It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
biar bisa berjalan dengan normal lagi tanpa tongkat
ternyata bang sudi suka sama rusli.
kangen bang jasri deh
Kembali kita bertemu nih dan saatnya aku menyapa rekan pembaca budiman, selamat malam semua.
Selesai beraktivitas aku langsung lanjutkan memoles naskah kisah kehidupan adek kita Rusli dan orang-orang yang mengitari hidupnya.
Biar enak membacanya, ini aku flashback kan bagian terakhir cerita yang berlalu, adalah ketika Rusli serius melaksanakan aktivitas sekolah setelah mendapat perawatan dengan embun pagi di rumput hijau oleh bang iLyas. Semoga bang iLyas adalah orang baik, cukuplah rasanya Rusli dimainkan nasib. Sekarang waktunya untuk Rusli berbenah diri menyongsong masa depan yang lebih baik, amin...
p.o.v dari Rusli
wah mau berucap selamat malam lagi nih om, tante, kakak, abang, mas, mbak, dan teman-teman, apa kabar semua ? semoga selalu baik ya dan tentunya bahagia.
kita mulai dari mana ya, hmmm om eton-Turney sudah beri prolog yang sadis ckckck itulah keahlian om eton-Turney koko Tsunami dan koko Gabriel ketawa tuh.
Pelajaran sekolah di SMA satu kota Jambi mengalir lancar, guru menerangkan serasa legit renyah senyum-senyum, hmmm tapi pada dasarnya inilah guru-guru yang terbaik se Provinsi Jambi. Iyalah beda sekali dengan guru-guru waktu SMP di dusun dulu. Mulai masuk kelas X hingga kelas XI ini aku kuasai pelajaran dengan baik dan sangat serius untuk sebuah senyum di bibir papa Ridwan dan nenek. Selayaknyalah meski mereka selalu berkata, yang santai saja Rus, ingat kondisi fisik kamu, padahal dengan prestasi ini, maka mereka ada bahan omongan untuk relasi bahwa ada anak yang dibanggakannya. Papa Ridwan tentunya mengerti sekali cara meningkatkan prestasi belajarku di sekolah dan tentunya pembaca yang budiman masih ingat upaya papa Ridwan dan Bapak dalam mematahkan kesombongan Nanda masa SMP di dusun dulu, dan setelah itu aku bisa mengguli Nanda. Aku bimbel Sabtu dan Minggu saja (mengingat kondisi paha dan kakiku) pada pusal bimbel bermerek gajah yang sudah tersebar di seluruh Indonesia, dan sekali Rabu siang, di lantai satu rumah nenek, aku belajar private dengan mahasiswa Unja.
Akhir kelas X dulu dengan mengucap syukur, aku termasuk yang mewakili provinsi Jambi untuk olimpiade matematika. Kebetulan hanya satu saja yang terpilih dari SMA 1 kota Jambi. Namun kami kalah oleh utusan dari kota Padang, Medan, dan Palembang. Di pulau Sumatera masih kota itu yang mendominasi kekuatan matematika. Kelas XI ini aku bertekad untuk lebih maju dalam berkompetisi, minimal aku sudah berpengalaman degan soalnya dan lika-liku cara penyelesaiannya.
Jam pulang ini, aku telah membayangkan untuk mengajak uwo ke warung makan favorit uwo di bilangan pasar angso duo heheheh tapi emang enak, beda dengan resto-resto besar itu. Aku ada niat mengajak ini, karena nenek tidak bicara apapun tentang menu hari ini di rumah, hari ini nenek sibuk mengatur anak buahnya.
Di koridor menuju pintu keluar sekolah aku berpapasan dengan rombongan cantik, tenaga honorer admin sekolah yang gaul di SMA kami, di matanya terlukis duit
"eh ada Rusli. Sudah lumayan cepat ya kamu menggerakkan tongkatnya" kata salah seorang kelompok itu
"iya kak" jawabku dengan sopan tapi pendek
"Aku kenal Jasri, katanya dia anak Pak Ridwan. Tapi Pak Ridwan tidak pernah tuh antar jemput dia" kata dia lagi
"kurang tau kak" aku akan menghindar jika diajak menggosipkan orang seperti ini
"kok kurang tau ?" desak mereka
"aduh, kakak tanya saja dengan baik sama Bang Jasri ya" saranku
"kamu anak kesayangan pak Ridwan ya ? tuh pak Ridwan sudah menunggu di ruang kepala sekolah" informasi dari mereka
"bukan kak, aku bukan anak pak Ridwan. Aku ke ruang kepala sekolah dulu ya kak" aku minta permisi
wajah mereka berkerut memimikirkan jawabanku, lalu mereka senyum. Difikirnya pasti aku bercanda dan itu adalah jawaban guyon, kalau pak Ridwan begitu, mana mungkin bukan anak kesayangan, hmmmmm belum tahu mereka, dan tidak akan pernah tahu rahasia risalah hati papa Ridwan.
Tertatih aku berjalan sambil mengingat dalam gaungan suara kakak tadi, dari hati yang terdalam, aku rasakan papa Ridwan memang sayang padaku seperti Bapak dulu menyayangi papa Ridwan. Aku akan lebih banyak belajar serius bagaimana menjadi orang baik hingga bisa membayar rasa sayang yang diberikan papa Ridwan.
Jika nenek, uwo, dan papa Ridwan harus menghadap yang kuasa, pada pundakkulah semua urusan kejayaan mereka bisa berlanjut.
Apa aku sanggup ya Allah ?
Apa yang telah papa Ridwan siapkan untuk melawan kak Nisa dan keluarganya ?
Apa nanti aku juga diwarisi urusan dengan orang dengki yang maha berat seperti ini ?
Tolonglah ya Allah
Dari kejauhan, sudah terlihat senyum pak kepala sekolah, wakil kepala sekoolah, dan papa Ridwan
"assalamu'alaikum" sapaku
"alaikum salam Rusli" jawab pak kepala sekolah dan papa Ridwan
"katanya papa mau ke Kuala Tungkal" kalimatku dengan pelan pada papa karena aku mengharapkan uwo lah yang mengajakku makan siang di warung nasi favoritnya
"ado bisnis dengan bapak kepala sekolah, mau tau saja kamu" candaan papa Ridwan
"heheh, wan, ini anak kau lah terpilih lagi mewakili Jambi untuk olimpiade matematika" kata pak kepala sekolah
"repot pak, harus berlama-lama pula di Unja sana, cukup lah tahun kemaren saja" sergah papa Ridwan
"kapan lagi Propinsi Jambi unjuk bakat pa, sudah saatnya ini pa" kalimatku dengan santun
Pak wakil kepala sekolah senyum sembringah dan tertarik nimbrung padahal dari tadi beliau diam saja
"Pak Ridwan, uang nomor satu, itu pasti. Tapi prestasi akademik kadang juga menghasilkan uang hehehh" filosofi dari pak wakil kepala sekolah dan yang ini kebetulan belum pernah aku dengar.
"yolah... tapi anakku kalian lihat sendirilah ini ! mohon tidak dipaksa" permintaan papa Ridwan
"aman pa, aku yang mau kok" balasku
"insyaAllah, semua lancar" harapan pak kepala sekolah
dalam mobil perjalanan pulang
"Rus, gimana hari ini ?" tanya papa Ridwan
"pa, gabus penyangga di tangan ini bisa diganti ga pa?" tanyaku pada papa Ridwan sambil melihatkan tongkat yang ku pakai
papa mengamati dengan seksama, terlihat gabus itu sudah menipis ...
"oh Rusli, sudah bertahun juga tongkat ini, papa lupa" sambil melihat tangan ku yang menyangga tongkat itu
"iya pa" jawabku
"bisa Rus, nanti pak Hamid mengurusnya" jawab papa Ridwan
kemudian papa Ridwan berbicara dengan pak Hamid yang dengan pelan sekali menyetir mobil
"Pak hamid, bagaimana ya dengan tongkat ini ?" kata papa Ridwan
"bisa diganti kok pak gabusnya" info dari pak Hamid
"beli yang baru sajalah pak Hamid" perintah papa Ridwan
"baik pak" persetujuan pak Hamid
mobilpun pelan namun pasti terus melaju menyisiri kota Jambi hingga ke ke sebuah jembatan yang sangat panjang membentangi sungai batang Hari, di tepinya ada sebuah rumah besar yang damai, dan ...
... akhirnya, kami kembali masuk dalam rumah orang tua papa Ridwan. Seperti yang sudah aku ceritakan, rumah itu besar ada puluhan karyawan yang sibuk dengan pengolahan minyak sawit.
"Assalamu'alaikum" sapa kami
"alaikum salam, mari langsung makan yo Rus" ajak nenek
"wkwkwkw, aku kok ga ditawari" sergah papa
"tumben kau mau makan siang ! biasanya kelayapan kemana, aku samo cucuku saja terus yang makan siang" marahnya nenek
"hehe nek, papakan kerja. Ayo kita makan" dah laper sekali ini. Di sekolah aku tidak pernah sekalipun ke kantin, disamping rame, aku malu jika disoraki lumpuh dan pincang. Jadi yaahhh kadang uwo membekali dengan roti. Tidak apalah, sekolah bagiku hanya kelas dan laboratorium. Tidak bisa lari-lari pelajaran olah raga dan tidak bisa menari-nari pelajaran kesenian. Mungkin pas kuliah nanti aku kembali sembuh, bisa seperti anak kebanyakan, amiiinnn ya Allah. Kok jadi sedih gini yah, padahal mau makan sama nenek dan papa Ridwan.
Di meja makan terlihat senyum uwo yang begitu manis menata meja. Adik nenek yang satu ini begitu setia. Yang diurusnya hanya nenek dan papa Ridwan, sekarang tambah satu yaitu aku. Namun uwo selalu ikhlas. Kehebatan uwo sudah tidak aku ragukan lagi. Uwo datang dan menghilang tiba-tiba sudah tidak membuatku takut. Papa Ridwan nih yang selalu membuat uwo repot harus menghilang-hilang begitu.
"uwo" sapaku pelan
"apa Rus ?" tanya uwo
"tadi aku pengen ke warung nasi langganan uwo, eh papa yang jemput" kataku
"wahahaha... gitu masalahnya ?'" papa ketawa lebar
"napa pa ?" aku heran
"uwo yang nyuruh jemput kau" kata papa
"iyo Rus, heheh aku tidak tega lihat kau bertongkat-tongkat di pasar, ketemu si Jasri lagi ntar" kata uwo
"apo Jasri .... ???" nenek dan papa Ridwan tersentak
"aihh sekali saja kok, sudah tidak, nah papa dan nenek yang sabar ya, uwo keceplos saja" kata ku dengan super damai
dan mereka bernafas kembali teratur
"maaf... iyo sekali saja ! makanya aku dak mau kesana lagi" kata uwo
"hmmmm kok uwo tahu apa yang ku fikir ?" tanyaku heran
"walaaahhh uwo ditanya !!! ayo Rus makan yo" ajak papa Ridwan
saat makan
"mana yang enak Rus, warung nasi di angso duo tu atau makan siang kita ini" uji nenek
"enak ini nek" jawabku jujur
"ngapa kau mau ke warung nasi itu ?" tanya papa heran
"tadi tidak ada perjanjian bahwa nenek mau masak" jawabku
"heheh ... kalau aku tidak sempat, uwo kan bisa menggantikan" keterangan nenek
hmmmmm kasihan juga bang Jasri, materi masih berlimpah untuk dia, tapi perhatian tidak sama sekali. Sepintas ku lihat bang Jasri masih berlaku sebagai anak kuliahan yang kaya, uang yang dikasih papa tidak ada artinyalah dibanding penghasilan keluarga ini. Misal mamanya bang Jasri berprilaku baik, tidak jelalatan pada selingkuhannya, ya tapi ya sudahlah, tambah dosa saja mengingat bejad nya perbuatan mama bang Jasri. Mungkin dia menunggu uwo untuk bertindak, mau merasakan sesuatu pembalasan seperti itu ...
p.o.v dari JASRI
Pembaca yang baik hati, mohon tidak dikritik ya isi hatiku ini.
Aku mungkin akan disangkutkan dengan dokter Nisa dan mamaku serta si sombong Nanda. Aku tidak membela diri, yang penting Rusli tahu bahwa aku bukan seperti mereka.
Sekarang Rusli sudah semakin mendekat, dalam artian satu kota Jambi, meski demikian serasa jauh.... untuk digapai. Begitu terjal tebing menghadangku untuk sekedar melihat wajah Rusli.
Seperti yang pembaca ketahui, dulu kami sering bernyanyi berdua dan menyelesaikan PR Rusli. Sering juga berperahu menyeberangi penduduk bahkan mencari buah manggis dan buah durian berdua di kebon-kebon dekat rumah bapak Rusli.
Semenjak kak Nisa dan mama menyatakan perang terbuka pada Rusli, papa Ridwan menendang kami dari kehidupannya.
Dua tahun yang lalu, saat berpapasan di restoran simpang raya, aku diultimatum jangan pernah memanggilnya papa lagi.
Sejak saat itu resmi ku panggil dia pak Ridwan.
Padahal lebih dari sebelas tahun aku diasuhnya dan diajarkanya bergitar, menetes air mata ini.... mengingat jasa baik pak Ridwan.
Tiga tahun yang lalu, mama kembali menempati rumah besar pak Ridwan di dusun kami tempat kami dulu tinggal, karena mama kehabisan uang untuk berobat !!!!! rumah di muaro Tebo telah terjual untuk berobat, maka papa Ridwan mengizinkan dia tinggal kembali terserah entah sama suami haram yang lain
aku tidak peduli !
Menurut penduduk, sakit mama akibat perbuatannya sendiri dibalas orang ! aku lihat sendiri makanan yang dikirim mama adalah untuk membunuh pak Ridwan dan Rusli, wajar dia mendapat balasan
Kalau boleh aku pinta, aku ingin adik seperti Rusli bukan si Nanda !
Sekarang Rusli sudah semakin besar, semakin cakep, semakin enak dipandang mata apa lagi orang-orang mendengar suara bening Rusli jika menyanyi. Meski menggunakan tongkat, tidak mengurangi pesona yang dimilikinya, sebagai anak yang pintar dan baik hati.
Urusan hati .... aku sudah dua kali diputuskan oleh teman cewek terbaik, karena terkesan alu lebih serius mengurus gitar dan perkuliahan dari pada memperhatikan mereka. Akan kucari yang lain, tapi Rusli kembali ada berdekatan-tapi-jauh di kota Jambi. Masih bingung ini pembaca, apa yang harus kuperbuat, semua tidaklah mudah !
Sekarang aku sudah masuk semester 4 di Kedokteran Unja. Kedokteran ini masih relatif baru di Provinsi Jambi, dulu aku berniat mengambil Ekonomi, tapi setelah tidak ada kesempatan mengurus bisnis pak Ridwan, aku terpanggil untuk melawan kak Nisa ! kalau bisa, tentunya mengobati mama ! biar mereka sadar. Maka aku ambil kedokteran.
Sudah bertahun-tahun aku di kota Jambi, tapi aku tidak pernah disapa oleh nenek dan uwo, iya karena aku tidak ada berhubungan dengan keturunan pak Ridwan.
Sedikit banyak aku dengar dari mama, bahwa Bapak si Rusli yaitu pak Mansur begitu penting posisinya pada usaha keluarga pak Ridwan, aku fine-fine saja jika Rusli lebih di sayang pak Ridwan, dari dulu sejak Rusli masih kecil aku sudah melihat perhatian pak Ridwan pada Rusli.
Aku tidak berharap yang lain,
Alhamdulilah pak Ridwan masih menyupor uang yang berlimpah, hingga aku tetap semangat menyelesaikan studi ini.
Aku juga selalu berdoa agar Rusli kembali sehat, terhindar dari orang jahat dan busuk hati dan Rusli bisa lebih mengembangkan usaha keluarga pak Ridwan di kemudian hari.
Hingga saat ini aku belum berfikir untuk melintasi Tebing Terjal yang dibentang oleh nenek dan pak Ridwan untukku sekedar menyapa, apa kabar Rus ?
entah besok ! saat aku sudah menjadi orang sukses, saat itu aku bergitar hanya untuk Rusli dan selanjutnya aku dapat mendengar suara beningnya mengalun syahdu.
Bersambung ...
Izinkan kisah ini berlanjut ya :
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant
iya kangennya sudah dijawab tuh Bro @balaka
Ada sejarah yang lucu masalah akun yang sulit dibuka, bisa tanya sama koko Tsunami apa kejadiannya aku emang suka tipe2 Jala, jadi aku begitu bersemangat mendapat kisah ini, hingga rela ke Palembang, asik sih ada yang mau menemani ke Palembang, di akhir cerita dia mundur eh Ton aku ke Bandung jadinya weekend ketemu neng geulis hehehe siapa itu ?
Aduh ikut prihatin ya Bro, yang sabar , dan maaf kalau kisah ini buat Bro teringat memori tentang Ibu, tapi ini kisah Rusli Bro. Semoga Bro bahagia selalu
keep writing ts..
Sudah terjawab ya Bro dalam ceritanya yang barusan
Lupakan deh koko mpek2 city nya, bagi koko Bandung adalah segalanya hehehe
emang bneran ada yg bgituan yah????