It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Para pembaca boro-boro mau menyimak curhatan si dokter cantik Nisa! aku perkirakan kita tutup monitor laptop dan tidur, dari pada membaca ocehan dia yang dapat merusak waktu istirahat.
Enak bagi dia, sakit bagi orang yang sekitarnya !.
Aku lebih tertarik menyusuri perkembangan jiwa Rusli hari demi hari. Anak yang sederhana, anak yang banyak belajar dari alam, anak yang tidak gampang menyerah.
Keinginan para pembaca budiman mengetahu eloknya alam berpotensi untuk pariwisata serta pantun dan budaya yang sederhana Muaro Tebo akan terlihat pada bagian ini.
POV ... Rusli
Selamat istirahat om, abang, kakak, tante, dan mbak. Kita bertemu lagi ini.
Akhir cerita yang lalu ada bang Jasri duduk termenung di onggokan batu menjelang halaman rumah papa Ridwan. Abang Jasri terlihat berfikir panjang.
Aku tidak dapat penjelasan, apa mereka semua tidak boleh lagi menginjakkan kaki di rumah itu. Misalnya iya, susah juga bagi bang Jasri. Saat mamanya dan si nanda pindahan, bang Jasri di kota Jambi.
Menurut hatinuraniku, papa Ridwan tidaklah sekejam itu. Namun mengapa bang Jasri bermenung seperti itu.
Sepulang sekolah besok, aku akan singgah dan melihat kondisi papa Ridwan.
Dari tebing seberang ini, aku tidak langsung menuju rumah. Aku naik pohon kedondong dan memandangi bang Jasri. Ketika hujan gerimis berubah jadi hujan mencurah, gambar dari tebing dimana bang Jasri duduk jadi kabur. Hanya ada warna abu-abu.
Aku biarkan hujan ini turun.
Daun pohon kedondong ini melindungi kepalaku dari air hujan, tetapi tidak dengan pakaianku. Semua basah.
Saat hujan reda, pemandangan dari tebing seberang kembali terlihat
Namun, Bang Jasri sudah pergi ...
Kemudian aku lanjutkan perjalanan menuju rumah.
Tanah menjadi lembut oleh air hujan, beberapa diantaranya menempel di sepatuku yang semakin kelihatan usang.
Ketika sampai di rumah :
"assalamu alaikum mak" sapaku
"iya, jangan bawa masuk sepatu basah kedalam rumah" perintah mamak
"iya aku letak didepan tangga ini saja" persetujuanku
"jangan dipajang disana, ketahuan benar kita tidak punya uang" saran mamak lagi
"tadi mamak larang masuk ke dalam" kataku
"maksud mamak, buka sepatu dan langsung cuci di kamar mandi" kata mamak
"iya mak, malu tidak perlu ! memang beginilah kemampuan kita" kalimatku
"asal kau minta sepatu sama si Ridwan bereslah itu" kata mamak
"emang dia siapa kita mak ? sungkanlah jadinya" keteranganku
"Bapak kau belum menikmati jerih payahnya ! kalau tidak ada bapak kau, mana mungkin mereka kaya" mama kembali mengucapkan kalimat ini berkali-kali
"setahuku bapak yang berbuat, bukan mamak ! tapi bapak tidak pernah berkata begitu !!!! lebih baik mamak sholat asyar dulu ya" saranku
"nanti lah, kamu saja dulu yang sholat. Oh ya, sabtu pagi aku minta tolong di kebun wak Haji, mereka mau bertanam cabe" sergah mamak
Astaga, mamakku ? kapan beliau mengerti perhatian papa Ridwan apa masih kurang ? kembali kutegaskan, emang papa Ridwan itu siapa kita ? saudara tidak, hubungan yang lain juga tidak. Kebetulan saja dia sahabatan dengan Bapak. Jiwa menuntut mamak sepertinya terasah oleh hasutan tetangga dan adik bandit yang selalu dilindungi, keluar masuk penjara saja kerjanya.
Tanpa buang waktu aku bersih-bersih badan, pakaian, dan sepatu. Lalu aku berwudhuk, mengenakan pakaian sholat dan langsung sholat ashar sebelum waktu habis.
Lapar sekali perutku, tetapi tidak ada apa-apa di atas meja dapur. kosong
Kemana ya uang segulung yang dikasih papa Ridwan ?
Sepertinya diberikan semua pada adik tersayang untuk bekal berjudi, akhirnya kena tangkap beberapa hari yang lalu.
Aku bergegas ke abang garin mushola sebelum sholat magrib, lumayan bisa makan disana.
Abang ini senang saja dan tidak hitung-hitungan. Papa Ridwan yang dipanggilnya om membekali kebutuhan makan garin mushola ini, terlebih saat aku merepotkan dia dua minggu yang lalu.
Kala malam tiba, aku membuat PR matematika dan bahasa Inggris di kamar abang itu. PR itu serasa cepat selesai karena dibantu oleh abang itu, tapi pada garis besarnya aku mengerti cara menyelesaikan PR itu.
Keesokan harinya
Datang juga jam akhir pelajaran dan aku menggunakan kesempatan untuk bertemu papa Ridwan.
"oh apa kabar pak ?" langkahku dihambat oleh pak guru matematika
"baik Rus, mau pulang ? aku antar sampai tepi sungai ya" kata beliau
"iya pak, tapi kita singgah sebentar di papa Ridwan ya " pintaku
"iya, kebetulan aku juga mau bertemu si Ridwan. Bagaimana kabar mamak kamu Rus ?" kata pak guru
"kabar mamak baik pak" kataku
"kita tidak ngepel lantai lagi Rusli, karena sudah ada penjaga sekolah yang siap sedia kalau hujan, heheh" candaan pak guru matematika
"iya pak, aku sudah berkenalan dengan bapak itu" jawabku
"kata guru-guru, tidak apalah lantai sedikit kotor, karena sudah tidak ada si Nanda !" kata si bapak
"kenapa pak ?" aku heran
"karena sepatu si Nanda mahal, jadi lantai tidak boleh kotor, takut rurak sepatunya" jawab pak guru
"bapak bisa saja. kemana ya pak si Nanda pindah ?" tanyaku yang benran ingin tahu
"tidak jelas Rus, ada yang mengatakan pindah ke Lampung, ada juga yang mengatakan pindah ke Sumsel" kata pak guru
dan jawabannya juga tidak jelas, ya sudahlah, orang sombong suatu hari pasti terantuk batu biar sadar
Sampailah di halaman rumah yang paling ingin ku lihat meski sejenak, yaitu ada bunga kemuning heheh
"aiiiii lah pulang Rusli ya" sapa papa Ridwan
"iya pa" jawabku
"aku tidak kau sapa ?" protes pak guru
"iya silahkan masuk. Rus lihat di kulkas ada sirup, tolong ya nak" kata yang punya rumah
"iya pa" aku segera menyiapkan minuman untuk kami di siang hari itu
"ada apa ini?" tanya papa
"cas....................................ciscus" mereka berdialog tidak begitu mengerti aku, sepertinya bisnis pertanahan
"Salamu'alaikum" kata seorang nenek-nenek masuk dari pintu serta-merta, dari mana dia datangnya ga jelas
"Alaikum salam, oh etek ! eh Rahman, ini etek aku dari kota Jambi" kata papa Ridwan
hmm tambah lagi satu gelas nih karena tambah tamu, yalah...
"tek, ini teman ! sekarang jadi guru Rusli di sekolah" kata papa Ridwan
"oo Rusli, sepertinya ada anak itu sekarang di Rumah ini, Rusli ..... ini uwo nak, kesinilah" teriak tamu itu
Aku bergegas mengantar minuman ke ruang tamu
"oohhh Uwo...... apa kabar uwo" aku langsung beri salim pada uwo
"kabar baik Rusli, awaw ada sirup kokopandan, tahu nian kau kesukaan uwo" kata uwo
"hehe hanya itu yang ada di kulkas papa" kataku
"hehehhh" keceriaan mereka semua menyambut minuman segar
"Wan, lihatlah baju Rusli, sudah tidak putih lagi. Tolonglah sedikit perhatian wan" terkesima si uwo
"iya itu Wan, dah hampir tiga tahun seragam Rusli ini, sementara anak lain satu seragam satu tahun" kata pak guru matematika
"tidak apa uwo, tinggal baberapa bulan lagi" jawabku
"malu kau Wan jika aku yang belikan Rusli baju seragam" kata pak guru
"iyalah, aku telpon etek di muaro tembesi" kata papa Ridwan, sepertinya itu adik sepupu Bapak di muaro tembesi itu
"tek, tolong seragam SMP untuk Rusli tek, ukuran badan Rusli etek tahu ?" kata papa menelpon
"iyalah tek, betul ! aku jemput besok ya tek" kata papa lagi
"Naaah itu baru anak aku ! " uwo merangkul papa Ridwan
"Wan, ada undangan pernikahan Nisa" kata pak guru tiba-tiba ..... hmmmm dokter Nisa mau menikah ? selamat ya kak Nisa, terbuka juga hatimu
"sudah tahu aku ! bingung juga, dia minta aku menikahkan ! jelas salah aku bukan siapa-siapa dia" kata papa
"jangan fikirkan nin Wan, dia kan ada Bapak, bapaklah yang menikahkan anak perempuan bukan kau yang bertanggung jawab" kata pak guru
"yeyyey, kasih saja uang Wan, dan kau lanjutlah dengan urusan kau. Wan .... Rusli ...... jangan makan makanan apapun di acara mereka ! ingat pesan aku ini" kata uwo
mengapa ya tidak boleh makan ?
mereka semua diam
"Jangan terulang yang kedua kali ya Wan, cukup Mansur saja" kata uwo menyebut nama Bapak
pak guru terbelalak sambil mengepalkan tangan menahan emosi
"iya etek. makasih banyak tek atas keterangannya" kata papa
Kemudian uwo berjalan ke arah dapur
Aku juga mau mencuci gelas habis minum ini ke dapur
"uwo .... uwo .... nenek sehat-sehat saja uwo ?" aku mencari dan bertanya pada uwo
kok tidak ada jawaban, uwo hilang ....
"uwo ...." kataku lagi
"uwo dah pulang" kata papa Ridwan
"tadi uwo di dapur pa" kataku
"uwo lewat depan tadi Rus" kata papa Ridwan lagi
pak guru terpana
aneh .....
Di perjalanan menuju tepi sungai, aku bertanya pada pak guru
"pak mengapa kita tidak boleh makan di acara itu ?" tanyaku
"kamu dan Ridwan tidak boleh, aku boleh" kata pak guru
"mengapa ?" aku tambah ga bisa mencerna dengan otak
"Rus, kamu anak baik, selalu mendengar pesan orang tua, dengar pesan yang tadi ya nak" kata pak guru lirih
"iya pak" kataku
"aku ingin ke makam Mansur, malang betul nasib kawanku itu, tidak ku sangka" kata pak guru
"kapan saja bapak boleh datang, Bapakku akan senang meihat kawannya datang" kataku
pak guru menangis mengelus kepalaku
aku bukan ini yang dirasa pak guru ada sesuatu yang berubah sejak uwo menyampaikan informasi tadi
"Naiklah Rus .... kita arungi sungai kita" kata pengendali perahu suruhan papa Ridwan
"Iya bang, mari kita ke seberang" ajakku
Di tengah sungai, aku kembali mengarahkan pandang ke tebing dimana rumah papa Ridwan berada
ada nenek-nenek melambaikan tangan
uwo ......
"uwo......" aku berteriak
tapi pasti uwo tidak bisa mendengar
ada senyum uwo yang indah terpancar
aku mengangguk dan membalas senyum uwo
Dari tadi aku bingung sama uwo, datang dan pergi cepat sekali
Tadi benaran di dapur, kok hilang, sekarang nongol di tebing
Kok aku kangen sama nenek di kota Jambi ya ?
Uwo ke Muaro Tebo, terus nenek di sana siapa yang jaga ?
Semoga pembantu-pembatu disana tulus mengurus nenek, tidak hanya uang yang ada di pelupuk mata mereka.
Keesokan sorenya ketika menemani pak guru menjenguk makam bapak, aku dan papa Ridwan lebih banyak diam dan berdoa dalam hati masing-masing.
"iya gitu, baru dikatakan sahabat !" kata seorang nenenk yang datang dari belakang
"uwo....? uwo tidak takut naik perahu ? kapa uwo datang ? sudah tahu mana rumah Bapak ?" kataku ga putus-putus karena senang bertemu uwo lagi
"banyak nian pertanyaan kau, hehehe. Ingat ya Wan jaga anak kecil ini ! jangan makan apapun disana" kata uwo itu lagi yang diulang
"sudah, aku mau balik ya" kata uwo
pak guru sudah tidak kaget lagi, sepertinya papa telah menjelaskan sesuatu sama beliau
"uwo aku antar ke seberang ya" tawaranku
"Jangan Rus, kau temani saja papa kau" kata uwo
"uwo tidak mau jalan sama aku ya ? iya uwo, hati-hati si jalan" kalimatku
"uwo itu jalan sama angin Rus" kata pak guru
"angin apa pak ?" tanyaku
"Rahman, jangan kau mainkan anakku" kata papa Ridwan
aku tidak mengerti mereka semua ini ....
Mereka kembali ke rumah bapak, aku bergegas ke mushola untuk sholat dan seperti biasa kami mengaji bersama sesudah itu. Aku pinjam botol air kemasan bekas yang ada di ruang abang garin mushola.
"bang aku pinjam botol air kemasan ini bang, sudah kosong, nanti aku cuci" kataku
"untuk apa Rus?" tanya abang
"untuk air minum nolong mamak di kebun bang" padahal tidak untuk itu saja, untuk keperluan yang lain juga.
Karena tidak ada PR aku langsung pulang dan berencana tidur. Pembaca budiman bikin PR di mushola bukan kerajinan karena di rumah lampunya tidak memadai sebagai penerangan. Aku tidak bisa membaca buku pada lampu yang remang-remang itu.
Lalu di dalam rumah aku dapati papa Ridwan lagi tiduran di lantai ruang tamu. Mamak sedang melipat kain di depan jendela
"Assalaamu'alaikum... ohh papa belum balik ? papa sakit ?" kataku
"alaikum salam, aku tidak sakit Rus, sudah lama rasanya tidak tiduran di rumah ini" kata papa
"hmm pa, uwo itu cepat sekali menghilangnya" kataku
"jangan fikir itu, ingat saja nasehat uwo" kata papa
"apa nasehatnya ?" tanya mamak penasaran
"tidak boleh makan apapun disana" kata papa
"makan dalam acara apa ?" tanya mamak lagi
"acara pernikahan Nisa" kata papa
"oh... iya Rus..... ingat ya, mamak juga ga anjurkan kamu pergi kesana, apa lagi makan disana
"iya mak" kataku
Jelang jam 9 malam, papa dijemput oleh karyawannya
Aku ingin beristirahat dan ingin cepat pulas
Namun, wajah uwo dan kejadian aneh selalu teringat lagi. Uwo dua har berturut-turut datang, artinya ini penting ..... pesan uwo adalah penting
Beberapa guru termasuk wali kelasku dulu adalah teman doter Nisa. Pak guru matematika mengambil alih peran papa Ridwan aku ingin tahu alasannya, dalam acara pernikahan itu akan kuamati kejadiaannya. Jadi ini seperti acar sekolah. Lagi pula dokter Nisa pernah mendampingi kegiatan sekolah kami.
"pergi saja Rus, kalau ini acara sekolah. Karena ini kemeriahan, kau bisa sedikit menghibur orang dan semua bisa senyum bahagia, itu budi baik Rus" pesan mamak
"mamak tidak pergi ?" tanyaku
"aku tidak diundang, jadi tidak pergi" kata mamak. Itu adat kami, tabu kalau datang kalau kita tidak diundang.
Sebelum acara, sekitar dua hari sebelum hari H, trio bang Jasri telah latihan padu untuk menghormati acara kakaknya. Aku akan mengiringi penampilan mereka. Biar tidak kesan apa gitu, aku diiringi (untuk artis) jadi aku lebih memilih kalimat aku mengiringi.
Kami latihan 2 jam dan beres.
Lagunya pasti bagus kalau bang Jasri yang memilih dan dia tahu aku cocoknya tipe lagu seperti apa.
Sampailah pada acara yang dimaksud. Pagi jam 7 rombongan calon laki datang iring-beriring
Ada prosesi penyambutan, yang kira-kira mengapa mereka datang ? ada maksud besar tentunya. Tersu ditanya alasan mengapa memilih dokter yang cantik berhati busuk ini. Semua ditangani oleh pak guru matematika yang menggantikan posisi papa Ridwan pantun berpantun.
Ada jawaban pantun yang cukup menggelitik mengapa mereka memilih dokter Nisa, wkwkwkw belum tahu saja mereka, kalau anak lakinya itu akan di jadikan sate.
pilih-pilih tempat mandi
pertamo teluk keduo sungai
pilih-pilih tempat menjadi
pertamo elok keduo pandai
wedew tapi kalau doter Nisa menyukuri apa yang telah diperolehnya, wajah cantik dan karir juga cantik dokter gitu ! dia akan sukses malah, apalagi didukung oleh calon suami yang tampan.
Pernikahan itu berlangsung sukses
Acara resepsinya berlangsung setelah itu
Haus juga sih, tapi aku ingat pesan uwo dan pesan mamak
Jangan kawatir, aku bawa air minum pakai botol bekas air kemasan di kamar abang garin mushola.
hfff lumayan segar tanpa harus melanggar amanah orang tua.
Tapi aku tidak melihat uwo di acara ini
Uwo tidak diundang sepertinya
Sampailah pada acara yang sumbangan perhatian dari adiknya yaitu bang Jasri
Aku takut melihat wajah dokter Nisa seperti biasa, apa lagi sekarang pakai lipstik merah merona serta makeup sangat berlebihan, nikah tapi pamer, jauh dari kesan suci
lagu yang dipilihkan bang Jasri lagu ini pula
Hal hasil aku bernyanyi untuk bang Jasri, bang Sudi, bang Fadil, untuk papa Ridwan, untuk para guruku, untuk beberapa teman yang mau melihat wajahku, rata-rata mereka masih ga mau teman sama aku. Serta para undangan yang terpana melihat keserdahanaan penampilan kami namun mengusung kualitas boleh diuji. Orgen tunggal hanya mengiringi kami bukan irama tak tong tong, tapi dia memilih bit piano elektrik
Tiga gitar dengan porsi masing-masing seperti biasa sangat padu
hamparan langit maha sempurna
bertahta bintang-bintang angkasa
namun satu bintang yang berpijar
teruntai turun menyapa aku
(aku menatap mata bang Jasri, bang Sudi, dan bang Fadil, mereka senyum lebar dan sangat bahagia mendengar vokalku yang tenang dan damai. Lalu masuk irama yang agak tinggi.....)
ada tutur kata terucap
ada damai yang kurasakan
bila sinarnya sentuh wajahku
kepedihanku pun terhapuskan
(aku berjalan ke arah papa Ridwan, beliau memegang sebelah tanganku, beliau tercekal saat kucapkan bila sinarnya sentuh wajahku, kepedihankupun terhapuskaaaaaannnnnnnnn)
Penonton bertepuk tangan karena musik makin keras dan gitar mereka bertiga sekamin bertenaga menghujam perasaan ......
alam rayapun semua tersenyum
merunduk dan memuja hadirnya
terpukau aku menatap wajahnya
aku merasa mengenal dia
tapi ada entah di mana
hanya hatiku mampu menjawabnya
Mahadewi resapkan nilainya
pencarianku pun usai sudah
Mahadewi resapkan nilainya
Mahadewi tercipta untukku
Harusnya lagu ini berupa persembahan bagi dokter Nisa yang jadi mahadewi hari ini. berhubung aku takut diremas-remasnya, aku hanya bernyayi untuk orang-orang yang mau mendengar
Penonton terdiam dan terharu pada kesan sakral sebuah pernikahan dan menjunjung tinggi nilai kesetiaan pada seorang mahadewi yang dipersunting. Maha dewi akan terus dipuja, selama ikatan perkawinan itu masih ada. Mahadewi juga jadi pengingat, bahwa kita tidak perlu melirik yang lain.
Suami yang telah menikahi dokter Nisa ini diam saja, apa dia tidak mengerti arti syair lagunya, atau dia tidak suka lagu jenis ini karena setiap hari mendengar musik angkot hajar dung dang dung dang dangdur tidak, melayu juga tidak, music techno juga tidak
cocoklah mereka berdua ini
Setelah itu papa Ridwan mengajak aku dan pak guru matematika balik
Sampai di rumah papa Ridwan, kami masak telor dadar. Kemudian kami makan sama nasi hangat pulen dalam rice cooker. Ada kerupuk udang juga.
Nikmat, kalau sudah kelapran begini
"Pa, tidak ketemu jawabnya mengapa kita ga boleh makan disana ! aku lihat makanannya bersih, jah dari bibit penyakit" kataku
"Rus, kalau makan di acara nikahan, maka kamu tidak akan pernah menikah" alasan yang dibuat-buat oleh mereka.
Iya ? kalau nanti akhirnya aku ga menikah, meskipun tadi ga makan diacara itu, aku akan cari pak guru ini di kemudian hari untuk mempertanggungkan ucapannya, hemmm.
pak guru matematika memberikan kode mata sama papa Ridwan agar mengiyakan jawabannya, padahal ga masuk dalam akalku ...
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @sentratio
Pagi ini matahari bersinar dengan cerah. Kalaulah om, abang, kakak, tante, dan mbak sekalian sekarang ada bersamaku dalam perahu, kita bersama dapat menyeberang menuju tebing dekat rumah papa Ridwan. Sinar hangat matahari pagi ini akan menerpa wajah kita. Warna jingga temaramnya membuat wajah kita cemerlang menyambut asa. Angin sepoinya dan gemericik air sungai yang terbelah oleh laju perahu, dapat menghilangkan beban fikiran oleh rasa letih: letih oleh masalah hidup, letih oleh masalah kekasih hati yang pergi dengan orang lain, dan letih oleh teman kantor yang cari musuh saja kerjaannya. Sekitar 30 menit mendatang aku hadir menemani kegiatan om, abang, kakak, tante, dan mbak sekalian. Jangan bosan ya.
"bang, kami jalan ke sekolah dulu ya" kata aku, Wulan, dan dua orang adik kelas yaitu siswa kelas VII SMP kami.
"iya dan sampai ketemu siang nanti” jawab abang salah satu karyawan papa Ridwan itu.
"lagu apa bang Rusli kemaren kak Wulan" tanya adik kelas
"mahadewi, bagus nian suara si Rusli dengan lagu mahadewi" jawab Wulan
"cocok nianlah tuh lagu" balas mereka
"lagu itu bukan untuk penganten wanita, lagu itu untuk teman-teman dan guru kita" jawabku
"ooo" mereka berfikir
Namun tiba-tiba salah satu dari mereka nyeletuk
"kapan bang Rusli ngajar kami main gitar dan nyanyi ?" tanya mereka
"hmmm kalau di dusun kita bagusnya ngaji adeekk, kena marah kita kalau nyanyi-nyanyi yang seperti itu" jawabku dan Wulan tersenyum
"wkwkwkw iya betul tuh bang" mereka menyadari kondisi dusun kami.
Sampai di depan pekarangan rumah papa Ridwan, aku kaget alang kepalang.
Dari depan beranda rumah bang Jasri sudah senyum
waduhh bang Jasri tidak langsung sekolah ? atau sekedar mengakrabkan diri dengan keluarga suami kakaknya, ini malah berkunjung ke rumah papanya.
"selamat pagi bang Jasri, katanya mau ujian nasional, ada saja yang ga masuk seolah" kataku
teman-temanku tertawa
Bang Jasri juga tertawa lebar, keren sekali wajah bang Jasri. Serius ! dia sangat mempersiapkan penampilan untuk acara pernikahan kakaknya.
Wulan dug dag dig nyelonong saja heheheh malu kali Wulan lihat wajah keren bang Jasri
Aku selanjutnya dirangkul bang Jasri dan dipaksa masuk rumah
Adik kelasku bengong dan mereka juga melangkah maju menuju sekolah
Di dalam rumah ....
"Tadi pagi aku masak goreng ubi" kata papa Ridwan
"Tak disangka papa bisa menggoreng ubi" aku terkesima
"hahah menggoreng saja bisalah dek" kata bang Jasri
Aku segera mengunyah goreng hasil karya papa, hmmm enak ...
"Papa tidak ke Muaro Tembesi ? tapi makasih ya pa, bang Jasri ! aku jalan dulu ya takut telat" aku mohon pamit sambil salim sama papa Ridwan
"Ada pembayaran hari ini Rus, papa tidak pergi ke sana. Tolong Jasri tuh antar adikmu! lah capek si Rusli tu berjalan" kata papa Ridwan
"tidak boleh ya menolak keinginan orang tua" ancam bang Jasri
hmmmm kalau sudah begini aku hanya diam dan lebih mikir dalam, takut merepotkan orang
Sampai di depan sekolah anak-anak cewek teman Nanda dulu yang suka tari goyang-goyang mirip ulat bulu, berteriak sama bang Jasri
"bang Jasri kemaren ganteng nian ! tapi Rusli juga bagus" kata mereka
duuuuggs sangat diluar kebiasaan akhirnya mereka sedikit melihat diriku, entah karena ada bang Jasri saja mereka pura-pura memujiku
aku berlalu saja
ga enak mengganggu perkumpulan mereka yang cantik-cantik dan cakep anak para pemuka masyarakat. Sebagian besar thema pembicaraan mereka aku tidak paham kehidupan senang mereka seharinya.
Masih.... para pembaca budiman, aku masih kumpulnya dengan Wulan, Taufik, dan Sari.
atau ketika jam istirahat, kadang-kadang sekedar berpapasan dengan adik kelas dari dusunku dan dari dusun dekat jembatan gantung itu. Mereka saling memperlihatkan bekal yang disipkan orang tuanya. Menarik sekali.
Saat jam pelajaran matematika
"Rusli bisa bantu tulis jawaban pertanyaan nomor 5 ?" suruh bu guru yang mengajar, meski teman papa Ridwan tidak mengajarku lagi, tapi aku masih sering minta bantuan beliau mengenai cara yang baik menyelesaikan soal
"iya bu" jawabku
sekitar 2 menit kuhabiskan menulis di papan tulis dengan tulisan yang besar hingga teman-teman yang duduk di belakang juga bisa jelas melihat.
kemudian
"nyanyi....nyanyi....." kata dua orang teman perempuan dalam kelasku, mereka setengah berbisik
Ibu guru menanggapi
"kan sudah kemaren Rusli nyanyi, sekarang kita serius belajar ya. Lagian tidak ada Jasri yang mengiringi" kata ibu guru
"tadi bang Jasri ada, ngantar Rusli" kata anak-anak perempuan mulai heboh
Ibu guru cepat-cepat melongok ke depan sekolah, ...
"sudah pergi Jasrinya, Rus kamu ada hubungan saudara dengan Jasri ?" tanya ibu guru
"tidak bu, saya yang nyanyi bang Jasri yang main gitar gitu saja ! tidak ada yang lebih" jawabku
anak-anak tertawa ....
"pak guru olah raga juga pintar main gitar" jawab ibu guru
"nyanyi aja Rusli sama pak guru olah raga" saran Taufik
"tapi lagunya Mahadewi, lagu itu untuk saya" kata si Ibu
"boleh... pak guru olah raga sudah punya anak tiga bu" kata teman-teman
"ihh jangan bergunjing ah, itu anak kakaknya, ibu tahu itu" kata beliau
"iyalah yang tahu, sudah bu aku boleh duduk?" tanyaku
"eh iya Rusli, makasih atas bantuannya" jawab ibu
anak-anak makin bersorak
"ya selanjutnya ibu akan menerangkan persamaan garis lurus ya" keterangan dari si ibu
kami suka dengan cara ibu ini, santai tapi inti pelajaran tidak pernah terlupakan ! konsep seperti ini cocok rasanya untuk belajar hitungan. Rata-rata anak SMP disini tidak suka matematika kata mereka susah.
Keleas IX ini semua terasa berubah
Akhir jam pelajaran sekolah, bang Jasri sudah berdiri di depan sekolah dengan sepeda motornya yang tampak jadi bersih, hmmmm
lihat baju dan jeans nya, super keren
sepertinya bang Jasri sudah mandi
Tadi pagi saja belum mandi sudah sekeren itu apa lagi sudah mandi
Dia senyum-senyum lebar beramah-tamah dengan teman-teman Nanda dulu.
Aku berjalan ke depan, bang Jasri masih asik senyum-senyum.
Lima menit kemudian tiba di depan halaman rumah papa Ridwan. Ada dua buah mobil Pajero warna putih
Ini bukan mobil papa
buummm
"Rus, kok abang ditinggal ?" kata bang Jasri
"abang tadi lagi ngobrol sama teman-teman, aku haus jadi langsung balik mau ketemu papa" jawabku
"oh.. kok abang ga lihat tadi ?" kata dia
"dah dibilang abang lagi ngobrol ! bang itu mobil siapa ?" tanyaku
"tidak begitu paham abang nih" jawab dia
Di beranda rumah aku disambut oleh papa Ridwan
Di tangannya ada segelas minuman dingin
Papa protektif sekali, apapun tindakan bang Jasri untuk mengasihkan makanan dan minuman papa Ridwan selalu sigap.
Aku masih belum mengerti mengapa makan minum dilarang berhubungan dengan keluarga dokter itu !
"pa aku antar Rusli hingga tepi sungai ya" pinta bang Jasri
"kalau ke sekolah papa bisa lihat kamu antar Rusli, kalau ke bawah jangan ! biarlah dia berjalan dengan aman" kata papa
"papa kira aku mau mencelakai Rusli ? tidaklah pa, boleh papa lihat" jawab bang Jasri
"sudah lah kau tuh, aku tahu cara menyelamatkan Rusli" kata papa Ridwan
Kemudian
"Papa tidak makan itu ? itu mamak suruh bawa tadi ! mereka masih ada acara jemput malam ! " kata bang Jasri
"Tamu-tamu sudah makan, papa tidak" jawab papa Ridwan, aku melongo
"hffss" nafas bang Jasri
"Rus pegang sedikit ini ! papa tadi sudah pegang !" suruh papa
"aku pegang kue bolu ini pa ?" tanya ku
"yang mana saja boleh" jawab papa
Kemudian papa memanggil ayam di muka rumah kuuurrr kuurrrr
Terlihat ayam berlarian mendekat karena ada makanan ......
Makanan itu diberikan pada ayam dan ayam tampak tidak sabar ingin mematuk.
Dan tidak kusangka, seketika ayam-ayam itu mati setelah memakan beberpa patuk saja.
"Itu yang kau bawa Jasri, untuk aku dan Rusli ! jika telah terpegang peruntukkannya lain ! orang lain tidak mati dan kau paham nasib kami seperti apa ?" kata papa Ridwan, aku begitu gemetar baru sadar setelah mengerti apa jawaban dari pertanyaanku mengapa tidak boleh makan minum
"kalau hantaran ini tingkat rendah Jasri, badan terasa panas dulu, batuk-batuk, mual-mual, darah keluar di hidung, baru mati. Butuh seminggu dan beberapa bulan ! tergantung kekuatan badan. Kau paham kalau langsung mati itu tingkat berapa ?" keterangan dari papa
"baiklah pa, aku tidak akan terlibat denga hantar-hantaran mereka lagi. maaf ya pa dan Rusli. aku pamit dulu. maafkan mamakku" kata bang Jasri
"iya Jasri, hati-hati di jalan" kata papa
Ketika bang Jasri sudah menjauh dengan motornya, terasa ada pelukan dari belakang
"Makasih pa, papa selalu ada melindungiku, aku mengerti sekrang pa pesan terakhir Bapak sebelum meninggal" kataku yang masih tidak percaya, sebenarnya keluarga dokter itu adalah pembunuh.
"lihatlah ke belakang Rus, itu bukan papa" kalimat dari papa Ridwan
"oh..... astaga..... uwo ????? aku ngeri uwo datang dan pergi cepat sekali" aku segera merapat ke papa Ridwan benaran takut
"sudah ya nak, uwo sedih kalau Rusli takut sama uwo ! siapa yang akan melindungi papa Ridwan, kalau Rusli takut sama uwo ? apa Rusli sudah mampu melindungi papa Ridwan ?" tanya uwo
"iya uwo .... tapi aku ngeri kalau uwo menghilang-hilang begitu" aku masih gemetar
"jangan takut ya Rus, hari ini uwo datang dari jauh untuk mengembalikan hantaran ini kepada yang mengirim" kata papa Ridwan
"iya uwo, maafkan aku ya uwo" kataku
"iya Rusli, selalulah rajin sholat nak ! doain papa Ridwanmu, dengan cara itu papa Ridwan terhindar dari orang busuk hati" saran uwo
"iya uwo, aku akan ingat selalu pesan uwo" jawabku
Seketika uwo mengambil segenggan makanan yang sudah membunuh ayam itu
Uwo mengangkat tangan kanannya
"Bismillahirrahmaanirrahiiiim ........." kata uwo
terdengar samar suara angin sejuk dan makanan itu seolah masuk ke tangan uwo, lalu makanan itu hilang
"sudah dikirim balik nak ke orangnya ! sekarang Rusli bisa balik pulang dah semakin sore. uwo masih mau bicara dengan papamu" kata uwo
"iya Rus, baliklah, sudah aman" kata papa Ridwan
Aku menyeka air mataku yang berlinang dan salim dengan orang ku hormati yaitu papa Ridwan dan uwo.
Di atas perahu menuju tepi sungai dusun aku tinggal, aku tolehkan wajah sekali lagi ke tebing dekat rumah papa Ridwan.
Kelihatan Uwo senyum cerah penuh sayang, uwo menganggukan kepala, aku juga menganggukan kepala untuk uwo, dan senyum dalam linangan air mata.
InsyaAllah aku tidak takut lagi sama uwo. Aku yakin uwo sebenarnya ada di kota Jambi, uwo orang hebat, orang baik.
Kezholiman tingkat tinggi kadang-kadang harus dihentikan, dan Allah mempunyai seribu cara !
salah satu caranya adalah dengan memberi kelebihan sama uwo.
Hingga saat itu aku tidak pernah berfikir Bapak diapa-apakan oleh keluarga itu. Karena tidak ada bukti.
Umur bapak hingga segitu, ya harus mengadap yang kuasa, cara menghadapnya mungkin dengan cara yang dikehendaki oleh keluarga dokter Nisa.
Begitu menurut hatinuraniku.
Apa yang dirasakan bang Jasri ? Apa yang akan diperbuatnya merasa sebagai pihak tertuduh ?
Meskipun masih kecil, aku paham kalimat papa tadi, papa tidak menuduh bang Jasri ! tapi mamak dan keluarganya yang pintar mengirim "hantaran" istilah kami.
"aku lihat, sejak Bapak kamu meninggal, kamu banyak menangis Rus" kata seorang ibu tetangga di perahu itu
"etek, bisa tidak ilmu hitam kita balikkan ke orang yang mengirimnya?" tanyaku sebenarnya ingin bertanya
"bisa Rus, asal kita lebih kuat dari mereka, ilmu yang berbalik itu efeknya tidak sehebat yang awal" kata ibu itu
"terus etek ?" aku ingin penjelasan yang masuk akal
"di perjalanan kan kekuatannya sudah turun" jawab beliau lagi
"orang yang mengirim bisa mati ?" tanyaku lagi
"tergantung berapa kuat yang dikirimnya" jawab ibu itu
"kenapa Rus ? siapa yang berilmu hitam?" kata ibu lain yang duduk dekat ujung belakang perahu
"tidak ada etek, tadi kawan-kawan membahas ilmu hitam" kataku dengan tidak menuduh siapa-siapa dan mengalihkan pembicaraan.
Semoga papa Ridwan dan Uwo serta nenek selalu baik. Kalau ilmu ini berhubungan dengan yang kuat melawan yang kuat, maka persoalan tidak akan selesai.
Keluarga itu pasti akan mencari orang lain yang lebih kuat. Ya Allah sadarkanlah mereka, bahwa sebenarnya mereka sudah menikmati lebih dari cukup selama ini. Tidak baik kita meminta terus sama orang lain, sudah jadi dokter harusnya bisa mencari uang sendiri dan tidak menyusahkan orang lain seterusnya.
Bro, ini sedikit informasi tambahan tentang Rusli dan keluarga bermasalah :
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @sentratio