaku. Lebih tepatnya mereka gak bereaksi apapun saat aku permisi mau duduk. Blah! Makin lama makin keterlaluan orang-orang ini, terbiasa hidup sendiri-sendiri mungkin, sudah hilang segala macam ramah tamah yang konon dulu pernah jadi salah satu ciri orang sini. Untung ada tiga kursi kosong di bangku paling belakang, tak perlu permisi, lega juga, bisa naikin kaki, mungkin sambil klebas-klebus ngrokok untuk mengusir bosan nanti. Peduli setan sama orang-orang bakal terganggu atau tidak, wong mereka disapa gak menyahut, harusnya diganggu juga gak protes! Sekarang yang penting merem dulu, kompensasi dari berdiri hampir dua jam waktu nunggu bis tadi.
Bis sudah melaju sampai daerah Kalasan, biasanya di sini kondektur sudah narik bayaran dari semua penumpang, tapi heran, kok dari tadi gak ada yang njawil padahal duit sudah aku siapkan. Terserah lah, kalo nanti gak mbayar ya malah bersukur tho. Tunggu dulu, sunyi waktu naik bis di malam hari sudah biasa, tapi sepertinya yang sekarang ini terlalu sunyi. Mungkin ada satu dua celoteh pelan terdengar, tapi kenapa dari tadi ekspresi orang-orang ini terlalu datar? Lebih tepatnya gak ada ekspresi yang tergambar di wajah. Bahkan orang di sebelahku pun seperti gak merasakan kehadiranku. Aku jadi sedikit merinding, dulu mbakyuku pernah bilang, kalo malem jangan nunggu bis dari janti, lebih baik dari terminal saja karena konon ada bis hantu yang suka ngambil penumpang di situ.
Bis hantu? Iya, bis hantu. Selentingan kabar mengatakan bis ini mengalami kecelakaan parah dan semua penumpangnya tewas, waktu kita naik itu semua penumpangnya berwajah pucat dan tidak menghiraukan kehadiran kita. Konon kalo naik bis itu dari Jogja bisa sampai ke Surabaya dalam waktu gak sampai tiga jam, tapi kalo lagi gak beruntung bisa juga gak sampai Surabaya, kita malah dibawa ke alam antah-berantah. Lebih celaka lagi katanya bis hantu itu Sumber Kencono yang memang terkenal suka kebut- kebutan.
"Mas, Sampeyan mau turun mana?" Aku mencoba menyapa penumpang di sebelah, sekaligus mengusir rasa penasaran, masa iya ada bis hantu. Dia gak menjawab, lebih tepatnya bereaksi seperti semua orang yang dari tadi kusapa, gak ada ekspresi. Ini mulai menakutkan. Kucoba menepuk bahunya agar dia menanggapi sapaanku. Sial! Tanganku menembus bahunya! Dia tidak nyata, dia bukan manusia!
"Pak! Kiri pak! Saya turun sini!" Teriakku panik, tapi mereka tetap dingin tanpa ekspresi. Seolah2 tak mendengar teriakanku. Sialan! Mungkinkah aku akan terbawa ke alam gaib seperti yang orang-orang pernah ceritakan? Bulu kudukku merinding, badanku terasa dingin. Tapi percuma panik sekarang, aku mencoba mengingat doa-doa yang diajarkan Simbah dulu, sial, lupa semua! Aku berusaha agar tidak panik. Hampir tanpa sadar, aku meraih sebatang rokok, kunyalakan perlahan dan kuhisap dalam- dalam untuk mengusir tegang.
"Cak, kok bisnya bau kemenyan?" Penumpang di sebelahku mendadak menutup hidung, menatap lurus seakan menembusku dan bertanya pada kenek yang berdiri di pintu belakang.
"Gak papa Mas, kadang memang suka tercium bau kemenyan. Katanya dulu di Janti situ pernah ada penumpang lagi nunggu bis meninggal ditusuk waktu ribut sama preman, kalo malem Jumat Kliwon kayak sekarang ini katanya dia suka ikut naik bis. Kasian, mungkin matinya gak tenang."
Aku termangu, dan bis terus melaju....
gw nanya lik....cerita yang ini sekedar cerita linier atau ada twistnya ......siapa tau ada twist yang gak gw tangkap
Aku Kowalvski, psikiater dari Rusia. Kali ini aku mendapat klien anak-anak, sungguh aneh memang jika aku memiliki klien bocah kecil seperti ini. Terlebih lagi dia datang sendiri ke rumahku. Sungguh aneh memang, tapi aku bisa mengatasi itu...
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Redt" jawabnya singkat.
Dia menjawabku, ya dia menjawab pertanyaanku tanpa tunggu waktu. "Kenapa kau pergi dari rumah?"
"Aku tidak menyukai mereka"
"Mereka? Siapa mereka?"
"Orang-orang di rumahku"
"Apakah kau mendapat tekanan dari orang di rumahmu?"
"Kadang"
"Lalu apa yang membuatmu pergi dari rumah?"
"Mereka tidak memperhatikanku sebagai anak, tuan."
Betapa malangnya anak ini, anak kisaran 6 tahun ini datang ke rumahku, sendirian tanpa orang tuanya. "Baiklah Redt, aku akan mengantar kau ke rumahmu"
"Kenapa kau ingin mengantarku?"
"Kau seorang anak kecil, Redt ! Orang tuamu pasti akan mencarimu !"
"Mereka sudah melupakanku sepenuhnya, mereka tidak akan ingat apa yang telah mereka lakukan kepadaku"
"Ayolah, kita kembali ke rumahmu"
"Baik jika kau memaksa, tuan. Aku akan mengantarmu kepada mereka"
Aku mengantar Redt ke rumahnya, diperjalanan Redt menceritakan betapa kejam orang tuanya dalam mendidik dirinya. Redt sudah tidak tahan, makanya dia pergi dari rumah. Tapi kenapa dia harus ke rumahku? "Ini rumahku" Redt mengacungkan jari ke arah rumahnya. Kamipun masuk ke dalam. Ada yang aneh di dinding, dinding itu bertuliskan "Mark and Marie was here"
"Apa maksud tulisan ini Redt?
"Itu kenang-kenangan dari orang tuaku" Jawabnya sambil tersenyum
"Mana orang tuamu? Aku ingin membicarakan hal ini baik-baik kepada orang tuamu"
"Mereka sedang pergi, aku akan mengantarkanmu ke mereka"
Ada misterinya kok, mas @cloverxander
Ayo lebih jeli lagi, hehehe. Kalo udah bener2 nyerah nanti loly kasih tau
Aku bekerja sebagai programmer di perusahaan Multimedia, karena jarak antara rumah dan kantorku sangat jauh jadi aku harus berangkat ke kantor setiap pukul 4 pagi dan kembali ke rumah pukul 10 malam. Rumahku berlantai 3 dan saat ini hanya aku dan anaku yang menempati di lantai teratas, Ketika aku pulang dan lekas mandi anaku berteriak memanggilku, setelah kudatangi ternyata anaku kaget karena ada monster di jendela, saat kubuka jendelanya ternyata itu adalah hanya dahan pohon, akupun menenangkan anaku lalu ke kamar tidurku, menutup semua jendela dan tidur. Tetapi baru saja sepuluh menit terlelap kembali aq terbangun karena anaku memanggil kembali bahwa ada moster di jendela, akupun membuka jendela dan memang hanya ada dahan pohon disana, mungkin ini yang dilihat anaku sebagai monster, pikirku, dan aku langsung memasang gorden yang tidak bisa dibuka agar anaku tidak melihat ranting itu lagi. Akupun kembali ke kamarku dan kulihat ternyata memang dahan pohonnya sudah mencapai jendela, besok akan kutelepon tukang kayu untuk menebangnya, ucapku dalam hati. Esoknya aq hubungi penebang kayu temanku untuk menebang pohon di rumahku, dua jam kemudian temanku meneleponku bahwa semua pohon besar yang hanya berjarak 50 meter di belakang rumahku sudah ditebang, akhirnya nanti malam aku bisa beristirahat dengan tenang, ucapku.
waktu itu menunjukan pukul 22.15, mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. aku bergegas menuju kamar mandi membersihkan kaki dan tanganku sepulang dari kantor. beberapa jam kemudian alarmku berbunyi menunjukan pukul 03.35 seketika langsung kumatikan alarm tersebut dan melanjutkan untuk tidur. keesokan paginya jam telah menunjukan pukul 07.10. aku terlambat pikirku, bergegas aku ke kamar mandi tapi air limbah buangnnya tersumbat sampai membanjiri lantai kamarku, aku menumpahkan kopi yang telah aku buat, aku menyenggol vas bunga, dan hampir menginjak kacamataku sendiri. pukul 07.35 aku berangkat dan tiba dikantor pukul 08.10. dan ternyata kantorku ditutup karena sebuah insiden pembunuhan di gudang belakang kantor. Huufftt, syukurlah. Padahal aku udah was was. Aku pun memutuskan kembali pulang dan membersihkan bekas noda kemerahan yang ada di lantai kamar mandi.
aku Terlahir dalam keluarga yg mandiri yah aku selalu diajarkan keluargaku untuk melakukan segala sesuatu sendiri,, kebiasan inipun kubawa sampai akhirnya aku menikah, aku ajarkan istri dan anakku untuk selalu hidup mandiri disamping menjadi tidak malas bisa juga menghemat keuangan, karena kebiasaan mandiri ini aku selalu bekerja keras dan keluargaku bisa kuajak kerumah baru yg aku beli berkat kerja keras dan kebiasaan mandiriku. Ya,, rumah baru kami cukup besar namun harganya cukup murah "beruntung sekali aku" gumamku, memang rumah baruku kesannya cukup menakutkan tapi aku tidak peduli dengan sedikit perubahan pasti rumah ini menjadi lebih baik, pikirku. Setelah beberapa hari kepindahan kami, aku dan istriku dikagetkan dengan perkataan anakku. "pah katanya dirumah ini ada hantunya yah" kata anakku. Aku tidak percaya aku pikir anakku hanya ketakutannya saja, "tidak ada hantu nak, emang rumah kita cukup serem tapi nanti klo sudah kita rapihin pasti gak serem lagi". "Tapi beneran pah" kata anakku seakan meyakinkanku. istrikupun bertanya "kamu tau dari siapa nak?". "dari pembantu rumah disini mah." Aku tertawa terbahak-bahak menyikapi betapa polosnya anakku ini. Namun tawaku terhenti, lalu aku terdiam sejenak dan tanpa pikir panjang aku langsung berkata "anakku, istriku ayo kita bereskan barang2 besok kita akan pindah."
spoiler : yg yg paham bahasa Jerman silakan gunakan google translate, beberapa kosa kata menggunakan bahasa Jerman agar semakin membuat penasaran
Inggris 2010. Suatu hari ada dua wanita yang bersahabat masing-masing namanya Julie dan Katherine. Kebetulan mereka sedang tidak punya pacar, jadi mereka memutuskan untuk berlibur bersama ke Jerman tepatnya di kota Dresden. Dresden sungguh merupakan kota yang indah, banyak pula wisatawan asing dari luar Eropa bahkan. Pada hari pertama, mereka berdua pergi ke beberapa monumen bersejarah disana seperti Dresden's Altstadt. Untungnya, Julie mampu berbahasa Jerman sehingga tidak sulit bagi mereka berkomunikasi dengan orang disana. Orang Jerman memang kurang menyukai bahasa Inggris.
Hari menjelang malam dan mereka memutuskan untuk kembali ke hotel melalui area Neustadt. Di perjalanan pulang, terlihat oleh Julie sebuah pemakaman tua. Julie penasaran dan kemudian mengajak Katherine untuk pergi melihatnya sebentar. Katherine sedikit keberatan, namun akhirnya mengiyakan ajakan Julie. Sesampainya di depan pemakaman tua itu terlihat Gerbang yang tertulis: "Alter Judischer Friedhof". Mereka berdua mencoba melalui Gerbang tersebut, lalu berjalan melihat ke sekeliling pemakaman itu. Tempatnya sudah lama tidak terurus. Ketika itu sampailah mereka pada batu nisan yang cukup "unik". Batu nisan itu bertuliskan:
"Henriette Moosbach verurteilt zum tode durch den strafgericht in 1776 gekopft wegen mord an elf frauen"
Hari sudah semakin gelap, akhirnya mereka
memutuskan untuk pulang kembali ke hotel. Tak jauh sekitar 300 Meter dari tempat itu ternyata ada 'Neustadt traditionellen markten' yang buka pada malam hari. Beberapa stall ada yang menjual pakaian, makanan, minuman, dan tentunya 'Bratwurst' yang lezat. Selain itu, ada juga tenda kecil di pojok markten yang letaknya cukup terpencil. Mereka menjadi penasaran karena dekorasinya yang cantik dengan suasana tradisional Jerman. DI luar tenda itu berdiri seorang wanita tua dan di atasnya tenda itu ada papan nama bertuliskan: "Kostenlos psychische messwerte". Julie langsung saja antusias ingin masuk karena ia amat menyukai hal hal yang berbau horoskop, ramalan, dsb. Namun Katherine menolaknya dan hanya ingin menunggu di luar, sehingga Julie pun masuk bersama wanita tua itu. Katherine merasa sepertinya tidak akan lama, oleh karena itu ia berpikir lebih baik mengitari 'markten' ini.
Aha, Katherine mencium wangi 'Bratwurst' yang begitu lezat lalu ia membelinya. 'Zwiebelbrot' dan 'Kasekuchen' pun menarik perhatiannya dan tanpa pikir panjang langsung dibeli olehnya. Pikirnya mereka akan menikmati makan lezat di hotel. Sekitar 20 menit kemudian Katherine merasa Julie begitu lama, lalu ia melepon Julie namun ponselnya tak aktif. Akhirnya ia memutuskan kembali ke tenda kecil itu. Sesampainya disana ia memanggil Julie, namun tiada jawaban juga. Masuklah Katherine ke tenda dan dilihatnya segumpalan cairan merah seperti kolam merah yang baunya amis. Ahh, ternyata itu darah dan Katherine langsung berlari keluar. Anehnya darah itu semakin banyak mengalir keluar. dan membanjiri kaki Katherine. Dia melihat ke sekelilingya, penjual di stall markten melihat ke arahnya dan tersenyum dingin. Katherine semakin ketakutan dan langsung berlari tanpa peduli dengan barang bawaannya. Ia berlari tak tentu arah dan ingin secepatnya menjauhi markten yang menyeramkan tersebut.
Setelah lama berlari, Katherine akhirnya kelelahan dan memperlambat langkahnya. Ia merasa sudah cukup aman sekarang dan mngambil nafas sebentar. Namun alangkah terkejutnya ia ketika yang ia lihat dirinya kembali berada di "Alter Judischer Friedhof"..lagi.. Dan ia kembali melihat batu nisan yang "unik" itu lagi: "Henriette Moosbach" Katherine memang tidak mengerti dengan jelas bahasa Jerman namun yang membuat ia semakin merinding ketakutan adalah tulisan:
"verurteilt zum tode durch den strafgericht in 1776 gekopft wegen mord an zwolf frauen"
Belajar untuk menjadi seorang dokter benar-benar memerlukan kerja keras, tetapi aku mendapatkan nilai sempurna pada tes otopsi pada hari Jum’at lalu. semua itu berkat bantuan dari teman sekamar saya. Aku berharap dapat berterimakasih kepadanya, tetapi dia sudah tidak bersama kami lagi. RIP Jacob.
Malam itu aku pulang telat, lumayan lama juga telatnya, walaupun sebelumnya aku memang telah izin kepada isteriku karena ada pertemuan diluar dengan klien. Cape, lelah, ngantuk rasanya sudah tak tertahankan. Sesampainya dirumah, kuparkir mobil di garasi lalu segera menuju pintu depan. Tok tok tok, berkali-kali kuketuk pintu tapi tak juga dibukakan, mungkin isteriku terlalu lelap atau apalah. Sebenarnya, bisa saja aku lewat pintu belakang, tapi jalan menuju kesana tidak ada lampu, gelap dan menakutkan. "Ah kutunggu saja isteriku membuka pintu sambil duduk-duku di bangku teras, hawanya sejuk sekali, apalagi dengan tubuh seletih ini..." Tiba-tiba kudengan suara orang berjalan menyeret sesuatu dari arah belakang rumahku "Ah aku sangat lelah, hampir saja aku pulas jika tak mendengar suara itu" aku segera bangun dan coba mencari tahu...
Siapa itu? seperti isteriku.. apa yang dia bawa itu, gelap sekali sehingga aku tak jelas melihatnya... Sejak kejadian itu, isteriku tak pernah lagi menegurku, saat di meja makan, saat tidur, atau saat menonton tv dia tak pernah menegurku, saat kusapa pun dia cuek saja. Sampai aku merasa benar-benar marah, kubanting gelas yang ada di meja hingga pecah, dia terlihat sangat ketakutan, lalu dia pergi melapor polisi dan lebih memilih tinggal di penjara daripada bersamaku di rumah ini. Apa aku begitu kejam? entahlah, yang pasti sudah tak ada seorangpun yang tinggal dirumah ini, aku sangat bersedih dan kesepian... Aku ingin pindah ke rumah baru, yg lebih kecil. Tapi aku tidak bisa pindah seorang diri. Maukan kalian membantuku?