It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
btw permainan itu tok kadal lubang (klo gak salah)
gw juga nyangka papa ridwan dan bapak ada sesuatu. rusli kok udah tau yee? instingnya tajem bener.
ntah perasaan gw aja ato yang lain juga, gw ngerasa gak dapet feelnya gak tau karena bahasanya yg buat gw bingung atau karena alurnya. gw rasanya gitu. maap yee klo salah
Air sungai meluap, hujan deras mengguyur menyebabkan banjir bahkan listrik kadang hidup kadang mati di Muaro Tebo ini membuat cerita kita vakum dua hari ini. Kembali ada waktu yang baik maka kini aku dapat hadir kembali menyapa pembaca budiman... maaf ya
Aku peluk gitar itu menyusuri jalan menurun menuju tepi sungai menunggu perahu milik bapak. Suasana sepi karena sudah sore. Dari atas tebing ini dapat kulihat barisan ibu-ibu pedangan yang mau menyeberang.
"Rusli...., abang langsung ke kota Jambi ya" sebuah suara dari atas motor menghentikan langkahku
"ailah Abang, aku kira abang dah di Kota Jambi" aku berusaha tenang. Abang Jasri turun dari motornya dan dibelakang ada gadis cantik.
"abang diminta membantu mama pindah-pindah" informasi dari bang Jasri. Seperti biasa ga pengen kepo maka aku alihkan pembicaraan karena aku juga ga mau masuk dalam konflik antara papa dan mamanya
"heheh yang sabar ya bang, tapi makasih ya bang sudah membujuk papa Ridwan membelikanku gitar" aku berhasil membuat abang Jasril tidak membicarakan mamanya
"aduh dek kamu ditipu sama Jasri. Itu gitar mahal dan coba difikir mana ada toko gitar di Muaro Tebo tapi adanya di kota Jambi" ceweknya ikut nimbrung pada pembicaraan kami
"ailah... jadi abang ya yang membelikan di Jambi ?" keterkejutanku
"abang minta ganti rugi sama papa, jadi papa yang berhak memberikannya sama kamu" keterangan dari bang Jasri dan ceweknya ketawa lepas
"ailaah, tapi tetap saja aku harus berterima kasih, menunggu papa Ridwan ada waktu khusus beli gitar ke kota Jambi ya tidak mungkin" aku balas keramahan mereka
"hehehehehhhhhh ya baiklah Rusli. Kami berangkat dulu ya" mereka akhirnya melaju dengan motor dan berbelok ke kanan menuju jalan raya simpang tiga.
Beruntung sekali cewek bang Jasri itu, yaa ituu jodoh namanya. Orang cantik pasti cowoknya juga cakep dan pinter main gitar, waduh cowok cakep ga semuanya pinter main gitar. Main pedang-pedangan mereka jago. Kenapa ga ada cowok cakep jodohnya anak laki-laki yang kurang beruntung dalam hidup ? karena jodohnya cowok ya cewek, ga ada yang bisa menyangkal ! Maka pergilah bang Jasri dengan takdirmu. Aku sekarang yang akan menghibur mamak dan papamu. Dari pada papamu meratap setiap hari di makam bapakku. Ada istri malah pergi sama bekas suami atau bekas pacar.
Sekarang hati nurani mengatakan mama bang Jasri sedang di rumah papa biologis Nanda, karena apa? karena Nanda yang manja itu menghilang dan mamanya terlalu sayang sama Nanda. Ditambah dengan kenyataan dokter Nisa masih berkeliaran dekat sekolahku itu jelas mereka tidak berkumpul dengan mantan suami mama mereka. Tapi apa dokter Nisa dan Bang Jasri tidak kangen dengan ayah kandungnya ? menilik kebaikan papa Ridwan pasti mereka lebih kangen sama papa Ridwan. Kurang apa coba, sudah disekolahin, sudah dikuliahin hingga jadi dokter, tidak tahu di untung.
Ketika sampai di tepi sungai, aku menyaksikan pak etek memungut ongkos penduduk yang menumpang di perahu penggalan bapak. Aku tidak terlalu khawatir karena pasti dia menyetor sedikit dan kurang lancar ke kakak perempuannya (yaitu mamak ku) setelah dikorupsi 70% untuk berjudi dan minuman keras. Tuhan maha pengasih. Kebutuhan makan seperti biasa cukup karena ada beras dari hasil sawah mamak. Ada sayuran-bawang-cabe yang kadang-kadang diantar oleh karyawan papa Ridwan. Kalau beruntung kami dikasih ikan sungai oleh makcik Karim. Tapi untuk beli buku dan peralatan sekolah aku, iya agak terbatas apa lagi baju baru ! jauh dari kemampuan.
Saat menaiki perahu itu gerimispun datang pak etek berkata
"kamu nanti saja naikknya ! perahu ini penuh" suaranya bergema dari mulut busuk beraroma minuman keras
"iya pak etek" jawabku
"kasihan dia! mana sudah hujan. Ini perahu tidak penuh !" kata seorang tetanggaku sambil mengasihkan kantong keresek untuk melindungi gitar yang kupegang
Setelah itu, ada lebih dari satu jam aku menunggu perahu itu balik dan hari sudah makin sore.
Pada akhirnya perahu itu datang.
Ada tiga orang bapak-bapak. Penampilan mereka seperti belum mandi tiga hari tiga malam, begitu lusuh agak mengerikan di pandang mata. Seketika mereka berkata :
"kami menyewa perahu ini ke PUSAR LIEK" kata mereka
Itu adalah daerah dalam nasehat Bapak sebelum meninggal dunia agar aku tidak pernah kesana lewat sungai apa lagi dari tebing dekat tumah papa Ridwan ini.
"karena tidak ada perahu lagi, lebih baik kamu naik !" saran mereka
apa ya maksud mereka ?
"naiklah !!!!" hardik pak etek A'uzubillah bau mulutnya dari sejauh 4 meter begini masih juga ....
"Tidak" aku bertahan
"Naiklah tolol sebelum ada pemaksaan" kembali pak etek berteriak lebih keras
"Tidak ! pak etek kira aku takut sama pak etek ?" aku bertahan begitu tenang
Perahu itu bergerak meninggalkanku dan terus ke ilir tiba-tiba perahu itu berhenti. Naik dua orang lain berbadan kekar sambil marah-marah sama pak etek dan orang menakutkan tadi.
Mereka menunjuk-nunjuk aku
Kembali perahu itu mengarah ke tepi sungai aku berdiri
Ini sudah tidak benar !
Kira mereka aku bodoh
Aku berjalan ke atas tebing dekat jalan
terdengar suara marah-marah
"suruh dia naik !" suara memarahi pak etek
"Oii Rusli naiklah ! Kenapa pula kamu takut" dia memancing emosiku
"Sudak ku bilang aku tidak takut, ayo kalian ke jalan ini kalau berani !" kataku
Aku tidak terpancing oleh orang yang tidak benar ini
Mereka mengejar ke atas tebing dan aku terus berjalan menuju jalan raya simpang tiga.
Meski suasana sunyi mereka ciut juga mengingat rumah papa Ridwan dekat dari sini dan banyak mobil antar kota meluncur di jalan raya dan tentunya ada kios bang Sudi.
Aku terus saja melangkah menuju kios bang Sudi di pinggir jalan itu. Ada tante dari bang Sudi yang menjaga kios itu melambaikan tangan ketika melihatku.
Ketika sampai di kios itu aku diberondong dengan pertanyaan bertubi.
Di lain hal orang laknat itu terus mendekat
"Kenapa pula kamu lari !" hardik mereka
"kau siapa ? iyalah anak-anak lari melihat wajah kau" tante bang Sudi membalas hardikan itu
"itu keponakanku tidak perlu kamu ikut campur" jawab simulut haram
"keponakan kau yang mana ? jelas ini keponakanku ! pergi kau sana ! pergi jauh-jauh dari kampung nih" tante bang Sudi mengusir
Mereka pergi juga. Tapi masih menggerutu tidak jelas. Mendapati itu, tante bang Sudi melempar salah satu dari mereka dengan batu dan mengenai kakinya.
"Rusli, mengapa mereka itu ?" tanya tante
"mereka maksa aku ke PUSAR LIEK" jawabku
"Pusar Liek ? buaya beranak pinak disana" tante ini juga mengetahuinya
"iya tek, bapak berpesan begitu ! tidak boleh aku berperahu kesana" kataku
"betul itu Rus, tindakan kamu sudah benar" jawab tante
"etek.... aku tidak kuat berjalan ke jembatan gantung, boleh aku berteduh disini tek ?" pintaku
"boleh lah Rus, nanti kau sakit berhujan-hujan jalan kesana" persetujuan dari tante
Tak lama setelah itu datang sebuah motor basah oleh air hujan
Pengunannya mengenakan mantel dan ketika mantel itu dibuka :
"kamu...... kapan kamu menjauh dari pandangan mataku ! masih mau lihat-lihat rumah itu ya ?" hardik dia yang entah kapan hilang rasa bencinya padaku. Aku menunduk seperti biasa kalau ga mau panjang urusan. Siapa yang melihat rumah dia ! asal tuduh saja. Mana perutku lapar sekali.
"aku butuh tisu dan mie instant" dia kemudian berkata pada tante ... Astaga...
"berapa buah?" tanya tante yang sangat wajar sebagai yang punya warung bertanya karena orang bisa beli satu dan dua buah.
"sekardus... nanya saja kerjaan kamu" jawab dia, ha ? sekardus ?
"kamu beli sekardus itu di pasar Muaro Tebo, bukan di warung ini" pembelaan diri dari tante
"panggil dokter, doookkkteeerrrr, atau panggil Nisa, mengerti kamu ?" jawab orang itu
"terserah, kamu mau dokter mau insinyur. Belanja saja ke Muaro Tebo" jawab tante
"iya karena yang belanja disini hanya petani" jawab si orang cantik ini tetapi budi bahasanya tidak pernah baik pada penduduk yang rata-rata miskin disini
"kamu jadi dokter karena seorang petani yang membiayai semua, masih mau banyak bacot" jawab tante
"santai saja Rusli, pada dasarnya dia tidak begitu. Keluarga mereka lagi ada masalah" kata tante
"karena dia melihat aku ! jadi keluar segala marahnya" kataku
"sabar ya Rus, banyak sabar ! kamu bawa gitar siapa ?" tanya tante
"gitar bang Jasri ini etek" jawabku
"tuh adiknya saja ada belas kasihan, dia itu mirip sekali dengan mamanya" kata tante
"etek aku lapar ! aku juga khawatir mamak mencariku" kataku
"kita makan mie rebus ya Rus. Jangan khawatir kalau ada ponakan makcik Karim, nanti kau bisa ikut motornya lewat jembatan gantung" hibur tante
"iya tante" jawabku
Jam 9 malam setelah kami makan mie rebus, aku ter kantuk-kantuk di bangku tempat kami biasa belajar dan main gitar dengan bang Sudi dan bang Jasri serta bang Fadil. Aku terbangun satu jam kemudian karena tante mau menutup warungnya.
Ternyata orang yang kami tunggu yaitu keponakan makcik Karim tidak lewat meski sudah jam segini.
Aku melanjutkan tidur dengan sebuah sarung yang dipinjamkan tante setidaknya perutku sudah berisi sehingga aku bisa istrirahat tidur di bangku ini.
Nayamuk dan angin malam tidak ku hiraukan.
Jam 2 dini hari, aku terbangun dan mendapati kepalaku sedang berada di pangkuan papa Ridwan. Ada mobilnya terparkir di depan kios.
Papa Ridwan baru selesai urusan dari Muara Tembesi dan balik malam
Aku senyum dalam pengaruh mengantuk.
Aku tertidur kembali dengan tubuh sedikit nyaman karena ada selimut tambahan yaitu jaket papa Ridwan.
Jam 5 pagi aku terbangun dan papa Ridwan sudah tidak ada.
Papa Ridwan melanjutkan tidurnya di rumah bagaimanapun dia perlu istirahat.
Alhamdulillah, tubuhku sudah lumayan untuk melanjutkan perjalanan pulang. Aku perkirakan lebih dari dua jam jalan kaki hingga jam 7 pagi.
Sesampainya di rumah, aku bergegas untuk sekedar bersih-bersih badan dan segera ke sekolah. Ku dapati mamak dan adiknya yang bajingan itu ketawa-ketiwi. Tidak tahukah mamak, bahwa anaknya hampir dibunuh jadi makanan buaya di pusar liek.
Harapanku hilang dan hariku serasa berhenti, aku melangkah ke mushola. Disamping mushola ada rumah Wulan dan bertemu sebentar dengan mamak Wulan sekedar menitipkan gitar pemberian papa Ridwan. Tidak sopan bawa gitar ke dalam mushola.
Aku kembali letih .... dan tertidur dalam mushola hingga jam 9 pagi
Lagi-lagi ku dapati papa Ridwan di sampingku
"maaf tadi papa ketiduran hingga jam 07 pagi, padahal ingin ngantar kamu pulang" kata papa
"aku kira aku hanya mimpi lihat papa ketika aku tidur di warung etek" jawabku
"kamu tidak mimpi, etek yang cegat mobil papa katanya ada kamu lagi kedinginan tertidur" keterangan dari papa
"pa, kemaren orang itu maksa aku ke Pusar Liek" kataku
"kurang ajar betul dia. Papa bangga sama kamu Rus selalu patuh sama nasehat bapakmu" ucap papa
Satu jam kemudian aku sekedar menyusul papa Ridwan sekedar memastikan pak etek tidak mencelakai papa Ridwan.
Terlihat mamak pak etek memaki-maki papa Ridwan malah mereka menujuk-nunjuk hidung papa Ridwan.
Akhirnya papa Ridwan mengeluarkan segulung uang untuk mereka.
Tukang Palak !
Aku balik kanan menuju makam bapak.
Rasanya hidup tidak mudah ditinggal bapak.
Semua berubah.
Aku tidak begitu kuat melindungi papa Ridwan.
Air mataku jatuh menetesi batu nisan makam Bapak
Tak lama kemudian ada pelukan hangat menghampiriku seperti biasa yang kami lakukan.
Berdoa dan merenung di makam Bapak
"papa lagi meminta pendapat Bapak untuk mengajak kamu pindah bersama papa" kata papa Ridwan
aku fokus pada kalimat papa Ridwan
"tapi Bapak kamu melarang, untuk kebaikan kamu dari tekanan oleh segala yang berkepentingan dengan uang" jawab papa Ridwan yang air matanya lebih banyak jatuh berurai.
"untuk sementara kamu tinggal di mushola juga ga apa Rus. Bapak kamu dulu juga tinggal di mushola. Jadi dia setuju saja" kalimat papa Ridwan hampir tidak terdengar oleh lirihnya tangisan.
"iya pa" kataku
"papa juga setuju untuk menjadikan kamu lebih kuat" keterangan dari papa Ridwan
Esok harinya aku berangkat subuh jalan kaki memuju jembatan gantung dan balik sudah jelang magrib. Selesai sholat magrib badanku panas dan tidak ingat apa-apa lagi tertelungkup di kamar garin mushola.
Tengah malam aku dibangunkan oleh abang garin itu.
Terendus aroma mie instan rebus.
Hanya setengah piring termakan olehku semua isi perutku keluar ......... aku muntah
Kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi
Ingatan ini pulih ketika badanku berguncang-guncang di atas motor. Aku seketika melihat papa Ridwan dengan motornya memboncengku menuju jembatan gantung dan dibelakangku ada abang garin mushola memegangku biar tidak jatuh. Bukan jatuh atau mati yang aku fikirkan, tetapi mengapa mamak tidak menjengukku ? uang papa Ridwan yang beliau tunggu juga adik berjiwa bandid yang dibela.
Mengapa beliau selalu berkata : papa Ridwan ga akan kaya kalau bukan kerena perbuatan Bapak ??????????
bapak yang berjuang untuk papa Ridwan tetapi bapak tidak pernah berkata apa-apa !!!!!
Jangan salahkan aku jika aku bisa berfikir begini.
Sebenarnya anak itu adalah kertas putih, apa yang dilihat itulah yang dirasa !
Laju motor itu berakhir di tempat praktek dokter cantik itu
"tidak usah basa-basi kamu ! anggap aku sekarang menagih uangku untuk kuliahmu ! jadi tolong sekarang PERIKSA anak ini ! dia sedang sakit" bentak papa Ridwan
"iya...... sebenarnya najis tanganku meriksa anak ini" kata dokter yang cantik ini. Tidak apa kak Nisa, sekarang aku harus pergi dari dunia juga tidak apa ! aku bisa bertemu dengan Bapak lepas dari sandiwara dunia. Aku menarik nafas yang mulai tersengal ketakutan juga didorong-dorong, ditarik-tarik seenak perutnya
"anak durhaka ! jangan kamu tarik-tarik badan anakku ! dia lagi sakit ! kamu dengar ga kataku" bentak papa Ridwan
Kok harus seperti ini pa, langsung saja ke Muaro Tebo banyak dokter lain ada rumah sakit lagi, sampai kapan pun dia ini ga akan pernah baik sama orang sakit. Orang sehat saja dihardiknya.
"aku bukan anak papa ? enak saja" kata dia menghentikan seketika
"Aku bukan orang tuamu ! pura-pura tidak tahu kamu, bapak kamu siapa ! angkat barang kamu ! kalau tidak kubakar habis kediamanmu ini" ...... ini bahasa apa yang dikeluarkan papa
"enak saja ngusir-ngusir" ..... dunia ini memang milik si dokter cantik
"aku minta obat penghilang muntah ! biar dia kuat ku bawa ke Muaro Tebo" pinta papa
"obat itu untuk pasienku ! bukan untuk anak ini" jawab dokter cantik itu
"Ya baiklah ! semoga kamu diampuni Allah" papa mengeluarkan kalimat terakhir lalu berbegas membawaku pergi dari tempat ini
Hingga di warung tante bang Sudi aku dikasih milanta cair obat maag dan alhamdulillah perutku terasa nyaman
"Rusli ini dari tadi malam belum makan Ridwan ! kalau arwah bapaknya melihat kamu akan kena kutuk Wan ! karena kamu sia-siakan anaknya" tante bang Sudi menangis
ketemu lagi pembaca budiman ::
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin