It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
cobaan dan musibah membuat orang menjadi lbh dewasa.
mamaknya tega bgt.
tapi kok belum di lanjut....
Maaf benaran para pembaca budiman. Mengingat terbatasnya waktu, baru saat ini aku sempat melanjutkan tutur kisah Rusli dan orang-orang yang mengitari hidupnya.
Lambat namun pasti, beberapa kejadian mengarah kepada tendensi bahwa hidup Rusli tidaklah menyenangkan. Sungguh berat ditinggal Bapak, dan sikap mamaknya yang terkesan kurang belas kasih.
Menurut pengakuan Rusli, sikap mamaknya ini bertujuan untuk membentuk Rusli agar tidak menjadi anak manja. Namun menurutku Rusli sesungguhnya anak kecil. Pada usia begini, kasih sayang sangat diperlukannya dalam melanjutkan kehidupan.
Sekarang podium kita serahkan pada Rusli untuk bercerita.
Orang bijak berkata, dalam sulit, akan ada setitik terang di ujung sana. Yang penting Rusli harus semangat,
Rusli ......
p.o.v dari Rusli
Selamat siang om, tante, kakak, mbak, dan teman-teman
Bertemu lagi dengan aku.
Pada cerita yang lalu. aku kisahkan bahwa mamak begitu menyayangi adiknya (pak etek) sehingga rela melakukan semua pekerjaan untuk modal berjudi pak etek. Seandainya mamak membangunkan aku subuh-subuh tadi, aku akan mengubah keputusanku, aku pasti akan menolong mamak bekerja membersihkan kebon.
Mamak ternyata tidak main-main dengan sikapnya malam tadi sehingga aku tidak tahu kapan mamak berangkatnya.
Kebon daerah mana dan sebelah mana ? daerah ini begitu luas....
dan hatiku merasa gamang
Pagi-pagi begini biasanya aku mendengar Bapak membaca Al'qur'an dengan suara yang merdu. Beberapa bulan berlalu, suara itu hilang. Karena Bapak sudah masuk alam kubur.
Mungkin pagi ini sekiranya aku bisa mendengar suara bang garin mushola membaca Al'quran.
Aku langkahkan kaki ini menuju mushola sekedar bersandar di bahu abang itu, cukuplah bagiku.
Ketika mendapati mushola, ternyata juga sepi ...
pintunya terkunci
kemana abang garin itu ?
tuk... tuk...tuk terdengar suara cangkul pada tanah yang berair
suara itu terdengar dari arah samping mushola yaitu rumah Wulan
"assalaamualaikum Pak" sapaku
"wailakum salam Rus, mencari bang garin ya Rus ?" jawab Bapak si Wulan
"Iya pak, sekiranya Bapak melihat" aku menanggapi perkataan beliau
"habis sholat subuh, dia pamit mau ngajar ngaji di muaro Tebo" kata beliau kemudian
Semua orang sibuk dengan aktivitas di hari libur ini ...
Dalam menyusuri jalan menurun ke arah tebing, air mataku juga menurun menyusuri pipiku
Saat ini aku butuh Bapak
Namun langkah ini terus ku kayuh hingga menuju tangga tebing
dan kaki menyentuh tepi sungai
Terlihat perahu melaju pelan dari tengah sungai menuju tepi dimana aku berdiri.
Dari sini ku rasakan angin yang membelai rambutku,
apakah ini tangan Bapak ?
Sudah saatnya aku ikut Bapak dan aku ingin menemani sepi Beliau di alam kubur, biar aku dan Bapak sama-sama sepi.
Tidak lama kemudian, abang karyawan papa Ridwan yang mengemudikan perahu Bapak sampai juga di hadapanku.
"Rus, kok menangis begitu ? kan sudah janji ga boleh menangis lagi" kata karyawan papa Ridwan itu
"iya bang, ini sudahan. Aku akan diam" aku seka air mata ini dan berusaha senyum pada abang itu dan beberapa penumpang. Namun tatapan mereka mengisyaratkan bahwa mereka paham bahwa aku sedang bersedih.
Ketika tiba di tebing sebelah rumah papa Ridwan, abang itu tidak segera melanjutkan meski sudah ada penumpang yang lain.
Akupun bersegera melanjutkan perjalanan
"Rus, nak kemano ? pak Ridwan subuh-subuh lagi di muaro Tebo lelang karet. Mungkin sudah balik" kata abang itu
"aku mau ke rumah nenek bang" jawabku
"ke muaro Tembesi ? idak baik berjalan dengan perasaan sedih Rus" nasehat abang itu lagi
"aku mau ketemu nenek bang" alasanku yang kuat
"yolah, hati-hati Rus" kata abang itu
"aku jalan dulu yo bang" pamitku
Hingga langkahku berhenti di kios bang Sudi
kios itu tertutup,
pagi-pagi hari libur ini biasanya penduduk asik di kebon
aku berdiam disana dan duduk sendiri menunggu bus yang dari arah muaro Bungo menuju kota Jambi, dan biasanya kami boleh minta berhenti di muaro Tembesi. Hingga waktunya, naik ke dalam bus itu, aku bersiap menuju rumah nenek. Kalau tidak banjir begini, jalan mobil akan lancar dan tidak butuh waktu lebih dari satu setengah jam.
Para penumpang kelihatan letih dan tertidur dalam deru bus dan angin semilir dari kaca jendela yang meniup-niup mata agar mengantuk. Namun mataku tidak mengantuk dibuatnya, hanya mataku yang tadi basah sekarang sudah kering tertiup angin.
Turun dari bus, aku menuju kios sepupu Bapak
Aku berucap untuk menyapa beliau
"assalamualaiku etek" sapaku
"alaikum salam Rus, ado apo nih ? jalan hari libur yo Rus ?" jawab beliau
"iyo tek, oooooooo" aku nejawab terkesima melihat wajah nenek yang muncul dari balik badan etek
"ooo nenek" aku menghambur ke pelukan nenek sambil salaman
"aiii cucu aku, lah kangen nian" seru nenek
"hmm nenek lah rapi, mau kemana nenek ini ?" tanyaku
"hehehe kemaren sore, adik mamak kau minta duit sama aku, dan nenek kau marah-marah karena aku ngasih duit" jawab etek
aku terkesima
terdiam juga
"tingkahnyo lah kelewat batas Rus, idak ado orang selamat dari kecanduan judi" sergah nenek
"sabar nek, jadi nenek mau kemana ini ? aku mau ketemu nenek ini malah pergi" kataku
"ke rumah kakak mamak kau" sergah nenek yang kemudian sudah dituntun oleh seseorang menuju mobilnya. Aku kurang paham itu, mungkin sepupu jauh dari Bapak, masih sedulur nenek itu lah
aku dan etek terdiam
"ado apo yo tek ?" tanyaku
etek ngankat dua bahu ....
"nenek kau paling dak suka samo orang seperti adik mamak kau" jawab etek
"aku kurang paham tek" kataku untuk mengelak dari kesan ikut campur urusan orang tua
"yolah Rus, aku nyusun barang yang tiba ini dulu yo Rus, kau ke rumah lah ! aku tadi masak goreng pisang ketan-kelapa parut" kata etek
"iyo etek" persetujuanku rasanya sudah lama aku tidak makan itu, pasti enak
Hanya berjalan 5 menit menyeberang jalan dari pasar muaro Tembesi ini menyusuri rumpun pohon kelapa, aku dapati rumah nenek
sebuah rumah yang telah membesarkan Bapak mungkin juga papa Ridwan, aku kurang tahu. Nenek dan papa Ridwan lah yang tahu.
hmm tapi mengapalah pak etek itu begitu ? masih kurang duit kakaknya, sekarang dia minta duit etek. Sudah berkali-kali masuk penjara tidak jera juga. Pak etek sepertinya ga mempan dengan undang-undang dia menunggu hukum Tuhan.
Aku terdiam dalam sebuah rumah kayu yang besar
warna kayu itu sudah kehitaman pertanda sudah dimakan zaman
namun isi di dalamnya bersih indikasi dari isi hati orang-orang di dalamnya yang rajin sholat.
Kemudian aku mencoba goreng pisang bikinan etek, dan
enak sekali, empuk, legit, dan manisnya pas, tentunya ini pisang yang tidak terlalu matang. Karena tidak lembek
namun aku tidak mengenal jenis pisang apa ini, karena baru kali ini aku makannya.
Sambil menenteng piring berisi goreng pisang dan ketan-kelapa parut itu, aku menuju kamar tengah
terlihat banyak baju etek yang terlipat rapi di di atas kasur, mhmmm ini kamar etek. Dan aku terus melangkah menuju kamar depan, bersih dan rapi. Satu lemari dan satu dipan dengan kasur dan alasnya. Aku buka lemari itu ada susunan baju Bapak. Inilah kamar Bapak,.....
seorang nak tunggal yang mandiri, tapi nenek sayang sama Bapak
tentunya jauh berbeda dengan kondisiku,
mamak menyangi anaknya dengan cara yang berbeda, aku yakin itu
tidak ada seorang mamakpun yang membenci anaknya.
Jam sebelas siang, badanku serasa letih dan aku ingin tidur sejenak di kasur Bapak. Untuk ke dua kali hari ini aku menangis kangen Bapak.
Ada air mata yang merembes dari kelopak mataku dan menetes pada bantal itu dan...
aku tertidur sambil mengingat nyanyian yang disenangi oleh Bapak
Saat ini Bapak sedang memelukku.
Jam dua belas siang jelang sholat Zuhur, terdengar suara memanggilku
"Rus... Rus... bangunlah, dah hampir Zuhur ini" kata suara itu
aku buka mata
nenek ....
Nenek ternyata sudah kembali dari rumah kakak mamakku
"oh aku kira nenek lama disana" aku kemudian bergerak dari tempat tidur
"sebentar saja kok Rus, nenek hanya beri tahu bahwa perbuatannya sudah kelewat batas" kata nenek
aku terdiam
nenek memandang mataku
"nenek tahu, kamu memendam perasaan, ceritalah Rus" kasih sayang nenek
"ah tidak nek, ini sudah azan mari kira sholat ya Nek" aku alihkan perhatian nenek, namun nenek terlalu mengenal asam garam kehidupan, beliau tidak bisa dialihkan begini, untung dibela oleh suara azan.
Jam empat sorenya setelah berbincang segala hal mengenai Bapak, lalu nenek menyarankanku untuk mengayuh perahu, menyusuri tepi sungai dimana Bapak dulu sering melakukannya, tentunya dulu berdua dengan papa Ridwan.
Papa Ridwan sangat beruntung memiliki yang setia mendampingi kesuksesannya.
Sasana ini tidaklah membuatku puas, malah semakin sesak oleh segala kenangan dan akibat yang ditinggalkan Bapak. Semilir angin sungai biasanya tidak bisa untukku menghindar dari segala kenangan dengan Bapak dalam menyeberangkan penduduk. Apa yang harus ku perbuat tanpa Bapak. Aku juga segan kalau terus-terusan merepotkan papa Ridwan.
Satu jam setelah itu, aku akhiri jam berperahu itu dan kembali ke tepian rumah nenek. Ketika menginkatkan perahu itu pada pancang sangkutan, aku terkesima dengan sosok mamakku berdiri angkuh menghadang.
"oh mamak, aku tadi subuh mencari mamak" kataku agak terbata-bata
ada ranting kayu yang sangat kutakuti di tangan mamak
Beliau menggerak-gerakkan ranting tumbuhan itu yang sangat pedih jika mengenai tubuh.
"anak kurang ajar, tidak mau menolong orang, malah bersenang-senang disini" hardik mamak
"bukan begitu mak, aku mencari mamak tadi subuh, mamak tidak membangunkanku" aku tidak berbohong sedikitpun dalam menjawab pertanyaan mamak saat itu.
"banyak alasan, kau mengadu apo sama nenek kau hingga dia memarahi kakakku ? sudah puas nian dia menghina keluargaku" hardik mamak
"mengadu ??" aku makin ketakutan dengan kekalutan mamak dengan ranting di tangannya. Itu Ranting tanaman berduri yang sangat tidak baik jika untuk memukul anak
"lah banyak nian bohong kau ! menyesal aku mengandung dan melahirkan kau" bhuuuksss bhuukksss bhukkssss
tiga sabetan yang maha pedih ke kaki dan pahaku .... ya Allah tolong lah diriku
"mak sangat sakit mak, ampun mak, nanti mamak menyesal sudah menganiaya anak" aku berusaha menahan tangis dan air mata akibat rasa sakit oleh sabetan dari mamak.
Dalam kekalutan mamak aku tetap senyum ikhlas, silahkan saja mak, aku cukup bahagia mati hari ini menyusul Bapak
bhuuuuukkssss bhuuuuukkkssss bertubi-tubi
itu adalah ranting tanaman berduri yang sangat terlarang untuk memukul anak di daerah sini, tapi mamak melakukannya .... tanpa ampun, meski aku sudah minta ampun terhadap tuduhannya yang tidak benar sedikitpun pada anak kandungnya demi seorang bandit penjudi.
terima kasih mamak .....
badanku seketika mati rasa
dan butiran air mata mengalir lambat namun pasti dari pelupuk mataku menahan sakit. Mata itu terpejam mungkin untuk selamanya ......
"Nuuuuurrrrrr, kau bunuh cucuku ??????????? Jahanam kau !!!!!!! itu kau tahukan ranting tanaman apa ???????? " teriak nenek mengejar tubuhku yang ambruk ke tanah. Nenek merampas ranting tanaman itu, kemudian ...
Nenek memeluk tubuhku dan menghapus air mata hangat yang membasahi wajahku.
Jelang magrib, banyak tetagga yang mebaca Yasin di depan tubuhku yang sangat lemas
Bacaan Yasin dalam Alqur'an itu terhenti oleh jeritan tidak terima dari etek yang pulang berjualan dari kioasnya di pasar muaro Tembesi tadi.
"Nuuurrrr, sampai hati kau bunuh keponakanku ???? apo masalahnyo ???? kau kira dia mengadu ? kemaren sore adik kau yang memalak minta uang padaku !!! Tidak sepatah katapun Rusli mengadu pada kami" setelah menjambak rambut mamak dan mencakar-cakar wajah mamak, etek pingsan
Para tetangga menggerutu ...... menunjuk-nunjuk wajah mamak
Bersambung ....
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah